Anda di halaman 1dari 12

TUGAS ILMU DASAR KEPERAWATAN III

XEROSTOMIA, GASTRITIS, HEPATITIS, DEMAM TIFOID

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Ilmu Dasar Keperawatan III

Dosen Pengampu :

Di Susun Oleh :

Kelompok : 2

Kelas : 1 B

Anggota Kelompok :

1. DIKI (ISI NIM)


2. DINI (ISI NIM )
3. EVI MARYATI ( 1018032033)
4. FARID F ( 1018032035)
5. HERNI (ISI NIM)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NON REGULER

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN SERANG

TAHUN AKADEMIK 2018-2019


XEROSTOMIA

1. Definis

2. Etiologi

3. Tanda dan Gejala

4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan Penunjang
GASTRITIS

1. Definisi

2. Etiologi

3. Tanda dan Gejala

4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan Penunjang
HEPATITIS

1. Definisi

Hepatitis adalah keadaan radang atau cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap

virus, obat atau alkohol (FKAUI, 2006).

Hepatitis adalah peradangan pada hati (liver) yang disebabkan oleh virus.

Virus hepatitis termasuk virus hepatotropik yang dapat mengakibatkan hepatitis A

(HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), delta hepatitis (HDV), hepatitis E

(HEV), hepatitis F dan hepatitis G. (Yuliana elin, 2009)

Hepatitis dibagi menjadi dua tahap :

a. Hepatitis akut : Infeksi virus sistemik yang berlangsung selama < 6 bulan.

b. Hepatitis kronis : Gangguan - gangguan yang terjadi > 6 bulan dan kelanjutan

dari hepatitis akut.

c. Hepatitis fulminant : Perkembangan mulai dari timbulnya hepatitis hingga

kegagalan hati dalam waktu kurang dari 4 minggu oleh karena itu hanya

terjadi pada bentuk akut.

2. Etiologi

Penyebab hepatitis menurut Wening Sari (2008) meliputi:

1. Obat-obatan, bahan kimia, dan racun.

Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan

hepatitis akut.

2. Reaksi transfusi darah yang tidak terlindungi virus hepatitis.

3. Infeksi virus.

Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang memiliki

ukuran 42 nm, Ditularkan melalui darah atau produk darah, saliva, semen, sekresi
vagina. Ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada

bayi selama proses persalinan, Masa inkubasi 40 – 180 hari dengan rata- rata 75

hari, Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi,

perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis, para

pemakai obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara mitra

seksual baik heteroseksual maupun pria homoseksual.

3. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis hepatitis menurut FKUI (2006) terdiri dari 3 tahapan meliputi:

1. Fase Pre Ikterik

Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus

berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul),

nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan

pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama

sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari,

pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.

2. Fase Ikterik

Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan

disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat

pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari.

Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas

capai dirasakan selama 1-2 minggu

3. Fase penyembuhan

Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu

hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah


timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa

segar kembali, namun lemas dan lekas capai.

Manifestasi menurut Nanda Nic-Noc Jilid 2 :

- Malaise, anoreksia, mual dan muntah

- Gejala flu, faringitis, fotopobia, sakit kepala dan myalgia

- Demam ditemukan pada infeksi HAV

- Ikterus didahului dengan kemunculan urine berwarna gelap

- Pruritus (biasanya ringan dan sementara)

- Nyeri tekan pada hati

- Splenomegali ringan

- Limfadenopati

4. Patofisiologi

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi

virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahanbahan kimia. Unit

fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai

darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal

pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar

ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya,

sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan

digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar

klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal (Baraderu,

2008).

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah

billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka

terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati, selain itu juga

terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna

dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel

ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi

(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin

direk). Jadi icterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran

dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin (Smeltzer dan Bare, 2002).

Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan

terbawa sampai ke hati. Di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan

peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada

pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan

penyerapan dan konjugasi bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan

mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu

tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi hati

adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh

mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan

berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun

(Syaifuddin,2006).

Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat

menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga

merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol

yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik.

Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi

pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba atau palpasi hati.
Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak (Syaifuddin,

2006).

Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu

badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak

nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya

rasa mual dan nyeri di ulu hati. pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut

dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan

bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang

akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus (Smeltzer dan Bare, 2002).


Pathway
5. Pemeriksaan Penunjang

 Test fungsi hati: Abnormal (4-10 kali normal) untuk membedakan

hepatitis virus dari non virus.

 SGOT/SGPT: Awalnya meningkat dapat meningkat 1-2 minggu sebelum

ikterik kemudian tampak menurun.

 Darah lengkap: Sel darah merah (SDM) menurun karena penurunan masa

hidup SDM (gangguan fungsi hati).

 Difersnsual darah lengkap: Ekositosis, monositosis dan sel plasma.

 Alkali fostatase: Agak meningkat.

 Feses: Warna tanah liat, dan diare feses warna tanah liat.

 Anti-HAV IgM: Positif pada tipe A.

 HbsAg: Dapat positif (tipe B) atau negstif (tipe A). Catatan: merupakan

diagnostik sebelum terjadi gejala klinik.

 Masa protrombin: Mungkin memanjang (disfungsi hati).

 Bilirubin serum: Di atas 2,5 mg/100 ml (bila di atas 200 mg/ml, prognosis

buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).

 Tes ekskresi BSP: Kadar darah meningkat.

 Biopsi hati: Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.

 Scan hati: Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.


DEMAM TIFOID

1. Definisi

2. Etiologi

3. Tanda dan Gejala

4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan Penunjang
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC - NOC Jilid 2. Mediaction Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai