Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan suatu prosedur minimal invasive
dengan menggunakan endoskop untuk melihat keadaan dalam saluran cerna.
Endoskopi saluran cerna bagian atas digunakan untuk menilai struktur esophagus,
lambung, hingga duodenum.1,2 Adanya gejala- gejala penyakit saluran cerna bagian
atas seperti disfagia, gejala refluks asam lambung, perdarahan saluran cerna dll
menjadi indikasi dilakukannya endoskopi saluran cerna bagian atas. Endoskopi
saluran cerna bagian atas digunakan tidak hanya sebagai alat diagnostik tetapi
digunakan untuk prosedur terapi.1,2

Dalam proses diagnosis dan terapi menggunakan endoskopi terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan salah satunya adalah prosedur anestesi. Proses endoskopi
dapat menggunakan tindakan anestesi berupa sedasi maupun non sedasi. Tujuan
dilakukannya sedasi diantaranya untuk mengurangi rasa tidak nyaman saat
berlangsungnya prosedur endoskopi, meningkatkan hasil pemeriksaan dan
mengurangi ingatan pasien saat dilakukan tindakan endoskopi.1,3 Proses endoskopi
tanpa sedasi dapat dilakukan dengan menggunakan diameter endoskop berukuran
kecil yaitu kurang dari enam millimeter. Pada prosedur endoskopi tanpa sedasi pasien
dapat diberikan anestesi topikal menggunakan lidocaine, tetracaine dan benzocaine.
Sedangkan pada proses endoskopi menggunakan sedasi digunakan obat-obatan
sedative seperti golongan benzodiazepine yaitu midazolame dan diazepam atau dapat
dikombinasikan dengan obat opiate seperti meperidine dan fentanyl. 1,3

Obat-obatan golongan benzodiazepine yaitu midazolam dan diazepam sering


digunakan terutama midazolam yang memiliki onset kerja lebih cepat, durasi kerja
yang pendek dan memiliki efek amnestic, sedangkan obat sedative golongan opiate
seperti meperidine dan fentanyl memiliki efek sedasi sekaligus analgetik. Kombinasi
obat-obatan benzodiazepine dan opiate menunjukan efek yang sinergis. Penggunaan
obat-obatan sedative dapat menciptakan berbagai level sedasi atau kesadaran yaitu
sedasi minimal (ansiolitik), sedasi moderat, sedasi dalam bahkan anestesi umum.4

Pasien dengan sedasi moderat merupakan pasien yang masih dapat


mempertahankan ventilasi dan fungsi kardiovaskular dan mampu berespon terhadap
rangsangan taktil atau verbal.4 Sebaliknya, pasien yang menjalani sedasi dalam tidak
dapat terangsang dengan mudah tetapi dapat merespon terhadap rangsangan nyeri.
Dukungan jalan napas, seperti chin lift atau jaw thrust serta penggunaan alat bantu
napas dapat dipertimbangkan selama proses sedasi. Pada tingkat anestesi umum,
pasien tidak dapat dibangkitkan oleh rangsangan nyeri dan fungsi kardiovaskular
dapat terganggu akan tetapi respon individu terhadap sedasi berbeda-beda.4,5

Pemantauan pasien selama sedasi sangat diperlukan untuk mendeteksi perubahan


denyut nadi, tekanan darah, status ventilasi atau saturasi oksigen, aktivitas listrik
jantung, dan tingkat sedasi. Setidaknya, penilaian terhadap tingkat kesadaran pasien
dan tanda-tanda vital harus dilakukan (1) sebelum prosedur dimulai; (2) setelah
pemberian agen sedatif-analgesik; (3) setidaknya setiap 5 menit selama prosedur; (4)
selama awal pemulihan; dan (5) sesaat sebelum dipulangkan. Pulse oxymetry secara
efektif mendeteksi desaturasi oksigen pada pasien yang menjalani sedasi dan
analgesia, atau keduanya. ASA (American society of Anesthesiologists) dan ASGE
(American Society for Gastrointestinal Endoscopy) merekomendasikan Pulse
oxymetry digunakan selama semua prosedur endoskopi dengan sedasi. 4 Faktor risiko
hipoksemia termasuk saturasi oksigen kurang dari 95%, dapat terjadi akibat prosedur
endoskopi yang darutat, prosedur endoskopi dengan durasi lama, adanya kesulitan
saat intubasi, adanya penyakit komorbid, penggunaan obat-obatan sedatif, ukuran
endoskopi, adanya perdarahan saluran cerna yang aktif, usia tua, anemia dll.4,5
Pemberian oksigen tambahan secara rutin telah terbukti mengurangi desaturasi
oksigen selama prosedur endoskopi dengan sedasi. Hal ini sesuai dengan studi kohort
dari Eva P, et al yang menunjukan hasil 29% dari pasien yang menjalani endoskopi
mengalami hipoksemia yang signifikan.6

Secara teoritis, hipoksemia merupakan keadaan berkurangnya kadar oksigen di


dalam darah. Hipoksemia merupakan salah satu komplikasi tersering selama proses
endoskopi yaitu SaO2 <90% pada 40 % kasus endoskopi saluran cerna atas pada
penelitian yang dilakukan oleh Freeman, et al.7 Keadaan hipoksemia berat akan
menyebabkan metabolisme anaerob, terjadi perubahan sirkulasi dan berkontribusi
terhadap iskemia. Hipoksemia Selama prosedur Sedasi pada pasien dengan penyakit
komorbid diketahui dapat berisiko terkena penyakit jantung iskemik, aritmia jantung,
iskemia serebral hingga kematian.8 Studi prospektif oleh Aguirre et al. menunjukkan
dampak negatif pada pemeriksaan neurobehavioral 24 jam setelah operasi pada
pasien yang mengalami desaturasi oksigen. Saat ini, efek klinis dari hipoksemia
dengan durasi pendek belum diketahui dengan jelas.9

Suplementasi oksigen tambahan harus diberikan jika terjadi hipoksemia atau


upaya pencegahan hipoksemia. ASA dan ASGE merekomendasikan suplemen
oksigen dipertimbangkan untuk sedasi moderat dan semua prosedur dengan sedasi
dalam. Pemberian oksigen tambahan menggunakan nasal kanul standar saat menjadi
standar perawatan untuk sebagian besar pasien yang menjalani sedasi untuk prosedur
endoskopi saluran cerna. Aliran oksigen yang dapat diberikan dengan nasal kanul
standar adalah maksimal 6 L / mnt. Di bawah ini keadaan, konsentrasi oksigen
inspirasi (FiO2) di saluran udara distal tidak lebih dari 40%. Jika aliran inspirasi
lebih besar dari aliran oksigen, maka udara ruangan masuk, yang menurunkan FiO.7

Terapi oksigen non-invasif yang baru-baru ini dikembangkan adalah High Flow
Nasal Cannule (HFNC). Terapi oksigen ini dapat memberikan oksigen yang
dihangatkan dan lembab melalui nasal kanul, serta laju aliran oksigen yang dapat
diprediksi (60 L/mnt) dan FiO2 (naik hingga 100%). Dalam terapi HFNC, aliran yang
tinggi juga menghasilkan tekanan positif di dalam rongga nasofaring dan rongga
dada.10 yang akan mengurangi obstruksi jalan napas dan meningkatkan volume akhir
ekspirasi paru. Karena potensinya untuk meningkatkan oksigenasi dan ventilasi,
HFNC telah diterapkan di banyak situasi klinis untuk mencegah hipoksemia, seperti:
dalam intubasi, sedasi ringan selama bronkoskopi dan beberapa perawatan gigi di
bawah sedasi intravena. Selain itu, beberapa penelitian randomized controlled trial
secara acak telah menunjukkan bahwa HFNC juga bisa mengurangi risiko
hipoksemia selama sedasi endoskopi saluran cerna pencernaan.11,12 Penelitian lainnya
yang berasal dari kim et al. yang menunjukan pemberian nasal kanul standar tidak
cukup memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien dengan sedasi dalam pada proses
ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) karena hanya memberi
FiO2 kurang dari 0,4 dan menyebabkan pasien merasa tidak nyaman serta perdarahan
hidung. Peneltian dari kim et al juga menyimpulkan bahwa HFNC memberikan
oksigenisasi yang adekuat pada proses endoskopi saluran cerna.12

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan bahwa endoskopi


saluran cerna berisiko menyebabkan keadaan hipoksemia dan mencipkan keadaan
desaturasi salah satunya akibat penggunaan obat-obatan sedative. Hipoksemia
merupakan salah satu komplikasi tersering selama proses endoskopi yaitu SaO2
<90% pada 40 % kasus endoskopi saluran cerna atas pada penelitian yang dilakukan
oleh Freeman, et al. Selain penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukan terapi
oksigen dengan HFNC dapat mengurangi kejadian hipoksemia dan desaturasi, belum
ada penelitian yang membandingkan efektivas pemberian nasal kanul standar dengan
High Flow Nasal Cannule (HFNC) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan
Sadikin Bandung, sehingga penulis ingin mengetahui Perbandingan pemberian nasal
kanul standar dengan High Flow Nasal Cannule (HFNC) terhadap kejadian
desaturasi pada pasien yang menjalani Endoskopi saluran cerna di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektivitas pemberian nasal kanul standar dengan kejadian
desaturase pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna atas?
2. Bagaimana efektivitas pemberian High Flow Nasal Cannule (HFNC) dengan
kejadian desaturase pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna atas?
3. Bagaimana perbandingan pemberian nasal kanul standar dengan High Flow
Nasal Cannule (HFNC) terhadap kejadian desaturase pada pasien yang
menjalani Endoskopi saluran cerna atas?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui efektivitas pemberian nasal kanul standar dengan kejadian


desaturasi pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna atas?
2. Mengetahui efektivitas pemberian High Flow Nasal Cannule (HFNC) dengan
kejadian desaturase pada pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna atas?
3. Menilai perbandingan pemberian nasal kanul standar dengan High Flow
Nasal Cannule (HFNC) terhadap kejadian desaturase pada pasien yang
menjalani Endoskopi saluran cerna atas.

1.4 Kegunaan Penelitian


1.4.1 Kegunaan Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan


yaitu informasi mengenai pemberian pemberian nasal kanul standar dengan High
Flow Nasal Cannule (HFNC) terhadap kejadian desaturase pada pasien yang
menjalani Endoskopi saluran cerna atas.
1.4.2 Kegunaan Praktis

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Rumah Sakit


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dasar
pertimbangan kepada RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung untuk menerapkan
pemberian Flow Nasal Cannule (HFNC) terhadap kejadian desaturasi pada pasien
yang menjalani Endoskopi saluran cerna atas.

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Dokter

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dasar


pertimbangan kepada klinisi mengenai penggunaan pemberian Flow Nasal
Cannule (HFNC) terhadap kejadian desaturasi pada pasien yang menjalani
Endoskopi saluran cerna atas.

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan dan kepuasan


pasien pascaoperasi, khususnya pada pasien yang mengalami desaturasi saat
menjalani Endoskopi saluran cerna atas.
Daftar Pustaka

1. Early, D.S., Ben-Menachem, T., Decker, G.A., Evans, J.A., Fanelli, R.D.,
Fisher, D.A., Fukami, N., Hwang, J.H., Jain, R., Jue, T.L. and Khan, K.M.,
2012. Appropriate use of GI endoscopy. Gastrointestinal endoscopy, 75(6),
pp.1127-1131.
2. Lichtenstein, D.R., Jagannath, S. and Baron, T.H., 2008. Standards of Practice
Committee of the American Society for Gastrointestinal Endoscopy
Guidelines. Sedation and anesthesia in GI endoscopy. Gastrointest Endosc,
68, pp.815-26.
3. Trevisani L, Zelante A, Sartori S. Colonoscopy, pain and fears: is it an
indissoluble trinomial? World J Gastrointest Endosc. 2014;6(6):227–33.
4. Dayna S. Early. Guidelines for sedation and anesthesia in GI endoscopy.
American Society for Gastrointestinal Endoscopy
0016-5107/$36.00. http://dx.doi.org/10.1016/j.gie.2017.07.018
5. Vargo JJ, DeLegge MH, Feld AD, et al. Multisociety sedation curriculum
for gastrointestinal endoscopy. Gastrointest Endosc 2012;76:e1-25
6. Eva P. Hypoxemia during procedural sedation in adult patients: a
retrospective observational study. Department of Anesthesiology, UMC
Utrecht, Heidelberglaan 100, Utrecht, The Netherlands. 20 april 2021.
7. Seung Hyun Kim. Comparison of high flow nasal oxygen and conventional
nasal cannula during gastrointestinal endoscopic sedation in the prone
position: a randomized trial. Department of Anesthesiology and Pain
Medicine, Anesthesia and Pain Research Institute, Severance Hospital, Yonsei
University College of Medicine, Seoul, Korea. 3 june 2020
8. Bickler PE, Feiner JR, Lipnick MS, Batchelder P, MacLeod DB,
Severinghaus JW. Effects of acute, profound hypoxia on healthy humans:
implications for safety of tests evaluating pulse oximetry or tissue oximetry
performance. Anesth Analg. 2017;124:146–153.
9. Aguirre JA, Etzensperger F, Brada M, et al. The beach chair
position for shoulder surgery in intravenous general anesthesia
and controlled hypotension: impact on cerebral oxygenation,
cerebral blood flow and neurobehavioral outcome. J Clin Anesth
2019; 53: 40-8
10. Parke RL, McGuinness SP. Pressures delivered by nasal high fow oxygen
during all phases of the respiratory cycle. Respir Care. 2013;58(10):1621–4.
11. Lin Y, Zhang X, Li L, Wei M, Zhao B, Wang X, et al. High-fow nasal
cannula oxygen therapy and hypoxia during gastroscopy with propofol
sedation: a randomized multicenter clinical trial. Gastrointest Endosc.
2019;90(4):591–601.
12. Kim SH, Bang S, Lee KY, Park SW, Park JY, Lee HS, et al. Comparison of
high fow nasal oxygen and conventional nasal cannula during gastrointestinal
endoscopic sedation in the prone position: a randomized trial. Can J
Anaesth. 2021;68(4):460–6.

Anda mungkin juga menyukai