Anda di halaman 1dari 22

HEPATITIS PADA ANAK

Disusun Oleh :

Asep Fauzi (1102017041)

Pembimbing :
dr. Dani Kurnia Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD ARJAWINANGUN – KAB. CIREBON FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir semua kasus
hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu: virus hepatitis A
(HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus
hepatitis E (HEV). Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA
kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA. Walaupun virus-virus tersebut berbeda
dalam sifat molecular dan antigen, akan tetapi semua jenis virus tersebut memperlihatkan
kesamaan dalam gejala klinis dan perjalanan penyakitnya. Gambaran klinis hepatitis virus sangat
bervariasi mulai dari asimtomatik sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat
menimbulkan kematian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatitis A

Virus hepatitis A adalah suatu penyakit dengan distribusi global. Prevalensi infeksi yang ditandai
dengan tingkatan antibody anti-HAV telah diketahui secara universal dan erat hubungannya
dengan standar sanitasi/kesehatan daerah yang bersangkutan. Meskipun virus hepatitis A
ditularkan melalui air dan makanan yang tercemar.

Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A (HAV) yang merupakan self limiting
desease dan memberikan kekebalan seumur hidup. HAV adalah virus RNA 27-nm nonenvelop,
termasuk genus Hepatovirus, famili Picornavirus yang bersifat termostabil, tahan asam, tahan
terhadap cairan empedu, dan stabil pada suhu -20oC serta pH yang rendah (pH 3,0), sehingga
efisien dalam transmisi fekal-oral.

Manifestasi klinis

muncul secara mendadak, didahului dengan masa inkubasi yang berlangsung selama 18- 50 hari.
Lalu 4 hari – 1 minggu kemudian mulai timbul keluhan berupa fatigue, malaise, nafsu makan
berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman di daerah kanan atas perut, demam, merasa dingin,
sakit kepala, gejala seperti flu yang merupakan masa prodromal, dilanjutkan dengan perubahan
warna urin menjadi berwarna kuning tua seperti teh, diikuti oleh feses yang berwarna seperti
dempul, kemudian warna sclera dan kulit perlahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual,
muntah bertambah berat yang merupakan masa ikterik, setelah itu mulai masuk masa
penyembuhan, dimana ikterik mulai menghilang dan warna feses kembali normal dalam 4
minggu setelah onset. Banyak orang yang mempunyai bukti serologi infeksi akut hapatitis A
tidak menunjukkan gejala atau hanya sedikit sakit, tanpa ikterus (hepatitis A anikterik). Infeksi
penyakit tergantung pada usia, lebih sering dijumpai pada anak-anak.

1. Masa Tunas. Lamanya viremia pada hepatitis A 2-4 Minggu.


2. Fase pra-ikterik/prodromal. Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat berlangsung 2-7 hari,
gambaran sangat bervariasi secara individual seperti ikterik, urin berwarna gelap, lelah/lemas,
hilang nafsu makan, nyeri & rasa tidak enak di perut, tinja berwarna pucat, mual dan muntah,
demam kadang-kadang menggigil, sakit kepala, nyeri pada sendi, pegal-pegal pada otot, diare
dan rasa tidak enak di tenggorokan. Dengan keluhan yang beraneka ragam ini sering
menimbulkan kekeliruan pada waktu mendiagnosis, sering diduga sebagai penderita influenza,
gastritis maupun arthritis.

3. Fase Ikterik. Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya setelah demam turun
penderita menyadari bahwa urinnya berwarna kuning pekat seperti air teh ataupun tanpa disadari,
orang lain yang melihat sclera mata dan kulitnya berwarna kekuning-kuningan. Pada fase ini
kuningnya akan meningkat, menetap, kemudian menurun secara perlahan-lahan, hal ini bisa
berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada stadium ini gejala klinis sudah mulai berkurang dan pasien
merasa lebih baik. Pada usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis dengan kuning yang nyata
dan bisa berlangsung lama dan 4. Fase penyembuhan. Fase penyembuhan dimulai dengan
menghilangkan sisa gejala tersebut diatas, ikterus mulai menghilang, penderita merasa segar
kembali walau mungkin masih terasa cepat capai. Umumnya, masa penyembuhan sempurna
secara klinis dan biokimia memerlukan waktu sekitar 6 bulan.

Diagnosis

ditegakkan berdasarkan atas gejala klinis dan dibantu dengan sarana penunjang pemeriksaan
laboratorium. Anamnesa : gejala prodromal, riwayat kontak. Pemeriksaan jasmani : warna
kuning terlihat lebih mudah pada sclera, kulit, selaput lendir langit-langit mulut, pada kasus yang
berat (fulminant). Didapatkan mulut yang berbau spesifik (foeter hepaticum). Pada perabaan hati
membengkak, 2 sampai 3 jari di bawah arcus costae, konsistensi lunak, tepi tajam dan sedikit
nyeri tekan. Perkusi pada abdomen kuadran kanan atas, menimbulkan rasa nyeri dan limpa
kadang-kadang membesar, teraba lunak. Pemeriksaan laboratorium : tes fungsi hati (terdapat
peninggian bilirubin, SGPT dan kadang-kadang dapat disertai peninggian GGT, fosfatase alkali),
dan tes serologi anti HAV, yaitu IgM anti HAV yang positif.
Pemeriksaan penunjang

Untuk menunjang diagnosis perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium yaitu dengan
timbulnya gejala, maka anti-HAV akan menjadi positif. IgM anti-HAV adalah subkelas antibody
terhadap HAV. Respons inisial terhadap infeksi HAV hampir seluruhnya adalah IgM. Antibodi
ini akan hilang dalam waktu 3-6 bulan. IgM anti-HAV adalah spesifik untuk diagnosis dan
konfirmasi infeksi hepatitis A akut. Infeksi yang sudah lalu atau adanya imunitas ditandai dengan
adanya anti-HAV total yang terdiri atas IgG anti-HAV dan IgM antiHAV. Antibodi IgG akan
naik dengan cepat setelah virus dieradikasi lalu akan turun perlahan-lahan setelah beberapa
bulan. Petanda anti-HAV berguna bagi penelitian epidemiologis dan status imunitas
Terapi

Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit hepatitis A, pengobatan hanya berupa tirah baring
sedangkan terapi yang dilakukan hanya untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan. Terapi harus
mendukung dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan gizi yang cukup.

Pengobatan Simtomatis

-Pemberian antiemetik jika pasien muntah-muntah

-Pemberian cairan melalui infus jika terdapat tanda-tanda dehidrasi

-Pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri

Pencegahan khusus dengan imunisasi. Terdapat 2 bentuk imunisasi yaitu imunisasi pasif dengan
immunoglobulin (IG), dan imunisasi aktif dengan vaksin yang dilemahkan. Vaksinasi
memberikan kekebalan terhadap infeksi sekunder dari kontak penderita maupun pada saat timbul
wabah. kombinasi imunisasi pasif dan aktif dapat diberikan pada saat yang bersamaan tetapi
berbeda tempat penyuntikkan. Hal ini memberikan perlindungan segera tetapi dengan tingkat
proteksi lebih rendah. Oleh karena kekebalan dari infeksi primer adalah seumur hidup dan lebih
dari 70% orang dewasa telah mempunyai antibody, maka imunisasi aktif HAV pada orang
dewasa sebaiknya didahului dengan pemeriksaan serologis.
2.2 Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit hepar yang disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Infeksi ini
dapat menjadi akut maupun kronis. Hepatitis B pada anak terjadi karena HBV dapat menular
secara vertikal dari ibu ke anak. Penularan vertikal, 95% terjadi di masa perinatal (saat
persalinan) dan 5% intra uterina.

Virus Hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA, partially double stranded dengan panjang
genom sekitar 320 pasangan basa. HBV memiliki envelope atau selubung. Protein yang dibuat
oleh virus ini yang ersifat antigenik serta memberikan gambaran tentang penyakit ini, sebagai
berikut :

1. HbsAg atau surface antigen. Antigen yang disandi oleh gen S disebut sebagai mayor
protein,
2. yang oleh daerah pre-S2 dinamakan middle protein dan yang oleh pre-S1 disebut large
protein.

3. HbcAg atau Core antigen. Disandi oleh daerah core.

4. HbeAg atau e antigen. Disandi oleh gen pre-core

Epidemiologi

Menurut data dari surveillance CDC tahun 2018, terdapat 3,322 kasus hepatitis B akut baru.
Jumlah kasus diperkirakan 1 per 100.000 populasi penduduk. Angka kasus Hepatitis B akut
rendah pada usia anak dan remaja, hal ini dapat terjadi karena pemberian vaksinasi pada masa
kanak-kanaknya.

Indonesia merupakan negara dengan endemimsitas tinggi hepatitis B yang termasuk negara
terbsesar kedua di negara south east asian region setelah myanmar. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RIKESDAS).

Gejala klinis
Bayi yang terinfeksi melalui transmisi perinatal umumnya tidak memiliki tanda klinis atau
gejala. Infeksi yang menghasilkan gejala tipikal hanya pada 5-15% dari anak usia 1-5 tahun dan
33-50% pada anak yang lebih tua dan orang dewasa

Klasifikasi

1.Hepatitis Akut

Manifestasi klinis infeksi HBV cenderung ringan. atau asimtomatis. Apabila menimbulkan gejala
hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih
berat. Gejala yang muncul terdiri atas gejala “flu like syndrome” seperti malaise, anoreksia, mual
dan muntah, timbul gejala kuning atau ikterus dan pembesaran hati, gejala akan berakhir setelah
6-8 minggu. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar ALT dan AST
sebelum timbulnya gejala klinis, yaitu 6-7 minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa kasus dapat
didahului gejala seperti serum sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi kulit (urtikaria, purpura,
makula, dan makulopapular). Ikterus terdapat pada 25% penderita, biasanya mulai timbul saat 8
minggu setelah infeksi dan berlangsung selama 4 minggu.

Gejala klinis ini jarang terjadi pada infeksi neonatus, 10% pada anak dibawah umur 4 tahun, dan
30% pada dewasa. Sebagian besar penderita hepatitis B simtomatis akan sembuh tetapi dapat
menjadi kronis pada 10% dewasa, 25% anak, dan 80% bayi.

2. Hepatitis kronis

Definisi hepatitis kronis adalah terdapatnya peningkatan kadar aminotransferase atau HBsAg
dalam serum, minimal selama 6 bulan. Sebagian besar penderita hepatitis kronis adalah
asimtomatis atau bergejala ringan dan tidak spesifik. Peningkatan kadar aminotransferase serum
(bervariasi mulai dari peningkatan minimal hingga peningkatan 20 kali dari nilai normal)
peningkatan kadar aminotransferase serum ini menunjukkan adanya kerusakan jaringan hati yang
berlanjut. Namun gejala klinis ini tidak berhubungan langsung dengan beratnya penyakit,
tingginya kadar aminotransferase serum, atau kerusakan jaringan hati pada biopsi. Pada
penderita hepatitis kronis-aktif yang berat (pada pemeriksaan histopatologis didapatkan bridging
nekrosis), 50% diantaranya akan berkembang menjadi sirosis setelah 6 tahun.
Kecepatan terjadinya sirosis mungkin berhubungan dengan beratnya nekrosis jaringan hati yang
dapat berubah dari waktu ke waktu sehingga untuk melakukan perkiraan kapan timbulnya sirosis
pada individu sukar untuk ditentukan.

Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditemukan gejala yang terdiri atas gejala “flu like syndrome” seperti
malaise, anoreksia, mual dan muntah, timbul gejala kuning atau ikterus. Perlu digali faktor resiko
transmisi HBV seperti transfusi darah, jarum suntik tercemar, pisau cukur, tato dan transplantasi
organ. Pada pasien bayi perlu ditanyakan status HbsAg dan HbeAg ibu nya. Kadar anti-HBs
digunakan sebagai marker proteksi terhadap hepatitis B virus dimana kadar anti-HBs ≥10 IU/L
dianggap protektif terhadap infeksi HBV.8 Adanya anti-HBs dalam darah bisa didapatkan
melalui vaksinasi, infeksi, dan juga immunoprophylaxis dengan HBIG. 9 Anti-HBs juga
digunakan sebagai penanda keberhasilan vaksinasi.

Pemeriksaan Fisik

Dapat ditemukan ikterus, hepatomegali, nyeri tekan pada regio kuadran kanan atas abdomen.

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis infeksi HBV pada pasien dapat ditegakkan dengan menemukan penanda serologi
infeksi HBV, menemukan HBV DNA dengan hibridisasi atau PCR (Polymerase chain reaction),
menemukan virus dalam darah dengan mikroskop elektron, menemukan peraanda infeksi HBV
pada jaringan biopsi hati Pada pemeriksaan serologis infeksi HBV dapat ditemukan :

IgM anti HBc : akan terdeteksi sebelum gejala klinis muncul, bersamaan dengan peningkatan
kadar serum aminotransferase (merupakan indikasi adanya kerusakan sel hati).

HbsAg : terdeteksi sebelum gejala klinis muncul dan mencampai puncak selama gejala klinis
tampak nyata. Kemudian akan merurun sampai tidak terdeteksi lagi dalam 3-6 bulan.
HbeAg, HBV DNA dan DNA polymerase : terdeteksi di dalam serum segera setelah HbsAg
terdeteksi dan semua penanda ini merupakan penanda yang signifikan akan ada nya replikasi
virus yang aktif. Penanda HbeAg yang menetap merupakan penanda bahwa repikasi virus terus
berlanjut dan kemungkinan menjadi hepatitis kronik

Anti Hbe : menandakan bahwa infeksi akut sudah mencapai puncak dan semakin berkurang

Antibodi anti HBs : belum terlihat sampai fase akut berakhir. Anti HBs dapat menetap sepanjang
hidup pasien.

Ig G anti HBc : setelah sebulan maka antibodi IgM akan digantikan oleh Ig G anti HBc
Tatalaksana

Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian kecil menjadi kronis.
Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala penyakit. Pasien dirawat apabila ada indikasi :
1. Dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral 2. Kadar SGOT-SGPT >10 kali nilai
normal 3. Bila ada kecurigaan hepatitis fulminan. Pada neonatus, bayi, dan anak di bawah 3
tahun dimana infeksi HBV tidak menimbulkan gejala klinis hepatitis akut dan sebagian besar
(80%) akan menjadi kronis. Tujuan pengobatan hepatitis B kronis adalah penyembuhan total dari
infeksi HBV sehingga virus tersebut dieliminasi dari tubuh dan kerusakan yang ditimbulkan oleh
reaksi imunologis didalam hati terutama sirosis serta komplikasinya dapat dicegah. Hanya
penderita kronis dengan peningkatan kadar aminotransferase serum yang akan memberikan hasil
baik terhadap pengobatan. Jenis obat – obatan yang sering di pakai untuk terapi hepatitis B pada
anak :
1. Interferon alfa Pengobatan dengan interferon-alfa-2b adalah pengobatan standar untuk
penderita hepatitis B kronis dengan gejala dekompensasi hati (asites, ensefalopati,
koagulopati, dan hipoalbuminemia) dengan penanda replikasi aktif (HBeAg dan DNA
HBV) serta peningkatan kadar aminotransferase serum.
 Dosis : Dosis interferon adalah 3 MU/m2 secara subkutan tiga kali dalam seminggu,
diberikan selama 16 minggu.
 Kontraindikasi : neutropenia, trombositopenia, gangguan jiwa, adiksi terhadap alkohol,
dan penyalahgunaan obat.
 Efek samping :
o Efek sistemik dapat berupa autoimun, hematologis, imunologis, neurologis, dan
psikologis.
o Efek autoimun ditandai dengan timbulnya auto-antibodi, antibodi anti-interferon,
hipertiroidisme, hipotiroidisme, diabetes, anemia hemolitik, dan purpura
trombositopenik.
o Efek hematologis berupa penurunan jumlah trombosit, jumlah sel darah putih dan kadar
hemoglobin. o Efek imunologis berupa mudah terkena infeksi bacterial seperti bronkitis,
sinusitis, abses kulit, nfeksi saluran kemih, peritonitis, dan sepsis.
o Efek neurologis berupa kesulitan konsentrasi, kurang motivasi, gangguan tidur,
delirium dan disorientasi, kejang, koma, penurunan pendengaran, tinnitus, vertigo,
penurunan penglihatan, dan perdarahan retina. Sedangkan efek psikologis berupa gelisah,
iritabel, depresi, paranoid, penurunan libido, dan usaha bunuh diri.
Penderita yang mendapat pengobatan interferon harus dievaluasi secara klinis dan
laboratoris (ALT dan AST, albumin, bilirubin, pemeriksaan darah tepi) setiap 4 minggu
selama pengobatan. Pemeriksaan HBsAg, HBeAg, dan DNA HBV dilakukan pada saat
mulai, selesai pengobatan, dan 6 bulan paska pengobatan.
2. Analog nukleosida Lamivudin merupakan jenis analog nukleosida terbaru (yaitu,
famciclovir, lobucavir, dan adefovir dipivoxil) yang dapat langsung memblokir replikasi
virus hepatitis B (HBV). Lamivudin adalah obat utama untuk penderita dengan replikasi
aktif dan peningkatan kadar aminotransferase serum. Pada penderita yang mengalami
kegagalan pengobatan dengan interferon dapat diberikan lamivudin. Apabila dengan
pemberian lamivudin terjadi mutasi YMDD pada HBV, maka dapat diberikan adefovir
atau gansiklovir. Penggunaan lamivudin pada anak selama 52 minggu dengan dosis 3
mg/kgBB memberi respons yang signifikan terhadap virus. Kombinasi terapi antara
interferon dengan lamivudin tidak lebih baik dibanding pengobatan dengan lamivudin
saja.

Pencegahan

1. Pemberian Immunoglobulin hepatitis B (HBIG)


 Untuk pencegahan penularan secara vertikal pada masa perinatal, terhadap seorang ibu
yang melahirkan dengan HBsAg positif dengan atau tanpa adanya HBeAg, maka kepada
bayinya diberikan vaksinasi pasif HBIG dan vaksinasi aktif. Pemberian HBIG saja tanpa
vaksinasi aktif hanya memberikan perlindungan selama 6 bulan sehingga masih
memungkinkan terjadinya infeksi HBV. Rekomendasi saat ini untuk neonatal ibu yang
HBV antigen permukaan (HBsAg) positif adalah untuk mengelola HBIG 0,5 mL otot
dengan dosis pertama vaksin HBV rekombinan dalam waktu 12 jam kelahiran. Setelah
imunisasi pada exposed infants, uji serologi harus dilakukan untuk HBsAg dan anti-HBs
pada usia 9-18 bulan. Pada bayi dari ibu yang terinfeksi, pengobatan dikombinasikan
dengan vaksin dan HBIG memiliki 79-98% efektivitas dalam mencegah infeksi HBV
kronis.
Untuk bayi prematur yang beratnya kurang dari 2000 g dan lahir untuk ibu dengan status
HBsAg tidak diketahui, 0,5 mL HBIG harus diberikan dalam waktu 12 jam.

2. Pemberian Vaksinasi
 Menurut rekomendasi IDAI tahun 2017, vaksin HB pertama (monovalen) paling baik
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K
minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0,1,
dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin
hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda.
 Twinrix adalah kombinasi dari hepatitis B (Engerix-B, 20 mcg) dan hepatitis A
(Havrix, 720 ELU) vaksin disetujui untuk orang berusia 18 tahun atau lebih tua dalam
jadwal 3-dosis yang diberikan pada 0 bulan, 1 bulan, dan 6 atau lebih bulan kemudian
PROGNOSIS
Pasien dengan Hepatitis B akut, 90% diantaranya akan pulih sepenuhnya dan memiliki
prognosis yang baik. Angka mortalitas pada Hepatitis B cukup rendah, yaitu 1% dari
seluruh kasus. Pada pasien dengan infeksi persisten, 10-30% dapat berkembang hepatitis
kronis.

2.3 Hepatits C
Infeksi hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yang merupakan RNA
beruntai tunggal dari genus Hepacivirus dalam family Flaviviridae. HCV memiliki
diameter 30-60nm dan panjang genom 10kb yang terdiri dari 3011 asam amino dengan
9033 nukleotida.

Distribusi yang berkaitan erat dengan umur ini, berhubungan erat dengan
carapenularannya. Penularan melalui transfusi darah, penggunaan obat-obatan intravena,
hemodialisis, tertusuk jarum suntik, tato dan hubungan seksual, lebih banyak terjadi pada
orang dewasa daripada anak-anak.penularan melalui kontak keluarga adalah rendah.
Transmisi vertical saat ini merupakan cara penularan yang paling sering dijumpai pada
anak.

Penularan vertikal dari ibu ke bayi


Penularan (transmisi) vertikal HCV dari ibu kepadabayinya relatif lebih jarang terjadi
daripada penularan vertical HBV, karena titer HCV secara umum lebih rendah daripada
HBV.Penularan vertikal HCV dapat terjadi pada proses kelahiran, baik pervaginam
maupun operasi. Pecahnya ketuban lebih dari 6 jam merupakan faktor risiko terjadinya
panularan HCV.1 Pada bayi yang lahir dari ibu dengan anti HCV positif, didapatkan
angka 5% (antara3%-6%).Dengan metode polymerasechain reaction (PCR) untuk
mendeteksi adanya RNA HCV tidak memberi angka yang lebih tinggi.Bila ibu menderita
infeksi HIV bersama dengan infeksi HCV, maka kemungkinan tertular bagi bayi yang
lahir akan lebih besar yaitu 14% (antara 5%-36%) daripada ibu yang hanya menderita
infeksi HCV saja. Dihipotesiskan bahwa ibu yangmengidap infeksi HIV mengalami
penurunan daya imunitas sehingga mengalami viral load dari HCV yang lebih tinggi
menyebabkan mudahnya penularan secara vertikal.Tingginya titer RNA HCV
mempunyai peranan penting terhadap terjadinya penularan.Pada Ibu dengan anti HCV
positif, tetapi RNA HCV negatid tidak ditemukan viremia pada bayinya dan tidak perlu
dilakukan pemeriksaan RNA HCV.

Gambaran klinis
1. Hepatitis C akut
Infeksi HCV merupakan 20% bagian dari hepatitis akut di Amerika Serikat.Perkiraan
masa inkubasi sekitar 7 minggu yakni antara 2-30 minggu.Anak maupun dewasa yang
terkena infeksi biasanya tidak menunjukkan gejala dan apabila ada, gejalanya tidak
spesifik yaitu rasa lelah, lemah, anoreksia dan penurunanberat badan.Sehingga dapat
dikatakan bahwa diagnosis hepatitis C pada fase akut sangat jarang.
2. Hepatitis C kronis
3. Tidak kurang dari 85% penderita hepatitis C akutberkembang menjadi kronis.
Mekanisme mengenai mengapa virus masih tetap ada atau persisten setelah infeksi
akut belum diketahui. Sebagian besar penderita tidak sadar akan penyakitnya, selain
gejala minimal dan tidak spesifik seperti rasa lelah, mual, mialgia, rasa tidak enak
pada perut kanan atas, gatal-gatal dan penurunan berat badan. Beberapa penderita
menunjukkan gejala-gejala ekstrahepatik yang dapat mengenai organ lain seolah-olah
tidak berhubungan dengan penyakit hati. Gejala ekstrahepatik bisa meliputi gejala
hematologis, autoimun, mata, persendian, kulit, ginjal, paru dan sistem saraf. Sekitar
30% penderita menunjukkan kadarALT serum yang normal sedangkan yang lainnya
meningkat sekitar 3 kali nilai normal. Kada bilirubin dan fofatase alkali serum
biasanya normal kecuali pada fase lanjut.

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam menegakkan diagnosis banding.
Pemeriksaan anti-HCV merupakan pilihan utama alat diagnostik untuk mendeteksi
infeksi Hepatitis C.7 Diagnosis hepatitis C kronik harus dibuktikan dengan keberadaan
anti HCV dan HCV RNA positif >6 bulan dan atau disertai dengan gejala penyakit hati
kronik.

1. Uji Saring Uji saring merupakan uji terhadap antibodi.Uji ini mempunyai beberapa
keuntungan yaitu mudah tersedia, mudah dilakukan dan murah. Untuk pemeriksaan
anti-HCV, tes enzyme immunoassay(EIA) merupakan pemeriksaan yang mudah
dikerjakan dan relative tidak mahal, dan merupakan tes skrining awal terbaik.
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi anti-HCV dengan menggunakan teknik
enzymelinked immunosorbent assay (ELISA) atau chemiluminescent immunoassay
(CLIA). Bila didapatkan hasil anti-HCV positif maka dapat dinyatakan orang tersebut
terinfeksi virus Hepatitis-C dan pemeriksaan selanjutnya yaitu HCV RNA

Tatalaksana

Penatalaksanaan hepatitis C lebih tertuju pada hepatitis C kronik.Umumnya pasien


hepatitis C datang berobat sudah dalam fase kronik.

Dosis interferon adalah 3 MU/m2 tiga kali dalam seminggu.

Dosisribavirin adalah 8, 12 atau 15mg/kgBB per hari.

Pencegahan

Sehingga pencegahan dititik beratkan pada :

1. Uji saring yang efektif terhadap donor darah, jaringan maupun organ

2. Uji saring terhadao individu yang berada pada daerah dengan prevalensi HCV yang
tinggi untuk mencegah penyebaran lebih lanjut

3. Pendidikan kesehatan pada pekerja yang erat kerjanya dengan darah dan cairan tubuh

WHO merekomendasikan skrining untuk orang-orang yangberesiko tinggi terinfeksi.


Adapun populasi pada peningkatan risiko infeksi HCV meliputi :

1. orang yang menyuntikkan narkoba

2. orang yang menggunakan obat intranasal


3. penerima produk darah yang terinfeksi atau prosedur invasif di fasilitas perawatan
kesehatan dengan praktik pengendalian infeksi yang tidak memadai

4. anak-anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi HCV

5. orang dengan pasangan seksual yang terinfeksi HCV

6. orang dengan infeksi HIV

7. tahanan atau orang yang dipenjara sebelumnya, dan

8. orang yang pernah mimiliki tato atau tindikan. Sekitar 2,3 juta orang dari perkiraan
36,7 juta yang hidup dengan HIV di seluruh dunia memiliki bukti serologis dari infeksi
HCV masa lalu atau sekarang

2.4 Hepatitis D

Hepatitis D adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh Hepatitis D Virus (HDV). Virus
hepatitis D merupakan suatu jenis virus yang unik dan paling virulen. Virus hepatitis D
tidak dapat bereplikasi dan menginfeksi seseorang kecuali seseorang telah terinfeksi
Hepatitis B Virus (HBV). Virus hepatitis D membutuhkan lapisan luar virus hepatitis B
yang disebut permukaan antigen untuk bereplikasi.

Virus HDV adalah partikel besar, kira-kira 36 nm, dan mengandung RNA HDV dan
antigen delta hepatitis (HDag) . RNA HDv beruntai tunggal, sangat basepair, melingkar,
dan sejauh ini merupakan genom terkecil dari virus hewan apa pun karena mengandung
sekitar 1.700 nukleotida.

Klasifikasi I

infeksi HDV Terdapat dua jenis infeksi virus hepatitis D, yaitu coinfection dan
superinfection.

a. Coinfection  terjadi ketika pasien secara bersamaan terinfeksi HDV dan HBV.
Kebanyakan pasien ini sembuh secara sempurna namun risiko gagal hepar dan
kematian lebih tinggi daripada infeksi HBV saja.
b. Super-infection  terjadi ketika pasien dengan infeksi HBV kronis menjadi terinfeksi
HDV. Pasien ini biasanya mengalami perburukan mendadak, risiko tinggi sirosis dan
end stage liver disease.

Tatalaksana

interferon alfa saat ini masih menjadi salah satu pilihan obat yang digunakan pada anak dan
dewasa yang membantu dalam penanganan hepatitis D

Dosis : Dosis interferon adalah 3 MU/m2 secara subkutan tiga kali dalam seminggu, diberikan
selama 16 minggu

Pencegahan

Saat ini, tidak ada vaksin yang dapat mencegah hepatitis E, Pencegahan adalah satu-satunya
yang dapat dilakukan pada penyakit hepatitis E. Pencegahan ini membutuhkan proses pemurnian
air minum pada negara berkembang serta pemisahan air limbah dan limbah mentah dari sumber
air minum.

2.5 Hepatitis E

adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis E (HEV), sebuah virus RNA yang
ada dalam bentuk yang terbungkus dan tidak tertutup dan pertama kali dikenali pada awal tahun
1980an. Virus ini adalah anggota keluarga Hepeviridae.

Virus hepatitis E memiliki setidaknya 4 genotip mamalia yang dikenal (diberi nama 1 sampai 4,
genotip 1 dan 2 hanya ditemukan pada manusia, sedangkan genotip 3 dan 4 juga ditemukan pada
beberapa spesies mamalia.

Penularan dan Inkubasi Infeksi HEV

Virus hepatitis E ditransmisikan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feses
manusia terinfeksi HEV. Namun, tidak seperti virus hepatitis A, virus ini tidak menyebar melalui
kontak orang ke orang. Seperti hepatitis A, infeksi HEV tidak pernah berkembang menjadi
penyakit kronik atau jangka panjang. Namun, pada dewasa hepatitis E lebih berat daripada
hepatitis A, dengan angka kematian mencapai 1-2% sedangkan angka kematian dewasa dari
hepatits A kurang dari 0,4%

Periode inkubasi virus pada manusia berkisar antara tiga sampai sembilan minggu. Pasien yang
menunjukkan gejala yang berkembang menjadi gejala hepatitis akut tipikal seperti mual,
anoreksia, demam, nyeri abdomen atas, urin berwarna seperti cola dan ikterik (warna kuning
pada kulit dan bagian 12 putih mata). Masa inkubasi berkisar antara 15-60 hari, dengan rata-rata
40 hari.

Diagnosis hepatitis E

pada manusia tergantung pada penemukan antibodi spesifik hepatitis E dalam darah mereka dan
hepatitis E RNA baik pada darah maupun feses. Ketika hepatitis E akut dan simtomatik, dapat
terjadi peningkatan kadar enzim hepar yang mengindikasikan adanya inflamasi atau kerusakan
hepar. Untuk mendiagnosis hepatitis E pada pasien, dokter dapat mengukur kuantitas antibodi
IgM HEV atau terjadi peningkatan signifikan antibodi IgG dalam darah pasien. Hanya satu tes
yang dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM HEV dan IgG HEV dalam darah. Saat ini,
pemeriksaan ELISA untuk IgM HEV dikerjakan untuk mendiagnosis penyakit pada tahap awal.

Pencegahan

Saat ini, tidak ada vaksin yang dapat mencegah hepatitis E, Pencegahan adalah satu-satunya
yang dapat dilakukan pada penyakit hepatitis E. Pencegahan ini membutuhkan proses pemurnian
air minum pada negara berkembang serta pemisahan air limbah dan limbah mentah dari sumber
air minum.

2.6 Hepatitis yang belum diketahui penyebabnya


Alur penapisan Hepatitis akut
DAFTAR PUSTAKA

Juffrie, M., Soenarto, S.S.Y., Oswari, H., Arief, S., Rosalina, I., dan Mulyani, N.S., 2015. Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi: Jilid 1.Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

Jurnalis, Y.D., Sayoeti, Y., dan Russelly, A., 2014. Hepatitis C pada Anak. Jurnal Kesehatan
Andalas. FK Unand. Padang

World Health Organization. Hepatitis. 2020


https://www.who.int/healthtopics/hepatitis#tab=tab_1 diakses juni 2022

Sastrosoewignjo R I, Triyatni M. Buku mikrobiologi kedokteran : Virus hepatitis. Jakarta :


BinaarupaAksara, 451-64

Sutan Malik Maulana Syah, acute viral hepatitis caused by hepatitis a virus in children, Vol2, No
3, Maret 2016

Ida Bagus Eka, hepatitis b pada anak, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, 2018

Anda mungkin juga menyukai