Anda di halaman 1dari 14

Diagnosis dan Tatalaksana pada Anak dengan Hepatitis A

Margareth Lady
102019154 (B1)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara No.6, Jakarta Barat 11510 (021-5666952)
Margareth.102019154@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Virus hepatitis A (HAV) ditularkan oleh rute fekal-oral dan merupakan penyebab utama
hepatitis virus akut, yang dapat menyebabkan hati akut kegagalan (ALF) dan kematian pada
kasus yang parah. Infeksi HAV sering menyebabkan hepatitis simptomatik pada orang
dewasa, padahal cenderung mengakibatkan infeksi subklinis asimtomatik Pada anak-anak.
Mengikuti perkembangan sosial ekonomi dan peningkatan kesehatan masyarakat global
kejadian infeksi HAV telah menurun. Namun, jumlah individu semakin meningkat terinfeksi
pada usia yang lebih tua, yang menyebabkan lebih parah manifestasi klinis dan beban
penyakit yang lebih besar

Kata kunci: Hepatitis A, picornavirus, transmisi fecal-oral

Abstract

Hepatitis A virus (HAV) is transmitted by the fecal–oral route and is a major cause of acute
viral hepatitis, which can lead to acute liver failure (ALF) and mortality in severe cases.
HAV infection often causes symptomatic hepatitis in adults, whereas it tends to result in an
asymptomatic subclinical infection in children. Following socioeconomic development and
public health improvement, the global incidence of HAV infection has been decreasing.
However, an increasing number of individuals are infected at older ages, leading to more
severe clinical manifestations and greater disease burden

Keywords: hepatits A, picornavirus, fecal-oral transmission

Pendahuluan

Hepatitis A adalah penyakit virus yang umum di seluruh dunia, meskipun kejadiannya di
Amerika Serikat telah berkurang dalam beberapa tahun terakhir sebagai hasilnya. praktik
imunisasi yang diperpanjang. Virus hepatitis A ditularkan melalui kontaminasi fecal-oral, dan
kadang-kadang ada wabah melalui sumber makanan. Anak kecil biasanya asimtomatik,
meskipun kemungkinan gejala cenderung meningkat usia. Kebanyakan pasien sembuh dalam
dua bulan setelah infeksi 10 hingga 15 persen pasien akan mengalami kekambuhan dalam
enam kasus pertama bulan. Virus hepatitis A biasanya tidak menyebabkan infeksi kronis atau
penyakit hati kronis. Perawatan suportif adalah pengobatan utama. Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit dan Amerika Academy of Pediatrics merekomendasikan vaksinasi rutin
untuk semua anak Usia 12 hingga 23 bulan, serta populasi rentan tertentu. Vaksin hepatitis A
juga dianjurkan untuk sebagian besar kasus profilaksis pasti pasca-pajanan, meskipun
imunoglobulin adalah alternatif yang dapat diterima dalam beberapa situasi.

Anamnesis

Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien. Anamnesis
dapat dilakukan langsung terhadap pasien (auto-anamnesis) maupun terhadap keluarganya
atau walinya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan
wawancara, misalnya dalam keadaan gawat-darurat.1

Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan


identitas pasien tersebut. Dilanjutkan dengan menanyakan keluhan utama, dan untuk setiap
keluhan waktu muncul gejala, cara perkembangan penyakit, derajat keparahan, hasil
pemeriksaan sebelumnya dan efek pengobatan dapat berhubungan satu sama lain. Selain itu
dapat juga ditanyakan beberapa pertanyaan sebagai berikut pada orang tua anak yang
mengalami hepatitis A2,3

1. Sudah berapa lama pasien mengalami keadaan seperti ini?


2. Apakah disertai demam?
3. Jika disertai demam, sudah berapa lama?
4. Disertai mual atau muntah atau tidak?
5. Apakah ada penurunan nafsu makan?
6. Apakah BAK dan BAB nya normal?
7. Bagaimana dengan pola makannya?

Berdasarkan anamnesis didapatkan anak laki-laki berusia 12 tahun mengalami mata dan
kulit kuning sejak 3 hari yang lalu. Keluhan disertai demma ringan sejak 1-2 minggu yang
lalu, disertai mual muntah, cepat merasa Lelah, rasa tidak nyaman di perutkanan atas, nafsu
makan menurun. BAk seperti the sejak 2 hari yang lalu. Menurut ibunya, anak tersebut sering
ajjan dan makan makanan diluar.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda tanda vital, mata, sendi, dan kulit serta
lakukan juga pada daerah abdomen pada pelvic yaitu lakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Pada infeksi A akut, hal-hal yang sering dijumpai pada pemeriksaan fisik antara
lain; pada inspeksi yaitu icterus, pada palpasi tanda yang paling sering yaitu nyeri tekan
positif pada daerah hati dan juga hepatomegali

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadarannya compos mentis, tampak sakit sedang.
Pada pemeriksaan tanda tanda vital dalam batal normal. Sklera dan kulit ikterik positif dan
hepatomegaly (+)

Pemeriksaan penunjang

1. Serologi hepatitis A, akan ditemukan IgM anti HAV positif menandakan bahwa
penderita sedang pada fase akut dan dapat berlangsung 3-6 bulan setelahnya. Jika
hasil serologi menunjukan IgG anti HAV dan anti HAV positif menunjukan bahwa
pasien memiliki Riwayat sakit hepatitis A dan jika anti HAV terus persisten
menunjukan bahwa pasien menderita hepatitis autoimun.
2. Biokimia hati, pada pemeriksaan biokimia hati terdapat beberapa parameter yang
dijadikan pertanda fungsi hati antara lain:
a. Aminotransferase (transaminase) meliputi aspartate aminotransferase
(AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Enzim-enzim ini
merupakan indicator yang sensitive terhadap kerusakan sel hati dan sangat
membantu dalam mendiagnosa penyakit yang berdifat akut. Jika terjadi
peningkatan kadar enzim-enzim tersebut maka dapat dikatan bahwa telah terjadi
kerusakan hati. Enzim AST dapat ditemukan ditempat lain selain hati, sedangkan
enzim ALT akan lebih dipercaya untuk menentukan adanya kerusakan hati. Pada
hepatitis A fase ikterik kadar ALT umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan kadar
AST. Kadar normal ALT untuk pemeriksaan laboratorium ≥ 37 u/L (pria) dan ≥31
u/L (wanita). Sedangkan untuk enzim AST ≥42 u/L (pria) dan ≥32 u/L (wanita).
b. Alkali fosfatase (ALP), umumnya pada hepatitis A nilai ALP normal atau
meningkat sedikit, serta meningkat pada keadaan ikterik. Enzim ini ditemukan
pada sel hati yang berada dekat dengan saluran empedu, sehingga jika terjadi
peningkatan kadar ALP menunjukan bahwa terjadi penyumbatan atau hambatan
pada saluran empedu (enzim kolestatik). Kadar normal ALP 53-128 u/L (pria) dan
49-98 u/L (wanita)
c. Serum protein, meliputi albumin, globulin dan factor pembekuan darah.
Pemeriksaan serum-serum pasein ini bertujuan untuk mengetahui fungsi
biosintesis hati. Jika terjadi penurunan kadar albumin menunjukan adanya
gangguan fungsi hati. Tetapi hasil ini tidak terlalu spesifik. Globulin merupakan
protein yang membentuk gamma globulin. Kadar GGT ini meningkat pada
penyakit hepar, saluran empedu, pancreas baik keadaan akut maupun kronis.
d. Bilirubin, merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari hasil pemecahan
hemoglobin (Hb) di hati. Dalam darah bilirubin terdiri atas bilirubin indirek dan
bilirubin direk. Pada penyakit hati yang lebih spesifik yaitu jika terjadi
peningkatan dari bilirubin indirek. Kadar normal untuk bilirubin direk 1,7-5,1
mmol/L. pada penderita hepatitis A kadar bilirubin umumnya >2,5 mg/dL apabila
sudah terlihat adanya ikterik pada sklera maupun kulit.
3. USG, berfungsi untuk mengetahui adanya kelainan pada organ dalam atau tidak dan
dilakukan jika pemeriksaan fisik kurang emndukung diagnosis. Pada pasie hepatitis
USG dapat dilakukan pada daerah abdomen untuk melihat pembesaran hati, gambaran
jaringan hati secara umum atau ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu. Karena
hepatitis merupakan penyakit akibat proses peradangan makan gambaran pada USG
desitas atau kepadatan hati akan terlihat lebih gelap jika dibandingkan dengan
gambaran ginjal. Tetapi hepatitis hanya dapat melihat kelainan hepatitis kronis dan
sirosis, kurang akurat jika hepatitis akut.

Diagnosis Kerja

Hepatitis A
Hepatitis A merupakan virus RNA dari jenis hepatovirus, famili picornavirus. Masa
inkubasi berkisar 4 minggu, perkembangannya terbatas pada hepar saja, tetapi virus dapat
ditemukan di hepar, cairan empedu, feses dan darah pada masa inkubasi lanjut dan masa
sebelum badan menjadi kuning dan menimbulkan gejala (preikterik). Tetapi pada saat
keluhan timbul, virus akan berkurang secara bertahap di darah dan feses. Pemeriksaan
antibodi hepatitis A (anti-HAV) dapat dilakukan pada masa akut (dimana terjadi peningkatan
enzim hati dan virus masih ditemukan dalam feses). Antibodi yang pertama kali muncul
adalah IgM dan bertahan selama 6-12 bulan. Pada saat infeksi sudah mulai mereda, IgG
menjadi lebih dominan. Sehingga penegakan diagnosa hepatitis A dilakukan dengan
pemeriksaan pada masa akut. Hepatitis A ditransmisikan melalui fekal-oral, penyebaran
orang perorang, sangat berhubungan dengan kebersihan lingkungan dan kepadatan penduduk.
Penyebaran yang hebat terjadi akibat kontaminasi pada air minum, makanan, susu dan buah-
buahan. Penyebaran dapat terjadi pula dalam keluarga atau institusi.
Angka kejadian hepatitis ini cukup tinggi di negara berkembang tetapi berkurang
sejalan dengan kemajuan suatu negara, kemungkinan akibat meningkatknya kesadaran
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Angka kejadian lebih sering pada masa anak-
anak, tetapi berdasarkan penelitian lain keluhan yang diakibatkan oleh infeksi virus ini lebih
sering terjadi pada masa remaja. Tempat-tempat yang biasa tinggi angka hepatitis A yaitu
ditempat penitipan anak, perawatan intensive neonatus, homoseksual dan pengguna obat
terlarang. Walaupun jarang tetapi penyebaran hepatitis A dapat melalui transfusi darah dan
komponen darah.2

Etiologi

Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A yang digolongkan dalam picornavirus,


subklasifikasi sebagai hepatovirus. Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik, untai
tunggal (singel stranded), molekul RNA linier 7,5 kb. Pada manusia terdiri atas satu serotipe,
tiga atau lebih genotipe. Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal, mengandung
tiga atau empat polipeptida virion di kapsomer. Replikasi di sitoplasma hepatosit yang
terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata adanya replikasi usus. Menyebar pada primata non
manusia dan galur sel manusia.
Hepatitis A adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan masa inkubasi 2
hingga 6 minggu. HAV tidak menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa dan
hanya sekali-sekali menyebabkan hepatitis fulmina. Angka kematian akibat HAV sangat
rendah, hanya 0,1% dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien yang sudah mengidap
penyakit hati akibat penyakit lain, misalnya virus hepatitis B atau alcohol.
Cara penularan:
 Dapat menyebar melalui makanan dan minuman yang tercemar yang dikeluarkan
melalui tinja selama 2 hingga 3 minggu sebelum dan 1 minggu setelah onset ikterus.
 Kontak pribadi yang erat dengan orang yang terinfeksi selama periode fecal shedding,
disertai kontaminasi feses-oral, merupakan penyebab utama penularan. Misalnya
asrama dan sekolah.
Patogenesis

Viral replication in the host

Menurut sebuah penelitian baru-baru ini, yang dibungkus semu bentuk HAV (eHAV)
terdeteksi di serum dan plasma dari inang yang terinfeksi, sedangkan HAV dalam bentuk
telanjang dan tidak terbungkus dilepaskan. eHAV dirilis dari hepatosit dan kemudian
kehilangan selubung lipidnya setelah terpapar garam empedu konsentrasi tinggi di
kanalikulus bilier HAV dapat memanfaatkan karakteristik spesifik eHAV dan HAV yang
tidak terselubung untuk penghindaran kekebalan dan penularan virus yang efisien, masing-
masing. Di dalam inang yang terinfeksi, file Quasi-envelope dari eHAV menyelubungi
kapsid, mencari dari antibodi penawar itu protein kapsid target. HAV telanjang yang tidak
terbungkus sangat stabil dan ditumpahkan dalam tinja melalui saluran usus sambil diawetkan
infektivitasnya. Apalagi di lingkungan, HAV telanjang dan tidak terselubung sangat mudah
ditularkan ke inang lain karena stabilitas fisikokimia yang tinggi. Selama hepatitis A akut,
terjadi puncak tinja penularan virus dan viremia diikuti oleh cedera hepatoseluler, yang
dimanifestasikan oleh peningkatan enzim hati dalam serum seperti ALT. Setelah yang
pertama peningkatan kadar serum ALT, pelepasan virus tinja biasanya berlanjut selama ∼2
hingga 3 minggu, meskipun metode reaksi berantai polimer transkripsi balik yang sensitif
dapat mendeteksinya selama periode yang lebih lama (Martin dan Lemon 2006).
Kekambuhan klinis dengan pelepasan virus dari tinja dapat terjadimengikuti resolusi hepatitis
A, dan viremia yang berkepanjangan juga telah terjadi dilaporkan pada beberapa pasien
dewasa dengan hepatitis A. Sebuah penelitian simpanse melaporkan keberadaan virus
hepatitis C. (HCV) RNA di hati selama berbulan-bulan setelah penghentian ekskresi virus
tinja. Sedangkan, bentuk infeksi HAV berkepanjangan sangat terkait dengan HLA-DR
tertentu alel, HLA-DRB1 1301. Situs ekstrahepatik replikasi HAV memilikitelah disarankan.
Faktanya, antigen HAV bisa jadi terdeteksi tidak hanya di hepatosit tetapi juga di limpa,
kelenjar getah bening, dan ginjal yang terinfeksi primata bukan Antigen HAV juga telah
terdeteksi dalam jumlah kecilsel kriptus usus pada monyet burung hantu (Aotus triv irgatus)
diinokulasi secara oral dengan HAV ini belum dikonfirmasi pada manusia. Selain itu, HAV
telah terdeteksi di file amandel dan air liur segera setelah viremia meskipun titer virus dalam
air liur adalah sangat rendah.

Liver injury
Seperti dijelaskan di atas, infeksi HAV akut sering terjadi menyebabkan luka hati yang parah
pada orang dewasa, padahal itu cenderung menghasilkan subklinis, asimtomatik infeksi pada
anak-anak. ALF berkembang dalam kasus yang ekstrim. Di hati dengan hep atitis A,
degenerasi dan infiltrasi hepatosit oleh sel inflamasi mononuklear dilayani. Aktivasi sel
Kupffer dan gangguan saluran empedu juga dapat diamati. Mekanisme kerusakan hati selama
atitis A hep belum dijelaskan dengan jelas. Selain itu, alasan mengapa orang dewasa
cenderung mengalami cedera hati bergejala setelah HAV terinfeksi masih kurang dipahami.
Namun, memang demikian diketahui bahwa kerusakan hati tidak disebabkan oleh efek
sitopatik langsung dari HAV. Hal ini secara tidak langsung didukung oleh fakta tersebut
replikasi virus dan ekskresi feses keduanya mencapai puncak sebelum peningkatan level
serum ALT. Terlebih lagi, sel yang terinfeksi HAV tidak menunjukkan sitopatik efek, dan
metabolisme mereka tidak terpengaruh saat terinfeksi oleh HAV in, lebih lanjut
menunjukkan bahwa Cedera hati hepatitis A tidak disebabkan oleh sitopatologi yang
diinduksi oleh virus. Sebaliknya, terjadi cedera hati hepatitis A disebabkan oleh perantara
kekebalan mekanisme yang melibatkan bawaan dan adaptif tanggapan kekebalan terhadap
virus. Memang, studi pasien menunjukkan kemungkinan peran untuk sel T, sitokin, dan
kemokin dalam cedera hati selama hepatitis A, seperti yang dijelaskan di bawah

Gambaran Klinis

Penyakit hepatitis A, B, C, atau penyakit hepatitis lainnya memberikan gejala yang hampir
sama. Manifestasi klinis dari hepatitis virus bisa ikterik atau non ikterik.4
 Fase inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase ini pada hepatitis A berkisar antara 15-50 hari (rata-rata: 30 hari), dan
berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis.
 Fase prodomal (praikterik) Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit
kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri pada perut
kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
 Fase ikterik. Stadium ini muncul sesudah gejala demam dan gejala gastrointestinal
mereda Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih
lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda.
Hati membesar dan nyeri tekan.
 Fase konvalese (penyembuhan). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal.
Apabila hepar sudah membesar pasien dapat mengeluh nyeri perut kanan atas (perut
‘begah’).

Epidemiologi

Hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat
yaitu berkisar dari 39,8% - 68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan
dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan dibawah
standar. Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India menunjukkan sudah
memiliki antibodi anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV didapat pada
awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik atau sekurangnya anikterik. HAV ditemukan
diseluruh dunia dan endemik di negara yang higiene dan sanitasinya buruk.2
Faktor resiko:
 Dinegara maju menyerang usia 50 tahun (terutama di Amerika Serikat)
 Infeksi pada orang dewasa dapat menyebabkan mortabilitas yang besar dibandingkan
pada anak.
 Pusat perawatan sehari untuk bayi dan balita.
 Bepergian kenegara berkembang.
 Perilaku seks-oral.

Tatalaksana

Pada hepatitis A sebenernya untuk terapi farmakologis tidak terlalu berarti atau
spesifik, biasanya terapi dapat berupa konservatif dan suportif. Selain itu jika pasien
menderita mual, munta, anoreksia berat sehingga asupan makanan tidak optimal dan
berakibat dehidrasi indikasi perawatan yaitu rawat inap.

1. Farmakologis
Pengobatan yang dapat diberikan berupa analgesic dan antiemetik. Pemberian
antiemetic berupa metokloperamid atau domeperidon sebenarnya merupakan
kontraindikasi tetapi dapat diberikan dengan dosis yang tidak melebihi 3-4 g/hari.
Selain itu preparate ondansetron dapat diberikan secara IV dengan dosis 2x8 mg.
penggunaan obat paracetamol atau preparat lainnya yang bersifat hepatoksis
sebaiknya di hindari
2. Non-farmakologis
Tatalaksana non farmakologis dapt berupa pemberian asupan kalori dan cairan secara
adekuat dan tidak diperlukan larangan diet spesifik. Selain itu hindari konsumsi
alcohol dan obat-obatan yang bersifat hepatoksik. Pada pasien akut disarankan untuk
istirahat total atau tirah baring dan dapat Kembali beraktivitas setelah 10 hari dari
gejala ikterik. Serta hindari kegiatan fisik yang berlebihan dan berkepanjangan

Pencegahan

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan pemberian


immunoglobulin, vaksinasi dan menjaga kebersihan diri yang baik seperti mencuci tangan
mengkonsumsi makanan yang bersih,dll

Imunisasi aktif berupa vaksin juga dapat diberikan sebagai pencegahan pada individu yang
belum terpapar. Vaksin yang dapat diberikan berupa vaksi yang dilemahkan. Diinaktivasi
oleh formalin dan berupa whole vaccine yang diproduksi dari kultur sel. Pemberian vaksin
hepatitis A sebelum terinfeksi ini diindikasikan kepada orang dengan resiko tinggi terinfeksi
virus hepatitis A sebelum terinfeksi virus hepatitis A, yang belum mempunyai antibody anti
HAV, dan juga direkomendasikan untuk pasen dengan indeksi hepatitis B dan Hepatitis C.

Vaksinasi sangat efektif dalam memberikan perlindungan terhadap virus hepatitis A


(menggunakan Havrix atau Vaqta) , dianjurkan untuk usia 2 – 18 tahun . Hav >19 tahun, 2
dosis of HAVRIX (1440 unit Elisa) dengan interval 6-12 bulan. Anak >2 tahun, 3 dosis
HAVRIX (360 unit Elisa), 0 , 1 dan 6-12 bulan atau 2 dosis (720 unit Elisa), 0, 6-12 bulan.

Pemberian immunoglobulin hepatitis A direkomendasikan untuk individu pasca


paparan maupun pada individu yang belum di vaksin yang memiliki resiko terpapar virus
hepatitis A selama kurang dari 2 minggu seperti pada orang yang berpergian, pekerja militer.
Selain itu pemberian immunoglobulin ini juga direkomendasikan sebagai profilaksis untuk
individu yang tidak dapat menerima vaksin akibat alergi terhadap komponen vaksin. Riwayat
kontak personal yang erat dengan pasien yang diduga sedang masa inkubasi infeksi hepatitis
A juga merupakan indikasi untuk pemberian. Immunoglobulin diberikan secara intramuscular
dengan dosis tunggal sebanyak 0,02-0,06 ml/kg. pemberian dosis yang rendah efektif untuk
proteksi selama 3 bulan, sedangkan pemberian dengan dosis yang lebih tinggi efektif untuk
proteksi selama 6 bulan.
Komplikasi

Infeksi HAV bersifat sembuh sendiri dan tidak berlanjut menjadi hepatitis kronis. Namun,
10% –20% dari pasien mengembangkan hepatitis kambuh atau kolestasis berkepanjangan
yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan (Gbr. 2). Hepatitis kambuh berkembang di
hingga 12% pasien setelah resolusi awal hepatitis tetapi sebagian besar merupakan bentuk
hepatitis yang lebih ringan dibandingkan dengan yang pertama. Viremia dan tinja pelepasan
virus muncul kembali dengan hepatitis yang kambuh (Glikson et al. 1992). Sebuah penelitian
yang menggunakan model simpanse menunjukkan hepatitis yang kambuh mungkin terkait
dengan kontraksi yang cepat atau kegagalan untuk mempertahankan tanggapan sel CD4 + T
spesifik virus (Zhou et al. 2012). Kolestasis berkepanjangan (kadar bilirubin total > 5 mg / dL
berlangsung selama> 4 minggu) diamati pada 5% -7% pasien dan datang dengan pruritus dan
kelelahan. Ini terkait dengan penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya hepatitis B, PT
berkepanjangan, dan total bili rubin tinggi pada pemeriksaan awal (Jung et al. 2010b). Meski
pasien tersebut menunjukkan kolestasis yang parah dengan total kadar bilirubin hingga 40 mg
/ dL, pasien umumnya dalam kondisi baik dengan tingkat AST / ALT dan PT dan PT
akhirnya sembuh

Prognosis

Baik dan bisa sembuh tanpa terapi spesifik. Hepatitis A 99% sembuh sendiri. Hanya 0,1%
pasien berkembang menjadi nekrosis hepatik akut.3
Diagnosis Banding

1. Virus hepatitis B (HBV)


Hepatitis B merupakan infeksi virus hepatits B, pada hati yang dapat bersifat akut
atau kronis. kelompok virus DNA, famili Hepadnaviridae, masa inkubasi 6 bulan, besar
virion berukuran 42 nm envelop (+) merupakan protein surface antigen (HbsAg) yang
memiliki lapisan permukaan dan bagian inti.4
Etiologi
Hepatitis B disebabkan oleh virus famili hepadnavirus, berukuran kecil yang
mengandung DNA beruntai ganda parsial 3,2 kb yang mengkode tiga protein permukaan,
yaitu antigen permukaan (HbsAg), antigen inti (HbcAg), protein pra-inti (HbeAg), bersifat
envelop (+). Protein polimerase aktif yang besar, dan protein transktivator. HBV
ditransmisikan melalui rute parenteral, kongenital, dan seksual.
Cara penularan:
 Penyebab terutama melalui parenteral (transfusi, produk darah, tertusuk jarum,
pemakaian jarum suntik bersama-sama pada para pecandu obat, dan bayi neonatus
pada saat persalinan)
 atau melalui cairan tubuh saliva, semen,dan cairan vagina), karena itulah menjadi
risiko penularan seksual.
 Melalui darah : penerima produk darah, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan,
pekerja yang terpapar darah.

Epidemiologi
Di negara maju, prevalensi hepatitis B rendah sekali karena higiene yang baik dan
tindakan pencegahan terutama vaksinasi berjalan baik. Penyakit ini endemik dengan insidens
tinggi di Sub-Sahara Afrika, daerah aliran sungai Amazon, Cina dan Asia Tenggara.
Diperkirakan bahwa sejumlah 200.000 hingga 300.000 orang (terutama dewasa muda)
terinfeksi oleh HBV setiap tahunya di Amerika serikat. Hanya sekitar 25% dari mereka yang
mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan perawatan rumah sakit, dan sekitar 1-2%
meninggal karena penyakit yang fulminan. Diperkirakan 25 hingga 40% penderita HBV akut
sangat berisiko mengalami sirosis dan karsinoma hepatoseluler.
Faktor resiko:
 Pada para pekerja medis
 Para pengguna narkotika suntik
 Melalui darah: transfusi darah biasanya penerima.
Manifestasi klinis5
 Infeksi subklinis : tidak ada gejala hanya HbsAg (+) paling sering.
 Infeksi klinis dengan gejala:
 Tanpa ikterus : lesu, anoreksia, urin coklat tua, tes fungsi hati meningkat.
 Dengan ikterus : lesu, anoreksia, urin coklat tua, ikterus, tes fungsi hati
meningkat.

Patofisisologi
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran
darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-
sel hati akan memproduksi dan menskresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat
dan tubuler, dan HbsAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang respons
imun tubuh, yang pertama kali dirangsang adalah respons imun nonspesifik karena dapat
terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Proses
eleminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK
dan NK-T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik, yaitu
dengan mengaktifkan sel limposit T dan sel limposit B. Aktifitas sel T CD8+ terjadi setelah
kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB- MHC kelas I yang ada pada
permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell (APC) dan
dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks
peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Peptide VHB yang ditampilkan pada
permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptida kaspid
yaitu HbcAg atau HbeAg. Sel T CD 8+ selanjuitnya akan mengeleminasi virus yang ada di
dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eleminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis
sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu
dapat juga terjadi eleminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui
aktifitas Interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T
CD 8+ (mekanisme nonsitolik).2
Pemeriksaan Penunjang
 Tes fungsi hati : menunjukkan gambaran hepatitis non spesifik
 Serologi HBV : HbsAg, AntiHbs, AntiHbc (IgM atau total).
 Pemeriksaan lain: ultrasonografi hati perlu dilakukan jika ada keraguan mengenai
cabang bilier atau kelaina hati struktural lain. Biopsi hati kadang-kadang dilakukan
bila ada fase kolestatik yang menonjol.
Prognosis
Seperti disebutkan sebelumnya, suatu kemampuan individu untuk menghilangkan
atau mengeliminasi virus hepatitis B dari tubuh dan sembuh dari hepatitis B akut tergantung
dari kekuatan respon imun tubuh pada infeksi. Lebih kuat respon imunnya, lebih besar
kemungkinan mengeliminasi virus dan sembuh.
2. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan suatu penyakit zoonosis yang disebabkan mikroorganisme
genus Leptospira. Nama lain penyakit ini adalah swamp fever, field fever dan sebagainya.
Pada Leptospirosis berat disebut well disease yang ditandai dengan ikterus, pendarahan,
anemia, gangguan kesadaran, dan demam terus menerus dengan gambaran klinis bervariasi
berupa gangguan renal, hepar, dan disfungsi vascular.
Indonesia merupakan Negara dengan insidens penyakit ini yang tertinggi karena
penduduk Indonesia sebagian besar adalah petani, peternak, pekerja tambang, pekerja
pemotong hewan yang merupakan penyebab dari penyakit leptospirosis.
Infeksinya sendiri dimulai apabila terjadi kontak kulit atau selaput lendir manusia
yang luka dengan air, tanah, atau lumpur yang tercemari air kemih binatang yang terinfeksi
leptospira. Leptospira masuk menyebar ke organ dan jaringan tubuh melalui darah dan dapat
mencederai dinding pembuluh darah kecil. Vaskulitis menyebabkan kebocoran plasma serta
ekstravasasi sel termasuk pendarahan dapat muncul, dan vaskulitis ini merupakan dasar dari
manifestasi klinis untuk leptospirosis.
Masa inkubasi leptospirosis sekitar 7-14 hari dengan perjalanan penyakit yang dibagi
menjadi tiga fase yaitu fase leptospiremia yaitu fase leptospira ditemukan dalam darah
dengan gejala demam mendadak, menggigil, nyeri kepala, mialgia, nyeri tekan otot, mual,
muntah, diare serta disertai dengan penurunan kesadaran. Fase imun dan fase resolusi.
Diagnosis biasa ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pengobatannya dilakukan secara suportif yaitu mengatasi dehidrasi, hipertensi,
pendarahan, sampai gagal ginjal.5

Kesimpulan

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan ikterik pada kulit dan mata. Maka anak tersebut
didiagnosis menderita hepatitis A. tidak ada tatalaksana secara farmakologis yang spesifik
untuk hepatitis A. prognosis nya cukup baik dan akan sembuh tanpa pengobatan yang
spesifik.
Daftar Pustaka

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jilid 1.
Jakarta: Interna Publishing; 2015.h.125-637.
2. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus S.K., Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Ed VI Jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2015.h.1947-51
3. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Ed 2. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas
Kedokteran UKRIDA; 2016.h. 155-56
4. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Ed 4. Jakarta:
penerbit media aesculapius; 2016.h. 683-85
5. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Marcellus S.K., Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Ed VI Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h. 633-38

6. Shin, E. and Jeong, S., 2018. Natural History, Clinical Manifestations, and
Pathogenesis of Hepatitis A. Cold Spring Harbor Perspectives in Medicine, 8(9),
p.a031708.

7. Matheny SC, Kingery JE. Hepatitis A. Am Fam Physician. 2012 Dec 1;86(11):1027-
34; quiz 1010-2. PMID: 23198670.

Anda mungkin juga menyukai