D. Intra Anestesi
1) Induksi / Anestesi Umum
Pada penderita yang tidak kooperatif, dilakukan anestesi umum,
terutama pada anak kecil. Evaluasi minimal dilakukan minimal dua
jam sesudah selesai
Pilihan obat untuk induksi anestesi adalah propofol, etomidate,
fentanil atau remifentanil pada orang dewasa atau agen inhalasi
pada anak. Pada bronkoskopi fleksibel, sedasi yang diberikan
adalah level sedang. Sedasi diberikan ketika pasien merespon
perintah verbal. Pada bronkoskopi fleksibel, anestesi topikal
sangatlah penting untuk diberikan dengan tujuan membuat pasien
lebih nyaman. Anestesi lokal diberikan pada hidung, orofaring, dan
hipofaring. Lignocaine merupakan agen yang sering digunakan
dalam anestesi topikal selama tindakan bronkoskopi fleksibel.
Obat sedasi yang digunakan pada tindakan BAL haruslah
mudah digunakan, memiliki onset cepat, durasi aksi yang pendek,
dan waktu pemulihan yang cepat. Pilihan obat sedasi yang sering
digunakan untuk tindakan BAL adalah benzodiazepine, opioid,
propofol, fospropofol, remifentanil, dan dexmedetomidine
2) Prosedur pembiusan
Mayoritas tindakan bronkoskopi ataupun BAL perlu diawali
dengan anestesi umum. Setelah Sedasi, alat dimasukkan melalui
kavitas nasal atau mulut, atau dapat juga melalui pipa endotrakeal
(endotracheal tube/ETT) maupun laryngeal mask airway (LMA).
Secara umum, teknik melakukan bronkoskopi yaitu dengan
memasukkan bronkoskop ke dalam rongga hidung atau mulut,
dapat dilakukan juga melalui pipa endotrakeal (endotracheal
tube/ETT) atau laryngeal mask airway (LMA)
Anestesia umum dapat dilakukan pada pasien anak-anak
maupun yang tidak kooperatif. Tatalaksana yang dilakukan adalah
sebagai berikut2:
1. Pemberian pramedikasi
2. Induksi dengan pentothal atau obat hipnotik lainnya
3. Pemberian pelumpuh otot seperti suksinil kholin secara
intravena untuk memfasilitasi intubasi
4. Pemberian napas buatan melalui sungkup oksigen dengan
kadar oksigen 100% yang dihubungkan ke mesin anestesia
sampai fasikulasi menghilang dan otot rahang relaksasi
5. Melakukan intubasi menggunakan pipa endotrakeal (PET) atau
orotracheal tube (OTT) dengan bantuan laringoskop
6. Fiksasi PET dan hubungkan dengan mesin anestesia
7. Pemberian kombinasi obat inhalasi
8. Pengendalian napas pasien secara manual selama pelumpuh
otot masih ada, selanjutnya pasien akan bernapas spontan
ketika efek obat habis.
9. Observasi tanda-tanda vital
10. Selesai prosedur operatif, hentikan aliran anestesia inhalasi dan
berikan
oksigen 100% 4-8 liter/ menit selama 2-5 menit.
11. Ekstubasi PET setelah jalan napas dibersihkan
3) Monitoring
Ventilasi pada BAL merupakan hal yang menantang bagi ahli
anestesi. Pasien yang diindikasikan untuk dilakukan tindakan
bronkoskopi Dengan BAL biasanya memiliki status pulmonal yang
berada pada batas bawah. Pilihan metode ventilasi pada tindakan
BAL adalah oksigenasi apnoeik, bantuan ventilasi spontan, ventilasi
terkontrol, jet ventilasi manual, jet ventilasi dengan frekuensi tinggi,
dan jet ventilasi otomatis. Pemantauan yang dilakukan selama
tindakan yaitu elektrokardiogram, oksimetri, denyut nadi, dan
tekanan darah.
E. Post Operasi
1) Pemantauan
Periode ini meliputi setelah anestesia sampai pasien bebas dari
pengaruhcobat anestetika. Observasi yang dilakukan meliputi
kesadaran, laju pernapasan, tekanan darah, nadi, suhu.
a) Kesadaran
Beberapa pasien masih berada dalam pengaruh hipnotik obat
memerlukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi apabila
ada penyulit yang terjadi. Pasien dengan mudah dapat terjatuh
dari tempat tidur, sehingga posisi pasien perlu diatur dan
pengaman harus dipasang.
b) Respirasi
Hal-hal yang dinilai pada respirasi paska tindakan adalah suara
napas paru, frekuensi napas, irama napas, volume tidal, kapasitas
vital, inspirasi paksa, tekanan oksigen serta karbondioksida pada
darah. Saat pasien tidak sadar, kemungkinan untuk terjadi
sumbatan napas akibat jatuhnya lidah ke belakang, akumulasi
sekret atau air liur, serta bekuan darah cukup tinggi. Selain itu,
depresi napas juga dapat terjadi akibat pengaruh obat-obatan yang
dipakai selama prosedur anestesia. Oleh karena itu, perlu
persiapan untuk menanggulangi terjadinya kegawatdaruratan
c) Sirkulasi
Hal yang perlu diperhatikan dalam sirkulasi adalah tekanan darah,
nadi, serta ada atau tidaknya perdarahan dari tempat tindakan.
Hipertensi paska bedah dapat disebabkan oleh riwayat hipertensi
pasien yang sudah ada sebelumnya, nyeri, keadaan hipoksia dan
hiperkarbia, penggunaan vasporesor dan kelebihan cairan.
Sedangakan hipotensi dapat disebabkan adanya perdarahan,
deficit cairan, depresi otot jantung dan dilatasi pembuluh darah
yang berlebihan.2 Denyut jantung normal umumnya berada di
kisaran 55-120 x/menit. Adapun beberapa faktor yang dapat
menyebabkan gangguan irama jantung atau aritmia seperti kondisi
hipoksia, nyeri, demam, pemakaian obat simpanomimetik, serta
refleks vagal.
d) Suhu
Suhu udara kamar operasi yang dinging, penggunaan desinfektan,
penggunaan halotan serta penggunaan cairan infus dapat
menyebabkan hipotermia. Pasien anak-anak dan lanjut usia rentan
terhadap suhu lingkungan sekitar sehingga dapat mempengaruhi
rendahnya suhu tubuh. Pengunaan obat-obatan seperti atropin dan
suksinil kholin dapat meningkatkan suhu tubuh. Infeksi juga dapat
meningkatkan suhu tubuh.
e) Masalah Nyeri
Walaupun endoskopi merupakan tindakan yang ringan, tetap dapat
memicu terjadinya nyeri pada mukosa jalan napas. Secara klinis,
pada pasien yang nyeri akan terjadi perubahan raut wajah,
psikologis, pola napas, denyut nadi, tekanan darah serta
peningkatan glukosa darah. Intensitas nyeri dapat diukur
melalui visual analogue scale (VAS)