1
b. Hepatitis B Akut
Penyebab penyakit hepatitis B ini adalah HBV yaitu virus hepatitis
B dari golongan virus DNA. Masa inkubasinya 60-90 hari. Penularannya
vertical terjadi pada masa perinatal dan 5% intra uterine. Penularan
horizontal melalui transfuse darah, jarum suntik tercemar, pisau cukur,
tattoo, dan transplantasi organ. Gejala hepatitis B akut tidak khas, seperti
rasa terlalu lesu, nafsu makan berkurang, demam ringan, nyeri abdomen
sebelah kanan, dapat timbul icterus, dan air kencing warna teh.
Diagnosis diteggakkan dengan tes fungsi hati serum transaminase (ALT
meningkat), serologi HBsAg dan IgM anti HBC dalam serum.
Pengobatan tidak diperlukan antiviral, pengobatan umumnya bersifat
simtomasis. Pencegahannya : telah dilakukan penapisan darah sejak
tahun1992 terhadap bank darah melalui PMI, Imunisasi yang sudah
masuk dalam program nasional : HBO (<12 jam), DPT/HB1 (2 bulan),
DPT/HB2 (3 bulan) DPT/HB3 (4 bulan), dan menghindari faktor resiko
yang menyebabkan terjadinya penularan.
c. Hepatitis B kronik
Hepatitis B kronik berkembang dari Hepatitis B akut. Usia saat
terjadinya ifeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan
terjadi saat bayi maka 95% akan menjadi hepatitis B kronik. Sedangkan
bila penularan terjadi pada usia balita, maka 20-30% menjadi hepatitis B
kronik dan bila penularan saat dewasa maka hanya 5% yang menjadi
penderita hepatitis B kronik. Hepatitis B kronik ditandai dengan HBsAG
(Hepatitis B surface antigen) positif (> 6 bulan). Selain HBsAG, perlu
diperiksa HBeAG (hepatitis B E-Antigen, anti-HBe dalam serum, kadar
ALT (Alanin Amino Transferase), HBV-DNA (hepatitis B virus-
Deoxyribunukleic Acid) serta biopsy hati. Biasanya tanpa gejala.
Sedangkan untuk pengobatannya saat ini telah tersedia 7 macam obat
untuk hepatitis B. prinsip pengobatan tidak perlu terburu buru tapi
jangan terlambat. Adapun tujuan pengobatan memperpanjang harapan
hidup, menurunkan kemungkinan terjadinya sirosis hepatis atau
hepatoma
2
d. Hepatitis C
Penyebab utamanya adalah sirosis dan kanker hati. Etiologi virus
hepatitis C termasuk golongan virus RNA (ribo nucleic acid). Masa
inkubasi 2-24 minggu. Penularan hepatitis C melalui darah dan cairan
tubuh, penularan masa perinatal sangat kecil melalui jarum suntik (IDUs,
tattoo) transpaltasi organ, kecelakaan kerja (petugas kesehatan),
hubungan seks dapat menularkan tetapi sangat kecil. Kronisitasnya 80%
penderita akan menjadi kronik. Pengobatan hepatitis C: kombinasi
pegylated interferon dan ribavirin. Pencegahan hepatitis C dengan
menghindari faktor resiko karena sampai saat ini belum tersedianya
vaksin untuk hepatitis C.
e. Hepatitis D
Virus hepatitis D paling jarang ditemukan tapi paling berbahaya.
Hepatitis D juga disebut virus delta, virus ini memerlukan virus hepatitis
B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang
telah terinfeksi virus hepatitis B. tidak ada vaksin tetapi secara otomatis
orang akan terlindungi jika telah diberikan imunisasi hepatitis B.
f. Hepatitis E
Dahulu dikenal sebagai hepatitis non A-non B. etiologi virus
hepatitis E termasuk virus RNA. Masa inkubasi 2-9 minggu. Penularan
melalui fecal oral seperti hepatitis A. diagnosis dengan didapatkannya
IgM dan IgG antiHEV pada penderita yang terinfeksi. Gejalanya ringan
menyerupai gejala flu, sampai icterus. Pengobatannya belum ada
pengobatan antivirus. Pencegahannya dengan menjaga kebersihan
lingkungan, terutama kebersihan makanan dan minuman. Vaksinasi
hepatitis E belum tersedia.
g. Kemungkinan hepatitis F dan G
Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai
kemungkinan adanya virus hepatitis F. Sedangkan virus hepatitis G
adalah suatu flavivirus RNA yang mungkin menyebabkan hepatitis
fulminant. HGV ditularkan terutama melalui air namun juga dapat
ditularkan melalui hubungan seksual. Kelompok yang beresiko adalah
individu yang telah menjalani transfuse darah, tertusuk jarum suntik
secara tidak sengaja, pengguna obat melalui intravena, atau pasien
3
hemodialisis. Beberapa peneliti meyakini bahwa HGV tidak
menyebabkan hepatitis yang bermakna secara klinis sehingga mereka
tidak lagi mempertimbangkan virus ini sebagai virus hepatitis.
1.1.2 Hepatitis Kronik
Jika penyakit pasien menetap tidak sembuh secara klinik labolatorik
atau gambaran patologik anatomi dalam waktu 4 bulan. Dikatakan hepatitis
kronik jika kelainan menetap lebih dari 6 bulan. Ada 2 jenis hepatitis kronik,
yaitu:
a. Hepatitis kronik persisten biasa yang akan sembuh sempurna
b. Hepatitis kronik aktif yang umumnya berakhir menjadi sirosis hepatis
1.2.3 Hepatitis Fulminan
Hepatitis yang perjalanan penyakitnya berjalan dengan cepat, icterus
menjadi hebat, kuning seluruh tubuh, timbul gejala neurologi/ensefalopati
dan masuk ke dalam keadaan koma dan kegagalan hati dan ditemukan tanda-
tanda perdarahan. Biasanya penderita meninggal 1 minggu sampai 10 hari.
1.2 ETIOLOGI
Menurut Putri (2015) etiologi hepatitis yaitu :
1.2.1 Infeksi Virus
Type A Type B Type C Type D Type E
Metode Fekal-oral Parenteral, Parenteral, Parenteral, Fekal oral
transmisi melalui seksual, seksual perinatal,
orang lain perinatal jarang, memelukan
orang ke koinfeksi
orang, dengan type B
perinatal
Keparahan Tak ikterik Parah Menyebar Peningkatan Peningkatan
dan luas, dapat insiden kronis insiden kronis
asimtomatik berkembang dan gagal dan gagal
sampai hepar akut hepar akut
kronis
Sumber Darah, Darah, Terutama Melalui darah Darah, feses,
Virus feses, saliva saliva, melalui saliva
4
semen, darah
sekresi
vagina
5
timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa
segar kembali, namun lemas dan lekas capai.
1.4 PATOFISIOLOGI
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai
darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal
pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel
hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan
digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien
yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada
hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan
peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut
kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di
ulu hati (Putri, 2015).
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit
sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi
larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar
bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah
yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus (Putri, 2015)
6
Pengaruh alkohol, virus
hepatitis, dan toksin
Prusitus
Cepat lelah
Risiko
ketidakstabilan Perubahan kenyamanan Ekskresi kedalam kemih
Intoleransi kadar glukosa
aktivitas darah Resiko gangguan Bilirubin dan kemih
fungsi hati berwarna gelap
7
1.5 KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh
akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati
hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis
hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik (Prastika, 2016).
Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis
hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik. Komplikasi yang
sering adalah serosis, pada serosis kerusakan sel hati akan diganti oleh jaringan
parut (sikatrik) semakin parah kerusakan, semakin besar jaringan parut yang
terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati yang sehat (Putri, 2015).
8
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau
berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis
protombin.
1.6.10 Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk,
mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
1.6.11 Biopsi hati: menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
1.6.12 Scan hati: membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
1.6.13 Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin. Gangguan eksresi bilirubin
mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena bilirubin
terkonjugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin menimbulkan
bilirubinuria.
1.7 PENATALAKSANAAN
1.7.1 Medis
a. Pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat. Istirahat
mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan tetapi banyak
pasien akan merasakan lebih baik dengan pembatas aktivitas fisik,
kecuali diberikan pada mereka dengan umur orang tua dan keadaan
umum yang buruk
b. Obat-obatan
1) Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan
bilirubin darah. Pemberian bila untuk menyelamatkan nyawa dimana
ada reaksi imun yang berlebihan.
2) Berikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati.
a. Contoh obat: Asam glukoronat/ asam asetat, Becompion,
kortikosteroid.
3) Vitamin K pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Obat-
obatan yang memetabolisme hati hendaknya dihindari.
4) Antibiotik, misalnya Neomycin 4 x 1000 mg / hr peroral.
5) Lactose 3 x (30-50) ml peroral.
6) Interferon , Lamivudin, dan Ribavirin
7) Glukonal kalsikus 10% 10 cc intavena (jika ada hipokalsemia)
9
8) Infus glukosa 10% 2 lt / hr.
9) Jika penderita tidak nafsu makan atau muntah-muntah sebaiknya di
berikan infus glukosa. Jika nafsu makan telah kembali diberikan
makanan yang cukup
10) Bila penderita dalam keadaan prekoma atau koma, berikan obat-
obatan yang mengubah susunan feora usus, misalnya neomisin atau
kanamycin sampai dosis total 4-6 mg / hr. Laktosa dapat diberikan
peroral, dengan pegangan bahwa harus sedemikian banyak sehingga
Ph feces berubah menjadi asam.
1.7.2 Non Medis
a. Istirahat, pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat.
b. Karena terbatasnya pengobatan terhadap hepatitis maka penekanan lebih
dialirkan pada pencegahan hepatitis, termasuk penyediaan makanan dan
air bersih dan aman. Higien umum, pembuangan kemih dan feses dari
pasien yang terinfeksi secara aman, pemakaian kateter, jarum suntik dan
spuit sekali pakai akan menghilangkan sumber infeksi. Semua donor
darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima
menjadi panel donor.
10
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kaji pasien
mengenai:
1) Apakah pasien menjaga kesehatan kebersihan diri dan lingkungannya
?
2) Apakah pasien mengetahui tentang penyakit hepatitis ?
3) Bagaimana cara pasien menjaga kesehatanya selama sakit ?
b. Pola nutrisi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola nutrisi kaji
pasien mengenai:
1) Apakah pasien mengalami kehilangan nafsu makan (anoreksia) ?
2) Apakah pasien mengalami penurunan atau peningkatan berat badan ?
3) Apakah pasien mangalami mual muntah ?
4) Apakah terjadi penimbunan cairan di perut pasien ?
c. Pola eliminasi
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola eliminasi kaji
pasien mengenai:
1) Apakah urine pasien berwarna gelap ?
2) Apakah pasien mengalami konstipasi atau diare ?
3) Bagaimana konsistensi dari feses pasien ?
4) Apakah feses pasien berwarna seperti tanah liat ?
d. Aktivitas dan Latihan
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola aktivitas dan
latihan kaji pasien mengenai:
Aktivitas sehari-hari:
1) Bagaimanakah pasien beraktifitas dalam pekerjaannya?
2) Apakah tanda gejala dari penyakit hepatitisnya mengganggu
aktifitasnya ?
3) Apakah pasien mengalami kelemahan, kelelahan dan malaise umum
selama beraktifitas ?
11
Olah raga:
1) Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olah raga?
2) Jika iya, jenis olah raga apa yang dilakukan pasien?
e. Tidur dan Istirahat
Dalam pola ini kaji pasien mengenai :
1) Apakah penyakit hepatitisnya mengganggu pola tidurnya ?
2) Apakah selama sakit pasien cenderung ingin tidur ?
f. Sensori, Presepsi dan Kognitif
Pola ini akan menjadi fokus pengkajian, dalam pola ini kaji pasien
mengenai:
1) Bagaimanakah tingkat ansietas pasien selama sakit hepatitis?
2) Apakah pasien mengalami nyeri?
Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:
a) P (provoking atau pemacu): faktor yang memperparah atau
meringankan nyeri
b) Q (quality atau kualitas): kualitas nyeri (misalnya, tumpul, tajam,
merobek)
c) R (region atau daerah): daerah penjalaran nyeri
d) S (severity atau keganasan): intensitasnya
e) T (time atau waktu): serangan, lamanya, frekuensi, dan sebab
g. Konsep diri
h. Pola Peran Hubungan
Pada pola peran hubungan kaji pasien mengenai:
1) Apakah pekerjaan pasien?
2) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien Selama sakit ?
3) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain selama sakit?
i. Manajemen Koping Setress
Pola ini tidak menjadi focus pengkajian, pada pola ini kaji pasien
mengenai:
1) Apakah pasien mengalami stres sejak selama hepatitis ?
2) Bagaimana pasien menghadapi stres yang dimilikinya ?
j. Sistem Nilai Dan Keyakinan
Pola ini tidak menjadi fokus pengkajian, pola ini menggambarkan
bagaimana keyakinan serta spiritual pasien terhadap penyakitnya
12
k. Seksual dan Repruduksi
Pola ini tidak menjadi fokus pengkajian
2.1.3 Analisa Data
Data Analisa Data Masalah
DS (data subjektif) : Virus hepatitis Nyeri akut
a. Klien
mengatakan Inflamasi pada sel-sel hati
nyeri didaerah
perut sebelah Hepatomegaly
kanan
b. Klien Tidak nyaman di perut
mengatakan sakit kuadran kanan
kepala
DO (data objektif) : Nyeri
a. Nyeri tekan pada
kuadran kanan
bawah
b. Splenomegali
DS (data subjektif) : Virus hepatitis Keletihan
a. Klien
mengatakan Inflamasi pada sel-sel hati
badan terasa
lemah Peradangan meluas,
b. Klien nekrosis
mengatakan
merasa cepat Gangguan metabolisme
lelah
DO (data objektif) : Glikogen dlm hepar
a. KU : letargi berkurang
Glikogenolisis menurun
Cepat lelah
Keletihan
DS (data subjektif) Virus hepatitis Ketidakseimban
a. Klien gan nutrisi:
mengatakan Inflamasi pada sel-sel hati kurang dari
tidak nafsu kebutuhan
makan Hepatomegaly tubuh
b. Klien
mengatakan Anoreksia Mual
bahwa dirinya
merasa mual Nutrisi kurang dari
DO (data objektif) : kebutuhan tubuh
13
a. BB menurun
Peningkatan bilirubin
Pruritus Ikterik
2.3 PERENCANAAN
Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme
pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik
karena anoreksia, mual dan muntah.
14
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil
Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
2.3.2 Intervensi dan Rasional
a. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering
dan tawarkan pagi paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan
menurunkan kapasitasnya.
c. Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah
makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa
tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
d. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan
e. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan
membebani hepar.
15
b. Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri,
akui adanya nyeri, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien
tentang nyerinya.
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan
kesehatan bahwa ia mengalami nyeri
c. Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri, tunjukkan berapa
lama nyeri akan berakhir, bila diketahui.
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri
yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding
klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
d. Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek
hepatotoksi.
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk
mengurangi nyeri.
16
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.
Diagnosa 5: Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan dengan faktor
resiko pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
2.3.9 Tujuan dan Kriteria Hasil
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
2.3.10 Intervensi dan Rasional
17
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering seperti:
1) Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan
(kadtril, lanolin)
2) Keringkan kulit, jangan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung
syaraf
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan
dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan
meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi
c. Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan
tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih
banyak pruritus
d. Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban
kekeringan
18
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia
Diagnosa 7: Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi dengan faktor resiko sifat
menular dari agent virus
2.3.13 Tujuan dan Kriteria Hasil
Tidak ada tanda-tanda penyebaran infeksi
2.3.14 Intervensi dan Rasional
a. Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk
menangani semua cairan tubuh seperti:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau
specimen
2) Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
3) Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah
yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum
dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus
hepatitis
b. Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh
dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan
yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi
infeksius dan mencegah transmisi penyakit
c. Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga
dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai
transmisi infeksi
d. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen
kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan
dan kemungkinan orang lain terinfeksi
19
12) DAFTAR PUSTAKA
NANDA. (2013). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Prastika, I Gede. P. (2016). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan
Pasien Hepatitis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik
Kesehatan Denpasar Jurusan Keperawatan: Naskah Dipublikasikan
Putri, Giska Amalia. A. (2015). Laporan Pendahuluan Klien Dengan Hepatitis Di
Ruang Anggrek (Anak) RSUD Ambarawa. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro: Naskah Dipublikasikan
20