Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

HIV AIDS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Sistem Imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang
masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika sistem imun melemah atau
rusak oleh virus seperti HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infek oportunistik. Sistem
imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang,
thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan pembuluh limfa.
Seluruh komponen dari sistem imun tersebut adalah penting dalam produksi dan
perkembangan limfosit atau sel darah putih. Limfosit B dan T diproduksi oleh sel utama
sumsum tulang. Sel B tetap berada di sumsum tulang untuk melengkapi proses
maturasi, sedangkan limfosit T berjalan ke kelenjar thymus untuk melengkapi proses
maturasi. Di kelenjar thymus inilah limfosit T menjadi bersifat imunokompeten,
multipel. dan mampu berdiferensiasi.
HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang menyebabkan
infeksi HIV, sedangkan AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah
tahap infeksi HIV paling tinggi. Dengan kata lain, HIV adalah virus yang dapat
menyebab- kan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) jika tidak dio- bati.
Tidak seperti beberapa virus lain, tubuh manusia tidak dapat menyingkirkan HIV
sepenuhnya, bahkan dengan pengobatan sekalipun. Jadi, jika seseorang sudah
terinfeksi HIV, maka HIV tersebut akan selamanya (seumur hidup) berada didalam
tubuh. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 (sel T) yang
membantu sistem kekebalan melawan infeksi. Jika tidak diobati, HIV akan mengurangi
jumlah sel CD4 (sel T) dalam tubuh sehingga membuat seseorang lebih mungkin untuk
terkena infeksi lain atau kanker terkait infeksi. Seiring berjalannya waktu, HIV dapat
menghancurkan sel-sel tersebut sehingga tubuh tidak dapat melawan infeksi dan
penyakit. Infeksi oportunistik atau kanker ini memanfaatkan sistem kekebalan tubuh
yang sangat lemah. Hal ini menjadi penanda bahwa seseorang tersebut men- gidap
AIDS, yaitu tahap terakhir infeksi HIV. Saat ini tidak ada pengobatan yang efektif
untuk penyembu- han HIV, tetapi dengan perawatan medis yang tepat, HIV dapat
dikendalikan. Obat yang digunakan untuk mengobati HIV disebut terapi antiretroviral
atau ART. Jika diminum dengan cara yang benar setiap hari, obat ini dapat
memperpanjang kehidupan ses- eorang yang terinfeksi HIV. Selain untuk
memperpanjang umur, obat ini juga menjaga seseorang agar tetap sehat, dan
mengurangi kesempatan untuk menginfeksi orang lain. Sebelum pengenalan ART pada
pertengahan 1990-an, seseorang yang terinfeksi HIV dapat berkembang menjadi AIDS
hanya dalam beberapa tahun.
AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV. Sebagian besar orang yang terkena HIV,
bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-
10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu yang
dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menjadi
4 tahapan stadium klinis, dimana pada stadium penyakit HIV yang paling terakhir
(stadium IV) digunakan sebagai indikator AIDS. Sebagian besar keadaan ini
merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, infeksi
tersebut dapat diobati (Siskaningrum dan Bahrudin, 2019).

2. Penyebab/faktor predisposisi
Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus
HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum
suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi
HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap
HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya,
serta narapidana. Namun, infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua
golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika
pada awalnya, sebagian besar odha berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah
terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna
narkotika semakin meningkat. Beberapa bayi yang terbukti tertular HIV dari ibunya
menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari tahap penularan heteroseksual.
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama
HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah:
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
c. Orang yang ketagian obat intravena
d. Partner seks dari penderita AIDS
e. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui:
a. Hubungan seksual (resiko 0,1 - 1%
b. Darah :
- Transfuse darah yang mengandung HIV (resiko 90-98)
- Tertusuk jarum yang mengandung HIV (resiko 0,3)
- Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09)
3. Patofisiologi dan Pohon masalah
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit
T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya
pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem
tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
PATHWAY
Hubungan seks, transfusi darah, plasenta ibu

HIV masuk dalam tubuh

Peredaran darah

Menginfeksi sel sasaran; sel T

Perlengkatan pada reseptor sel T oleh gp 120 HIV

Fusi HIV pada membran sel oleh gp 41

Masuk pada bagian tengah sitoplasma limfosit

Transkripsi RNA virus menjadi cDNA

Terintegrasi ke dalam kromosom pejamu

Membentuk 2 untai DNA; provirus

Sitoplasma

Pemotongan protein virus oleh HIV protease

Segmen segmen kecil mengelilingi RNA virus

Membentuk partikel virus menular


Menyebar ke seluruh sel
Menyerang sel-sel rentan lain tubuh

Sarkoma kaposi multi organ


Diseluruh tubuh Jaringan kulit

Invasi ke saluran gasrointestinal


Menyerang jaringan limfoid Vesikel pada kulit, herpes

Melekat dan merusak sel-


Destruksi sistem imun sel mukosa saluran GI
Hospitalisasi Lesi-lesi kutaneus
AIDS
Turgor kulit jelek Iritasi mukosa
Perasaan malu dan
tidak berguna Penurunan sistem imun
GANGGUAN Merangsang gerakan
RESIKO INTEGRITAS KULIT peristaltik
Perubahan pada citra INFEKSI
tubuh
Pengeluaran cairan
dan elektrolit
Mengkritik diri
Gatal, bersisik
HIPOVOLEMIA

HARGA DIRI Stimulasi serabut saraf nyeri


RENDAH
SITUASIONAL Kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia
Transmisi implus saraf

Ketidaknyamanan intake makanan


Ke medula spinalis

Saraf pusat Anorexia

Respon nyeri Nutrisi inadekuat

Kelemahan

INTOLERANSI AKTIVITAS
4. Klasifikasi
a. Stadium 1
HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi
positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara
satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.
b. Stadium 2
Asimptomatik (tanpa gejala) Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh
terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat
berlangsung rerata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak
sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium 3
pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized
Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung
lebih satu bulan.
d. Stadium 4
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit
konstitusional, penyakit syaraf, dan penyakit infeksi sekunder.
5. Gejala klinis
Gejala menyebar dan dapat memengaruhi setiap sistem organ. Manifestasi berkisar dari
abnormalitas respons imun yang sifatnya ringan tanpa disertai tanda dan gejala yang
jelas hingga imunosupresi yang bermakna, infeksi yang mengancam jiwa, keganasan,
dan efek langsung HIV pada jaringan tubuh.
a. Pernapasan
- Sesak napas, dispnea, batuk, nyeri dada, dan demam terkait dengan infeksi
oportu mistik, seperti yang disebabkan oleh Pneumocystis jiroveci
(pneumonia Pneumocystis [PCP), infeksi yang paling sering terjadi),
Mycobacterium avium-intracellulare, sitomegalovirus (CMV), dan spesies
Legionella.
- Tuberkulosis yang berhubungan dengan HIV terjadi sejak awal proses
infeksi HIV, sering kali mendahului ditegakkannya diagnosis AIDS
b. Gastrointestinal
- Kehilangan nafsu makan Mual dan muntah
- Kandidiasis oral dan esofagus (bercak putih, nyeri saat menelan, nyeri
retrosternum, dan kemungkinan lesi oral)
- Diare kronis, kemungkinan dengan efek yang dramatis (mis., penurunan
berat badan bermakna, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ekskoriasi
kulit perianal, kelemahan, dan ketidakmampuan untuk melaksanakan
aktivitas hidup sehari- hari)

Sindrom Pelisutan (Kakeksia)


- Malnutrisi energi-protein multifaktor
- Penurunan berat badan involunter dan bermakna lebih dari 10% dari berat
badanawal
- Diare kronis (lebih dari 30 hari) atau kelemahan kronis dan demam
intermiten (berkala) atau konstan tanpa dibarengi dengan penyakit lain.
- Anoreksia, diare, malabsorpsi gastrointestinal (GI), kekurangan nutrisi, dan
bagi beberapa pasien mengalami status hipermetabolik.
c. Onkologi
Jenis kanker tertentu sering kali terjadi pada penderita AIDS dan dianggap sebagai
kondisi yang mendefinisikan (menggambarkan) AIDS:
- Sarkoma Kaposi (KS) adalah keganasan yang paling sering dikaitkan
dengan HIV dan mengenai lapisan endotel pembuluh darah dan limfa
(menunjukkan perjalanan penyakit yang beragam dan agresif, berkisar dari
lesi kutaneus lokal sampai pe- nyebaran (diseminata) penyakit yang
mengenai banyak sistem organ).
- Limfoma sel-B adalah keganasan kedua tersering kondisi ini cenderung
terjadi di luar nodus limfe, paling sering terjadi di otak, sumsum tulang
belakang, dan saluran gastrointestinal (GI). Jenis limfoma secara khas
memiliki derajat tinggi, mengindikasikan pertumbuhan yang agresif dan
resistansi terhadap terapi
- Kanker serviks invasif.
d. Neurologi
Gangguan neurokognitif yang berhubungan dengan HIV terdiri dari gangguan kog-
nitif yang sering kali disertai oleh disfungsi motorik dan perubahan perilaku.
- Neuropati perifer yang berhubungan dengan HIV sering dijumpai dalam
proses infeksi HIV dan dapat terjadi dalam beragam pola, dengan jenis yang
paling sering terjadi adalah polineuropati sensori distal (distal sensory
polyneuropathy, DSPN) atau polineuropati simetris distal. Polineuropati
sensori distal dapat memicu nyeri hebat dan penurunan fungsi.
- Ensefalopati HIV (sebelumnya disebut sebagai kompleks demensia AIDS
[ADC]) adalah suatu sindrom klinis yang dicirikan oleh penurunan
progresif fungsi kog- nitif, perilaku, dan motorik. Gejala mencakup defisit
memori, sakit kepala, kesu- litan berkonsentrasi, konfusi progresif,
perlambatan psikomotor, apati, dan ataksia, dan di tahap lanjut terjadi
gangguan kognitif global, perlambatan respons verbal, pandangan
hampa/kosong, paraparesis spastik, hiperrefleksia, psikosis, halusinasi,
tremor, inkontinensia, kejang, mutisme (ketidakmampuan bicara-ed), dan
kema- tian.
- Cryptococcus neoformans, suatu infeksi jamur (demam, sakit kepala, lemah
(malaise), Leher kaku, mual, muntah, perubahan status mental, dan kejang).
- Leukoensefalopati multifokal progresif (PML), suatu gangguan demielinasi
sistem saraf pusat (konfusi mental, kebutaan, afasia, kelemahan otot,
paresis, dan kematian).
- Infeksi lain yang umum terjadi yang mengenai sistem saraf mencakup
Toxoplasma gondii, CMV, dan infeksi Mycobacterium tuberculosis.
- Neuropati sentral dan perifer, termasuk mielopati vaskular (paraparesis
spastik, ataksia, dan inkontinensia).
e. Depresif
- Depresi disebabkan oleh banyak faktor dan dapat mencakup riwayat
penyakit mental sebelumnya, gangguan neuropsikiatrik, faktor psikososial,
atau respons ter- hadap gejala fisik.
- Individu penderita HIV/AIDS yang mengalami depresi dapat mengalami
rasa bersalah dan malu yang tidak rasional, kehilangan harga diri, merasa
tidak berdaya dan tidak berharga, serta memiliki gagasan untuk bunuh diri.
f. Integumen
- Virus sarkoma Kaposi, herpes simpleks, dan herpes zoster serta berbagai
bentuk dermatitis dihubungkan dengan vesikel yang terasa nyeri.
- Folikulitis, yang berhubungan dengan kulit kering dan bersisik atau
dermatitis atopik (eksema atau psoriasis).
g. Ginekologik
- Kandidiasis vaginal berulang dan persisten mungkin merupakan tanda
pertama infeksi HIV.
- Penyakit menular seksual ulseratif, seperti syankroid, sifilis, dan herpes,
lebih berat pada wanita penderita HIV.
- HPV (human papillomavirus) menyebabkan kutil kelamin dan merupakan
faktor risiko neoplasia intraepitel serviks, suatu perubahan sel yang sering
kali menjadi pencetus terjadinya kanker serviks.
- Wanita penderita HIV 10 kali lebih cenderung mengalami neoplasia
intraepitel serviks.
- Wanita penderita HIV memiliki insidensi penyakit radang panggul dan
abnorma- litas menstruasi (amenorea atau perdarahan di antara periode
menstruasi) yang lebih tinggi.

6. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pemeriksaan penunjang dibagi menjadi dua yaitu untuk mendiagnosis HIV/AIDS, dan
untuk mendeteksi gangguan sistem imun.
1. Tes untuk mendiagnosis HIV/AIDS yaitu:
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen Test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun yaitu:
a. Hematokrit
b. LED
c. Rasio CD4/ CD Limfosit
d. Serum mikroglobulin
e. Hemoglobin

7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Antiretroviral (ARV)
Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh
lebih baik. Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi lebih
mudah ditangani. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat, seperti infeksi virus
sitomegalo dan infeksi mikobakterium atipikal, dapat disembuhkan. Pneumonia
Pneumocystis carinii pada odha yang hilang timbul, biasanya mengharuskan odha.
minum obat infeksi agar tidak kambuh. Namun sekarang dengan minum obat ARV
teratur, banyak odha yang tidak memerlukan minum obat profilaksis terhadap
pneumonia, Terdapat penurunan kasus kanker yang terkait dengan HIV seperti
Sarkoma Kaposi dan limfoma dikarenakan pemberian obat-obat antiretroviral
tersebut. Sarkoma Kaposi dapat spontan membaik tanpa pengobatan khusus.
Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan produksi sitokin dan
protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan Sarkoma Kaposi. Selain itu
pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh dapat membentuk respons imun
yang efektif terhadap human herpesvirus 8 (HHV-8) yang dihubungkan dengan
kejadian sarkoma kaposi.
Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse
transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. Tidak semua ARV yang ada
telah tersedia di Indonesia. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan
dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV
direkomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang
termasuk masuk dalam kriteria diagnosis AIDS.atau menunjukkan gejala yang
sangat berat, tanpa melihat jumlah limfosit CD4+. Obat ini juga direkomendasikan
pada pasien asimptomatik dengan llimfosit CD4+ kurang dari 200 sel/ mm'. Pasien
asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200-350 sel/mm' dapat ditawarkan untuk
memulai terapi. Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/ mm'dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai, namun
dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan
limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm'dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3
obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan
keunggulan dan kerugiannya masing-masing. Kombinasi obat antiretroviral lini
pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin
(ZDV)/lamivudin (3TC), dengan nevirapin (NVP)
Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan
profilaksis pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung virus
HIV (post- exposure prophylaxis) dan pencegahan penularan dari ibu ke
bayi..Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat
ARV penting untuk mendapat perhatian lebih besar mengingat sudah ada beberapa
bayi di Indonesia yang tertular HIV dari ibunya. Efektivitas penularan HIV dari ibu
ke bayi adalah sebesar 10-30%. Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIV, ada
10 sampai 30 bayi yang akan tertular. Sebagian besar penularan terjadi sewaktu
proses melahirkan, dan sebagian kecil melalui plasenta selama kehamilan dan
sebagian lagi melalui air susu ibu. Kendala yang dikhawatirkan adalah biaya untuk
membeli obat ARV. Obat ARV yang dianjurkan untuk PTMCT adalah zidovudin
(AZT) atau nevirapin. Pemberian nevirapin dosis tunggal untuk ibu dan anak dinilai
sangat. mudah untuk diterapkan dan ekonomis. Sebetulnya pilihan yang terbaik
adalah pemberian ARV yang dikombinasikan dengan operasi caesar, karena dapat
menekan penularan sampai 1%. Namun sayangnya di negara berkembang seperti
Indonesia tidak mudah untuk melakukan operasi sectio caesaria yang murah dan
aman.
b. Interaksi dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Masalah koinfeksi tuberculosis dengan HIV merupakan masalah yang sering
dihadapi di Indonesia. Pada prinsipnya, pemberian OAT pada odha tidak berbeda
dengan pasien HIV negatif. Interaksi antar OAT dan ARV, terutama efek
hepatotoksisitasnya, harus sangat diperhatikan. Pada odha yang telah mendapat
obat ARV sewaktu diagnosis TB ditegakkan, maka obat ARV tetap diteruskan
dengan evaluasi yang lebih ketat. Pada odha yang belum mendapat terapi ARV,
waktu pemberian obat disesuaikan dengan kondisinya. Tidak ada interaksi
bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida, kecuali ddl yang harus
diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer antasida.
Interaksi dengan OAT terutama terjadi pada ARV golongan non-nukleosida dan
inhibitor protease. Obat ARV yang dianjurkan digunakan pada odha dengan TB
adalah evafirenz. Rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82% dan
dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37% Namun, jika evafirenz tidak
memungkinkan diberikan, Pada pemberian bersama rifampisn dan nevirapin, dosis
nevirapin tidak perlu dinaikkan.

8. Komplikasi
a. Tuberkulosis (Infeksi TBC)
Suatu pemicu terjadinya kematian tertinggi dari pengidap HIV/AIDS ialah penyakit
Tuberkulosis / TBC. Penyakit ini dapat dialami oleh pengidap penyakit HIV AIDS
dikarenakan oleh serangan infeksi dari bakteri Tuberkulosis. Tubuh penderita akan
mengalami demam, batuk berdarah, lemah & mengalami kekurangan daya untuk
melakukan aktifitas ringan. Dan ini merupakan suatu infeksi ringan yang umum
dan sering dijumpai dari pengidap penyakit HIV AIDS.
b. Infeksi Herpes
Herpes merupakan sebuah penyakit yang paling umum dialami oleh pengidap
penyakit HIV AIDS, sehingga keadaan penyakit ini dapat menjadi lebih kronis.
Virus akan berdiam didalam tubuh pengidapnya sehingga pada sistem imunitas
tubuh yang melemah, maka infeksi bisa menyerang kapan saja. Infeksi yang
ditampakkan pada herpes yaitu timbul dibagian kulit dan alat kelamin. Akan tetapi,
pengidap HIV AIDS mampu menghadapi keadaan yang lebih serius jika virus telah
menyerang ke bagian mata, jantung, paru-paru dan saluran pencernaan.
c. Tipes
Tipes gampang melanda dan menyerang pengidap penyakit HIV/AIDS, penyakit
ini dapat terjadi diakibatkan oleh infeksi dari bakteri Salmonella yang adanya
didalam air / pada jenis makanan yang kurang bersih. Tipes juga merupaka sebuah
kondisi penyakit yang amat umum dialami oleh pengidap penyakit HIV AIDS,
sehingga membuat penyakit berkembang dengan cepat & memicu terjadinya
infeksi yang kronis. Beberapa gejala tipes yang kerap dijumpai ialah sakit perut,
diare,demam, mual serta muntah. Perawatan sangat dibutuhkan oleh pengidap
penyakit HIV AIDS jika telah terserang oleh penyakit tipes ini.
d. Gagal Ginjal
Pengidap penyakit HIV AIDS juga rentan terserang oleh penyakit yang terjadi
akibat infeksi bakteri / peradangan dibagian organ ginjal. penyakit ginjal ini bisa
mengakibatkan pengidapnya mengalami gangguan pada sistem kemih. Kadang-
kadang penyakit ini juga dijumpai oleh pengidap penyakit HIV yang terkait pada
tahap sedang tahap pengembangan virus didalam tubuh.
e. Radang kulit
Merupakan suatu infeksi yang amat umum untuk pengidap penyakit HIV AIDS.
Kulit mereka akan jadi amat sensitif sehingga rentan terhadap infeksi virus candida.
Penyakit radang kulit ini mengakibatkan infeksi yang serius dibagian selaput lendir,
lidah, tenggorokan & vagina. Penyakit ini dapat amat menyakitkan, apalagi ketika
virus telah menginfeksi bagian dalam tubuh.
f. Radang selaput otak (Mengingitis)
Meningitis merupakan sebuah penyakit yang menjadi ancaman yang berbahaya dan
amat serius bagi pengidap penyakit HIV/AIDS. Peradangan bisa terjadi di daerah
selaput & cairan yang ada pada sum- sum tulang belakang & otak. Infeksi ini bisa
mengakibatkan pusing dan sakit kepala yang luar biasa. Pengidap penyakit
HIV/AIDS seringkali tidak bisa tertolong akibat infeksi meningitis.
g. Penyakit Neurologis
Semua macam penyakit yang berkaitan dengan system syaraf merupakan ancaman
untuk pengidap penyakit HIV AIDS. Terjadinya penyakit ini ditandai dengan
system syaraf yang melemah akibat infeksi bakteri & virus didalam tubuh pasien.
Beberapa gejala awal dari penyakit ini seperti, mengalami cemas, lupa ingatan,
tidak mampu berjalan & mengalami perubahan keadaan mental. Dan bahkan
beberapa pengidap juga dapat mengalami penyakit demensia.
h. Kanker
Pengidap penyakit HIV AIDS juga akan mengalami resiko untuk terserang kanker.
Tubuh yang terserang penyakit ini diakibatkan oleh infeksi dari berbagai bakteri &
virus yang terus berkembang didalam tubuh dan organ tubuh lainnya. Suatu jenis
penyakit kanker yang amat aktif pada pengidap penyakit HIV AIDS ialah sarkoma
Kaposi (penyakit kanker yang timbul didaerah pembuluh darah). Terjadinya
penyakit ini ditandai dengan warna kulit yang berubah menjadi merah, ungu /
merah muda. Penyakit ini juga bisa melanda bagian organ lain seperti paru-paru &
semua saluran pencernaan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit HIV AIDS merupakan tantangan yang besar
bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasran infeksi ataupun
kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional,
sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual
untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Brunner dan suddarth, 2013).
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
b. Keluhan utama/alasan dirawat
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluahn
utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit HIV
AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih
dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari
10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan
oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh,
munculnya herpes zooster berulang dan bercak-bercak gatal diesluruh tubuh
c. Riwayat penyakit/kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah:
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit
HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV.
Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya
keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks
komersial).
f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi:
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau
perawat.
2. Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
3. Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah
4. Pola istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam daan keringat pada malam hari
yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi
terhadap penyakit
5. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan.
Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini
disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun
lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi
tubuh yang lemah.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi dan
stres.
7. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat,
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain
yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
8. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri
rendah.
9. Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisa dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan adaptif.
10. Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karean
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah,
karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan
perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan
agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum
Ditemukan pasien tampak lemah
2) Kesadaran pasien
Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis,
samnolen, stupor bahkan coma.
3) Vital sign
TD : biasanya ditemukan dalam batas normal
Nadi : terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan : biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat
Suhu : biasanya ditemukan suhu tubuh meningkat karena deman
4) BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
5) Kepala
Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
6) Mata
Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil isokor,
refleks pupil terganggu
7) Hidung
Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung
8) Gigi dan mulut
Biasanya ditemukan ulselarasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim
yang menunjukkan kandidiasi
9) Leher
kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur Cryptococcus
neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer getah bening,
10) Jantung
Biasanya tidak ditemukan kelainan
11) Paru-paru
Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada pada pasien AIDS
yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak nafas (dipsnea).
12) Abdomen
Biasanya terdengar bising usus yang hiperaktif
13) Kulit
Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi
sarkoma kaposi)
14) Ekstremitas
Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, dan akral dingin.
2. Diagnosis Keperawatan
Berikut adalah beberapa diagnsa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan HIV AIDS :

1. SDKI D.0056 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan

2. SDKI D.0087 Harga Diri Rendah Situasional berhubungan dengan Perubahan


pada citra tubuh

3. SDKI D.0129 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan


Perubahan status nutrisi

4. SDKI D.0023 Hipovolemia berhubungan dengan Kehilangan cairan aktif

5. SDKI D.0142 Risiko Infeksi berhubungan dengan Ketidakadekuatan


pertahanan tubuh sekunder
3. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI) Rasional


(SLKI)
Keperawatan (SDKI)
1. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I.05178) Manajemen Energi (I.05178)
(D.0056) berhubungan keperawatan selama … x 24 Observasi : Observasi :
dengan kelemahan jam diharapkan Toleransi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh 1. Untuk mengidentifikasi gangguan
Aktivitas (L.05047) yang mengakibatkan kelelahan fungsi tubuh yang mengakibatkan
Tanda mayor meningkat dengan kriteria hasil 2. Monitor kelelahan fisik dan kelelahan
DS : : emosional 2. Untuk memonitor kelelahan fisik dan
- Mengeluh lelah 1. Kemudahan melakukan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
DO : aktivitas sehari-hari 3. Untuk memonitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan
- Frekuensi jantung meningkat (5) 4. Untuk memonitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
meningkat >20% 2. Kecepatan berjalan ketidaknyamanan selama melakukan
melakukan aktivitas
dari kondisi meningkat (5) aktivitas
Terapeutik
istirahat 3. Jarak berjalan meningkat (5) Teraputik :
4. Kekuatan tubuh bagian atas 5. Sediakan lingkungan nyaman dan
5. Untuk menciptakan lingkungan
Tanda minor meningkat (5) rendah stimulus
nyaman dan rendah stimulus
DS: 5. Kekuatan tubuh bagian 6. Lakukan latihan rentang gerak
6. Untuk melakukan latihan rentang
- Dispnea bawah meningkat (5) pasif dan/atau aktif
gerak pasif dan/atau aktif
saat/setelah 6. Toleransi menaiki tangga 7. Berikan aktivitas distraksi yang
aktivitas meningkat (5) menenangkan 7. Agar aktivitas distraksi yang
- Merasa tidak 7. Keluhan lelah menurun (5) 8. Fasilitasi duduk di sisi tempat menenangkan menjadi lebih baik
nyaman setelah 8. Dispnea saat aktivitas tidur, jika tidak dapat berpindah
8. Untuk memfasilitasi duduk di sisi
beraktivitas menurun (5) atau berjalan
tempat tidur, jika tidak dapat
- Merasa lemah 9. Dispnea setelah aktivitas
Edukasi berpindah atau berjalan
DO : menurun (5)
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
- Tekanan darah 10. Aritmia saat aktivitas
9. Untuk menganjurkan tirah baring
berubah >20% dari menurun (5) 10. Anjurkan melakukan aktivitas
kondisi istirahat 11. Aritmia setelah aktivitas secara bertahap 10. Untuk menganjurkan melakukan
- Gambaran EKG menurun (5) 11. Anjurkan menghubungi perawat aktivitas secara bertahap
menunjukkan jika tanda dan gejala kelelahan
12. Sianosis menurun (5) 11. Untuk menganjurkan menghubungi
aritmia saat / tidak berkurang perawat jika tanda dan gejala
setelah aktivitas 13. Perasaan lemah menurun (5) 12. Ajarkan strategi koping untuk kelelahan tidak berkurang
- Gambaran EKG 14. Frekuensi nadi membaik (5) mengurangi kelelahan 12. Untuk mengajarkan strategi koping
menunjukkan
15. Warna kulit membaik (5) untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
iskemia
Kolaborasi
- Sianosis 16. Tekanan darah membaik (5) 13. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asuhan 13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
17. Saturasi oksigen membaik
makanan cara meningkatkan asuhan makanan
(5)

18. Frekuensi nafas membaik


(5)

19. EKG iskemia membaik (5)


2. Harga Diri Rendah Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama Intervensi Utama
Situasional (D.0087) keperawatan selama …. X Manajemen Perilaku (I.12463) Manajemen Perilaku (I.12463)
Berhubungan dengan 24 jam diharapkan Harga Observasi Observasi
perubahan pada citra Diri (L.09069) meningkat 1. Identifikasi harapan untuk 1. Untuk mengidentifikasi harapan untuk
tubuh dengan kriteria hasil : mengendalikan perilaku mengendalikan perilaku
Tanda mayor 1. Penilaian diri positif Terapeutik Terapeutik
DS: meningkat (5) 2. Diskusikan tanggung jawab 2. Untuk mendiskusikan tanggung jawab
- Menilai diri negatif 2. Perasaan memiliki terhadap perilaku terhadap perilaku
(mis.tidak kelebihan atau 3. Jadwalkan kegiatan terstruktur 3. Untuk menjadwalkan kegiatan
berguna,tidak kemampuan positif 4. Ciptakan dan pertahankan terstruktur
tertolong) meningkat (5) lingkungan dan kegiatan 4. Untuk menciptakan dan pertahankan
- Merasa 3. Penerimaan penilaian perawatan konsisten setiap dinas lingkungan dan kegiatan perawatan
malu/bersalah positif terhadap diri 5. Tingkatkan aktivitas fisik sesuai konsisten setiap dinas
- Melebih-lebihkan sendiri meningkat (5) kemampuan 5. Untuk meningkatkan aktivitas fisik
penilaian negatif 4. Minat mencoba hal baru 6. Batasi jumlah pengunjung sesuai kemampuan
tentang diri sendiri meningkat (5) 7. Bicara dengan nada rendah dan 6. Untuk membatasi jumlah pengunjung
- Menolak penilaian 5. Berjalan menampakkan tenang 7. Untuk menganjurkan bicara dengan
positif tentang diri wajah meningkat (5) 8. Lakukan kegiatan pengalihan nada rendah dan tenang
sendiri 6. Postur tubuh terhadap sumber agitasi 8. Untuk melakukan kegiatan pengalihan
DO : menampakkan wajah 9. Cegah perilaku pasif dan agresif\ terhadap sumber agitasi
- Berbicara pelan dan meningkat (5) 10. Beri penguatan positif terhadap 9. Untuk mencegah perilaku pasif dan
lirih 7. Konsentrasi meningkat (5) keberhasilan mengendalikan agresif
- Menolak 8. Tidur meningkat (5) perilaku 10. Untuk memberikan penguatan positif
berinteraksi dengan 9. Kontak mata meningkat 11. Lakukan pengekangan fisik sesuai terhadap keberhasilan mengendalikan
orang lain (5) indikasi perilaku
- Berjalan menunduk 10. Gairah aktivitas 12. Hindari bersikap menyudutkan 11. Untuk melakukan pengekangan fisik
- Postur tubuh meningkat (5) dan menghentikan pembicaraan sesuai indikasi
menunduk 11. Aktif meningkat (5) 13. Hindari sikap mengancam dan 12. Untuk menghindari bersikap
12. Percaya diri berbicara berdebat menyudutkan dan menghentikan
Tanda minor meningkat (5) 14. Hindari berdebat atau menawar pembicaraan
DS : 13. Perilaku asertif meningkat batas perilaku yang telah 13. Untuk menghindari sikap mengancam
- Sulit berkonsentrasi (5) ditetapkan dan berdebat
DO : 14. Kemampuan membuat 14. Untuk menghindari berdebat atau
- Kontak mata keputusan meningkat (5) Edukasi menawar batas perilaku yang telah
kurang 15. Perasaan malu menurun 15. Informasikan keluarga bahwa ditetapkan
- Lesu dan tidak (5) keluarga sebagai dasar pembentuk
bergairah Pasif 16. Perasaan bersalah kognitif Edukasi
- Tidak mampu menurun (5) 15. Untuk menginformasikan keluarga
membuat 17. Perasaan tidak mampu bahwa keluarga sebagai dasar
keputusan melakukan apapun pembentuk kognitif
menurun (5)
18. Meremehkan kemampuan
mengatasi masalah
menurun (5)
19. Ketergantungan pada
penguatan secara
berlebihan menurun (5)
20. Pencarian penguatan
secara berlebihan
menurun (5)
3. Gangguan Integritas Setelah diberikan asuhan Intervensi Utama Intervensi Utama
Kulit/Jaringan keperawatan selama …. x Perawatan Integritas Kulit/ Perawatan Integritas Kulit/Jaringan
(D.0129) berhubungan 24 jam diharapkan Jaringan (I.11353) (I.11353)
dengan perubahan Integritas Kulit/ Observasi Observasi
status nutrisi Jaringan Meningkat 1. Identifikasi penyebab gangguan 1. Untuk mengidentifikasi penyebab
(L.14125) dengan kriteria integritas kulit (mis. Perubahan gangguan integritas kulit (mis.
Tanda mayor hasil : sirkulasi, perubahan status nutrisi, Perubahan sirkulasi, perubahan status
DS : - 1. Elastisitas meningkat (5) penurunan kelembaban, suhu nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
DO : 2. Hidrasi meningkat (5) lingkungan ekstrem, penurunan lingkungan ekstrem, penurunan
- Kerusakan jaringan dan 3. Perfusi jaringan mobilitas ) mobilitas )
atau lapisan kulit meningkat (5) Terapeutik
4. Kerusakan jaringan 2. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah Terapeutik
Tanda minor menurun (5) baring 2. Untuk memberikan posisi setiap 2 jam
DS : - 5. Kerusakan lapisan kulit 3. Lakukan pemijatan pada area jika tirah baring
DO : menurun (5) penonjolan tulang, jika perlu 3. Untuk melakukan pemijatan pada
- Nyeri 6. Nyeri menurun (5) 4. Bersihkan perineal dengan air area penonjolan tulang,jika perlu
- Perdarahan 7. Perdarahan menurun (5) hangat,terutama selama periode 4. Untuk membersihkan perineal dengan
- Kemerahan 8. Kemerahan menurun (5) diare air hangat,terutama selama periode diare
- Hematoma 9. Hematoma menurun (5) 5. Gunakan produk berbahan 5. Untuk menggunakan produk berbahan
10. Pigmentasi abnormal petrolium atau minyak pada kulit petrolium atau minyak pada kulit kering
menurun (5) kering 6. Untuk menggunakan produk berbahan
11. Jaringan parut menurun (5) 6. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
12. Nekrosis menurun (5) ringan/alami dan hipoalergik pada sensitif
13. Abrasi kornea menurun (5) kulit sensitif 7. Untuk menghindari produk berbahan
14. Suhu kulit membaik (5) 7. Hindari produk berbahan dasar dasar alkohol pada kulit kering
15. Sensasi membaik (5) alkohol pada kulit kering
16. Tektur membaik (5) Edukasi : Edukasi :
17. Pertumbuhan rambut 8. Anjurkan menggunakan pelembab 8. Untuk menganjurkan menggunakan
membaik (5) (mis. lotion, serum ) pelembab (mis.lotion,serum )
9. Anjurkan minum air yang cukup 9. Untuk menganjurkan minum air yang
10. Anjurkan meningkatkan asupan cukup
nutrisi 10. Untuk menganjurkan meningkatkan
11. Anjurkan meningkatkan asupan asupan nutrisi
buah dan sayur 11. Untuk menganjurkan meningkatkan
12. Anjurkan menghindari terpapar asupan buah dan sayur
suhu ekstrem 12. Untuk menganjurkan menghindari
13. Anjurkan menggunakan tabir surya terpapar suhu ekstrem
SPF minimal 30 saat berada diluar 13. Untuk menganjurkan menggunakan tabir
rumah surya SPF minimal 30 saat berada diluar
14. Anjurkan mandi dan menggunakan rumah
sabun secukupnya 14. Untuk menganjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya

4. Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama Intervensi Utama


berhubungan dengan keperawatan selama … x 24
Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia (I.03116)
kehilangan cairan aktif jam diharapkan Status Cairan
(I.03116)
(L.03028) membaik dengan Observasi

Tanda mayor kriteria hasil: Observasi


1. Untuk memeriksa tanda dan gejala
DS : - 1. Kekuatan nadi meningkat 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi
DO : (5) hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan
- Frekuensi nadi 2. Output urine meningkat meningkat, nadi teraba lemah, darah menurun, tekanan nadi
meningkat (5) tekanan darah menurun, tekanan menyempit,turgor kulit menurun,
- Nadi teraba lemah 3. Membran mukosa lembap nadi menyempit,turgor kulit membrane mukosa kering, volume urine
- Tekanan darah meningkat (5) menurun, membrane mukosa menurun, hematokrit meningkat, haus
menurun 4. Pengisian vena kering, volume urine menurun, dan lemah)
- Tekanan nadi meningkat (5) hematokrit meningkat, haus dan
2. Untuk memonitor intake dan output
menyempit 5. Ortopnea menurun (5) lemah)
cairan
- Turgor kulit 6. Dispnea menurun (5)
2. Monitor intake dan output cairan
menurun 7. Paroxysmal nocturnal Terapeutik
- Membran mukosa dyspnea (PND ) menurun Terapeutik
kering (5) 3. Hitung kebutuhan cairan 3. Untuk menghitung kebutuhan cairan
- Volume urin 8. Edema anasarka menurun
4. Berikan posisi modified 4. Untuk memberikan posisi modified
menurun (5)
trendelenburg trendelenburg
- Hematokrit 9. Edema perifer menurun
meningkat (5) 5. Berikan asupan cairan oral 5. Untuk memberikan asupan cairan oral

10. Berat badan menurun (5) Edukasi : Edukasi :


Tanda minor 11. Distensi vena jugularis
6. Anjurkan memperbanyak asupan 6. Untuk menganjurkan memperbanyak
DS : menurun (5)
cairan oral asupan cairan oral
- Merasa lemah 12. Suara nafas tambahan
- Mengeluh haus menurun (5) 7. Anjurkan menghindari perubahan 7. Anjurkan menghindari perubahan posisi
DO : 13. Kongesti paru menurun posisi mendadak mendadak
- Pengisian vena (5)
Kolaborasi : Kolaborasi :
menurun 14. Perasaan lemah menurun
8. Kolaborasi pemberian cairan IV 8. Untuk mengkolaborasi pemberian cairan
- Status mental (5)
isotonis (mis.NaCl,RL ) IV isotonis (mis.NaCl, RL )
berubah 15. Rasa haus menurun (5)
- Suhu tubuh 16. Konsentrasi urin menurun 9. Kolaborasi pemberian IV 9. Untuk mengkolaborasi pemberian IV
meningkat (5) hipotonis (mis.glukosa 2,5%,NaCl hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
- Konsentrasi urin 17. Frekuensi nadi membaik 0,4% ) 0,4%)
meningkat (5)
10. Kolaborasi pemberian cairan 10. Untuk mengkolaborasi pemberian cairan
- Berat badan turun 18. Tekanan darah membaik
koloid (mis.albumin, plasmanate ) koloid (mis.albumin,plasmanate )
tiba-tiba (5)
19. Tekanan nadi membaik 11. Kolaborasi pemberian produk 11. Untuk mengkolaborasi pemberian
(5) darah produk darah
20. Turgor kulit membaik (5)
21. Jugular venous pressure
(JVP ) membaik (5)
22. Hemoglobin membaik (5)
23. Hematokrit membaik (5)
24. Cental venous pressure
membaik (5)
25. Refluks hepatojugular
membaik (5)
26. Berat badan membaik (5)
27. Hepatomegali membaik
(5)
28. Oliguria membaik (5)
29. Intake cairan membaik
(5)
30. Status mental membaik
(5)
31. Suhu tubuh membaik (5)
5. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama Intervensi Utama
(D.0142) keperawatan selama … x 24
Pencegahan Infeksi (I.14539) Pencegahan Infeksi (I.14539)
jam diharapkan Tingkat
Observasi Observasi
Berhubungan dengan Infeksi (L.14137) menurun 1. Monitor tanda dan gejala Infeksi 1. Untuk memonitor tanda dan gejala
ketidakadekuatan dengan kriteria hasil: lokal dan sistemik Infeksi lokal dan sistemik
pertahanan tubuh 1. Kebersihan tangan Terapeutik Terapeutik
sekunder meningkat (5) 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Untuk membatasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan 3. Berikan perawatan kulit pada area 3. Untuk memberikan perawatan kulit
meningkat (5) edema pada area edema
3. Demam menurun (5) 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah 4. Untuk mencuci tangan sebelum dan
4. Kemerahan menurun (5) kontak dengan pasien dan sesudah kontak dengan pasien dan
5. Nyeri menurun (5) lingkungan pasien lingkungan pasien
6. Bengkak menurun (5) 5. Pertahankan teknik aseptik pada 5. Untuk mempertahankan teknik
7. Vesikel menurun (5) pasien berisiko tinggi aseptik pada pasien berisiko tinggi
8. Cairan berbau busuk Edukasi| Edukasi|
menurun (5) 6. Jelaskan tanda dan gejala Infeksi 6. Untuk menjelaskan tanda dan gejala
9. Sputum berbau hijau 7. Ajarkan cara cuci tangan dengan Infeksi
menurun (5) benar 7. Untuk mengajarkan cara cuci tangan
10. Drainase purulen menurun 8. Ajarkan etika batuk dengan benar
(5) 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi 8. Untuk mengajarkan etika batuk
11. Piuria menurun (5) luka atau luka operasi
9. Untuk mengajarkan cara memeriksa
12. Periode malaise menurun 10. Anjurkan meningkatkan asupan
kondisi luka atau luka operasi
(5) nutrisi
13. Periode menggigil 11. Anjurkan meningkatkan asupan 10. Untuk menganjurkan meningkatkan

menurun (5) cairan asupan nutrisi


14. Letargi menurun (5) Kolaborasi : 11. Untuk menganjurkan meningkatkan
15. Gangguan kognitif asupan cairan
12. Kolaborasi pemberian imunisasi,
menurun (5)
jika perlu Kolaborasi :
16. Kadar sel darah putih
membaik (5) 12. Untuk mengkolaborasi pemberian

17. Kultur darah membaik (5) imunisasi,jika perlu

18. Kultur urine membaik (5)


19. Kultur sputum membaik
(5)
20. Kultur area luka membaik
(5)
21. Kultur feses membaik (5)
22. Nafsu makan membaik (5)
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam., Dian Kurniawati, Ninuk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika
Desmawati. (2013). Sistem Hematologi dan Imunologi (Asuhan Keperawatan Umum dan
Maternitas). Jakarta: In Media
Sudoyo, W Aru., Setiyohadi, Bambang., dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III,
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Brunner, Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Handbook For Brunner & Suddarth’s
Textbook Of Medikal-Surgical Nursing) Edisi 12. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Vol.3
Edisi 8. Jakarta: EGC
Haryono, Rudi & Putri Sari Utami, Maria. (2019). Keperawatan Medikal Bedah II. Yogyakarta:
PT Pustaka Baru
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Dilengkapi Asuhan Keperawatan Pada
Sistem Cardio, Perkemihan, Integumen, Persyaratan, Gastrointestinal, Muskuloskeletal,
Reproduksi, Dan Respirasi). Yogyakarta: Nura Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai