Terapi Oksigen
OLEH :
Ika Ardyanti
C 111 12 038
PEMBIMBING :
dr. Abdullah Syawal
Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Makassar
Tanggal MRS : 17-3-2017
RM : 793829
Tanggal dilakukan Anesthesia : 17-3-2017
Cairan masuk:
Cairan isotonis : Ringerlaktat 2000 cc
Koloid 500 cc
Transfusi PRC : 500 cc
Cairan keluar:
Perdarahan : +200 cc
Produksi urin : Durante operatif : 200 cc
EBV : 2470 cc
MABL : 1109 cc
Postoperatif di ICU jam 12.45
Keluhan pasien: (-)
Pemeriksaan fisik:
B1 : O2 via ventilator via PCV, PEEPS PS 8, FIO2 99 %,
kuning
B5 : Abdomen datar, ikut gerak napas, ileostomi ada.
B6 : udema -/-,, fraktrur -/-
Instruksi Pasca Bedah
O2 via ventilator mode PVC
Infus Ringer laktat 1500 cc/24 jam
F : Puasa
A : Fentanyl 20 mcg/jam/sp
2. Depresi Ventilasi
Pemberian oksigenyang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran
3. Keracunan Oksigen
Dapat terjadi bila terapi oksigen yang diberikan dengan konsentrasi
tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur
jaringan paru seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya
proses difusi di paru akan terganggu.
PEMBAHASAN
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat
kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi,
obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh
isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.Peritonitis
merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada
penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Beberapa
peneliti mendapatkan angka ini mencapai 60% bahkan lebih
dari 60%. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus
segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan
penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
Pasien ini merupakan pasien yang menderita
peritonitis generalisata yang diduga
disebabkan oleh perforasi hollow viscus
dimana merupakan salah satu kegawatan di
rongga abdomen. Setelah dilakukannya
anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien digolonkan
sebagai PS 3 E, yaitu pasien dengan
gangguan sistemik yang berat dan penyakit
yang diderita pasien merupakan keadaan
emergency.
Pada saat pemeriksaan fisik preoperatif ditemukan
B1: RR 36 x/menit, bunyi napas vesikuler, simetris
kiri = kanan , rhonki tidak ada, wheezing tidak
ada, SpO2 95-96%, Pasien diberikan terapi
oksigen via nasal kanul dengan aliran 2
liter/menit. Berdasarkan The American College of
Chest PhysiciansdanThe National Heart, Lung,
and Blood Institute,salah satu indikasi kuat dari
pemberian terapi oksigen jangka pendek yang
ditemukan pada pasien ini berupa Respiratory
distressdimana frekuensi pernafasan > 24/min.
Nasal kanul dapat memberikan 24%
sampai 40% konsentrasi O2 (oksigen)
dan merupakan peralatan oksigen
yang paling sering digunakan.Dapat
memberikan O2 1 sampai 6 liter per
menit (L / min). Lebih mudah karena
pasien dapat berbicara dan makan
saat menerima oksigen.Mudah
digunakan dan murah.
Pasien kemudian diinduksi dengan menggunakan
propofol 40 mg. Propofol merupakan obat induksi
anestesi cepat, yang didistribusikan dan dieliminasikan
dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus
untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol
pada sistem pernafasan adanya depresi pernapasan,
apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Sehingga
perlu dilakukan intubasi endotrakea untuk
mempertahankan patensi dan melindungi jalan napas
serta menjamin oksigenasi dan ventilasi yang memadai
serta dibutuhkan anastesi dalam waktu yang lama.
TERIMA KASIH