Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV AIDS

1.1 Pengertian

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menumpang

hidup dan merusak sistem imun tubuh. Sedangkan Acquired Immune Deficiency

Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh

virus  Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Brunner&Suddarth; edisi 8, 2010)

Human Immunodeficiency Virus  atau di sering di singkat dengan (HIV)

merupakan virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. HIV menyerang

manusia dan menyerang sistem imun ( kekebalan ) tubuh, sehingga tubuh menjadi

lemah dalam melawan infeksi yang menyebabkan kekurangan  (defisiensi) sistem

imun. Acquired Immune Deficiency Syndrome  adalah suatu kumpulan kondisi

klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh Human

Immunodeficiency Virus (HIV) (Sylvia, 2005)

1.2 Etiologi

Penularan virus HIV menurut Amin, Hardi, 2015 ditularkan melalui :

a. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa

kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.

b. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak di steril dan di pakai bergantian.

c. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.

d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan,

saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).


1.3 Manifestasi Klinis

Menurut (Amin, Hardi, 2015), terdapat 4 fase yaitu:

a. Fase 1 yaitu tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar / pembuluh

limfe) menetap dan menyeluruh.

b. Fase 2 terdapat penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran

pernafasan atas (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis) berulang.

Herpes zozter, infeksi sudut bibir ulkus mulut berulang, popular pruritic

eruptions, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.

c. Fase 3 terdapat penurunan BB (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa

sebab sampai >1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap >1

bulan). Kandidiasis oral menetap. TB pulmonal (baru), plak putih pada

mulut, infeksi bakteri, berat misalnya: pneumonia empyema (nanah

dirongga tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi sendi

atau tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada

pelvik, acut necritizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau

periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dl,

neutropenia (< 0,5 x 10/l) dan atau trombositopenia (<50x10/l).

d. Fase 4 menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocytis

pneumonia (pneumonia karena pneumocytis carinii), pneumonia bakteri

berulang, infeksi herpes simplex kronik (orolabial, genital atau

anorektal >1 bulan), oesophangeal candidiasis, TBC ekstrapulmonal,

cytomegalovirus, toksoplasma di SSP, HIV encephalopaty, meningitis,

infektion progresive multivocal, lympoma, invasive cervical carsinoma,

leukoencephalopathy.
Fase Lama Fase Antibodi Yg Gejala- gejala Dapat

Terdeteksi ditularkan
1. Periode 4 minggu - 6 Tidak Tidak ada Ya

jendela bulan infeksi


2. Infeksi 1 - 2 minggu Mungkin Sakit seperti flu Ya

HIV

primer

akut
3. Infeksi 1 – 15 Ya Tidak ada Ya

asimtom tahun / lebih

atik
4. Supresi Sampai 3 Ya Demam, keringan pd Ya

imun tahun malam hari, BB

simptom turun, diare,

atik neuropatik,

keletihan, ruam

kulit, limadenopati,

perlambatan

kognitif, lesi oral


5. AIDS 1 - 5 th dari Ya Infeksi opurtinistik Ya

pertama berat dan tumor,

penentuan manifestasi

kondisi neurologik

AIDS
1.4 Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-

sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi


dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus

( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan

bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi

dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV )

menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian

sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha

mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan

melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk

membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4

sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim

inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai

antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel

T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi

dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B

yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi

limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4

helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit

akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang

serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah

secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan

menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala


(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat

berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-

300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster

dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya

penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi

yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh

dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker

atau dimensia AIDS.


1.5 Pathway/W.O.C

1.6 Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Plasenta, ASI

Transfusi darah/ Hubungan Seks


jarum suntik
Transmisi dari ibu
ke anak

HIV masuk kedalam tubuh

HIV berikatan limfosit T, Hiv berdifusi Inti virus masuk


monosit, makrofag dengan CD4+ kedalam sitiplasma

RNA genom dilepas


kesitoplasma Integritas DNA RNA virus
virus + prot. Pada terintegrasi
T4 (provirus) dalam sel DNA
mRNA ditranslasi host

Virion HIV baru


Tunas virus terbentuk (dilimfoid)

ANSIETAS

RESIKO Perubahan
AIDS status
INFEKSI DEFISIENSI
kesehatan PENGETAHUAN

Diare Kronik Mual muntah KETIDAKSEIMBAN


GAN NUTRISI
KURANG DARI
Nafsu makan KEBUTUHAN
DIARE kehilangan volume TUBUH
cairan aktif
Kelemahan fisik
BB menurun
KEHILANGAN
VOLUME CAIRAN INTOLERANSI AKTIFITAS
1.7 Pemeriksaan Penunjang

Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :


a. ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), bereaksi terhadap
antibodi yang ada dalam serum dengan memperlihatkan warna yang
lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar. Pemeriksaan
ELISA mempunyai mempunyai sensitifitas 93% sampai 98% dan
spesifitasnya 98% sampai 99%. Tetapi hasil positif palsu (negatif palsu)
dapat berakibat luar biasa, karena akibatnya sangat serius. Oleh sebab
itu, pemeriksaan ELISA diulang dua kali, dan jika keduanya
menunjukkan hasil positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih
spesifik, yaitu Western blot Hasil positif dikonfirmasi dengan
pemeriksaan western blot.
b. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction)
adalah suatu metode pemeriksaan yang prinsip kerjanya memperbanyak
(amplication) DNA invitro secara enzimatis. Teknik PCR telah
dikembangkan untuk berbagai penyakit infeksi seperti HIV.
c. Western blot
d. P24 antigen test
e. Kultur HIV

1.8 Komplikasi

a. Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru-paru

b. Kandidiasis esophagus

c. Kriptokokosis ekstra paru

d. Kriptokokosis intestinal kronis (>1 bulan)

e. Renitis CMV (gangguan penglihatan)

f. Herpes simplek, ulkus kronik (> 1 bulan)

g. Mycobacterium teberculosis di paru atau ekstra paru

h. Ensefalitis toxoplasma.
1.8 Penatalaksanaan

1. Pengobatan suportif

a. Pemberian nutrisi yang baik.

b. Pemberian multivitamin.

2. Pengobatan simptomatik

3. Pencegahan infeksi opurtunistik, dapat digunakan antibiotik

kotrimoksazol.

4. Pemberian ARV (Antiretroviral) dapat diberikan saat pasien sudah siap

terhadap kepatuhan berobat seumur hidup. Obat ARV berfungsi untuk

menghambat retrovirus. Manfaat dari terapi ARV terhadap mortalitas

dan morbiditas pada pasien HIV didokumentasikan dengan baik.

1.9 Konsep Keperawatan

a. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Dahulu   :

Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan

pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual

multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal,

homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten, 

pemakai obat-obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian,

riwayat menjalani transfusi darah berulang, dan mengidap

penyakit defesiensi imun.


b) Riwayat Kesehatan Sekarang:

Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi

terhadap aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya,

putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri,

depresi, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, diare

intermitten, terus-menerus yang disertai/ tanpa kram abdominal,

tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa sakit/ tidak nyaman pada

bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan, pusing, sakit

kepala, tidak mampu mengingat sesuatu, konsentrasi menurun,

tidak merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot

menurun, ketajaman penglihatan menurun, kesemutan pada

ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada

pleuritis, nafas pendek, sering batuk berulang, sering demam

berulang, berkeringat malam, takut mengungkapkan pada orang

lain dan takut ditolak lingkungan, merasa kesepian/ isolasi,

menurunnya libido dan terlalu sakit untuk melakukan hubungan

seksual.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga :

Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan

HIV/AIDS, keluarga pengguna obat-obatan terlarang.


2. Pengkajian Fisik

a) Aktivitas dan istirahat          :

Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap

aktivitas seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi

denyut jantung, dan pernafasan.

b) Sirkulasi         :

Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan

volume nadi perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time

meningkat.

c) Eliminasi        :

Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan

abdomen, lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa

disertai mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah,

warna, dan karakteristik urine.

d) Makanan/cairan       :

Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan:

parawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot;

turgor kulit buruk; lesi pada rongga mulut, adanya selaput

putih dan perubahan warna, kurangnya kebersihan gigi.

e) Higiene          

Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan

diri.
b. Diagnosa

1. Diare berhubungan dengan iritasi gastrointestinal ditandai dengan

bising usus hipeaktif, defekasi feses cair >3 dalam 24 jam (00013)

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif ditandai dengan membran mukosa keing, penurunan turgor

kulit, kulit kering (00027).

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tirah baring ditandai

dengan ketidaknyamanan setelah beraktifitas, keletihan (00092)

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor biologis ditandai dengan diare, berat

badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal (00002)

5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

ditandai dengan kurang pengetahuan (00126)

6. Ansietas berhubungan dengan stresor ditandai dengan diare,

anoreksia (00146)

7. Resiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis (HIV AIDS)

(00004)
c. Intervensi

DIAGNOSA
KEPERAWATAN NAMA
NOC DAN INDIKATOR SERTA SKOR AWAL URAIAN AKTIVITAS RENCANA
NO DITEGAKKAN/ DAN TTD
DAN SKOR TARGET TINDAKAN (NIC)
KODE DIAGNOSA PERAWAT
KEPERAWATAN
1 Diare berhubungan Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan Selama Pemantauan (Monitor) Elektrolit
dengan iritasi 1x24 Jam, Diharapkan Diare Berkurang Dengan (2020)
gastrointestinal Kriteria Hasil: 1. Monitoring adanya mual, muntah,
ditandai dengan bising Keparahan Gejala (2103) frekuensi diare
usus hipeaktif, 2. Monitoring adanya penyakit medis
defekasi feses cair >3 KODE INDIKATOR S.A S.T yang dapat menyebabkan diare
dalam 24 jam (00013) 21030 Intensitas Gejala 3 5 Manajemen Diare (0460)
1 3. Lakukan tindakan untuk
21030 Frekuensi Gejala 3 5 mengistirahatkan perut (nutrisi
2 oral, diet cairan)
21030 Terkait Ketidaknyamanan 3 5 4. Instruksikan diet rendah serat,
4 tinggi protein, tinggi kalori sesuai
kebutuhan
Keterangan: 5. Konsultasikan dengan dokter jika
1 = Berat tanda dan gejala diare menetap
2 = Cukup Berat (pemberian obat adsorben)
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak Ada
DAFTAR PUSTAKA

Gloria M. Bulechek, H. K. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC).


Yogyakarta.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika.

NANDA, 2015-2017. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. EGC :

Jakarta.

M. Clevo, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Medah. Yogyakarta.

Padila. S.Kep.NS.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta

Sue Moorhead, M. J. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 5.


Yogyakarta.

Smeltzer. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : ECG.

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai