Anda di halaman 1dari 23

REFRAT

HIVAN (HIV associated nephrophaty)

OLEH
FERDIAN RIZTAVY
04101001017

Pembimbing
Dr. Suprapti, Sp.PD
BAB I
PENDAHULUAN
HIV atau Human Imunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel
darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak
sehat dan belum membutuhkan pengobatan. Namun orang tersebut dapat
menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko
dan berbagi alat suntik dengan orang lain1.
HIV juga merupakan salah satu penyakit yang ditakutkan oleh semua
orang. Penderita penyakit ini selalu dipandang negatif oleh semua orang akibat
dari penularan penyakit ini yang berasal dari hubungan seksual, pemakaian jarum
suntik yang bergantian, walaupun ada penularan yang berasal dari ibu ke anaknya
saat mengandung.
Secara epidemiologi, diperkirakan tahun 2012 terdapat 35,3 juta jiwa
(32,2-38,8) juta jiwa hidup dengan HIV di seluruh dunia 2. Sedangkan pada tahun
2013 terdapat 4,9 juta jiwa yang menderita HIV di seluruh dunia dengan rincian
1,7 juta adalah perempuan dan 3,2 juta jiwa adalah laki-laki. 350 ribu jiwa dengan
kasus baru dan 23 ribu adalah anak-anak. 270 juta jiwa meninggal akibat HIV3.
Di Indonesia pada tahun 2013 tercatat 610 ribu jiwa hidup dengan HIV,
sebagai rincian 76 ribu diantaranya adalah kasus baru dan 27 ribu lainnya telah
meninggal dunia 3 .
HIV merupakan salah satu penyakit yang menakutkan, karena dapat
menyebabkan gangguan ke seluruh sistem di tubuh manusia. Salah satunya adalah
gangguan fungsi ginjal. Sebenarnya banyak penyakit yang dapat ditimbulkan dari
HIV, akan tetapi gangguan pada ginjal paling banyak yang menarik untuk dilihat.
Contohnya adalah HIVAN atau Human Imunodeficiency Virus Associated
Nephropathy.
HIVAN merupakan suatu komplikasi pada ginjal yang diakibatkan dari
lamanya gangguan terjadi pada ginjal seseorang atau bersifat kronik. Pasien
pertama yang diidentifikasi menderita HIVAN adalah seseorang di New York
tahun 1984. Keadaan orang tersebut HIVAN dikarenakan infeksi HIV tersebut
tidak menunjukan beberapa gangguan imunitas dan perubahan pada ginjal secara
histologi. Akan tetapi pada beberapa kasus, pasien dengan HIVAN menunjukan
gejala sindrom nefrotik berat dan ketidakmampuan ginjal dalam melaksanakan
tugasnya.
Kasus HIVAN sering terjadi pada ras african-america, belum diketahui
mengapa demikian akantetapi rentang usia 20-64 tahun paling sering di Amerika.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV

2.1.1 Definisi

HIV atau Human Imunodeficiency Virus adalah infeksi retrovirus ke sel


pada sistem imun, menghancurkan atau mengubah fungsi dari sistem imun
tersebut. Perkembangan infeksi virus ini menyebabkan sistim imun menurun dan
mengakibatkan seseorang jadi mudah menjadi rentan terkena penyakit. Tahap
akhir dari infeksi HIV adalah AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome.
AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang timbul akibat
adanya penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan adanya infeksi HIV. Untuk
menuju tahap ini, dibutuhkan waktu 10-15 tahun dan obat antiretrovirus dan
memperlambat proses perkembangan penyakit ini4.

2.1.2 Etiologi
Penyebab penyakt HIV ini diakibatkan oleh penularan virus HIV-1 dan

HIV-25.

Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yang
diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari Perancis,
yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated virus) dan oleh Robert
Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya menamakannya HTLV-III (human T
lymphotropic virus type III).

Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia
dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis. HIV-1 telah berevolusi dari sebuah
simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies chimpanzee,
Pan troglodyte troglodyte. HIV-2 melompat spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda,
ditemukan dalam sooty mangabeys, monyet dunia lama Guinea-Bissau.

Pohon filogenetik SIV dan HIV

HIV adalah anggota dari genus lentivirus, bagian dari keluarga retroviridae yang ditandai
dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host awal yang
mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1
dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan
sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan masih terkurung
di Afrika Barat.
Taksonomi

VI: ssRNA-RT viruses (+) sense RNA dengan DNA

Kingdom : Virus

Unassigned Viruses

Retro-transcribing v

Familia : Retroviridae

Subfamilia : Orthoretrovirinae

Genus : Lentivirus

Primate lentivirus group

Spesies : Human immunodeficiency virus 1

Spesies : Human immunodeficiency virus 2

2
1

10 9

Daur hidup
1. Virus Bebas

2. Pengikatan dan pemaduan : virus mengikat reseptor CD4 dan salah satu
reseptor bersama (CCR5 dan CXCR$). Molekul reseptor adalah umum berada di
permukaan sel, kemudian virus memadukan dengan sel.

3. Infeksi virus menembus sel, kemudian isi sel dikosongkan

4. Reverse transcription : rantai tunggal RNA virus diubah jadi DNA rantai ganda
oleh enzim reverse trancriptase

5. Penyatuan : DNA virus disatukan dan membentuk DNA sel oleh enzim integrase

6. Transcription : Waktu sel terinfeksi bereplikasi, DNA virus dibaca dan rantai
protein sedang disatukan

7. Perakitan

8. Tonjolan : Virus yang belum matang mendesak keluar sel, diikuti oleh selaput
sel.

9. Virus belum matang : virus ini melepaskan diri dari sel yang terinfeksi

10. Virus matang : Rantai protein pada bibit virus baru dipotong oleh enzim
protease menjadi protein tunggal. Protein ini bergabung menjadi virus yang siap
bekerja

2.1.3 Patofisiologi

HIV-1 dan HIV-2 adalah retrovirus dari keluarga retroviridae dengan


genus lentivirus. Mereka memiliki pembungkus atau pelindung, diploid, rantai
tunggal dan positive-sense RNA.

Sel target dari virus ini adalah sel yang memiliki reseptor CD4, yaitu
limfosit CD4+ (sel T helper) dan monosit atau makrofag.Beberapa sel lain yang
dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vivo ataupun in vitro adalah
megakariosit, epidermal langerhans, periferal dendritik, mukosa rektal, mukosa
saluran cerna, sel serviks, sel trofoblas dan epitel ginjal.6

HIV yang menyerang sel CD4 atau T helper (Th), mengakibatkan


jumlahnya menurun, demikian juga dari waktu ke waktu jumlahnya menurun. Th
yang berfungsi untuk mengstur sistem imunitas tubuh, bila terativasi Th akan
merangsang merangsang baik secara respon imun humoral maupun respon imun
seluler sehingga seluruh sistem imun dapat terpengaruh

Terjadi penurunan spesifik terhadap sel T helper CD4, akibat pembalikan


normal rasio sel CD4/CD8 dan disregulasi produksi antibodi sel B. Respon imun
terhadap antigen tertentu menjadi berkurang dan host mulai gagal untuk merespon
secara adekuat terhadap infeksi dan organisme yang biasanya tidak berbahaya.
Karena mempengaruhi imunitas seluler, infeksi cenderung nonbacterial (jamur,
virus) .

a) Abnormalitas Pada Imunitas Selular

Untuk mengatasi organisme intrasseluler seperti infeksi jamur dan


bakteri yang paling penting adalah Cell Mediated Immunity (CMI). Fungsi
ini dilakukan oleh sel makrofag dan CTLs (cytotoxic T Lymphocyte atau
Tc), yang teraktivasi oleh sitokin yang dilepaskan oleh limfosit CD4.
Demikian juga sel NK (Natural Killer), yang berfungsi membunuh sel
yang terinfeksi verus atau sel ganas secara langsung, disamping secara
spesifik membunuh sel yang dibungkus oleh antibody melalui mekanisme
antibody dependent cell mediated cytoxicity (ADCC).

Sel Th: jumlah dan fungsinya menurun. Paa umumnya penyakit


indikator AIDS tidak terjadi sebelum CD4 mencapai 200/uL bahkan
sebagian besar setelah CD4 mencapai 100/uL. Makrofag: Fungsi
fagositosis dan kemotaksisnya menurun, termasuk juga kemampuannya
menghancurkan organisme intraseluler.
Sel Tc: Kemampuan sel T sitotoksik untuk menghancurkan sel yang
terinfeksi virus menurun terutama pada infeksi stadium lanjut sehingga
reaktivasi virus yang terjadi laten, demikian juga sering terjadi diferensiasi
sel kearah keganasan atau malignansi. Sel NK: Kemampuan sel NK untuk
menghancurkan secara langsung antigen asing dan sel yang terinfeksi
virus juga menurun. Belum diketahui dengan jelas penyebabnya,
diperkirakan kemungkinan akibat kurangnya IL-2 atau efek langsung
langsung dari HIV.

b) Abnormalitas Pada Imunitas Humoral

Imunitas humoral adalah imunitas dengan pembentukan antibodi


oleh sel plasma yang berasal dari Limfosi B, sebagai akibat dari sitokin
yang dilepaskan oleh sel CD4 yang teraktivasi. Dengan adanya antibodi
diharapkan akan meningkatkan daya fagositosis dan daya bunuh sel
makrofag dan neutrofil melalui proses opsonisasi.

HIV menyebabkan terjadi stimulasi limfosit B secara poliklonal an


nonspesifik, sehingga terjadi hipergammaglobulinisasi erutama IgA dan
IgG. Disamping telah memproduksi lebih banyak imunoglobulin, pada
penderita HIV tidak memberi respon yang tepat. Terjadi perubahan dari
pembentukan IgM ke IgA dan IgG. Fungsi neutrofil juga terganggu,
karena itu sering terjadi infeksi stafilokokus aureus yang menyebabkan
infeksi kulit dan pneumonia. Apalagi pemakaian obat antiretrovirus
(ARV) seperti zidovudin dapat menyebabkan neutropenia.

 Fase Infeksi Akut

Setelah terjadinya transmisi HIV baik sebagai virus bebas ataupun


yang berada dalam sel yang terinfeksi akan langsung menuju kelenjar
limfe regional dan merangsang sistem imun humoral. Mobilisasi
limfosit ke kelenjar ini justru menyebabkan makin banyak limfosit yang
terinfeksi dan dalam beberapa hari menyebabkan limfopenia dan
menurunnya limfosit CD4 dalam sirkulasi. Dalam fase ini ditemukan
titer HIV bebas titer tinggi dan komponen p24, yang menunjukan
tingginya replikasi HIV yang tidak dapat terkontrol oleh sistem imun.
Dalam 2-4 minggu akan terjadi peningkatan jumlah limfosit total yang
disebabkan tingginya onset CD8 sebagai dampak dari respon imun
selular terhadap infeksi HIV.

 Pasca Fase Akut

Pasca fase akut, terjadi penurunan jumlah HIV bebas di plasma.


Sel CD8 yang sebagai efektor sel dapat mengontrol infeksi akut karena
dia dapat mengenal dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi. Pada
infeksi awal HIV, ditemukan tinginya jumlah sel T limfosit sitotoksik
(Tc). Sel Tc yang memiliki petanda CD8 akan teraktivasi dan
mengeluarkan sejumlah solubel sitokin yang menghambat replikasi
HIV dalam limfosit CD4. Disamping jumlah yang menurun, fungsi
CD4 juga terganggu, bahkan saat jumlahnya masih diatas 500/ml.

Terjadi penurunan kemampuan untuk proliferasi karena rangsangan


berbagai macam antigen dan memproduksi sitokin untuk fungsi T
helper juga menurun. Mulai dari penurunan respon terhadap pengnalan
terhadap bakteri antigen bakteri, virus atau toksin yang pernah dikenal,
lalu hilangnya respon terhadap sel asing dan terakhir menghilangnya
kemampuan untuk respon mitogen non-spesifik seperti
fitohaemaglutinin.

 Fase Transisi ke Fase Kronik

Pada infeksi HIV, kelenjar limfe menjadi organ pertama yang


terinfeksi HIV. Pada fase akut dapat terlihat upaya sel-sel limfosit T
sitotoksik dalam mengurangi jumlah HIV, kemudian akan membentuk
komplemen dan imunoglobulin. Secara klinik akan terjadi penurunan
jumlah RNA HIV dalam plasma dan menghilangnya sindrom infeksi
akut.

 Fase Kronik

Pada fase ini, terjadi gejala-gejala AIDS pada umumnya yang


didahului oleh percepatan penurunan jumlah limfosit CD4. Pada
umumnya perubahan terkorelasi dengan munculnya HIV strain
yang lebih virulen, yaitu strain SI (syncitial Inducing), diikuti
dengan gejala klinis menghilangnya gejala limfadenopati
generalisata yang merupakan prognosis buruk. Hal ini akibat
hilangnya kemampuan respon imun seluler untuk melawan
turnover HIV dalam kelenjar limfe, ditandainya membanjirnya
HIV kedalam sirkulasi akibat rusaknya struktur kelenjar limfe.

2.1.4 Gejala

Pada fase awal, penderita HIV sering tidak menimbulkan suatu gejala.
Akan tetapi setalah 5-10 tahun baru akan bergejala yang dimulai dari penurunan
imunitas sampai pada fase kronik yang dapat menyebabkan gangguan ke berbagai
organ. Intinya defisiensi imun akibat infeksi HIV dapat mengakibatkan
terganggunya homeostatis, infeksi oportunistik, timbul reaksi autoimun, mudah
terjadi reaksi hipersensitivitas dan pertumbuhan tumor ganas sekunder
2.1.5 Pengobatan

Jika anda mengira telah terpapar virus ini dalam kurang dari 3 hari, anti-
HIV mungkin dapat menghentikan infeksi. Untuk lebih efektif dalam pengobatan,
dikenal istilah post-exposure prophylaxis (PEP) yang harus dimulai sebelum 3
hari setelah kontak dengan virus. Pengobatan ini dapat ditemukan di klinik
kesehata seksual atau klinik genitourinaria dan rumah sakit.

Jika anda telah didiagnosa HIV, kamu harus melakukan tes darah secara reguler
untuk memonitor progresifitas virus. Pengobatan harus segera dilakukan sebelum
terjadi perburukan pada sistem imun yang ditandai penurunan level CD4.
Pengobatan dianjurkan jika CD4 berada pada level 350.

Obat Antiretroviral, obat ini dapat menghambat proliferasi virus di organ.


Kombinasi ARV sangat disarankan karena HIV sangat cepat dalam beradaptasi
dan menyebabkan resistensi terhadap ARV dosis tunggal. Perbedaan kombinasi
obat ARV berbeda pada setiap orang, tergantung manifestasi yang terjadi.

Sekali anda memulai terapi HIV, anda membutuhkan pengobatan seumur hidup.
Banyak pengobatan menggunakan ARV menimbulkan efek yang tidak dapat
diprediksi jika anda menggunakannya dengan obat-obat lain, seperti obat herbal.

Efek samping obat mungkin dapat terjadi pada pengguna ARV, oleh
karena itu diperlukan mencoba kombinasi ARV yang lain jika ditemukan efek
samping obat. Efek samping obat seperti, mual, muntah, diare, rash pada kulit dan
perubahan mood.7

2.2 Ginjal

2.2.1 Anatomi

Ginjal merupaka sepasang organ saluran kemih sang terletak di rongga


retroperitoneal bagian atas, berbentuk menyerupai kacang yang sisi cekungnya
menghsdap ke medial. Cekungan ini disebut hilus renalis yang berisi apeks pelvis
renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh darah, sistem
limfatik dan sistem saraf. Besar dan berat ginjal bervariasi, tergantung pada jenis
kelamin dan umur. Biasanya ginjal laki-laki lebih besar dibanding perempuan.
Pada autopsi kinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal orang dewasa adalah
11,5 cm x 6 cm x 3,5 cm. Sedangkan beratnya antara 120-170 gram atau kurang
dari 0,4% berat badan.

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan


mengkilat disebut kapsula fibrosa ginjal yang melekat pada parenkim ginjal.
Diluar kapsula fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebelah luarnya dibatasi
oleh fasia gerota. Diantara fasia gerota dan kapsula fibrosa terdapat rongga
perirenal. Disebelah cranial, terdapat glandula adrenal yang bersama-sama ginjal
dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi
sebagai barrier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal
serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia
gerota juga berfungsi sebagai barrier dalam menghambat penyebaran infeksi
ataupun metastase tumor ginjal ke organ lain.

Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang


tebal serta tulang rusuk XI dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh
organ intraperitoneal. Ginjal kanan dilindungi oleh hepar, kolon, dan duodenum,
sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejenum dan kolon.
2.2.2 Struktur

Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan


medula. Korteks terletak lebih superficial dan didalamnya terdapat berjut-juta
nefron. Nefron merupakan unit fugsional terkecil dari ginjal. Medula ginjal yang
terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang
mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin.

Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung


henle, tubulus kontortus distal dan tubulus kolektifus.
 Glomerulus. Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang
berasal dari arteriol afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol efferent,
Berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah
yang melewatinya.
 Kapsul Bowman. Berbentuk seperti mangkuk. Lapisan parietalnya terdiri dari
epitel gepeng dengan nucleus-nukleus yang mencolok yang menonjol ke dalam
ruang kapiler. Epitel dalam atau epitel Visceral dibentuk oleh sel-sel bercabang
yang disebut podosit. Tiap sel terdiri dari sekumpulan bahan di pusat yang
mengandung sebuah nucleus dan beberapa tonjolan atau cabang-cabang yang
memancar, yang pada gilirannya menumbuhkan tonjolan tonjolan lebih kecil
yang dilenal sebagai tonjolan-tonjolan kaki atau pedikel. Kapsul Bowman ini
melingkupi glomerolus untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler
glomerolus.
 Tubulus Proksimal. Terdiri dari suatu bagian yang terpilin dalam labirin kortikal
dan suatu anggota naik yang lurus dalam pancaran meduler dan piramida.
Tubulus proksimal ini tersusun dari suatu tubula dengan epitel torak rendah yang
mempunyai suatu batas pada permukaan bebasnya dan alur-alur dasar dalam
posisi subnuklear. Suatu sifat mencolok dari sel-sel tubula proksimal adalah
bagian dasarnya terbagi dalam kompartemen kompartemen oleh lipatan-lipatan
yang menonjol. Kompartemen-kompartemen ini mengandung sejumlah besar
mitokondrium yang memanjang dari poliribosom. Sel-sel tubula proksimal terikat
menjadi satu oleh kompleks sambungan. Tubulus proksimal ini berfungsi
mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresikan bahan-
bahan ke dalam cairan tubuli.
 Lengkung Henle. Lengkung Henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U.
Terdiri dari pars descendens yaitu bagian yang menurun terbenam dari korteks ke
medula, dan pars ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian
bawah dari lengkung henle mempunyai dinding yang sangat tipis sehingga
disebut segmen tipis, sedangkan bagian atas yang lebih tebal disebut segmen
tebal. Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus dan
sekresi bahan-bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan penting dalam
mekanisme konsentrasi dan dilusi urin.
 Tubulus Distal.Tubula berpilin dengan permukaan bebas yang polos. Sel-sel ini
kurang eosinofil (atau lebih basofil) dari pada yang terdapat dalam tubula
proksimal. Pembuluh ini berperan dalam pengaturan konsentrasi ion K+ dan
NaCl dari cairan tubuhdengan cara sejumlah ion K+ disekresi ke dalam filtrate
dan sejumlah NaCl direabsorbsi dari filtrat. Pembuluh distal juga berperan
menjaga pH cairan tubuh dengan cara mensekresikan H dan mereabsorbsi ion
bikarbonat (HCO3-).
 Tubulus Pengumpul. Sel-sel tubula pengumpul mempunyai batas-batas yang
jelas, nucleus berbentuk bola kira-kira pada tingkat sama didalam sel, dan
sitoplasma yang relative granuler. Pembuluh ini bersifat permeable terhadap air
tetapi tidak untuk garam.

Setiap hari tidak kurang dari 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus
dan menghasilkan urin sebanyak 1-2 liter. Urin yang terbentuk disalurkan ke
piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan ke ureter. Sistem
pelvikalis terdiri dari kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor dan pelvis renalis.
Mukosa sistem pelvikalis terdiri dari epitel transisional dan dindingnya terdiri dari
otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.
2.2.3 Vaskularisasi Ginjal

Suplai darah ke ginjal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri
venalis merupakan percabangan dari aorta abdominalis dan vena renalis bermuara
lansung menuju vena kava inferior. Vena dan arteri renalis keduanya membentuk
pedikel ginjal. Arteri memasuki ginjal dan vena keluar dari ginjal melewati tempat
yang disebut hilus renalis. Pada sisi kanan, vena terletak di anterior arteri renalis,
disisi kiri vena lebih lebih panjang daripada arteri. Dibelakang kedua pedikel
terdapat pelvis renalis.

Arteri renalis bercabang menjadi anterior dan posterior. Cabang posterior


merawat segmen medius dan posterior. Cabang anterior merawat kutub atas,
bawah, dan seluruh segmen anterior ginjal. Arteri renalis bercabang menjadi arteri
lobaris yang berjalan di dalam kolumna Bertini (diantara piramid), kemudian
membelok membentuk busur mengikuti basis piramida sebagai arteri arkuata dan
selanjutnya menuju korteks sebagai arteri lobularis. Arteri ini bercabang kecil
menuju glomerulus sebagai arteri afferen, dari glomerulus menuju tubulus ginjal.
Sistem arteri ginjal adalah end arteries, yang berarti arteri yang mempunyai
anastomosis dengan cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada
salah satu percabangan arteri akan menyebabkan timbulnya iskemia atau nekrosis
pada daerah yang dilayaninya. Sistem cairan limfe ginjal dialirkan kedalam
limfoid yang terletak di dalam hilus ginjal, seperti halnya pada sistem pembuluh
darah dan persyarafan sistem limfatik berada di dalam rongga retroperitonium.
2.2.4 Fungsi ginjal

Ginjal memainkan peran penting dalam tubuh, yaitu menyaring sisa hasil
metabolisme dan toksin dari darah, serta mempertahankan homeostasis cairan dan
elektrolit tubuh yang kemudian dibuang melalui urin. Secara garis besar fungsi
ginjal sebagai berikut

 Fungsi keseimbangan asam basa

Keseimbangan asam basa dikontrol oleh kompleks sistem buffer


tubulus proksimal dan distal, yang melibatkan ion fosfat dan bikarbonat.
Bila pH cairan tubuh turun, ginjal akan mengekskresikan ion fosfat,
karbonat, dan hydrogen yang akan menyebabkan pH urin menjadi asam .
Bila pH cairan tubuh naik, ginjal akan mengekskresikan bikarbonat akan
menyebabkan pH urin menjadi basa .

 Fungsi ekskresi, sekresi

 Filtrasi: di glomerulusà filtrat glomeruli/filtrat primer (seperti plasma


tanpa protein)

– Reabsorpsi: reabsorpsi selektif zat2 dlm filtrat glomeruli

 Tub. Proksimal:

- Reabsorpsi seluruhnya glukosa, asam amino

- 2/3 Na direabsorpsi aktif

- reabsorpsi pasif air

- reabsorpsi obligat/sebagian besar filtrat


 Tubulus distal asendens: reabsorpsi Na dan sekresi K
(dipengaruhi aldosteron)

 Tubulus kolektivus: pengenceran dan pemekatan urin atas


peran ADH (anti diuretik hormon)

– Sekresi: yg disekresi ke dalam tub proksimal: H, asam organik,


penisilin, urea, mikroalbumin dan kreatinin

– Ekskresi: nefron mengekskresikan air yg besarnya sesuai dg faal


ginjal 1200-1500 ml/hari

- Oliguri: bila urin < 100 ml/hari

- Anuria: bila < 2 ml/hari

 Fungsi homeostasis dan regulasi cairan

1. Renin. Pada saat darah mengalir ke ginjal, sensor didalam


ginjal menentukan jumlah kebutuhan caran yang akan
disekresikan melalui urin dengan mempertimbangkan
konsentrasi elektrolit yang terkandung didalamnya. Sebagai
contoh, jika seseorang yang mengalami dehidrasi, ginjal
akan menahan cairan tubuh tetap beredar melalui darah
sehingga urin menjadi lebih kental. Sistem pengaturan tadi
dikontrol oleh hormon renin, yaitu hormon yang diproduksi
didalam ginjal, yang berperan dalam meregulasi cairan dan
tekanan darah. Hormon ini diproduksi di sel juxta-
glomerulus sebagai respon dari penurunan perfusi jaringan.
Renin merubah angiotensinogen (dari hati) menjadi
angiotensin I, yang kemudian diubah oleh enzim ACE
menjadi angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi,
reabsorbsi natrium untuk mengembalikan perfusi jaringan
2. Eritropoietin (Epo). Ginjal juga menghasilkan eritropoietin,
yakni hormon yang merangsang jaringan eritropoietik
(sumsum tulang) membuat sel darah merah. Ada sel khusus
untuk memantau konsentrasi oksigen didalam daah, yaitu
jika oksigen menurun, kadar eritropoietin akan meningkat
dan tubuh mulai meningkatkan produksi sel darah merah

3. Prostaglandin. Prostaglandin disintesis didalam ginjal,


tetapi perannya belum diketahui pasti. Vasodilatasi dan
vasokontriksi yang diinduksi prostaglandin sebaai respon
dari berbagai stimulus diantaranya adalah peningkatan
tekanan di kapsula Bowman

2.3 Keterkaitan HIV dan Ginjal


Daftar Pustaka

1.http://www.aidsindonesia.or.id/contents/37/78/Info-HIV-dan-
AIDS#sthash.ZFqVDs0c.dpbs

2. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/

3. http://www.aidsdatahub.org/Country-Profiles/Indonesia

4. http://www.who.int/topics/hiv_aids/en/

5. http://emedicine.medscape.com/article/211316-overview#aw2aab6b2b4

7. http://www.nhs.uk/Conditions/HIV/Pages/Treatmentpg.aspx

Anda mungkin juga menyukai