Anda di halaman 1dari 37

PRAKTIK PROFESI NERS

KEPERAWATAN MEDIKAL MEDAH

DI SUSUN OLEH:
FITRI ISMAWATI, S. Kep
IIN NOVITA LIANA, S. Kep
NANA TRISNA PUTRI, S. Kep
ROSMILAH, S. Kep
SELY AFRILIYANTI, S. Kep

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Linda Widiastuti, S. Kep. Ns, M. Kep Ns. Sylvia Rosita, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNG PINANG
T.A 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR AIDS

1. DEFINISI

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang

menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki

penenda CD 4+ dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T.

AIDS (acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu

kondisi immunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi

oportunistik, neoplasma sekunder, serta manifestasi neurologik

tertentu akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).

Infeksi human immunodeficeincy Virus (HIV) dan Acquireed

Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit

mematikan didunia yang menjadi wabah internasional sejak pertama

kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini disebabkan

oleh virus Human Immunodefiency Virus (HIV) yang menyerang

sistem kekebalan tubuh (Kemenkes, 2015).

Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami

penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi

berbagai macam penyakit lain (Kemenkes, 2015). Meskipun ada

kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan AIDS

masih merupakan masalah kesehatan yang penting (Smeltzer dan

Bare 2015).
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Imunologi Sistem

a. Sistem imun

Sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali

dan menghancurkan bahan yang bukan "normal self (bahan asing

atau abnormal cells).

b. Imunitas atu respon imun

Kemampuan tubuh manusia untuk melawan orgamsme atau toksin

yang berbahaya.

Ada 2 macam respon imum, yaitu:

1) Respon imun Spesifik: deskriminasi self dan non self memori,

specifitas

2) Respon Imun non Spesifik:: efektif untuk semua

mikroorganisme

Sel-sel yang berperan dalam respon Imun

1) Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk

merespon antigen tertentu. Sel B merupakan nama bursa

fabrisius, yaitu jaringan limfoid yang diternukan pada

jaringan. Jaringan sejenis yang ada pada mamalia yaitu

surnsurn tulang, jaringan lirnfe usus, dan limpa. Sel B matur

bermigrasi ke organ-organ lirnfe perifer seperti limpa,

nodus limfe, bercak Peyer pada saluran pencernaan, dan

amandel. Sel B rnatur rnernbawa molekul imrnunoglobulin

permukaan yang terikat dengan rnernbran selnya. Saat

diaktifasi oleh antigen tertentu dan dengan bantuan

lirnfosit T, sel B akan derdiferensiasi rnelalui dua cara,

yaitu:

a) Sel plasma adalah: Sel ini mamnpu mensintesis

dan mensekresi antibodi untuk menghancurkan antigen

tertentu.

b) Sel memori B adalah Sel memori menetap dalam

jaringan lirnfoid dan siap merespons antigen perangsang

yang muncul dalam pajanan selanjutnya dengan respons

imun sekunder yang lebih cepat dan lebih besar.

2) Sel T

Sel T juga rnenunjukan spesifisitas antigen dan akan

berploriferasi jika ada antigen, tetapi sel ini tidak

memproduksi antibodi. Sel T rnengenali dan berinteraksi

dengan antigen rnelalui reseptor sel T, yaitu


protein permukaan sel yang terikat membran dan analog

dengan antibodi. Sel T rnernproduksi zat aktif secara

imulogis yang disebut limfokin. Sub type limfosit T

berfungsi untuk membantu lirnfosit B merespons antigen,

membunuh sel-sel asing tertentu, dan mengatur respons

irnun. Respons sel T adalah : Sel T, seperti sel B berasal

dari sel batang prekusor dalarn sumsum tulang. Pada

periode akhir perkembangan janin atau segera setelah

lahir, sel prekusor bermigrasi rnenuju kelenjar tirnus,

tepatnya berproliferasi, berdiferensiasi dan rnendapatkan

kernampuan untuk rnengenali diri. Setelah mengalami

diferensiasi dan maturasi, sel T bermigrasi menuju organ

lirnfoid seperti limpa atau nodus limfe. Sel ini

dikhususkan untuk melawan sel yang rnengandung

organisrne intraselular.

a. Sel T efektor :

 Sel T sitotoksik (sel T pernbunuh)

Mengenali dan rnenghancurkan sel yang

rnernperlihatkan antigen asing pada permukaannya.

 Sel T pembantu

Tidak berperan langsung dalam pernbunuhan sel.

Setelah aktivasi oleh makrofag antigen, sel T

pembantu diperlukan untuk sistesis antibodi normal,

untuk pengenalan benda asing sel T pernbantu melepas


interleukin-2 yang rnenginduksi proliferasi sel T

sitotoksik, rnenolong sel T lain untuk merespons

antigen dan sel T pernbantu dpt memproduksi zat

(lirnfokin) yang penting dalam reaksi alergi

(hipersensitivitas).

 Sel T supresor

Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon

sel B dan sel T.

 Makrofag

Makrofag rnernproses antigen terfagositosis rnelalui

denaturasi atau mencerna sebagian antigen untuk

rnenghasilkan fragrnen yang mengandung

determinan antigenic. Makrofag akan meletakkan

fragmen antigen pada permukaan selnya

sehingga terpapar untuk limfosit T tertentu.

3. KLASIFIKASI

a. Fase 1

Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah

terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri – ciri terinfeksi belum terlihat

meskipun melakukan tes darah. Pada fase ini antibody terhadap

HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala –

gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).

b. Fase 2
Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase

kedua ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan

gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja

terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 –

3 hari dan sembuh sendiri).

c. Fase 3

Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala

AIDS. Gejala – gejala yang berkaitan antara lain keringat yang

berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus,

pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh –

sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta

berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan

tubuh mulai berkurang.

d. Fase 4

Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah

kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya.

Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik

yaitu TBC, infeksi paru – paru yang menyebabkan radang paru –

paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker

kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare

parah berminggu – minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan

kekacauan mental dan sakit kepala (Hasdianah & Dewi,

2014).

4. ETIOLOGI
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang

disebut HIV dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang

disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell

Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell

Lympanotropic Virus (retrovirus).

Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi

asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu

(Nurrarif & Hardhi, 2015).

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Transmisi infeksi HIV dan AIDS

terdiri dari lima fase yaitu:

a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah

infeksi. Tidak ada gejala

b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan

gejala flu like illness

c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan

gejala tidk ada

d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala

demam, keringat malam hari, berat badan menurun, diare,

neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

e. AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi

AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis


berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi

neurologis

5. MANISFESTASI KLINIK

Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi empat

golongan, yaitu:

a. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa

inkubasi yang berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun

lamanya.

b. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan

gejala limfadenopati umum.

c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan

gangguan sistem imun atau kekebalan

d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala

klinis yang berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial,

hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral yang

disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya

sarcoma kaposi. Penderita akhirnya meninggal dunia akibat

komplikasi penyakit infeksi sekunder.

Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi

HIV terkonfirmasi menurut WHO:

a. Stadium 1 (asimtomatis)
1) Asimtomatis

2) Limfadenopat generalisata

b. Stadium 2 (ringan)

1) Penurunan berat badan < 10%

2) Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik,

prurigo, onikomikosis, ulkus oral rekurens, keilitis angularis,

erupsi popular pruritik.

3) Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir.

4) Infeksi saluran napas atas berulang: sinusitis, tonsillitis,

faringitis, otitis media.

c. Stadium 3 (lanjut)

1) Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas.

2) Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan.

3) Demam berkepanjangan (suhu >36,7°C, intermiten/konstan) >

1 bulan.

4) Kandidiasis oral persisten.

5) Oral hairy leukoplakia

6) Tuberculosis paru

7) Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis, empiema,

infeksi tulang/sendi, meningitis, bacteremia

8) Stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif nekrotik akut

9) Anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas, neutropenia (<

9
0,5×10 /L) tanpa sebab jelas, atau trombositopenia kronis

9
(< 50×10 /L) tanpa sebab yang jelas
d. Stadium 4 (berat)

1) HIV wasting syndrome

2) Pneumonia akibat pneumocystis carinii

3) Pneumonia bakterial berat rekuren

4) Toksoplasmosis serebral

5) Kriptosporodiosis dengan diare > 1 bulan

6. PATOFISIOLOGI

HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai

retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi

genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam

deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap

yang dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam

inti berbentuk peluru yang terpancung dimana p24 merupakan

komponen stuktural yang utama. Tombol (knob) yang menonjool lewat

dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41.

Bagian yang secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4-positif

adalah gp120 dari HIV.

Sel-sel CD4+ mencangkup monosit, makrofag dam limfosit T4 helper

(yang dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV).

Limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak diantara

ketiga sel di atas. Sesudah terikat dengan membrane sel T4 helper, HIV

akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel

T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse

transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik


dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA

(DNA utas ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nucleus sel T4

sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanent.

Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini, sampai sel yang

terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan

oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau

produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV; Cytomegalovirus),

virus Epstein-Barr, herpes simplex, dan hepatitis. Sebagai akibatnya,

pada saat sel T4 yang terinfeksi dikatifkan, replikasi serta

pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan.

HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah

dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.

Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten

dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini

menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi

dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh untuk menginfeksi

pelbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini dapat mengandung

molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk memproduksinya.

Replikasi virus akan berlangsung terus menerus sepanjang perjalanan

infeksi HIV. Ketika sistem imun tersti, ulasi, replikasi virus akan

terjadi dan virus tersebut menyebar ke dalam plasma darah yang

menyebabakan infeksi berikunya pada sel-sel CD4+ yang lain.


Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status

kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut

tidak sedang berperang dengan infeksi virus lain, reproduksi HIV

berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan

dipercepat apabila penderitanya sedang menghadapi infeksi virus lain

atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan

periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah

terinfeksi HIV.

Dalam respons imun, limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang

penting yaitu: mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B

yang memproduksi antibody, menstimulasi limfosit T sitotoksik,

memproduksi limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi

parasit. Jika fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang

biasanya tidak meinmbulkan penyakit akan memiliki kesempatan

untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan

malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun

dinamakan infeksi oportunistik.


Resiko Infeksi
7. KOMPLIKASI

a. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,

gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),

leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,

keletihan dan cacat.

b. Neurologik

Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human

Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek

perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,

kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,

ketidakseimbangan elektrolit, meningitis I ensefalitis. Dengan

efek: sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. Infark

serebral komea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan

maranik endokarditis. Neuropati karena imflamasi

demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus

(HIV)

c. Gastrointes

1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora

normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek,

penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan

dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma

Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual

muntah, nyen abdomen, ikterik, demam atritis.

3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus

dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi,

dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-

gatal dan diare.

d. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus,

virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek

nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.

e. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster,

dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan

dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi

skunder dan sepsis.

f. Sensorik

Pandangan: Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek

kebutaan Pendengaran : otitis ekstemal akut dan otitis

media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

8. PENATALAKSANAAN MEDIK DAN KEPERAWATAN

a. Medis
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),

maka terapinya yaitu:

1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan

infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan

pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah

kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis hams

dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2) Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA untuk penggunaan obat antiviral AZT yang

efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi

antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)

dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT

tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <3.

Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan

sel T4 > 500 mm.

3) Terapi Antiviral Barn

Beberapa antiviral barn yang meningkatkan aktivitas system

imun dengan menghambat replikasi virus /

memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.

Obat-obat ini adalah: Didanosin, Ribavirin,

Diedoxycytidine, Recombinant CD 4 dapat larut.


4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut

seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan

kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses

keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman

dan keberhasilan terapi AIDS.

a) Diet AIDS

Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut,

dengan gejala panas tinggi, sariawan, kesulitan

menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran

menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi

makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu,

diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan

pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan

menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde

atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan

makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri

atau menggunakan makanan enteral komersial energi

dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi,

tiamin dan vitamin bila dibutuhkan lebih banyak

energy dapat ditambahkan glukosa polimer

(misalnya polyjoule).

b) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet

AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan

dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam.

Makanan ini rendah nilai gizinya dan

membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan

zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde

sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.

c) Diet AIDS III

Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari

Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi

HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa,

diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi

energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila

kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih

terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan

pemberian makanan sonde sebagai makanan

tambahan atau makanan utama. Pasien HIV tidak

boleh memakan makanan seperti: Makanan yang

dipanggang, Makanan yang mentah, Sayur -sayuran

mentah, Kacang-kacangan.

b. Keperawatan

1) Aspek Psikologis, meliputi :

a) Perawatan personal dan dihargai


b) Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang

masalah-masalahnya

c) Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya

d) Tindak lanjut medis

e) Mengurangi penghalang untuk pengobatan

f) Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka

2) Aspek Sosial.

Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan

bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi

dukungan sosial meliputi 3 hal:

a) Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai,

dicintai, dan diperhatikan.

b) Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan

dan nasehat

c) Materials support, meliputi bantuan / pelayanan

berupa sesuatu barang dalarn mengatasi suatu masalah.

Dukungan sosial terutarna dalam konteks hubungan

yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan

keluarga barangkali merupakan sumber dukungan

sosial yang paling penting. membedakan empat

jenis dimensi dukungan sosial:

 Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian terhadap pasien dengan HIV AIDS yang

bersangkutan.

 Dukungan Penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat / penghargaan

positif untuk orang lain itu, dorongan rnaju atau

persetujuan dengan gagasan atau perasaan

individu dan perbandingan positif orang itu dengan

orang lain.

 Dukungan Instrumental

Mencakup bantuan langsung misalnya orang

memberi pinjaman uang, kepada penderita HIV

AIDS yang rnernbutuhkan untuk pengobatannya.

 Dukungan Informatif

Mencakup pernberian nasehat, petunjuk, sarana.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih

bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan

untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap

terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

1) Serologis
a) Tes antibody serum

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

ELISA. Hasiltes positif, tapi bukan merupakan diagnose

b) Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency

Virus (HIV)

c) Sel T limfosit

Penurunan jumlah total

d) Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200

e) T8 (sel supresor sitopatik).

Rasio terbalik (2: 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor

pada sel helper (T8 ke T4) mengindikasikan supresi imun

f) P24 ( Protein pembungkus Human Immunodeficiency

Virus (HIV) Peningkatan nilai kuantitatif protein

mengidentifikasi progresi infeksi

g) Kadar lg

Meningkat, terutama lg A, lg G, lg M yang normal

atau mendekati normal

h) Reaksi rantai polymerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada

infeksi sel perifer monoseluler.

i) Tes PHS

Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV

mungkin positif.
2) Neurologi

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf) C.

Tes Lainnya

a) Sinar X dada

b) Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari

PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain

c) Tes Fungsi Pulmonal

Deteksi awal pneumonia interstisial

d) Skan Gallium

Ambilan difusi pulmonal terj adi pada PCP dan

bentuk pneumonia lainnya.

e) Biopsis

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

f) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial

Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun

dugaan kerusakan paru-paru.

b. Tes HIV

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus

HIV.Kurang dari 1 % penduduk perkotaan di Afrika yang

aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan

persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan.

Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan

yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh

bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau


menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi

di fasilitas kesehatan umum pedesaan. Dengan demikian, darah

dari para pendonor dan produk darah yang digunakan

untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa

kontaminasi HIV-nya.

Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan

pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi

HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau

urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan

berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi

(window period) bagi setiap orang dapat bervariasi.

Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk

mengetahui serokonvers idan hasil positif tes. Terdapat pula

tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-

RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk

mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya

belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut

tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV,

tetapi telah digunakan secara rutin di Negara-negara maju.

c. USG Abdomen

d. Rontgen Thorak

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas Klien
Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,

agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.

b. Keluhan utama.

Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori

ditemui keluahn utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya

dirtemui pada pasien penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang

berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan

berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih

dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan

tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,

pembekakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh, munculnya

herpes zooster berulang dan bercak-0bercak gatal diesluruh

tubuh.

c. Riwayat kesehatan sekarang.

Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien

HIV AIDS adalah: pasien akan mengeluhkan napas sesak

(dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-

batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual,

dan diare serta penurunan berat badan drastis.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama.

Adanya riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas

atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan

tubuh penderita HIV/AIDS.


e. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang

menderita penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya

orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga

dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga

bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja

seks komersial).

f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi:

1) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.

Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan

atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan

mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi

tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan

tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga

atau perawat.

2) Pola nutrisi

Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan

nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien

akan mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis

dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).

3) Pola eliminasi

Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus

berdarah

4) Pola istrihat dan tidur


Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur

mengalami gangguan karena adanya gejala seperti demam

dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga

didukung oleh perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit.

5) Pola aktifitas dan latihan

Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan

mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat

melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan

mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun

lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun

karena kondisi tubuh yang lemah.

6) Pola prespsi dan kosep diri

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara,

cemas, depresi dan stres.

7) Pola sensori kognitif

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan

pengecapan dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya

mengalami penurunan daya ingat, kesulitan

berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan

kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.

8) Pola hubungan peran

Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan

peran yang dapat mengganggu hubungan interpesonal

yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah.


9) Pola penanggulangan stress

10) Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami

cemas, gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya.

Lamanya waktu perawtan, perjalanan penyakit yang kronik,

perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan

reaksi psikologis yang negatif berupa marah, marah,

kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat

menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan

mekanisme koping yang konstruktif dan adaptif.

11) Pola reproduksi skesual

Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya

terganggu karean penyebab utama penularan penyakit

adalah melalui hubungan seksual.

12) Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya

akan berubah, karena mereka menganggap hal yang menimpa

mereka sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status

perubahan kesehatan dan penurunan fungsi tubuh

mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan

mereka dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.

g. Pemeriksaan fisik

1) Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah


2) Kesdaran: composmentis kooperatif, sampai terjadi

penurunan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan

koma.

3) Vital sign:

TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang

ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan:

biasanya ditemukn frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu

biasanya ditemukan meningkat krena demam, BB; biasanya

mengalami penrunan (bahkan hingga 10% BB), TB; Biasanya

tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).

4) Kepala: biasanya ditemukan kulit kepala kering karena

dermatitis seboreikaMata : biasnay konjungtifa anemis,

sce;era tidak ikterik, pupil isokor,refleks pupil terganggu

5) Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping

hidung Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic

karena infeksi jamur criptococus neofarmns)

6) Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya

bercak- bercak putih seperti krim yang menunjukan kandidiasis

7) Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan

8) Paru-paru: Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS

yang disertai dengan TB napas pendek (cusmaul)

9) Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif

10) Kulit: Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya

tanda- tanda lesi (lesi sarkoma kaposi)


11) Ekstremitas: Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto

menurun, akral dingin

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungn dengan


penyakit paru obstruksi kronis.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan
neurologis, ansietas, nyeri, keletihan.
c. Diare berhubungan dengan infeksi.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif.
e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
diare.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis.
g. Ketidakmampuan menelan nyeri kronis berhubngan dengan agen
cedera biologis.
h. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis;
hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism.
i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
cairan, perubahan pigmentasi perubahan turgor kulit.

3. RENCANA KEPERAWATAN DAN RASIONALISASI

DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI


No
KEPERAWATAN HASIL (NIC) (NOC)
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan
bersihan jalan tindakan napas
napas keperawatan - Posisikan pasien
diharapkan status untuk
Definisi: pernapasan tidak meminimalkan
Ketidakmampuan terganggu dengan ventilasi.
untuk Kriteria Hasil: - Motivasi pasien
membersihkan - Deviasi ringan untuk bernapas
sekresi atau dari kisaran pelan-pelan
obstruksi dari normal berputar dan batuk.
saluran napas untuk frekuensi - Auskultasi bunyi
mempertahankan pernapasan. napas, catat area
DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI
No
KEPERAWATAN HASIL (NIC) (NOC)
bersihan jalan - Deviasi ringan yang ventilasinya
napas. dari kisaran menurun tidak dan
normal adanya suara napas
Batasan auskultasi tambahan.
Karakteristik: napas. Fisioterafi dada
- Suara napas - Deviasi ringan - Jelaskan tujuan dan
tambahan. dari kisaran prosedur
- Perubahan normal fisiotherapi dada
frekuensi kepatenana kepada pasien.
pernapasan. jalan napas. - Monitor status
- Perubahan - Tidak ada respirasi dan
iranma napas, retraksi dinding kardiologi
- Penurunan dada. (misalnya denyut,
bunyi napas, irama suara
- Sputum dalam kedalaman napas),
jumlah - Monitor jumlah
berlebihan. dasar karakteristik
- Batuk tidak sputum.
efektif. - Ajarkan pasien
melakukan reksasi
napas dalam.
Setelah dilakukan
Ketidakefektifan asuhan
pola napas keperawatan
Manajemen jalan
diharapkan status
napas:
Definisi: pernapasan tidak
- Posisikan pasien
- Inspirasi terganggu dengan
untuk
ekspirasi yang Kriteria Hasil:
memaksimalkan
tidak memberi - Frekuensi
ventilasi.
ventilasi pernapasan
- Lakukan fisioterapi
adekuat. tidak ada
dada, sebagai mana
Faktor Resiko: deviasi dari
mestinya.
- Perubahan kisaran normal.
- Buang secret
kedalaman - Irama
2. dengan memotivasi
pernapasan, pernapasan
klien untuk batuk
bredipneu, tidak ada
efektif atau
takipneu, deviasi dari
menyedot lender.
dispneu, kisaran normal.
- Auskultasi suara
pernapasan - Tidak ada
napas.
cuping hidung. retraksi dinding
- Catat area yang
Faktor yang dada.
ventilasinya
berhubungan: - Tidak ada suara
menurun atau ada
- Kerusakan napas
dan tdaknya suara
neurologis: tambahan.
napas tambahan.
imunitas - Tidak ada
neurologi. pernapasan
cuping hidung.
3. Diare Setelah tindakan Manajemen saluran
keperawatan cerna:
Definisi: diharapkan pola - Monitor buang air
DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI
No
KEPERAWATAN HASIL (NIC) (NOC)
Tekstur feses yang eliminasi usus tidak besar termasuk
lunak dan tidak terganggu dengan frekuensi,
berbentuk. kriteria hasil: konsistensi, bentuk,
- Pola eliminasi volume dan warna.
Batasan tidak - Monitor bising
karakteristik: terganggu. usus.
- Nyeri abdomen - Diare tidak ada Manajemen Diare:
sedikitnya tiga - Identifikasi fktor
kali defekasi yang bisa
perhari. menyebabkan diare
- Bising usus (misalnya medikasi
hiperaktif. bakteri).
- Amati turgor kulit
secara berkala.
- Monitor kulit
perineum terhadap
adanya iritasi dan
ulserasi.
- Konsultasikan
dengan dokter jika
tanda dan gejala
diare menetap.
4. Kekurangan Setelah dilakukan Manajemen Cairan:
volume cairan tindakan - Jaga intake dan
keperawatan output pasien.
Definisi: diharapkan - Monitor status
- Penurunan keseimbangan hidrasi(misalnya
cairan cairan tidak membrane mukosa
intravaskuler, terganggu dengan lembab, denyut
interstinal kriteria hasil: nadi ade kuat.
dan/intra - Tekanan darah - Monitor hasil
seluler, ini tidak laboratorium yang
mengacu pada terganggu. relevan dengan
dehidrasi, - Keseimbangan retensi cairan
kehilangan intake dan ( misalnya
cairan saja output dalam peningkatan berat
tanpa 24 jam tidak jenis, peningkatan
perubahan pada terganggu. BUN, penurunan
natrium. - Turgor kulit hematokrit dan
Batasan tidak peningkatan kadar
Karakteristik: terganggu. osmolitas).
- Penurunan - Monitor tanda-
tekanan darah. tanda vital.
- Penurunan - Berikan diuretic
tekanan nadi. yang diresepkan.
- Penurunan Monitor Caian:
turgor kulit. - Tentukan jumlah
- Kulit kering. dan jenis asupan
- Kelemahan. cairan serta
Faktor yang kebiasaan
DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI
No
KEPERAWATAN HASIL (NIC) (NOC)
berhubungan: eliminasi.
- Kehilangan - Tentukan factor-
cairan aktif. faktor yang
menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan.
- Periksa turgor kulit.
- Monitor tekanan
darah, denyut
jantung, dan status
pernapasan monitor
membran mukosa,
turgor kulit dan
respon haus.

4. IMPLEMENTASI

Setelah rencana tindakan ditetapakan maka dilanjutkan dengan

melakukan rencana tersebut dalam bentuk nyata, dalam

melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan HIV AIDS tidak

mudah rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapakan tetapi

terlebih dahulu harus melakukan pendekatan pada klien agar nantinya

klien mau melaksanakan apa yang perawat anjurkan. Sehingga

seluruh rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai

dengan masalah yang dihadapi klien.

5. EVALUASI

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan (Rohmah&Walid,2012). Dari tiga diagnosa

prioritas utama yang penulis tegakan sesuai dengan apa yang penulis

temukan dalam melakukan studi kasus dan melakukan asuhan

keperawatan, kurang lebih sudah mencapai perkembangan yang


lebih baik dan optimal, maka dari itu dalam melakukan

asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang maksimal

memerlukan adanya kerja sama antara penulis dengan klien,

perawat, dokter, dan tim kesehatan lainya.

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Provinsi NTT


2013

Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, (2016). Laporan


Perkembangan HIV AIDS triwulan 1 Tahun 2016. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia


2014.Jakarta: Sekretaris Jenderal

Kumar, Cotran, Robbins.(2011). Buku Ajar Patologi Jakarta: EGC

Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi


HIV AIDS, Jakarta: Salemba Medika

Nursalam dan Kurniawati, Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan Pada


Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzerth dan Bare (2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Vol.3. Jakarta: EGC

NANDA internanational (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi Jakarta: EGC
Perry & Potter (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep
proses, dan praktik. Jakarta: EGC

APLIKASI Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis &


NANDA NIC- NOC. Edisi revisi jilid 1, 2, 3. (2015).

Anda mungkin juga menyukai