A. Definisi
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen
kurang dari 50mmHg (hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih
besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth)
B. Etiologi
1. Penyebab sentral
- Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle
relaxans
- Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
- Kelainan di paru : edema paru, atelectasis, ARDS
- Kelainan tulang iga/thoraks : fraktur costae, pneumo thorax,
haematothoraks
- Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri
2. Penyebab perifer
- Trauma kepala : contusion cerebri
- Radang otak : encephalitis
- Gangguan vaskuler : perdarahan otak, infark otak
- Obat-obatan : narkotika, anestesi
Kadar oksigen (Pao2 < 8 kPa) atau CO2 (Paco2 > 6,7 kPa) arterial yang abnormal
digunakan untuk menentukan adanya gagal napas. Maka gagal napas dibagi
menjadi : (Patrick Davey)
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah arteri (AGD)
2. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, sitology, uranalisis, bronkogram,
bronkoskopi.
3. Pemeriksaan rontgen dada
Untuk melihat keadaan patologik atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui.
4. Pemeriksaan sputum, fungsi paru, angiografi, pemindahan ventilasi-perfusi.
5. Hemodinamik
Tipe 1 : Peningkatan PCWP
6. EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, distrimia.
E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Suportif/Non spesifik
Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung
ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas, yaitu:
a) Atasi Hipoksemia : terapi oksigen
Pada keadaan paO2, turun secara akut, perlu tindakan secepatnya
untuk menaikkan PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas
dari penyakit kronik yang menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa
dengan keadaan hiperkarbia sehingga pusat pernafasan tidak terangsang oleh
hipercarbia drive melainkan terhadap hypoxemia drive. Akibatnya kenaikan
PaO2 yang terlalu cepat, pasien dapat menjadi apnoe.
Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien
benar-benar membutuhkan oksigen. Indikasi untuk pemberian oksigen harus
jelas. Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan
harus dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari toksisitas.
Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutukan pada
pasien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut. Oksigen harus segera
diberikan dengan adekuat karena jika diberikan akan menimbulkan cacat
tetap dan kematian. Pada kondisi ini oksigen harus dberikan dengan FiO 2
60-100% dalam waktu pendek dan terapi yang spesifik yang diberikan.
Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi
hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan oksigen
dapat diberikan terus-menerus.
Cara pemberian oksigen secara umum ada 2 macam yaitu sistem arus
rendah dan sistem arus tinggi. Kateter nasal kanul merupakan alat dengan
sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Nasal kanul arus rendah
mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/mnt, dengan FiO 2
antara 0,24-0,44 (24%-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan
FiO2 secara bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa
membran menjadi kering.
Untuk memperbaiki efisiensi pemberian oksigen, telah di desain
beberapa alat, diantaranya electronic demand device, reservoir nasal canul,
dan transtracheal cathethers, dan dibandingkan nasal kanul konvensional
alat-alat tersebut lebih efektif dan efisien. Alat oksigen arus tinggo
diantarnya ventury mask dan reservoir nebulizer blenders. Alat ventury
mask menggunakan prinsip jet mixing (efek Bernoulli). Dengan sistem ini
bermanfaat untuk mengirimkan secara akurat konsentrasi oksigen rendah
(24-35%). Pada pasien dengan PPOK dan gagal napas tipe 2, bernapas
dengan mask ini mengurangi resiko retensi CO 2 dan memperbaiki
hipoksemia. Alat tersebut terasa lebih nyaman dipakai, dan masalah
rebreathing diatasi melalui proses pendorongan dengan arus tinggi tersebut.
Sistem arus tinggi ini mengirimkan sampai 40 L/mnt oksigen melalui mask,
yang umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi. Dua indikasi klinis
untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi ini adalah pasien yang
memerlukan pengendalian FiO2 dan pasien hipoksia dengan ventilasi
abnormal.
Secara Klinis:
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC- NOC Jilid 2. Jogjakarta:
Mediaction Jogja.