Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH DENGAN HEPATITIS

Oleh :
AJENG NUR FITRIANA AWALIA
14401.19.20002

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021

1. Anatomi fisiologi
Hati adalah kelenjar terbesar yang ada di dalam tubuh, yang terletak di rongga
perut sebelah kanan atas, di bawah sekat rongga badan atau diafragma. Hati secara
luas dilindungi oleh tulang iga, berat hati 1500 gr atau 2,5% berat tubuh pada orang
dewasa normal. Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan
atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma, permukaan bawah tidak
rata dan memperlihatkan lekukan disebut fisura tranversum. Fisura longitudinal
memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan ligamen
falsiformis memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan atas hati (Irianto, 2013)
2. Defenisi
Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh
infeksi atau oleh toksin termasuk alcohol (Elizabeth J.Corwin.200:573). Hepatitis juga
dapat diartikan sebagai Peradangan Pada Organ Hati Yang Disebabkan Infeksi
Bakteri, Virus, Proses Autoimun, Obat-Obatan, Perlemakan, Alkohol Dan Zat
Berbahaya Lainnya. Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati.
Peradangan ini ditandai dengan meningakatan kadar enzim hati. Peningkatan ini
disebabkan adanya gangguan atau kerusakan membran hati. Menurut Reeves hepatitis
adalah peradangan luas pada jaringan hati yang menyebabkan nekrosis dan degenerasi
sel. Ada dua faktor penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor
penyebab infeksi antara lain virus hepatitis dan bakteri, sedangkan faktor penyebab
non infeksius antara lain obat-obatan,bahan kimia dan racun.
3. Etiologi

Virus hepatitis A (HAV) diklasifikasikan sebagai hepatovirus. Virus ini


berasal dari famili Picornaviridae yang berbentuk single-stranded, berpolar positif,
berdiameter sekitar 28 nm, dan dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron. Virus
ini adalah virus ikosahedral tanpa pembungkus luar atau non-enveloped icosahedral.
[7]
HAV stabil dan tahan pada lingkungan kering, beku, dan pH rendah. Akan tetapi,
temperatur tinggi (>85ºC), formalin, dan klorin dapat menginaktivasi virus.[1,6]

Faktor Risiko
Faktor risiko hepatitis A umumnya terjadi pada kelompok individu yang rentan,
terutama individu yang belum mendapatkan vaksin hepatitis A. Faktor risiko lainnya
adalah:

 Kontak erat dengan penderita hepatitis A di masa infeksius, misalnya individu


yang merawat pasieN
 Kontak erat dengan karieR
 Bepergian ke daerah endemis hepatitis A, sanitasi yang buruk, atau sumber air
bersih yang terbatas
 Menjalani perawatan medis atau estetik di fasilitas umum non-medis
 Transfusi darah dan penyalahgunaan obat-obatan parenteral
 Hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi [1,8,9]
Kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A di sekolah SMA di Lamongan dan di Pesantren
di Bangkalan Jawa Timur Indonesia pada tahun 2018 menunjukkan kebiasaan, sikap,
dan tingkat pengetahuan dapat berperan sebagai faktor risiko kejadian hepatitis A.

4. Klasifikasi

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2016), klasifikasi Hepatitis di


bagi menjadi 7 diantaranya adalah : 8

1) Hepatitis A
Penyebab adalah virus Hepatitis A, dan merupakan penyakit endemis di
beberapa negara berkembang. Hepatitis A berisifat akut, penularannya melalui
fekal dan oral. Sumber penularannya umumnya terjadi karena pencemaran air
minum, makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang
buruk, dan personal higin rendah. Gejala bersifat akut, tidak khas bisa berupa
demam, sakit kepala, mual dan muntah sampai ikterus, bahkan dapat
menyebabkan pembengkakan hati. Pencegahan dan pengobatan menjaga
keseimbangan nutrisi dan kebersihan lingkungan.
2) Hepatitis B
Etiologi virus Hepatitis B dari golongan virus DNA. Masa inkubasi 60-90
hari, penularan vertikal 95% terjadi masa perinatal (saat persalinan) dan 5%
intra uterine. Penularan horizontal melalui transfusi darah, jarum suntik
tercemar, pisau cukur, tattoo, transplantasi organ. Gejala tidak khas seperti
lesu, nafsu makan berkurang, demam ringan, nyeri abdomen sebelah kanan,
dapat timbul ikterus, air kencing warna teh. Diagnosis ditegakkan dengan test
fungsi hati serum transaminase (ALT meningkat), serologi HBsAg dan IgM
anti HBC dalam serum.
3) Hepatitis C
Penyebab Hepatitis C adalah sirosis dan kanker hati, etiologi virus Hepatitis C
termasuk golongan virus RNA, masa inkubasi 2-24 9 minggu. Penularan
Hepatitis C melaluli darah dan cairan tubuh, penularan masa perinatal sangat
kecil, melalui jarum suntik, transplantasi organ, hubungan seks dapat
menularakan tetapi sangat kecil. Kronisitasinya 80% penderita akan menjadi
kronik.
4) Hepatitis D
Virus Hepatitis D jarang ditemukan tapi paling berbahaya, Hepatitis D disebut
virus delta, virus ini memerlukan virus Hepatitis B untuk berkembang biak
sehingga hanya ditemukan pada orang yang telah terinfeksi virus Hepatitis B.
5) Hepatitis E
Hepatitis E dikenal sebagai Hepatitis Non A – Non B, etiologi virus Hepatitis
E termasuk virus RNA.Masa inkubasi 2-9 minggu. Penularan melalui fokal
oral, dengan didapatkannya IgM dan IgG anti HEV pada penderita yang
terinfeksi. Belum ada dilakukan pengobatan antivirus, pencegahan dengan
menjaga kebersihan lingkungan, terutama kebersihan makanan dan minuman.
6) Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan tentang hepatitis F. saat ini para pakar
masih melakukan penelitian lanjut tentang keberadaan hepatitis F ini.
merupakan virus hipotetis yang terhubung dengan hepatitis.
7) Hepatitis G
10 Memiliki gejala yang sama dengan hepatitis C, sering kali infeksi
bersamaan dengan hepatitis B/C. tidak menyebabkan hepatitis fulminan
ataupun hepatitis kronik.penularan melalui transfuse darah dan jarum suntik.
5. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar opada hepar ( hepatitis ) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksis terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobule dan unit ini unik karena memiliki suplai
darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamsi pada hepar, pola normal pada
hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel
hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan
oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang
mengalamai hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar
karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan
kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran
kanan atas. Hal ini dimanifestasika dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati
hingga menyebabkan nafsu makan menurun ( Arief,dkk. 2016 )

6. Pathway
7. Manifestasi Klinis
Menurut Arif mansjoer (2017: 513) Manifestasi klinis merupakan suatu gejala
klinis tentang suatu penyakit yang diderita oleh pasien. Berikut adalah gejala klinis
dari penyakit hepatitis : 1) Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien
mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan
nyeri di perut kanan atas. Urin menjadi lebih cokelat. 2) Stadium ikterik yang
berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera,kemudian
pada kulit seluruh tubuh.keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah,
anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati
membesar dan nyeri tekan. 3) Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda,
warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat
dari orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasanya
berbeda.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis hepatitis
A antara lain pemeriksaan darah, pemeriksaan antibodi spesifik immunoglobulin
HAV, dan pemeriksaan radiologis.[1]
1) Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan hematologi dapat menunjukkan limfositosis ringan.
Waktu protrombin umumnya dalam batas normal, tetapi jika meningkat
maka perlu dipertimbangkan risiko kerusakan hati akut yang berat dan
ensefalopati. Selain itu, pemeriksaan kimia akan mengalami peningkatan
enzim dan fungsi hati, termasuk SGOT (serum glutamic oxaloacetic
transaminase), SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase),
dan hiperbilirubinemia.[1,2,15]
2) Pemeriksaan Antibodi Immunoglobulin HAV
Diagnosis pasti infeksi akut HAV dilakukan melalui pemeriksaan
antibodi anti-HAV immunoglobulin M (IgM). Hasil IgM HAV akan
positif pada saat timbul gejala, dan dapat bertahan hingga 6 bulan setelah
infeksi primer. Pemeriksaan IgM HAV cukup sensitif dan spesifik dengan
positif palsu jarang terjadi.[1,2]
Sedangkan pemeriksaan anti HAV immunoglobulin G (IgG) muncul
setelah IgM dan dapat bertahan seumur hidup. Jika anti HAV IgG positif
tanpa adanya IgM maka dapat diartikan sebagai infeksi lalu atau
pasca vaksin hepatitis A.[1,2]
3) Tes Asam Nukleat
Tes asam nukleat merupakan pemeriksaan gold standard  untuk
mendiagnosis infeksi hepatitis terutama di fase viremia. Tes ini merupakan
metode pemeriksaan yang cukup sensitif dalam mendeteksi genom virus
hepatitis. Pemeriksaan asam nukleat dapat mendeteksi hingga 5 genom
virus hepatitis, yaitu HAV RNA, HBV DNA, HCV RNA, HDV RNA, dan
HEV RNA.[2]  
4) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan ultrasonografi abdomen bukan pemeriksaan yang rutin
dilakukan pada kasus hepatitis A. Beberapa tanda yang dapat ditemukan
dalam pemeriksaan radiologis adalah hepatomegali, penebalan dinding
kandung empedu, dan pembesaran nodus limfatikus perihepatik.
Penebalan dinding kandung empedu berkaitan dengan level bilirubin yang
meningkat.[1,3]
5) Kultur Feses
HAV RNA dapat terdeteksi di darah dan juga feses segera setelah
infeksi hingga 1‒2 minggu setelah onset gejala timbul. HAV RNA pada
feses juga dapat terdeteksi pada pasien asimtomatik. HAV RNA yang
terdeteksi di feses dalam waktu yang lebih lama dapat terjadi pada anak-
anak atau individu yang imunokompromais.

9. Penatalaksanaan
Menurut Elizabeth J.Corwin (2016) penatalaksanaan hepatitis terdiri dari:
a) Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari konsumsi alcohol.
Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV
dan khususnya HCV.
b) Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara
bertahap untuk infeksi kronis. Suntikan interferon alfa (IFN-α), suatu
16 sitokin panen telah dipakai untuk mengobati HBV dan HCV.
Suntikan biasanya diberikan 3 kali seminggu selama minimal 3 bulan.
Keefektifan IFN-α untuk kedua infeksi tersebut bervariasi. Interferon
umunya di kontraindikasikan bagi penderita penyakit hati yang berada
pada stadium lanjut.
c) Analog nukleotida yang secara selektif bekerja pada enzim reverse
transcriptase virus menjadi obat penting bagi hepatitis kronis. Analog
nukleotida seperti lamivudine dan rivabirin, biasanya ditoleransi
dengan baik sehingga sering dijadikan obat pilihan utama bagi pasien
hepatitis.
d) Terapi kombinasi interferon termodifikasi dengan analog nukleotida
adalah pengobatan yang sangat berhasil untuk saat ini. Interferon
termodifikasi disebut interferon pegilase atau penginterferon
mempunyai paruh waktu lebih lama disbanding IFN-α dan tidak
membutuhkan pengukuran dosis berulang.
e) Kerabat penderita hepatitis ditawarkan untuk menerima gamma lobulin
murni yang spesifik terhadap HAV dan HBV, yang dapat memberikan
imunitas pasif terhadap infeksi. Imunitas ini bersifat sementara.
Tersedia vaksin HAV yang dibuat dari virus hepatitis inaktif.

10.Komplikasi
Inilah berbagai komplikasi hepatitis dari setiap penyebab yang ada.
a) Fibrosis

Kondisi ini merupakan komplikasi hepatitis yang muncul akibat adanya


jaringan parut.
Saat mengalami peradangan yang terus-menerus atau kronis, liver memperbaiki
bagian yang rusak dengan memproduksi kolagen dan jenis protein lainnya.
Pada proses tersebut, tubuh sebenarnya sedang bekerja untuk memperbaiki liver
dan membangun jaringan yang baru.
Akan tetapi, jaringan ini justru muncul berlebih dan menumpuk sehingga
muncullah fibrosis.
b) Sirosis hati
Sirosis hati merupakan kondisi fibrosis yang semakin parah. Jaringan parut
yang muncul pada kondisi ini membuat liver tidak bekerja sebagaimana
mestinya.Pasalnya, jaringan parut yang muncul akan menghalangi aliran darah
menuju liver. Hal ini membuat hati tidak mampu memproses zat gizi, berbagai
jenis hormon, obat-obatan, dan racun. Selain itu, sirosis hati mengurangi
kemampuan liver untuk memproduksi protein atau zat-zat lainnya yang diperlukan
tubuh. Sirosis hati merupakan komplikasi hepatitis B, hepatitis C, serta hepatitis
akibat perlemakan hati yang dipicu oleh minum alkohol atau masalah
metabolisme.

c) kanker liver
Komplikasi serius dari hepatitis C adalah kanker liver. Komplikasi ini juga
ditemui pada hepatitis B dan hepatitis akibat perlemakan hati.
Saat sirosis hati semakin parah, jaringan parut yang tumbuh bisa mengganas dan
menyebabkan kanker hati.
Ada beberapa jenis kanker liver yang bisa muncul akibat hepatitis. Apa
sajakah itu?
 Karsinoma hepatoselular: kanker ditemukan pada sel liver bernama
hepatosit.
 Kolangiokarsinoma: kanker muncul pada saluran empedu.
DAFTAR PUSTAKA

http://repo.poltekkesmedan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2912/1/Widya
%20Feronika%20Simanjuntak.pdf

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/hepatitis-a/diagnosis

https://hellosehat.com/pencernaan/hati/komplikasi-hepatitis/

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
ASKEP SECARA TEORI

a. Pengkajian

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri


menurun

- Keluhan nyeri (-)

- Meringis (-)

- Gelisah (-)

- Kesulitan tidur (-)

Observasi :

 Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, intensitas nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi respons nyeri non verbal

 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :

 Berikan teknik nonfarmakologis


 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu, pencahayaan,
kebisingan)

 Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :

 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

 Anjurkan monitor nyeri secara mandiri

 Anjurkan teknik nonfarkamkologis untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)

2. Resiko infeksi ditandai dengan kerusakan integritas kulit

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat infeksi


menurun

- Kemerahan (-)

- Bengkak (-)

- Nyeri (-)

Observasi :

 Monitor karakteristik luka (mis. warna, bau, ukuran)

 Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik :

 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

 Bersihkan dengan cairan NaCl

 Bersihkan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu


 Pasang balutan sesuai jenis luka

 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase

 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien

Edukasi :

 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein

 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan toleransi aktivitas


meningkat

- Keluhan lelah (-)

- Perasaan lemah (-)

- Nyeri (-)

Observasi :

 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu

 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yan diinginkan

 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas

Terapeutik :

 Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami

 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten


sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial

 Fasilitasi aktivitas fisik rutin


 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu

 Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Edukasi :

 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu

 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih

 Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi


dalam aktivitas

Kolaborasi :

 Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor


program aktivitas, jika sesuai.

Anda mungkin juga menyukai