Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULAN

HIV/AIDS

OLEH

ANDREI ROMARTHO PUNUF

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI NURSE


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA, 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Defenisi
Acquired Immune Defiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang dapat disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV). Virus
dapat ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan vagina, cairan sperma,
cairan Air Susu Ibu. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia dengan
mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit
penyakit infeksi menurut (Heri, 2012).
Human Immuno Deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu
jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
termasuk limfosit yang disebut T. Limfosit atau “sel T-4” atau disebut juga “sel CD – 4”
(Istiqomah, 2012).
AIDS singkatan dari Acquired Immuno Defeciency Syndrome.Acquiredberarti
diperoleh karena orang hanya menderita bila terinfeksi HIV dari orang lain yang
sudah terinfeksi. Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Defeciency berarti kekurangan
yang menyebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh dan Syndrome berarti kumpulan
gejala atau tanda yang sering muncul bersama tetapi mungkin disebabkan oleh satu
penyakit atau mungkin juga tidak yang sebelum penyebabnya infeksi HIV ditemukan.
Jadi AIDS adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Ugi, 2012).

B. Etiologi
Penyebab HIV adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai
retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru
yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan
dengan HIV Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.Transmisi infeksi HIV dan
AIDS terdiri dari lima fase yaitu:
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
6. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Bayi dari ibu/bapakterinfeksi.
c. Orang yang ketagian obat intravena
d. Partner seks dari penderita AIDS
e. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

C. Manifestasi klinis
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui
pada penderita AIDS, panas lebih dari 1 bulan, batuk-batuk, sariawan dan
nyeri menelan, badan menjadi kurus sekali, diare , sesak napas, pembesaran kelenjar
getah bening, kesadaran menurun, penurunan ketajaman penglihatan, bercak ungu
kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas
dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala
bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang
mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien
akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun)
pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,
neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif dan lesi oral.
Disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5
tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik,
yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), pneumonia interstisial yang
disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis,
cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
D. Patofisiologi
Menurut Price, Sylvia A dan Lorraine M.Wilson (2005), Tubuh mempunyai suatu
mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda asing, misalnya : virus, bakteri,
bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun manusia lain. Mekanisme ini
disebut sebagai tanggap kebal (immune response) yang terdiri dari 2 proses yang
kompleks yaitu: Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV)
mempunyai cara tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh.
“ber-aksi” bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau
berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel
yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit,
makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera
dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing
tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke
dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV,
ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di
permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang
sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper,
HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV
akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom
dari HIV dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut
berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper. Sampai suatu saat
ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif
membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan
penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme
pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme
kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau
Sindroma Kegagalan Kekebalan.
E. Patway

Hubungan seksual dengan Tertusuk jarum


pasangan yg berganti-ganti, Terinfeksi darah Ibu hamil
bekas penderita
dengan yang terinfeksi yang terinfeksi HIV penderita
HIV
HIV

Virus masuk ketubuh lewat luka


Sperma terinfeksi masuk
ketubuh pasangan lewat Virus masuk dalam peredaran darah dan invasi sel target hospes
membran mukosa vagina, anus
yang lecet atau luka
T helper/CD4 Makrofag Sel B

Terjadi perubahan pada struktur sel diatas akibat transkripsi RNA virus +
DNA sel sehingga terbnetuknya provirus

Sel penjamu (T helper, limfosit B, makrofag) mengalami kelumpuhan

Menurunnya sistem kekebalan tubuh

Infeksi oportunistik

Sistem GIT Integumen Sistem reproduksi Sistem respirasi Sistem neurologi

Virus hiv + kuman Herpes zoster + candidiasis Microbacterium Kriptococus


salmonela, herpes simplek TB
clostridium, candida
Meningitis
Ulkus Batuk non kriptococus
Ruam, difus,
genital pruduktif, nafas
Peningkatan peristaltik bersisik, kulit
kering pendek

Diare Kejang, kaku kuduk,


lemah, mual, nafsu
Resiko kerusakan
Bersihan jln nafas & makan turun, demam.
intergritas kulit
Per. Eliminasi, Ggn pola nafas takefektif
nutrisi, kekur. Vol.
cairan
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang HIV dapat meliputi:
1. Tesuntukdiagnosainfeksi HIV:
a. ELISA (positif: hasiltes yang positif dipastikan dengan western blot).
b. Western blot (positif), dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV
pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien.
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas).
d. Kultur HIV (positif: kalau dua kali uji kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat).
e. Serologi
1) Tes antibody serum: Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa.
2) Tes blot western: Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency
Virus (HIV).
3) Sel T limfosit: Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper: Indikator system imun (jumlah 200).
5) T8 (sel supresor sitopatik): Rasio terbalik (2 :1) atau lebih besar dari sel
suppressor pada sel helper (T8 ke T4) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) ):
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7) Kadar Ig: Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal.
8) Reaksi rantai polimerase: Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit
pada infeksi sel perifer monoseluler.
9) Tes PHS: Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan).
b. CD4 limfosit (menurun: mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen).
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun).
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat).
3. Riwayat Penyakit
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum
dan sekresi. Yang berfungsi untuk mengidentifikasi adanya infeksi: parasit,
protozoa, jamur, bakteri dan viral.
4. Neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf).
5. Tes Lainnya:
a. Sinar X dada.
b. Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain.
c. Tes Fungsi Pulmonal.

G. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV), untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan:
1. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.
2. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
3. Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato dan sebagainya.
4. Mencegah infeksi/bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu:


1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik.
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin).
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < dan > 3. Sekarang, AZT tersedia untuk
pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel
T4 > 500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru.
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah: Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine dan
Recombinant CD 4 dapat larut.
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus.
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
5. Pendidikan.
Untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6. Menghindari infeksi lain.
Karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS adalah:
1. Aktivitas atau istirahat: Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, malaise.
2. Sirkulasi: Takikardia, perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
3. Integritas ego: Alopesia, lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi,
marah, menangis.
4. Elimiinasi: Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses
rektal.
5. Makanan atau cairan: Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga
mulut, kesehatan gigi atau gusi yang buruk, dan edema.
6. Neurosensori: Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan
respon melambat.
7. Nyeri / kenyamanan: Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi,
penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.
8. Pernafasan: Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan.
2. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan intestinal.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme.
C. Intervensi keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil: keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks, dapat tidur atau
beristirahat secara adekuat.

Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai
gejala nonverbal misalnya gelisah, takikardia, meringis
Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan komplikasi.
b. Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi
progresif, teknik nafas dalam.
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
c. Dorong pengungkapan perasaan
Rasional: Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan
intensitas rasa sakit.
d. Berikan analgesik atau antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang
dikontrol pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam.
Rasional: M,emberikan penurunan nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam.
Obat yang dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam dapat mempertahankan
kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan atau kelebihan obat-
obatan.
2. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan intestinal.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan
berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, bebas dari tanda-tanda
malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan
Rasional: Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia,
penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi
keinginan untuk makan.
b. Auskultasi bising usus
Rasional: Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan
dengan muntah dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara
makan.
c. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi,
tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien.
Dorong konsumsi makanan berkalori tinggi yang dapat merangsang nafsu
makan
Rasional: Memenuhi kebutuhan akan makanan nonistitusional mungkin juga
meningkatkan pemasukan.
d. Batasi makanan yang menyebabkan mual atau muntah. Hindari
menghidangkan makanan yang panas dan yang susah untuk ditelan
Rasional: Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi pada
mulut mungkin akan menyebabakan pasien enggan untuk makan. Tindakan
ini akan berguna untuk meningkatakan pemasukan makanan
e. Berikan obat anti emetic misalnya metoklopramid
Rasional: Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan fungsi gaster
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan volume
cairan terpenuhi.
Kriteria hasil: mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab,
turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
Intervensi:
a. Pantau pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.
Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane mukosa.
b. Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah
ditoleransi oleh pasien dan yang menggantikan elektrolit yang dibutuhkan,
misalnya Gatorade.
Rasional: Meningkatkan pemasukan cairan tertentu mungkin terlalu
menimbulkan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi pada mulut.
c. Hilangakan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas,
berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang diberikan berselang jika dibutuhkan.
Rasional: Mungkin dapat mengurangi diare.
d. Berikan obat-obatan anti diare misalnya ddifenoksilat (lomotil), loperamid
Imodium, paregorik.
Rasional: Menurunkan jumlah dan keenceran feses, mungkin mengurangi
kejang usus dan peristaltis.
4. Gangguan aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan aktivitasnya dapat
terpenuhi.
Kriteria hasil: melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
Intervensi:
a. Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam proses berpikir atau berperilaku.
Rasional: Berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang
tidur, tekanan emosi, dan efeksamping obat-obatan.
b. Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas pada
waktu pasien sangat berenergi.
Rasional: Periode istirahat yang sering sangat yang dibutuhkan dalam
memperbaiki atau menghemat energi. Perencanaan akan membuat pasien
menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan
sehat dan control diri.
c. Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya perawatan
diri, duduk dikursi, berjalan, pergi makan.
Rasional: Memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan
mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa
frustasi.
d. Rujuk pada terapi fisik atau okupasi.
Rasional: Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan tonus otot.
DAFTAR PUSTAKA

Marilyn, Doenges (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M.Wilson (2005). Patofissiologis Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Heri (2012). ”Asuhan Keperawatan HIV/AIDS”, (Online),(http://mydocumentku.blogspot.
com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html,
Istiqomah, Endah (2012) .”Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS”, (Online)
(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan.html,
UGI (2012). ”Diet Penyakit HIV/AIDS”, (Online), (http://ugiuntukgiziindonesia.
blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html,

Anda mungkin juga menyukai