HIV AIDS
2. Penyebab/faktor predisposisi
Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus
HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum
suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi
HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap
HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya,
serta narapidana. Namun, infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua
golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika
pada awalnya, sebagian besar odha berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah
terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna
narkotika semakin meningkat. Beberapa bayi yang terbukti tertular HIV dari ibunya
menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari tahap penularan heteroseksual.
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama
HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah:
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
c. Orang yang ketagian obat intravena
d. Partner seks dari penderita AIDS
e. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui:
a. Hubungan seksual (resiko 0,1 - 1%
b. Darah :
- Transfuse darah yang mengandung HIV (resiko 90-98)
- Tertusuk jarum yang mengandung HIV (resiko 0,3)
- Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09)
3. Patofisiologi dan Pohon masalah
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit
T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya
pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem
tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
PATHWAY
Hubungan seks, transfusi darah, plasenta ibu
Peredaran darah
Sitoplasma
Kelemahan
INTOLERANSI AKTIVITAS
4. Klasifikasi
a. Stadium 1
HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi
positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara
satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.
b. Stadium 2
Asimptomatik (tanpa gejala) Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh
terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat
berlangsung rerata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak
sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium 3
pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized
Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung
lebih satu bulan.
d. Stadium 4
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit
konstitusional, penyakit syaraf, dan penyakit infeksi sekunder.
5. Gejala klinis
Gejala menyebar dan dapat memengaruhi setiap sistem organ. Manifestasi berkisar dari
abnormalitas respons imun yang sifatnya ringan tanpa disertai tanda dan gejala yang
jelas hingga imunosupresi yang bermakna, infeksi yang mengancam jiwa, keganasan,
dan efek langsung HIV pada jaringan tubuh.
a. Pernapasan
- Sesak napas, dispnea, batuk, nyeri dada, dan demam terkait dengan infeksi
oportu mistik, seperti yang disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci
(pneumonia Pneumocystis [PCP), infeksi yang paling sering terjadi),
Mycobacterium avium-intracellulare, sitomegalovirus (CMV), dan spesies
Legionella.
- Tuberkulosis yang berhubungan dengan HIV terjadi sejak awal proses
infeksi HIV, sering kali mendahului ditegakkannya diagnosis AIDS
b. Gastrointestinal
- Kehilangan nafsu makan Mual dan muntah
- Kandidiasis oral dan esofagus (bercak putih, nyeri saat menelan, nyeri
retrosternum, dan kemungkinan lesi oral)
- Diare kronis, kemungkinan dengan efek yang dramatis (mis., penurunan
berat badan bermakna, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ekskoriasi
kulit perianal, kelemahan, dan ketidakmampuan untuk melaksanakan
aktivitas hidup sehari- hari)
6. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pemeriksaan penunjang dibagi menjadi dua yaitu untuk mendiagnosis HIV/AIDS, dan
untuk mendeteksi gangguan sistem imun.
1. Tes untuk mendiagnosis HIV/AIDS yaitu:
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen Test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun yaitu:
a. Hematokrit
b. LED
c. Rasio CD4/ CD Limfosit
d. Serum mikroglobulin
e. Hemoglobin
7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Antiretroviral (ARV)
Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh
lebih baik. Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi lebih
mudah ditangani. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat, seperti infeksi virus
sitomegalo dan infeksi mikobakterium atipikal, dapat disembuhkan. Pneumonia
Pneumocystis carinii pada odha yang hilang timbul, biasanya mengharuskan odha.
minum obat infeksi agar tidak kambuh. Namun sekarang dengan minum obat ARV
teratur, banyak odha yang tidak memerlukan minum obat profilaksis terhadap
pneumonia, Terdapat penurunan kasus kanker yang terkait dengan HIV seperti
Sarkoma Kaposi dan limfoma dikarenakan pemberian obat-obat antiretroviral
tersebut. Sarkoma Kaposi dapat spontan membaik tanpa pengobatan khusus.
Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan produksi sitokin dan
protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan Sarkoma Kaposi. Selain itu
pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh dapat membentuk respons imun
yang efektif terhadap human herpesvirus 8 (HHV-8) yang dihubungkan dengan
kejadian sarkoma kaposi.
Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse
transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. Tidak semua ARV yang ada
telah tersedia di Indonesia. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan
dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV
direkomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang
termasuk masuk dalam kriteria diagnosis AIDS.atau menunjukkan gejala yang
sangat berat, tanpa melihat jumlah limfosit CD4+. Obat ini juga direkomendasikan
pada pasien asimptomatik dengan llimfosit CD4+ kurang dari 200 sel/ mm'. Pasien
asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200-350 sel/mm' dapat ditawarkan untuk
memulai terapi. Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/ mm'dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai, namun
dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan
limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm'dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3
obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan
keunggulan dan kerugiannya masing-masing. Kombinasi obat antiretroviral lini
pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin
(ZDV)/lamivudin (3TC), dengan nevirapin (NVP)
Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan
profilaksis pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung virus
HIV (post- exposure prophylaxis) dan pencegahan penularan dari ibu ke
bayi..Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat
ARV penting untuk mendapat perhatian lebih besar mengingat sudah ada beberapa
bayi di Indonesia yang tertular HIV dari ibunya. Efektivitas penularan HIV dari ibu
ke bayi adalah sebesar 10-30%. Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIV, ada
10 sampai 30 bayi yang akan tertular. Sebagian besar penularan terjadi sewaktu
proses melahirkan, dan sebagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan
sebagian lagi melalui air susu ibu. Kendala yang dikhawatirkan adalah biaya untuk
membeli obat ARV. Obat ARV yang dianjurkan untuk PTMCT adalah zidovudin
(AZT) atau nevirapin. Pemberian nevirapin dosis tunggal untuk ibu dan anak dinilai
sangat. mudah untuk diterapkan dan ekonomis. Sebetulnya pilihan yang terbaik
adalah pemberian ARV yang dikombinasikan dengan operasi caesar, karena dapat
menekan penularan sampai 1%. Namun sayangnya di negara berkembang seperti
Indonesia tidak mudah untuk melakukan operasi sectio caesaria yang murah dan
aman.
b. Interaksi dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Masalah koinfeksi tuberculosis dengan HIV merupakan masalah yang sering
dihadapi di Indonesia. Pada prinsipnya, pemberian OAT pada odha tidak berbeda
dengan pasien HIV negatif. Interaksi antar OAT dan ARV, terutama efek
hepatotoksisitasnya, harus sangat diperhatikan. Pada odha yang telah mendapat
obat ARV sewaktu diagnosis TB ditegakkan, maka obat ARV tetap diteruskan
dengan evaluasi yang lebih ketat. Pada odha yang belum mendapat terapi ARV,
waktu pemberian obat disesuaikan dengan kondisinya. Tidak ada interaksi
bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali ddl yang harus
diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer antasida.
Interaksi dengan OAT terutama terjadi pada ARV golongan non-nukleosida dan
inhibitor protease. Obat ARV yang dianjurkan digunakan pada odha dengan TB
adalah evafirenz. Rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82% dan
dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37% Namun, jika evafirenz tidak
memungkinkan diberikan, Pada pemberian bersama rifampisn dan nevirapin, dosis
nevirapin tidak perlu dinaikkan.
8. Komplikasi
a. Tuberkulosis (Infeksi TBC)
Suatu pemicu terjadinya kematian tertinggi dari pengidap HIV/AIDS ialah penyakit
Tuberkulosis / TBC. Penyakit ini dapat dialami oleh pengidap penyakit HIV AIDS
dikarenakan oleh serangan infeksi dari bakteri Tuberkulosis. Tubuh penderita akan
mengalami demam, batuk berdarah, lemah & mengalami kekurangan daya untuk
melakukan aktifitas ringan. Dan ini merupakan suatu infeksi ringan yang umum
dan sering dijumpai dari pengidap penyakit HIV AIDS.
b. Infeksi Herpes
Herpes merupakan sebuah penyakit yang paling umum dialami oleh pengidap
penyakit HIV AIDS, sehingga keadaan penyakit ini dapat menjadi lebih kronis.
Virus akan berdiam didalam tubuh pengidapnya sehingga pada sistem imunitas
tubuh yang melemah, maka infeksi bisa menyerang kapan saja. Infeksi yang
ditampakkan pada herpes yaitu timbul dibagian kulit dan alat kelamin. Akan tetapi,
pengidap HIV AIDS mampu menghadapi keadaan yang lebih serius jika virus telah
menyerang ke bagian mata, jantung, paru-paru dan saluran pencernaan.
c. Tipes
Tipes gampang melanda dan menyerang pengidap penyakit HIV/AIDS, penyakit
ini dapat terjadi diakibatkan oleh infeksi dari bakteri Salmonella yang adanya
didalam air / pada jenis makanan yang kurang bersih. Tipes juga merupaka sebuah
kondisi penyakit yang amat umum dialami oleh pengidap penyakit HIV AIDS,
sehingga membuat penyakit berkembang dengan cepat & memicu terjadinya
infeksi yang kronis. Beberapa gejala tipes yang kerap dijumpai ialah sakit perut,
diare,demam, mual serta muntah. Perawatan sangat dibutuhkan oleh pengidap
penyakit HIV AIDS jika telah terserang oleh penyakit tipes ini.
d. Gagal Ginjal
Pengidap penyakit HIV AIDS juga rentan terserang oleh penyakit yang terjadi
akibat infeksi bakteri / peradangan dibagian organ ginjal. penyakit ginjal ini bisa
mengakibatkan pengidapnya mengalami gangguan pada sistem kemih. Kadang-
kadang penyakit ini juga dijumpai oleh pengidap penyakit HIV yang terkait pada
tahap sedang tahap pengembangan virus didalam tubuh.
e. Radang kulit
Merupakan suatu infeksi yang amat umum untuk pengidap penyakit HIV AIDS.
Kulit mereka akan jadi amat sensitif sehingga rentan terhadap infeksi virus candida.
Penyakit radang kulit ini mengakibatkan infeksi yang serius dibagian selaput lendir,
lidah, tenggorokan & vagina. Penyakit ini dapat amat menyakitkan, apalagi ketika
virus telah menginfeksi bagian dalam tubuh.
f. Radang selaput otak (Mengingitis)
Meningitis merupakan sebuah penyakit yang menjadi ancaman yang berbahaya dan
amat serius bagi pengidap penyakit HIV/AIDS. Peradangan bisa terjadi di daerah
selaput & cairan yang ada pada sum- sum tulang belakang & otak. Infeksi ini bisa
mengakibatkan pusing dan sakit kepala yang luar biasa. Pengidap penyakit
HIV/AIDS seringkali tidak bisa tertolong akibat infeksi meningitis.
g. Penyakit Neurologis
Semua macam penyakit yang berkaitan dengan system syaraf merupakan ancaman
untuk pengidap penyakit HIV AIDS. Terjadinya penyakit ini ditandai dengan
system syaraf yang melemah akibat infeksi bakteri & virus didalam tubuh pasien.
Beberapa gejala awal dari penyakit ini seperti, mengalami cemas, lupa ingatan,
tidak mampu berjalan & mengalami perubahan keadaan mental. Dan bahkan
beberapa pengidap juga dapat mengalami penyakit demensia.
h. Kanker
Pengidap penyakit HIV AIDS juga akan mengalami resiko untuk terserang kanker.
Tubuh yang terserang penyakit ini diakibatkan oleh infeksi dari berbagai bakteri &
virus yang terus berkembang didalam tubuh dan organ tubuh lainnya. Suatu jenis
penyakit kanker yang amat aktif pada pengidap penyakit HIV AIDS ialah sarkoma
Kaposi (penyakit kanker yang timbul didaerah pembuluh darah). Terjadinya
penyakit ini ditandai dengan warna kulit yang berubah menjadi merah, ungu /
merah muda. Penyakit ini juga bisa melanda bagian organ lain seperti paru-paru &
semua saluran pencernaan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit HIV AIDS merupakan tantangan yang besar
bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasran infeksi ataupun
kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional,
sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual
untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Brunner dan suddarth, 2013).
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
b. Keluhan utama/alasan dirawat
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluahn
utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit HIV
AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih
dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari
10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan
oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh,
munculnya herpes zooster berulang dan bercak-bercak gatal diesluruh tubuh
c. Riwayat penyakit/kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah:
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit
HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV.
Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya
keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks
komersial).
f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi:
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau
perawat.
2. Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
3. Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah
4. Pola istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam daan keringat pada malam hari
yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi
terhadap penyakit
5. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan.
Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini
disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun
lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi
tubuh yang lemah.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi dan
stres.
7. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat,
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain
yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
8. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri
rendah.
9. Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisa dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan adaptif.
10. Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karean
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah,
karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan
perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan
agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum
Ditemukan pasien tampak lemah
2) Kesadaran pasien
Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis,
samnolen, stupor bahkan coma.
3) Vital sign
TD : biasanya ditemukan dalam batas normal
Nadi : terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan : biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat
Suhu : biasanya ditemukan suhu tubuh meningkat karena deman
4) BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
5) Kepala
Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
6) Mata
Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil isokor,
refleks pupil terganggu
7) Hidung
Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung
8) Gigi dan mulut
Biasanya ditemukan ulselarasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim
yang menunjukkan kandidiasi
9) Leher
kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur Cryptococcus
neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer getah bening,
10) Jantung
Biasanya tidak ditemukan kelainan
11) Paru-paru
Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada pada pasien AIDS
yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak nafas (dipsnea).
12) Abdomen
Biasanya terdengar bising usus yang hiperaktif
13) Kulit
Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi
sarkoma kaposi)
14) Ekstremitas
Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, dan akral dingin.
2. Diagnosis Keperawatan
Berikut adalah beberapa diagnsa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan HIV AIDS :
Nursalam., Dian Kurniawati, Ninuk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika
Desmawati. (2013). Sistem Hematologi dan Imunologi (Asuhan Keperawatan Umum dan
Maternitas). Jakarta: In Media
Sudoyo, W Aru., Setiyohadi, Bambang., dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III,
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Brunner, Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Handbook For Brunner & Suddarth’s
Textbook Of Medikal-Surgical Nursing) Edisi 12. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Vol.3
Edisi 8. Jakarta: EGC
Haryono, Rudi & Putri Sari Utami, Maria. (2019). Keperawatan Medikal Bedah II. Yogyakarta:
PT Pustaka Baru
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Dilengkapi Asuhan Keperawatan Pada
Sistem Cardio, Perkemihan, Integumen, Persyaratan, Gastrointestinal, Muskuloskeletal,
Reproduksi, Dan Respirasi). Yogyakarta: Nura Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.