Anda di halaman 1dari 4

LAB.

/SMF ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF


RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

ANESTESI PADA PASIEN DENGAN PPOK


(BRONKITIS KRONIS DAN EMFISEMA)

1. TUJUAN : Sabagai acuan dalam pelaksanaan tindakan anestesi pada pasien dengan PPOK
yang akan menjalani tindakan pembedahan.

2. RUANG LINGKUP : Diagnosa, tanda klinis, komplikasi, manajemen pre, intra, dan
pascaoperasi.

3. KEBIJAKAN : Regional anestesi (bila memungkinkan) merupakan teknik pilihan untuk


mengurangi kemungkinan komplikasi pascaoperasi.

4. PENGERTIAN:
Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah penyakit pada paru-paru dengan karakteristik berupa
adanya hambatan terhadap aliran udara yang berkembang progresif dan bersifat irreversible.
Terminologi PPOK lebih mengarah kepada bronchitis obstniktif kronis (obstruksi pada small
air way), dan emfisema (pelebaran ruang udara dan destruksi parenkim paru, hilangnya
elastisitas paru, dan penutupan dari small air way).

5. TANDA KLINIS DAN DIAGNOSIS


Bronkitis kronis dan emfisema ditandai dengan:
- Riwayat merokok
- Batuk produktif kronis (> 3 bulan)
- Sesak
- Keterbatasan aktivitas fisik karena sesak
- Pasien yang predominan bronchitis kronis lebih dominan dengan gejala batuk produktif
kronis, sedangkan pada pasien predominan emfisema lebih didominasi dengan gejala
LAB./SMF ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

sesak nafas.
- Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda obstruksi jalan nafas saat ekspirasi dengan masa
ekspirasi yang memanjang
- Pada pemeriksaan Tes Fungsi Paru terdapat penurunan rasio FEV 1/ FVC, dan terdapat
penurunan Forced Expiratory Flow antara 25%-75% dari Vital Capacity.
- Residual Volume meningkat, FRC dan Kapasitas paru total dapat normal atau meningkat.
- Rongent toraks: Hiperlusen dan hiperinflasi
- AGD: pada pasien Bronkitis kronis biasanya meningkat (>40 mmHg), sedangkan pada
emfisema PaCC>2 normal atau < 40 mmHg.

6. EVALUASI FAKTOR RESIKO KOMPLIKASI PARU PASCA OPERASI:


- Pre-existing pulmonary disease
- Operasi pada abdomen bagian atas atau toraks
- Merokok
- Obesitas
- Umur >60 tahun
- Anestesi umum yang memanjang (>3 jam)

7. MANAJEMEN PREOPERATIF
- Pada operasi elektif pasien dengan PPOK harus optimal terlebih dahulu (tidak ada sesak,
wheezing, dan batuk, atau dengan sesak/ wheezing/ batuk minimal)
- Lakukan intervensi untuk koreksi hipoksemia, bronkospasme, mengurangi sekresi, dan
bila ada infeksi pada saluran nafas harus diberikan terapi dengan antibiotic.
- Hentikan merokok selama 6-8 minggu sebelum operasi untuk mengurangi sekresi dan
komplikasi pascabedah. Paling tidak pasien yang tidak merokok selama 24 jam akan
meningkan Oxygen Carrying capacity.
- Fisioterapi pernafasan preoperative dengan perkusi dan drainase postural.
- Apabila didapatkan hipertensi pulmonal harus diterapi dengan meningkatkan oksigenasi,
LAB./SMF ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

dan apabila terdapat corpulmonal dilakukan digitalisasi terutama bila terdapat gagal
jantung kanan.
8. MANAJEMEN INTRAOPERASTIF
- Regional anestesi (bila memungkinkan) merupakan teknik pilihan untuk mengurangi
kemungkinan komplikasi pascaoperasi.
- Pemberian sedasi pada pasien yang dilakukan regional anestesi diberikan secara
incremental oleh karena pada pasien ini (terutama geriatric) sangat sensitive terhadap
efek depresan dari obat-obat sedative.
- Bila dilakukan anestesi umum maka pertama kali harus dilakukan preoksigenasi untuk
mencegah terjadinya desaturasi oksigen yang cepat.
- Induksi harus dilakukan dengan smooth. Reflek bronkospasme dapat ditekan dengan
memberikan tambahan thiopental (1-2 mg/kg), ventilasi dengan volatile 2-3 MAC selama
5 menit, atau pemberian lidokain intravena atau intratrakeal 1-2 mg/kg
- Pemilihan obat-obatan harus menghindari obat yang bersifat histamine release (kurare,
atrakurium, morfin, meperidin), atau bila digunakan harus diberikan dengan sangat
perlahan.
- Obat induksi golongan hipnotik yang dapat dijadikan pilihan adalah propofol, etomidat,
dan pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil pilihannya adalah ketamin yang
bersifat sebagai bronkodilator.
- Halotan dan sevofluran merupakan obat pilihan induksi inhalasi yang paling smooth.
- Selama operasi harus dilakukan ventilasi kontrol dengan tidal volume yang kecil-sedang
dan frekuensi yang lambat untuk menghindari “air trapping”
- Penggunaan N2O harus dihindari pada pasien dengan bullae dan hipertensi pulmanal.
- Pengukuran kadar CO2 harus dilakukan sebelumnya sebagai panduan dalam melakukan
ventilasi selama operasi.
- Pada akhir operasi dilakukan ekstubasi dengan smooth. Ekstubasi pada saat anestesi
dalam dapat menurunkan resiko reflek bronkospasme, tetapi harus dipastikan terlebih
LAB./SMF ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

dahulu bahwa pernafasan pasien sudah adekuat.


9. MANAJEMEN PASCAOPERASI
- Intubasi trakeal dan ventilasi mekanik dipertimbangkan untuk dilanjutkan pada operasi
abdominal dan intratorakal pada pasien yang sebelumnya (preoperative) didapatkan hasil
pemeriksaan PCO2 > 50 mmHg dan FEV1/ FVC < 0,5.
- PaO2 harus dijaga pada rentang 60-100 mmHg dan PaCO2 harus berada pada rentang
yang mempertahankan pHa 7,35-7,45
- Lakukan maneuver untuk ekspansi volume paru (bernafas dalam, CPAP, spirometri
insentif)
- Chest fisioterapi
- Analgesia pascaoperasi yang adekuat (neuraxial opioids, blok interkostal, PCA)

10. DOKUMEN TERKAIT : - Catatan rekam medis


- Lembar informed consent

11. UNIT TERKAIT : Dokter spesialis, dokter residen di bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif di lingkungan RSU Dr. Saiful Anwar Malang

12. REFERENSI:
- Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Anesthesia for patient with respiratory disease.
Dalam: Clinical Anesthesiology, ed.4, 2006, h: 576-578.
- Stoelting RK, Dierdorf SF. Endocrine disease. Dalam: Handbook for Anesthesia and Co-
existing Disease.2002,h: 137-146.

Anda mungkin juga menyukai