Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Terapi Oksigen

OLEH :
Ika Ardyanti
C 111 12 038

PEMBIMBING :
dr. Abdullah Syawal
Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Makassar
Tanggal MRS : 17-3-2017
RM : 793829
Tanggal dilakukan Anesthesia : 17-3-2017

Lama anesthesia : 2 jam 25 menit (08.50-12.25)

Diagnosa pra bedah: Peritonitis Generalisata et Causa

Suspek Perforasi Hollow Viscus.

Nama operasi: Laparatomi Eksplorasi + Ileostomy

Jenis anesthesia : General endotrakeal anestesi (GETA)


Anamnesa pre-operatif
Keluhan utama :
Pasien masuk dengan keluhan perut membesar sejak 2 minggu

sebelum masuk rumah sakit wahidin sudirohusodo, perut kembung


makin lama makin membesar. Pasien juga mengeluh nyeri seluruh
lapangan perut, tidak bisa buang angin, muntah 2 kali per hari.
Riwayat demam tidak ada, riwayat buang air besar darah merah segar
ada,
Riwayat operasi sebelumnya (-),
Riwayat asma (-), batuk lama (-), menderita tuberkulosis/terapi OAT (-)
Riwayat menderita penyakit jantung (-), hipertensi (-), DM (-),

gangguan pembekuan darah (-)


Riwayat kejang (-)
Riwayat alergi makanan/obat-obatan/bahan tertentu (-), riwayat

mengkonsumsi jamu/obat herbal (-), merokok (-), konsumsi alkohol (-).


Riwayat medikasi prabedah : keluhan saat ini tidak ada
Pemeriksaan fisik pre-op
B1 :RR 36 x/menit, bunyi napas
vesikuler, simetris kiri = kanan , rhonki tidak
ada, wheezing tidak ada, SpO2 95-96%
B2 :BP : 110/80 mmHg, HR : 85x/menit,
reguler kuat angkat
B3 :GCS 15 (E4M6V5) pupil isokor
diameter 2,5/2,5 mm, refleks cahaya ada
B4 :100cc urin via kateter, kuning jernih
B5 :peristaltic (+), nyeri tekan (+).
B6 :edema (-),fraktur (-)
Pemeriksaan Laboratorium
Eritrosit : 4.710.000/mm3
Hb :15,1 gr/dl
Platelet: 447.000 / uL
Leukosit : 7.300 /mm3
PT: 12.1 detik
APTT: 28.0 detik
SGOT : 39 U/L
SGPT : 44 U/L
Na : 139 mmol/l
K :4.2 mmol/l
Cl : 95 mmol/l
Laporan Anestesi Preoperatif
Kesimpulan : pasien termasuk
kategori PS Klas 3 E
Rencana anestesi : General
endotrakeal anestesi
Instruksi preoperatif visite
Lanjutkan puasa
Oksigen 2 lpm via nasal kanul
IVFD NACL 0.9% 20 tpm
Siap PRC 500 cc di PMI
Antibiotic profilaksis ceftriaxone 2 gr /
intravena 1 jam sebelum operasi
Metronidazole 0.5 gr/iv
Lengkapi pemeriksaan
Dorong pasien ke OK 30 menit sebelum
operasi
Durante Operasi
Jenis anesthesia : General endotrakeal anestesi
Lama anesthesia : 2 jam 25 menit (09.50-12.15)
Lama operasi : 1 jam 45 menit (10.15-12.00)
Posisi : Supine
Infus : RL 28 tpm, 1 line tangan kanan, 1 line tangan kiri
Obat premedikasi : 1. Inj. Midazolam 2 mg
2. Inj. Fentanyl 80 g
Obat induksi : Inj. Propofol 40 mg
Obat intubasi : atracurium 25 mg + lidocain 1% 80 mgc
Identifikasi plica vocalis (+) dengan laringoskop, insersi ETT
no. 7. Kembangkan cuff (+), cek bunyi pernapasan
bronkovesikuler, simetris kanan dengan kiri, bunyi
tambahan Rh -/-, wh-/-. Fiksasi ETT 18 cm pada sudut mulut
kanan.
Obat maintenance anestesia : Sevofluran 1,5 vol % + 02
60%

Cairan masuk:
Cairan isotonis : Ringerlaktat 2000 cc
Koloid 500 cc
Transfusi PRC : 500 cc

Cairan keluar:
Perdarahan : +200 cc
Produksi urin : Durante operatif : 200 cc

EBV : 2470 cc
MABL : 1109 cc
Postoperatif di ICU jam 12.45
Keluhan pasien: (-)
Pemeriksaan fisik:
B1 : O2 via ventilator via PCV, PEEPS PS 8, FIO2 99 %,

menghasilkan TV 360 cc, RR 12 x/menit. Gerakan nafas


simetris, suara nafas simetris kanan dan kiri, RH(-),Wh(-),
SpO2 100%.
B2 : Nadi 143x/menit, TD 96/54 mmHg, S1S2 murni

regular, lemah. murmur(-), T.ax: 36,5o C


B3 : GCS tersedasi, pupil bulat isokor diameter
2,5mm/2,5mm, Reflek Cahaya negative.
B4 : Terpasang kateter, produksi urine 50 cc/jam, warna

kuning
B5 : Abdomen datar, ikut gerak napas, ileostomi ada.
B6 : udema -/-,, fraktrur -/-
Instruksi Pasca Bedah
O2 via ventilator mode PVC
Infus Ringer laktat 1500 cc/24 jam
F : Puasa
A : Fentanyl 20 mcg/jam/sp

Metamizole 1 gr/8 jam/iv


S : Midazolam 2 mg/jam/sp
T : -
H : Head up 30
U : Omeprazole 40 mg/24 jam/iv
G : gds 120 150

Meropenem 1 gr/8 jam/iv


TINJAUAN PUSTAKA
Terapi oksigen merupakan pemberian
oksigen sebagai suatu intervensi medis,
dengan konsentrasi yang lebih tinggi
disbanding yang terdapat dalam udara
untuk terapi dan pencegahan terhadap
gejala dan menifestasi dari hipoksia.
Oksigen sangat penting untuk
metabolisme sel, dan lebih dari itu,
oksigenasi jaringan sangat penting untuk
semua fungsi fisiologis normal.
Dalam pemberian oksigen harus
dipertimbangkan apakah pasien benar-benar
membutuhkan oksigen, apakah dibutuhkan
terapi oksigen jangka pendek (Short-term
oxygen therapy)atau terapi oksigen jangka
panjang (Long term oxygen therapy).
Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas.
Oksigen yang diberikan harus diatur dalam
jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar
mendapat manfaat terapi dan menghindari
toksisitas.
Terapi Oksigen Jangka Pendek
Terapi oksigen jangka pendek
merupakan terapi yang dibutuhkan
pada pasien-pasien dengan keadaan
hipoksemia akut, diantaranya
pneumonia, PPOK dengan
eksaserbasi akut, asma bronkial,
gangguan kardiovaskular, emboli
paru
Untuk pedoman indikasi terapi oksigen jangka pendek
terdapat rekomendasi dariThe American College of Chest
PhysiciansdanThe National Heart, Lung, and Blood Institute

Indikasi yang sudah direkomendasi :


- Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)
- Cardiac arrest dan respiratory arrest
- Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
- Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18 mmol/L)
- Respiratory distress (frekuensi pernafasan > 24/min)

Indikasi yang masih dipertanyakan :


- Infark miokard tanpa komplikasi
- Sesak nafas tanpa hipoksemia
- Krisis sel sabit
- Angina
Terapi Oksigen Jangka Panjang
Banyak pasien hipoksemia membutuhkan terapi oksigen
jangka panjang. Pasien dengan PPOK merupakan
kelompok yang paling banyak menggunakan terapi
oksigen jangka panjang.
Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa
terapi oksigen jangka panjang dapat memperbaiki
harapan hidup. Karena adanya perbaikan dengan terapi
oksigen jangka panjang, maka direkomendasikan untuk
pasien hipoksemia (PaO2< 55 mmHg atau saturasi
oksigen < 88%) oksigen diberikan secara terus-menerus
24 jam dalam sehari. Pasien dengan PaO256-59 mmHg
atau saturasi oksigen 88%, kor pulmonal atau polisitemia
juga memerlukan terapi oksigen jangka panjang.
Pemberian oksigen secara kontinyu :
- PaO2 istirahat 55 mmHg atau saturasi oksigen 88%
- PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89% pada satu keadaan :
o Edema yang disebabkan karena CHF
o P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3mm pada lead II, III, aVF
- Eritrositoma (hematokrit > 56%)
- PaO2 > 59 mmHg atau saturasi oksigen > 89%

Pemberian oksigen tidak kontinyu :


- Selama latihan : PaO2 55 mmHg atau saturasi oksigen 88%
- Selama tidur : PaO2 55 mmHg atau saturasi oksigen 88% dengan komplikasi seperti hipertensi pulmoner,
somnolen, dan artimia
Teknik Pemberian Oksigen
Cara pemberian oksigen dibagi dua
jenis, yaitu sistem arus rendah dan
sistem arus tinggi, keduanya masing-
masing mempunyai keuntungan dan
kerugian.
Nasal Kanul (system arus rendah)
Keuntungan: Dapat memberikan 24%
sampai 40% konsentrasi O2 (oksigen)
dan merupakan peralatan oksigen yang
paling sering digunakan.Dapat
memberikan O2 1 sampai 6 liter per
menit (L / min). Lebih mudah karena
pasien dapat berbicara dan makan saat
menerima oksigen.Mudah digunakan
dan murah.

Keterbatasan: Mudah copot, tidak efektif


jika pasien bernafas melalui mulut atau
mengalami hidung tersumbat, deviasi
septum atau polip.
Simple face mask (system arus
rendah)
Keuntungan : Dapat
menyediakan 40-60% FiO2,
dengan aliran 5-10 L/m. aliran
dapat dipertahankan 5L/m
atau lebih dengan tujuan
mencegah CO2yang telah
dikeluarkan dan tertahan di
masker terhirup kembali.

Kelemahan: Penggunaan alat


ini dalam jangka panjang
dapat menyebabkan iritasi
kulit dan sulit untuk makan.
Partial rebreathing dan non
rebreathing mask (system arus tinggi)

Merupakansimple maskyang disertai dengan kantung reservoir. Aliranoksigen


harus selalu tersuplai untuk mempertahankan kantung reservoir minimal
sepertiga sampai setengah penuh pada inspirasi.

Sistem ini mengalirkan oksigen 6-10L/m dan dapat menyediakan 40-70%


oksigen. Sedangkannon-rebreathing maskhampir sama denganparsial
rebreathing maskkecuali alat ini memiliki serangkai katup one-way. Satu
katup diletakkan diantara kantung dan masker untuk mencegah udara ekspirasi
kembali kedalam kantung. Untuk itu perlu aliran minimal 10L/m. Sistem ini
mengalirkan FiO2sebesar 60-80%.
Face-tent (system arus pendek)
Keuntungan: Dapat memberikan
28% sampai 100% O2. Flow meter
harus ditetapkan untuk memberikan
O2 minimal 15 L / min. face tent
digunakan untuk memberikan
konsentrasi oksigen terkontrol dan
meningkatkan kelembaban untuk
pasien yang memiliki luka bakar
wajah atau hidung patah, atau yang
mengalami claustrophobic.

Kekurangan: Sulit untuk mencapai


tingkat oksigenasi tinggi dengan
masker ini.
Venture mask ( system arus tinggi
)
Masker dapat menjadi masker aerosol,
trakeostomi masker, T-piece, atau face-tent.
Kuncinya adalah bahwa aliran oksigen melebihi
laju aliran inspirasi puncak pasien, dan ada
sedikit kemungkinan bagi pasien untuk
menghirup udara dari ruangan.

Keuntungan: Sistem ini dapat memberikan 24%


sampai 60% O2 pada aliran 4 sampai 12 L /
min. Memberikan tingkat oksigen yang lebih
tepat dengan mengontrol jumlah oksigen
tertentu yang diberikan. Port pada tabung
bergelombang (dasar masker) mengatur
konsentrasi oksigen. Memberikan oksigen yang
telah dilembabkan untuk kenyamanan pasien.
Hal ini tidak menyebabkan membran mukosa
kering.
Komplikasi Terapi Oksigen
1. Kebakaran
Oksigenbukan zat pembakar tetapidapat memudahkan terjadinya

kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian


oksigenharus menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area
sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa Ground.

2. Depresi Ventilasi
Pemberian oksigenyang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran

yang tepat pada klien dengan retensi CO 2dapat menekan ventilasi

3. Keracunan Oksigen
Dapat terjadi bila terapi oksigen yang diberikan dengan konsentrasi

tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur
jaringan paru seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya
proses difusi di paru akan terganggu.
PEMBAHASAN
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat
kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi,
obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh
isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.Peritonitis
merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada
penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Beberapa
peneliti mendapatkan angka ini mencapai 60% bahkan lebih
dari 60%. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus
segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan
penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
Pasien ini merupakan pasien yang menderita
peritonitis generalisata yang diduga
disebabkan oleh perforasi hollow viscus
dimana merupakan salah satu kegawatan di
rongga abdomen. Setelah dilakukannya
anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien digolonkan
sebagai PS 3 E, yaitu pasien dengan
gangguan sistemik yang berat dan penyakit
yang diderita pasien merupakan keadaan
emergency.
Pada saat pemeriksaan fisik preoperatif ditemukan
B1: RR 36 x/menit, bunyi napas vesikuler, simetris
kiri = kanan , rhonki tidak ada, wheezing tidak
ada, SpO2 95-96%, Pasien diberikan terapi
oksigen via nasal kanul dengan aliran 2
liter/menit. Berdasarkan The American College of
Chest PhysiciansdanThe National Heart, Lung,
and Blood Institute,salah satu indikasi kuat dari
pemberian terapi oksigen jangka pendek yang
ditemukan pada pasien ini berupa Respiratory
distressdimana frekuensi pernafasan > 24/min.
Nasal kanul dapat memberikan 24%
sampai 40% konsentrasi O2 (oksigen)
dan merupakan peralatan oksigen
yang paling sering digunakan.Dapat
memberikan O2 1 sampai 6 liter per
menit (L / min). Lebih mudah karena
pasien dapat berbicara dan makan
saat menerima oksigen.Mudah
digunakan dan murah.
Pasien kemudian diinduksi dengan menggunakan
propofol 40 mg. Propofol merupakan obat induksi
anestesi cepat, yang didistribusikan dan dieliminasikan
dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus
untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol
pada sistem pernafasan adanya depresi pernapasan,
apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Sehingga
perlu dilakukan intubasi endotrakea untuk
mempertahankan patensi dan melindungi jalan napas
serta menjamin oksigenasi dan ventilasi yang memadai
serta dibutuhkan anastesi dalam waktu yang lama.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai