Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat menurunkan
kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa HIV adalah
sejenis retrovirus-RNA yang menerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah
singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang
didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV.
HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV (Sylvia & Wilson, 2009). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus
HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV
dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian
besar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran
klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah
ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek
(Martono, 2009). HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV,
seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat
terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik
yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairancairan tubuh tersebut. Penyakit AIDS ini telah menyebar
ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa
AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini

1
membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Di
Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2014
yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2015 menunjukkan
jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini
tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah
membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan
sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan
kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia (Depkes, 2011).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
gangguan yang terjadi pada sistem imun dan hematologi yaitu penyakit HIV

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui anatomi dan fisiologi yang
mengakibatkan penyakit HIV
b. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit HIV
c. Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
gangguan HIV
d. Mendapatkan nilai dari dosen pembimbing

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Anatomi dan Fisiologi Imun

1. Imunologi Sistem
a) Sistem imun
Sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali dan menghancurkan
bahan yang bukan “normal self” (bahan asing atau abnormal cells)
b) Imunitas atu respon imun
Kemampuan tubuh manusia untuk melawan organisme atau toksin yang berbahaya.
Ada 2 macam RI, yaitu :
(1) RI Spesifik : deskriminasi self dan non self, memori, spesifisitas.
(2)RI non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme.
2. Sel-sel yang berperan dalam respon Imun
a) Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen
tertentu. Sel B merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan limfoid yang ditemukan
pada ayam. Jaringan sejenis yang ada pada mamalia yaitu sumsum tulang, jaringan
limfe usus, dan limpa. Sel B matur bermigrasi ke organ-organ limfe perifer seperti
limpa, nodus limfe, bercak Peyer pada saluran pencernaan, dan amandel. Sel B matur

3
membawa molekul immunoglobulin permukaan yang terikat dengan membran selnya.
Saat diaktifasi oleh antigen tertentu dan dengan bantuan limfosit T, sel B akan
derdiferensiasi melalui dua cara, yaitu :
(1)Sel plasma adalah sel ini mampu menyintesis dan mensekresi antibodi untuk
menghancurkan antigen tertentu.
(2)Sel memori B adalah sel memori menetap dalam jaringan limfoid dan siap
merespons antigen perangsang yang muncul dalam pajanan selanjutnya dengan
respons imun sekunder yang lebih cepat dan lebih besar.
b) Sel T
Sel T juga menunjukan spesifisitas antigen dan akan berploriferasi jika ada
antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibodi. Sel T mengenali dan berinteraksi
dengan antigen melalui reseptor sel T, yaitu protein permukaan sel yang terikat
membran dan analog dengan antibodi. Sel T memproduksi zat aktif secara imulogis
yang disebut limfokin. Sub tipe limfosit T berfungsi untuk membantu limfosit B
merespons antigen, membunuh sel-sel asing tertentu, dan mengatur respons imun.
c) Sel T efektor
(1)Sel T sitotoksik (sel T pembunuh)
Mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada
permukaannya.
(2)Sel T pembantu
Tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Setelah aktivasi oleh makrofag
antigen, sel T pembantu diperlukan untuk sistesis antibodi normal, untuk pengenalan
benda asing sel T pembantu melepas interleukin-2 yang menginduksi proliferasi sel
T sitotoksik, menolong sel T lain untuk merespons antigen dan sel T pembantu dapat
memproduksi zat (limfokin) yang penting dalam reaksi alergi (hipersensitivitas)
(3)Sel T supresor
Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon sel B dan sel T.
d) Makrofag
Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau mencerna
sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang mengandung determinan antigenic.

4
Makrofag akan meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya sehingga terpapar
untuk limfosit T tertentu.

B. Konsep Dasar Penyakit HIV


1. Pengertian
Sindrom imunodefisiensi yang didapat (AIDS, acquired immunodefisiency syndrome)
diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Infeksi human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kekurang
sistem imun yang disebabkan oleh retro virus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2
(C ops tead dan banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara
progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada
kerusakan sistem kekbalantubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi
oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa) (Bararah dan jauhar,
2013).
HIV merupakan salah satu penyakit menular seksual yang berbahaya di dunia
(Silalahi, Lampus dan Akili, 2013). Seseorang yang terinfeksi HIV dapat diibaratkan
sebagai gunung es (Lestary, Sugiharti dan Susyanty, 2016) yang dimana HIV memang
tidak tampak tetapi penyebarannya mengakibatkan banyaknya kasus HIV baik di Indonesia
maupun di dunia.
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi
oleh HIV, jadi AIDS adalah kumpulan gejala akibat kekurangan dan kelemahan sistem
tubuh yang dibentuk setelah kita lahir (Depkes, 2007).

2. Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu
tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1,
sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2
relatif sama,hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi sejak
mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2006). HIV yang dahulu
disebut virus limpotrofik sel T manusia atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu

5
retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam
ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA), setelah masuk ke dalam
sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS di seluruh dunia (Sylvia & Wilson, 2005).
Ciri khas morfolo yang unik dari virus HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk
silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi
retrovirus. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam
pathogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus
lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi
HIV. Protein dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Membantu keluarnya
transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein menginduksi produksi khemokin oleh
makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005)

3. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara
10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan
menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun
akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu
singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi,
virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi
genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus
berkembang biak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus
yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan
menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein
yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.
Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem
kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan

6
hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam
melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3
tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4
sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV,
jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan
HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah.
Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil,
yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada
orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang
rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita
AIDS, 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun
drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap
infeksi. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita,
tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik
pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh
dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini
disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti
berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya
terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten). Beberapa tahun kemudian baru
timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala).
Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012.)

7
4. Manifestasi Klinis
Menurut KPA (2007), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi).

a. Gejala mayor:
(1)Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
(2)Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
(3)Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
(4)Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
(5)Demensia/ HIV ensefalopati2.
b. Gejala Minor 
(1)Batuk menetap lebih dari 1 bulan
(2)Dermatitis generalisata
(3)Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
(4)Kandidias orofaringeal
(5)Herpes simpleks kronis progresif
(6)Limfadenopati generalisata
(7)Retinitis virus Sitomegalo

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER)(2008),


gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase :
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan
virus kepada orang lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti

8
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yangkhas), diare, berat
badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek. 
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.

5. Komplikasi
Menurut Budhy, 2017 komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV memperlemah
system kekebalan tubuh yang dapat menyebbkan penderita banyak terserang infeksi dan
juga kanker tertentu. Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDS antara lain :
a. Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis pada pasien HIV sering ditemukan. Jika dilihat dari manifestasi
klinis atau gejala maka sama antara pasien normal dan penderita HIV namun perlu
penekanan bahwa pada pasien HIV seringkali tidak menemukan gejala batuk, juga
tidak ditemukan adanya kuman BTA pada pasien-pasien yang HIV positif karena
adanya penekanan imun sehingga dengan CD4 yang rendah membuat tubuh tidak
mampu untuk membentuk adanya granuloma/ suatu proses infeksi di dalam paru
yang kemudian tidak bermanifestasi dan tidak menyebabkan adanya dahak. Namun
penderita HIV yang memiliki kuman TB sangat berisiko sepuluh kali untuk terkena
tuberculosis terutama pada penderita HIV/AIDS yang memiliki sel CD4 dibawah
200.
b. Masalah otak
Pasien HIV seringkali mengalami masalah diotak. Masalah diotak yang sering
dijumpai pada pasien HIV dibagi menjadi 2 yaitu :
(1)Infeksi oportunistik di otak
Disebabkan oleh berbagai macam kuman misalnya toksoplasma yaitu
suatu parasit atau oleh jamur meningitis criptococus, infeksi tuberculosis
(TB)

9
(2)Dimensia HIV (gangguan memori pada pasien HIV)
Disebabkan oleh proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak yang
menimbulkan berbagai rekasi peradangan diotak sehingga manifestasinya
adalah pasien mengeluh sering lupa dan mengalami kesulitan untuk
melakukan aktivitas harian akibat memori jangka pendeknya terganggu.
Deminsia HIV merupakan suatu keadaan yang harus didiognosa karena
penyakit ini, jika terjadi pada seoran pasien HIV dapat menggangu
pengobatan, pasien akan lupa untuk minum obat.
c. Meningitis
Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4 tanda dan keluhan
nyeri kepala, panas badan kemudian penurunan kesadaran dan juga adanya kaku
kuduk.
d. Hepatitis C
Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien HIV akibat
Injection Drug User (IDU). Gejala awal yang dirasakan yaitu mudah lelah, tidak
nafsu makan, perut membuncit, kaki bengkak dan gangguan kesadaran. Pasien HIV
dengan hepatitis kemungkinan lebih besar untuk terjadi penyakit kronik/hepatitis
kronik jika tidak diobati maka akan terjadi serosis hati, setelah itu bisa menjadi
kanker hati yang akan menimbulkan kematian.
e. Koinfeksi sifilis dan HIV
Biasanya terjadi pada pasien male sex male (MSM) yang terinfeksi HIV, sifilis
adalah suatu infeksi menular seksual yang disebabkan oleh karena bakteri
treponemapalidium. Bakteri ini dapat menyerang sistemik, awalnya melakukan
infeksi local tempat kontak seksual bisa di oral, genitalia ataupun di anus dan
kemudian berkembang menimbulkan gejala ulkus kelamin. Koinfeksi HIV
menyebabkan manifestasi klinis sifilis menjadi lebih berat yang disebut Sifilis
Maligna, menyebar luas ke seluruh badan sampai ke mukosa.

10
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
b. Tes Antibodi HIV
Kalau seseorang terinfeksi oleh virus HIV, sistem imunnya akan bereaksi dengan
memproduksi antibodi terhadap virus tersebut. Antibodi umumnya terbentuk dalam
waktu 3 hingga 12 minggu setelah terkena infeksi, kendati pembentukan antibody ini
dapat memerlukan waktu sampai 6 hingga 14 bulan, kenyataan ini menjelaskan
mengapa seseorang dapat terinfeksi tetapi pada mulanya tidak memperlihatkan hasil tes
yang positif. Sayangnya, antibodi untuk HIV tidak efektif dan tidak dapat menghentikan
perkembangan infeksi HIV. Kemampuan untuk mendeteksi antibody HIV dalam darah
telah memungkinkan pemeriksaan skrining produk darah.
Ada tiga buah tes untuk memastikan adanya antibodi terhadap HIV dan membantu
mendiangnosis infeksi HIV.
(1)Tes enzyme – linked immunosorbent assay (ELISA)
Mengidentifikasi antibodi yang secara spesifik ditujukkan kepada virus HIV.
Tes ELISA tidak menegakkan diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih
menunjukkan bahwa seseorang perna terkena atau terinfeksi oleh virus HIV.
Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut sebagai orang
yang seropositif.
(2)Pemeriksaan western blot assay merupakan tes lainnya yang dapat mengenali
antibodi HIV dan digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti
teridentifikasi lewat prosedur ELISA.
(3)Indirect immunofluorescence assay (IFA), kini sedang digunakan oleh sebagian
dokter sebagai pengganti pemeriksaan Western blot untuk memastikan
seropositivitas. Tes lainnya yaitu radioimmunoprecipitation assay (RIPA) lebih
mendeteksi protein HIV ketimbang antibody.

11
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pemberian nutrisi
Defisiensi gizi pada pasien positif HIV biasanya dihubungkan dengan adanya
peningkatan kebutuhan karena adanya infeksi penyerta/infeksi oportunistik. Disaat
adanya infeksi peyerta lainnya maka kebutuhan gizi tentunya akan meningkat. Jika
peningkatan kebutuhan gizi tidak diimbangi denga konsumsi makanan yang
ditambahkan atau gizi yang ditambah maka kekurangan gizi akan terus memburuk,
akhirnya akan menghasilkan sebuah kondisi yang tidak menguntungkan bagi pasien
dengan positif HIV, yang harus dilakukan adalah mengatasi masalah kekurangan gizi
antara lain :
(a) Mengkonsumsi makanan dengan kepadatan gizi yang lebih tinggi dari makan
biasanya
(b)Minuman yang di konsumsi upayakan adalah minuman yang berenergi
(Desmawati, 2013).
Selain mengkonsumsi jumlah nutrisi yang tinggi, penderita HIV/AIDS juga
harus mengkonsumsi suplementasi atau nutrisi tambahan. Tujuan nutrisi agar tidak
terjadi defisiensi vitamin dan mineral.
2) Aktivitas dan olahraga
Olahraga yang dilakukan secara teratur sangat membantu, efeknya juga dapat
menyehatkan tubuh. Olahraga secara teratur menghasilkan perubahan pada jaringan,
sel dan protein pada sistem imun.
3) Melakukan konseling
a. Memberikan dukungan mental-psikologi
b. Membantu mereka untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisiko tinggi
menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko
c. Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat sehingga bisa mempertahankan
kondisi tubuh yang baik 
d. Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan dengan
penyakitnya, antara lain bagimana mengutarakan masalah-masalah pribadi dan
sensitif kepada keluarga dan orang terdekat.

12
b. Penatalaksanaan medis
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik 
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi oportunistik,
nasokomial dan sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
2) Terapi antiretroviral (ARV)
Terapi antiretroviral berfungsi untuk memperlama atau menghambat
perkembangan dari virus HIV sehingga perkembangan menuju AIDS bisa dalam
waktu lama. Pengobatan biasanya dimulai ketika CD4 menurun, begitu seseorang
start melakukan pengobatan HIV menggunakan ARV, maka penderita harus eminum
obat tersebut seumur hidup secara rutin dan jangan sampai terlewat atau putus,
tujuannya untuk menjaga jumlah kadar CD4 dalam tubuh dan mempertahankan
kekebalan tubuh (Nursalam & Ninuk, 2013).
3) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan
menghambat replikasi virus/memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :
a. Didanosin
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD4 dapat larut
4) Vaksin dan rekonstruksi virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang
proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan
terapi AIDS.

13
8. Pencegahan
Sebelum ditemukan vaksin yang efektif, pencegahan penularan HIV dengan cara
menghilangkan atau mengurangi perilaku berisiko merupakan tindakan yang sangat
penting. Upaya pencegahan primer melalui program pendidikan yang efektif amat penting
untuk pengendalian dan pencegahan. Penyakit AIDS tidak ditularkan lewat kontak secara
kebetulan. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit AIDS hanya ditularkan
melalui hubungan seks yang intim, pajanan parenteral dengan darah atau produk darah dan
penularan parinatal dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Penelitian terhadap kontak
nonseksual pasien AIDS dalam rumah tangga di samping kontak nonseksual antar individu
yang umumnya terjadi di tempat kerja tidak memperlihatkan peningkatan risiko penularan
AIDS lewat kontak tersebut.
Untuk mencegah resiko penularan HIV, maka dapat melakukan cara-cara berikut,
antara lain :
1) Bagi yang belum aktif melakukan kegiatan seksual : tidak melakukan hubungan
seks sama sekali
2) Bagi yang sudah melakukan kegiatan seksual :
(a)Hubungan seks mitra tunggal
(b)Mengurangi mitra seks
(c)Menggunakan kondom
(d)Segera mengobati PMS (kalau ada)
3) Hanya melakukan transfuse darah yang bebas HIV
4) Mensterilkan alat-alat yang dapat menularkan (jarum suntik, tindik, pisau cukur,
tattoo, dll)

14
9. Patway

Virus masuk kedalam tubuh


manusi

Permukaan limfosit CD4

Menyebar keseluruh tubuh dan organ limfoid

Penurunan jumlah limfosit CD4

Imunosupresi Menyerang sistem metabolisme tubuh

Sistem Sistem pencernaan


DX.Kep : Resiko
tinggi infeksi respirasi

Dx.Kep : Diare
Penurunan kekuatan otot pernapasan

DX.Kep : Ketidakefektifan
pola napas

15
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit HIV
1. Pengkajian
a) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, penanggung jawab,
diagnoda medis
b) Keluhan utama
Keluhan yang selalu dialamai yaitu mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare,
nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi
jamur di mulut, pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman
pengelihatan, kesemutan pada ekstremitas, batuk produktif atau non produktif.
c) Riwayat kesehatan
(1)Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare, demam
berkepanjangan dan batuk berkepanjangan
(2)Riwayat kesehatan dahulu
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang
positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak
terlindung, seks anal, homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten,
menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap virus
pada wanita yang terpajan karena peningkatan kekeringan/friabilitas vagina),
pemakaian obat-obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat menjalani
transfuse darah berulang.
(3)Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan HIV/AIDS,
keluarga pengguna obat-obat terlarang
d) Pemeriksaan fisik
(1)Keadaan umum : Biasanya pasien tampak lemah
Tingkat kesadaran : Biasanya tingkat kesadaran pasien composmentis
Berat badan : Biasanya berat badan pasien mengalami penurunan
Tekanan darah : Biasanya tekanan darah pasien dalam batas normal
Nadi : Biasanya frekuensi nadi meningkat

16
Suhu : Biasanya suhu tubuh pasien meningkat
Pernafasan : Biasanya frekuensi pernapasan meningkat
(2)Head to toe
a. Kepala
Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan, adanya nyeri
tekan
b. Mata
Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor
c. Hidung
Biasanya tidak ada tanda-tanda radang, ada nafas cuping hidung, tidak adanya
sekret, tidak ada polip
d. Mulut dan Gigi
Biasanya mukosa bibir kering, biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-
bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasis, tidak ada karies
e. Telinga
Kehilangan pendengaran, tidak ada nyeri tekan dan benjolan abnormal
f. Leher
Biasanya adanya pembesaran kelenjar getah bening, kaku kuduk, biasanya
terdapat pembesran kelenjar tiroid
g. Dada/Thoraks
Inspeksi : Terdapat retraksi dinding dada,
Palpasih : Biasanya terdapat nyeri dada
Perkusi : Terdengar Bunyi resonan di seluruh lapang paru
Auskultasi : Terdapat suara tambahan seperti ronchi
h. Abdomen
Inspeksi : Biasanya tampak normal
Auskultasi : Biasanya terdengar bising usus yang hiperaktif
Palpasih : Biasanya terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi : Terdapat bunyi timpani

17
i. Intergumen
Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapat tanda-tanda lesi, terdapat ercak-
bercak gatal diseluruh tubuh
j. Ekstermitas
Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, terdapat nyeri otot
ekstremitas
e) Pola fungsi kesehatan
(1)Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK
dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut
dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
(2)Pola nutrisi dan metabolic
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan BB yang cukup
drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
(3)Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
(4)Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami perubahan
atau gangguan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti
bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari lingkungan masyarakat
maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi
tubuh yang lemah.
(5)Pola istirahar dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami gangguan
karena adanya gejala seperti demam dan keringat pada malam hari yang berulang.
Selain itu, juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap
penyakitnya.

18
(6)Pola hubungan dan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri
rendah.
(7)Pola sensori dan kongnitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan, dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat,
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang
terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
(8)Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi,
dan stres
(9)Pola reproduksi dan seksual
Pada pasien HIV/AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karena
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
(10) Pola penaggulangan stress
Pada pasien HIV/AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang kontruksif dan adaptif.
(11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan berubah,
karena mereka menganggap hal menimpa mereka sebagai balasan akan perbuatan
mereka. Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama
merupakan hal penting dalam hidup pasien.

19
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan immunosupresi, malnutrisis dan pola hidup
yang beresiko
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernapasan
c. Diare berhubungan dengan infeksi gastroetestinal

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1) Monitor tanda- 1) Untuk
infeksi tindakan tanda infeksi pengobatan
berhubungan keperawatan baru dini
dengan dharapkan resiko 2) Gunakan teknik 2) Mencegah
immunosupresi, tinggi infeksi dapat aseptic pada pasien
malnutrisis dan teratasi dengan setiap tindakan terpapar oleh
pola hidup yang kriteria hasil : invasif kuman
beresiko 1) Tidak ada tanda- 3) Anjurkan pasien pathogen yang
tanda infeksi baru metode diperoleh
2) Pemeriksaan mencegah dirumah sakit
laborotium tidak terpapar terhadap 3) Mencegah
ada infeksi lingkungan yang bertambahnya
oportunistik pathogen infeksi
3) Tanda-tanda vital 4) Kumpulkan 4) Menyakinkan
dalam batas spesimen untuk diagnosis
normal tes lab sesuai akurat dan
4) Tidak ada luka order pengobatan
atau eksudat 5) Atur pemberian 5) Mempertahan
antiinfeksi sesuai kan kadar
order darah yang

20
terapeutik
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1) Posisikan pasien 1) Merangsang
pola napas tindakan untuk fungsi
berhubungan keperawatan memaksimalkan pernapasan/
dengan inflamasi dharapkan pola ventilasi ekspansi paru
pada saluran napas kembali 2) Bantu klien untuk 2) Meningkatkan
pernapasan efektif dengan melakukan batuk gerakan secret
kriteria hasil : efektif dan napas ke jalan nafas
1) Irama pernapasan dalam sehingga
tidak ada deviasi 3) Auskultasi bunyi mudah untuk
dari kisaran nafas dan catat dikeluarkan
normal bunyi nafas 3) Bunyi nafas
2) Suara auskultasi tambahan menurun/
nafas tidak ada 4) Berikan tidak ada bila
deviasi dari tambahan jalan nafas
kisaran normal oksigen masker obstruksi
3) Tidak ada atau oksigen sekunder
retraksi dinding nasal sesuai 4) Meningkatkan
dada indikasi pengiriman
4) Tidak ada suara oksigen
napas tambahan keparu untuk
5) Tidak ada kebutuhan
pernapasan sirkulasi
cuping hidung khususnya
pada adanya
penurunan/gan
gguan
ventilasi
3 Diare Setelah dilakukan 1) Kaji faktor 1) Untuk
berhubungan tindakan penyebab yang menetukan
dengan infeksi keperawatan mempengaruhi tindakan yang

21
gastrointestinal diharapkan pola diare akan
eliminasi usus tidak 2) Ajarkan kepada dilakukan
terganggu dengan klien penggunaan 2) Supaya klien
kriteria hasil : yang tepat dari tahu cara
1) Pola eliminasi obat-obatan anti penggunaan
tidak terganggu diare obat anti diare
2) Suara bising usus 3) Pertahankan 3) Tirang baring
tidak terganggu tiring baring dapat
3) Diare tidak ada 4) Kolaborasi untuk mengurangi
mendapat hipermotiltas
antibiotic 4) Bila penyebab
diare kuman
maka harus
diobati

4. Implementasi
Tahap implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan spesifik. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi secara singkat apakah tindakan masih sesuai
dengan kondisis saat ini. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan
ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien mendapat tujuan yang diharapkan.
Karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah teraksir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dan
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan

22
kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan dalam kriteria hasil. Evaluasi dilaksanakan dengan SOAP :
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objekstif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang antara data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan apa
masih muncul masalah baru atau data yang kontraindikasi dengan masalah yang
ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom imunodefisiensi yang didapat (AIDS, acquired immunodefisiency syndrome)
diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan
infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Infeksi human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kekurang sistem
imun yang dis ebabkan oleh retro virus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2 (Cops tead
dan banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif
menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan
sistem kekbalantubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan
kanker tertentu (terutama pada orang dewasa) (Bararah dan jauhar, 2013). Penyebab penyakit
AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2.
Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat
di Afrika Barat.
Untuk mencegah resiko penularan HIV, maka dapat melakukan cara-cara berikut, antara
lain : Bagi yang belum aktif melakukan kegiatan seksual : tidak melakukan hubungan seks
sama sekali, bagi yang sudah melakukan kegiatan seksual : Hubungan seks mitra tunggal,
mengurangi mitra seks, menggunakan kondom, hanya melakukan transfuse darah yang bebas
HIV dan mensterilkan alat-alat yang dapat menularkan (jarum suntik, tindik, pisau cukur,
tattoo, dll)

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas wawasan
mengenai klien dengan HIV AIDS karena dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang
luas mahasiswa akan mampu mengembangkan kemampuan dan potensial diri dalam dunia
keperawatan,dan kesehatan, dan dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai HIV
AIDS pada masyarakat.

24
2. Bagi Institusi Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi kasus agar
dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan HIV AIDS secara komprehensif.
3. Bagi Rumah Sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, memberikan pelayanan dan mempertahan kan
hubungan kerja yang baik antara tim kesehatan dan klien yang ditujukan untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang optimal, dan adapun untuk klien yang telah
mengalamai HIV AIDS maka harus segera dilakukan perawatan agar tidak terjadi
komplikasi dari penyakit HIV AIDS.

25
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal – Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC
Drs. H. Syaifuddin, AMK. Anatomi Fisiologi. Edisi 4. Jakarta : EGC
Dapartemen kesehatan RI. 2008. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang remaja dan
dewasa. Edisi 2. Jakarta
Sylvia & Wilson. 2009. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 1. Jakarta :EGC
http://www.unaids.org/en/resources/documents/2016/Global-AIDS-update-2016 (diakses pada
tanggal 18 Februari 2022)

26

Anda mungkin juga menyukai