Anda di halaman 1dari 17

V AIDS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

INVANSIA DESI YULIA ANAMEHA 2101026


EVI ANDRIANI SUSANTI 2101027
GENOVEVA BERNADETHA N 2101029
LULU YUNIANTI 2101031
AMBO ENRE 2101065

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

TAHUN 2021

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Makalah HIV
AIDS” tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kritis. Kami sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
tentang HIV AIDS.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
sistematikanya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat


khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Makassar , Oktober 2022

Penyusun

Kelompok 4

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang terjadi di kalangan masyarakat yang
belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk pencegahan HIV/AIDS hingga saat
ini. Secara global terdapat 36 juta orang dengan HIV di seluruh dunia, di Asia Selatan
dan Tenggara terdapat kurang lebih 5 juta orang dengan HIV. Indonesia merupakan salah
satu negara dengan penambahan kasus HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara, dengan
estimasi peningkatan angka kejadian infeksi HIV lebih dari 36%. Epidemi HIV/AIDS di
Indonesia bertumbuh paling cepat di antara negara-negara di Asia (UNAIDS, 2014).
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus
meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa cara
penularan tersebut, masing-masing penularan memiliki resiko penularan cukup besar.
Oleh karena itu, penularan HIV harus diberi pengobatan agar penyebaran mengalami
perlambatan.
Cara penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, penggunaan obat suntik, ibu
ke anak-anak dan lain-lain . Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi
pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan
obat dan vaksin pencegahan penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase
asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal
tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg
phenomena).
Kepatuhan minum obat ARV merupakan salah satu faktor penting dalam
keberhasilan pengobatan HIV/AIDS. Pemberian obat ARV bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup ODHA. Model IMB merupakan salah satu teori
pembentukan perilaku dengan menghubungkan faktor informasi-motivasi-keterampilan
berperilaku dan sudah sering digunakan untuk pembentukan perilaku ketaatan minum
obat ARV. Walaupun begitu terdapat beberapa penelitian yang membuktikan bahwa
faktor informasi tidak berpengaruh pada pembentukan perilaku ketaatan.
B. ANATOMI FISIOLOGIS HIV AIDS
1. Imunologi System
a. System imun : system pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali
dan menghancurkan bahan yang bukan “normal self”’ (bahan asing atau abnormal
cells)
b. Imunitas atau respon imun : kemampuan tubuh manusia untuk melawan organisme
atau toksin yang berbahaya
2. Ada 2 macam RI, yaitu :
a. RI Spesifik : dekriminasi self dan non self, memori, spesifisitas
b. RI Non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme
3. Sel-sel yang berperan dalam respon imun
a. Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen
tertentu. Sel B merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan limfoid yang
ditemukan pada ayam. Jaringan sejenis yang ada pada mamalia yaitu sum-sum
tulang, jaringan limfe usus, dam limpa.
Sel B matur bermigrasi ke organ-organ limfe perifer seperti limpa, nodus limfe,
bercak peyer pada saluran pencernaan, dan amandel. Sel B matur membawa
molekul immunoglobulin permukaan yang terikat dengan membrane selnya. Saat
diaktifasi oleh antigen tertetu dan dengan bantuan limfosit T, sel B akan
derdiferensiasi melalui dua cara, yaitu :
1) Sel plasma adalah : sel ini mampu menyintesis dan mensekresi antibody
untuk menghancurkan antigen tertentu.
2) Sel memori B adalah sel memori menetap dalam jaringan limfoid dan siap
merespons antigen perangsang yang muncul dalam pajanan selanjutnya
dengan respons imun sekunder yang lebih cepat dan lebih besar.
b. Sel T
Sel T juga menunjukan spesifisitas antigen dan akan berploriferasi jika ada
antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibody.
Sel T mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui reseptor sel T, yaitu protein
permukaan sel yang terikat membrane dan analog dengan antibody. Sel T
memproduksi zat aktif secara imulogis yang disebut limfokin. Sub type limfosit T
berfungsi untuk membantu limfosit B merespons antigen, membunuh sel-sel asing
tertentu, dan mengatur respons imun. Respons sel T adalah Sel T, seperti sel B berasal
dari sel batang prekusor dalam sum-sum tulang, pada periode akhir perkembangan
janin atau segera setelah lahir, sel prekusor bermigrasi menuju kelenjar timus,
tempatnya berproliferasi, berdiferensiasi dan mendapatkan kemampuan untuk
mengenali diri. Setelah mengalami diferensiasi dan maturasi, sel T berigrasi menuju
organ limfoid seperti limpa atau nodus limfe. Sel ini dikhususkan untuk melawan sel
yang mengandung organisme intraseluler.
a. Sel Efektor :
1) Sel T sitotoksik (Sel T pembunuh)
Mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada
permukaannya.
2) Sel T pembantu
Tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Setelah aktivasi oleh
makrofag antigen, sel T pembantu diperlukan untuk sistesis antibody nirmal,
untuk pengenalan beda asing sel T pembantu melepas interleukin-2 yang
menginduksi proliferasi sel T sitotoksik, menolong sel T lain untuk merespons
antigen dan sel T pembantu dapat memproduksi zat (limfokin) yang penting
dalam reaksi alergi (hipetsensitivitas).
3) Sel T supresor
Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon sel B dan T
4) Makrofag
Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau mencerna
sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang mengandung determinan
antigeni. Makrofag akan meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya
sehingga terpapar untuk limfosit T tertentu.

BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. DEFINISI HIV/AIDS
(Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk) AIDS adalah “singkatan dari Acquired
Immune Definsiency Syndreome, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia. Sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata
oleh virus HIV nya oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tubuh
tidak rusak, sedangkan,
HIV adalah nama Virus menyebab AIDS atau disebut Human Immunodeficiency
Virus”.(1999, 9) Jadi Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV, atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-
lain).

B. KLASIFIKASI HIV AIDS


Sesuai ketentuan WHO melalui stadium klinis pada orang dewasa serta klasifikasi klinis
dan CD4 dari CDC (Centers for Desease Control and Prevention): (Nasronudin, 2007).
1. Stadium Klinis HIV/AIDS
a. Stadium Klinis I
Penampilan/aktivitas fisik skala I biasanya asimtomatis dan aktivitas normal disertai
limfadenopati persisten generalisata.
b. Stadium Klinis II
Simtomatis dan aktivitas normal, dengan gejala; penurunan berat badan, tetapi <10%
dari berat badan sebelumnya, manifestasi mukokutaneus minor (dermatitis sebhoroic,
prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulserasi mukosa oral berulang, cheilitis angularis),
herpes zoster, dalam 5 tahun terakhir, infeksi berulang pada saluran pernafasan atas.
c. Stadium Klinis III
Lemah dan berada di tempat tidur < 50% per hari dalam sebulan terakhir, disertai
gejala penurunan berat badan >10%, diare kronis dengan penyebab tidak jelas > 1
bulan, demam dengan sebab yang tidak jelas (intermittent atau tetap) > 1 bulan,
kandidiasis oris, oral hairy leukoplakia, TB pulmoner dalam satu bulan terakhir,
infeksi bakterial berat (misal : pneumonia piomiositis).
d. Stadium Klinis IV
Selalu berada di tempat tidur > 50% per hari dalam sebulan terakhir, HIV wasting
syndrome, PCP, ensephalitis Toxoplasmosis, diare karena cryptosporidiosis >1 bulan,
cryptococcosis ekstrapulmoner, infeksi virus sitomegalo, infeksi herpes simplex > 1
bulan, berbagai infeksi jamur barat (histoplasma, coccidiloidomycosis), kandidiasis
esophagus, trachea atau bronchus, mikobakteriosis stypical, salmonelosis non tifoid
disertai septikemia, TB ekstrapulmoner, limfoma maligna, sarcoma Kaposi,
ensefalopati HIV.

C. ETIOLOGI
HIV merupakan virus yang sangat mematikan dan merupakan penyakit yang sampai
saat ini belum ada obatnya, dimana ketika seseorang terkena virus HIV yang sudah masuk
kedalam tubuh manusia, maka virus HIV akan berkembang, sehingga melumpuhkan sistem
imun tubuh pada manusia, jiga tidak segera ditangani (Haryono, 2018).
Faktor resiko HIV/AIDS yaitu faktor perilaku seksual yang merupakan salah satu faktor
utama seseorang terinfeksi virus HIV/AIDS yaitu melakukan hubungan seksual tanpa
menggunakan pelindung seperti kondom. Pemakaian kondom dalam melakukan hubungan
seksual sangat efektif untuk mencegah terjadinya HIV/AIDS. Hal ini terjadi karena
kurangnya informasi. Selain itu penularan secara parenteral dan riwayat penyakit infeksi
menular yang pernah tertular atau dialami sebelumnya (Abrori & Mahwar, 2017).
Sejumlah penelitian menyatakan bahwa infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan
oleh ulkus seperti herpes simpleks dan sifilis merupakan faktor resiko yang dapat
menularkan dan ditularkan oleh infeksi virus HIV/AIDS. Saat ini banyak masyarakat
beranggapan bahwa virus HIV/AIDS dapat tertular melalui hubungan seksual akan tetapi
virus HIV/AIDS bisa tertular oleh siapa saja misalnya suami istri yang salah satunya
mempunyai penyakit HIV/AIDS (Abrori & Mahwar, 2017).

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Najmah (2016), patofisiologi terjadinya HIV adalah virus masuk ke dalam
tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret vagina, sebagian besar
75% penularan terjadi melalui kontak seksual dan virus ini cenderung menyerang sel jenis
tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T yang
memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
Pada tahap awal infeksi, virus HIV menginfeksi permukaan mukosa dan selanjutnya
dapat menyebar ke jaringan lain. Pada jaringan penderita terdapat reseptor CD4 atau co-
reseptor kemokin terutama sel T dan makrofag. Sel dendrit dan mukosa sel T diduga
menyebarkan infeksi ke organ limfe perifer yang dapat menginfeksi sel T. Sel penjamu yang
terinfeksi oleh HIV waktu hidupnya sangat pendek, HIV akan terus menerus menggunakan
sel penjamu untuk mereplikasi diri untuk menghasilkan sepuluh miliar virus setiap harinya.
Serangan pertama pada 24 jam pertama setelah paparan HIV akan tertangkap oleh sel
dendrit oleh membrane mukosa dan kulit. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi lima fase
(berikatan, penetrasi membran, fusi membran, transkiptase pembalik, intregrasi bakal virus
ke dalam genom sel inang atau penderita) sintesis protein dan praktikan kembali ke inti virus
serta virus mulai berkembang. Tahap akhir pada siklus hidup HIV adalah pelepasan virus
yang matur atau dewasa (Nursalam dkk, 2018).

E. TANDA DAN GEJALA


Riwayat infeksi HIV dari tahap awal hingga ke tahap akhir AIDS tergantung pada
kekebalan tubuh dan kondisi individu itu sendiri, yang memerlukan waktu 2-15 tahun.
Orang yang hidup dengan HIV umumnya tidak menyadari tentang status HIV mereka tanpa
mereka melakukan tes HIV karena mereka terlihat sehat, setelah beberapa minggu terinfeksi
dan mereka mungkin mengalami tanda-tanda dan gejala atau hanya penyakit seperti demam,
sakit kepala, ruam atau sakit tenggorokan.
Namun, HIV berkembang terus menerus dan menginfeksi sel T-Helper yang
mengandung reseptor CD4 sampai dengan virus ini melemahkan sistem kekebalan tubuh
dan menyebabkan gejala lebih lanjut, termasuk pembengkakan kelenjar getah bening,
penurunan berat badan, demam, diare dan batuk juga penyakit berat seperti tuberculosis,
meningitis kriptokukus dan kanker seperti limfoma dan sarcoma kaposi (WHO, 2014
Berikut tanda dan gejala klinis bagi penderita AIDS yaitu;
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia / HIV ensefalopati

F. KOMPLIKASI
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (Dalam Haryono, 2018) komplikasi
yang terjadi pada orang dengan HIV/AIDS. Diantaranya:
1. Mengalami Kandidiasis bronkus, trakea atau paru-paru.
2. Mengalami kandidiasis esofagus.
3. Mengalami kriptokokosis ekstra paru.
4. Mengalami kriptosporidiosis intestinal kronis > 1 bulan.
5. Mengalami gangguan penglihatan (Rinitis CMV).
6. Mengalami herpes simpleks, ulkus kronik > 1 bulan.
7. Mengalami mycobacterium tuberculasis di paru atau ekstra paru.
8. Mengalami ensefalitistoksoplasma.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Amin & Hardhi (2015) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui penyakit HIV/AIDS antara lain:
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction
2. Tes ELISA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi.
3. Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot.
4. Serologis: skrining HIV dengan ELISA, Tes westen blot, limfosit T.
5. Pemeriksaan darah rutin.
6. Pemeriksaan neurologis

H. PENATALAKSANAAN MEDIK DAN KEPERAWATAN


Penatalaksanaan virus HIV/AIDS menurut Haryono (2018) dibagi menjadi dua yaitu
pentalaksanaan secara umum dan khusus, diantaranya:

1. Penatalaksanaan secara umum


a. Seseorang yang menderita HIV/AIDS dilakukan pemeriksaan proses konseling
dimulai sejak antenatal bagi ibu hamil dan meminta persetujuan pasien dalam
melakukan pemeriksaan.
b. Upayakan ketersediaan uji serologi yaitu uji untuk mendeteksi bakteri.
c. Spesifikan konseling bagi penderita HIV/AIDS terutama bagi ibu hamil yang
menderita HIV/AIDS.
d. Untuk orang yang memiliki resiko tinggi tertular HIV/AIDS, maka diberikan
konseling dalam upaya mencegah HIV/AIDS.
e. Mengatasi infeksi oportunistik dan memberikan nutrisi yang baik seperti nutrisi
yang mengandung nilai gizi yang tinggi.
f. Melakukan terapi AZT secepatnya jika CD4 mengalami penurunan dan konsentasi
virus dalam 30.000-50.000 kopi RNA/Ml.
g. Memperhatikan prinsip pencegahan infeksi.

2. Penatalaksanaan secara khusus


a. Ketika seseorang telah terinfeksi HIV maka selanjutnya akan dilakukan pengobatan
untuk memperlambat replikasi virus pada penderita HIV sehingga tidak menyebar
menjadi AIDS.
b. Dalam pengobatan virus HIV, obat yang diberikan pada penderita HIV mempunyai
efek samping, akan tetapi obat ini dapat memperlambat virus HIV yang ada di
dalam tubuh penderita HIV sehingga tidak menyebar menjadi AIDS.
c. Pengobatan infeksi oportunistik dengan pemberian obat antibiotik dengan dosis
yang tinggi, selian itu diberikan secara rutin agar virus tidak menjalar dan
memperlambat penyebaran virus HIV/AIDS

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN KRITIS

1. Konsep asuhan keperawatan


A. Pengkajian
 Identitas
Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir
 Riwayat test
HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi , menggunakan obat-obatan
 Keadaan umum
Pucat dan kelaparan
 Gejala subjektif
Demam kronik dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang
kali, lemah , lelah , anoreksia
 Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan , perubahan pola hidup
 Status mental
Marah atau pasrah , depresi, ide bunuh diri, halusinasi
 Heent
Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, mulut kering
 Neurologis
Gangguan reflex pupil, vertigo, kakukuduk, kejang
 Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah , tidak mampu melakukan ADL
 Kardiovaskular
Takikardi , sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness
 Pernafasan
Dyspnea, takipnea, sianosis,menggunakan otot bantu pernafasan , batuk
produktif atau non produktif
 GI
Intake makan dan minum menurun, mual, muntah , BB menurun, diare,
inkontinensia, perut keram , hepatosplenomegali, kuning
 GU
Lesi atau eksudat pada genetalia
 Integument
Kering, gatal, lesi , turgor jelek

B. Diagnosa keperaawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisidan pola
hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien ) berhubungan dengan infeksi HIV , adanya
infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan
3. Intolerans aktifitas berhubungan dengan kelemahan , pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbs zat gizi
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
dialami orang tercinta

KASUS

Tn L usia 42 Tahun dirawat diruang HCU salah satu rumah sakit umum di makassar dengan
keluhan kejang dan penurunan kesadaran, keluhan klien memberat sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit dimana Klien mengalami kejang, demam tinggi dan nafas cepat serta
kelumpuhan sebagian tubuhnya. Saat ini Klien GCS 9 Suhu 400C, nadi 100, pernafasan
34X/menit, hasil CT Scan ditemukan massa abnormal pada cerebral meluas ke bagian
hipotalamus dan medula oblongata.

A. Pengkajian keperawatan
a. Identitas Klien ;
Nama ; Tn. L
Tempat/Tanggal Lahir ; Makassar, 19 Februari 1993
Jenis Kelamin ; Laki- laki
Status Kawin ; Lajang
Agama ; Hindu
Pendidikan ; SMA
Pekerjaan ; Pelaut
Alamat ; Jl. Baji Pamase
Diagnosa Medis ; B20 ( HIV AIDS )
No. Rekam Medis ; 1253678898
b. Keluhan utama ;
Tn. L dirawat diruang HCU salah satu rumah sakit umum di makassar dengan keluhan
kejang dan penurunan kesadaran, keluhan klien memberat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit dimana Klien mengalami kejang, demam tinggi dan nafas cepat serta
kelumpuhan sebagian tubuhnya.
c. Riwayat kesehatan sekarang ;
Saat ini Klien GCS 9 Suhu 400C, nadi 100, pernafasan 34X/menit, hasil CT Scan
ditemukan massa abnormal pada cerebral meluas ke bagian hipotalamus dan medula
oblongata.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermi b.d suhu tubuh diatas nilai normal ditandai dengan kejang.
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d jalan nafas tergangggu akibat spasme otot-otot
pernafasan dan penurunan ekspansi paru
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Intervensi keperawatan dan rasional
a. Hipertermi b.d suhu tubuh diatas nilai normal ditandai dengan kejang.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam , mka termoregulasi
membaik , dengan kriteria hasil ;
- Suhu tubuh normal
- Pasien sudah tidak kejang

INTERVENSI
Manajemen Nyeri

OBSERVASI
- Identifikasi penyebab hipertermia (mis; dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan incubator )
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urin
- Monitor komplikasi akibat hipertermia

TERAPEUTIK
- Sediakan ligkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti limen setiap hari atau lebih sering jika mengalami keringat berlebih
- Lakukan pendinginan eksternal ( mis; selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi , leher, dada , abdomen dan lain lain )
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen jika perlu

EDUKASI
- Anjurkan tirah baring

KOLABORASI
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena , jika perlu

b. Ketidakefektifan pola nafas b.d jalan nafas tergangggu akibat spasme otot-otot
pernafasan dan penurunan ekspansi paru.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam , maka pola nafas efektif
dengan kriteria hasil sebagai berikut ;
- Frekuensi nafas membaik
- Kedalaman nafas membaik

INTERVENSI
Pemantauan respirasi

OBSERVASI
- Monitor pola nafas ( seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi )
- Monitor frekuensi nafas , irama , kedalaman , dan upaya nafas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor apakah adnya sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD

TERAPEUTIK
- Atur interval waktu pemantaua respirasi sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan

EDUKASI
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
KOLABORASI
- Kolaborasi pemberian Bronkodilator , jika perlu
PENUTUP

Kesimpulan

1. HIV ( Human Immuno- Devesiensi ) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS ( Acguired Immuno-
Deviensi Syndromer ) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh
terhadap serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala penyakit AIDS seseoran yang terkena virus HIV pada awal permulaan
ummnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas , penederita hanya mengalami
demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak
virus HIV tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang
dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS yang ada
hanyalah pencegahannya saja.
DAFTAR PUSTAKA

Marlinda Yetik dkk,2017, Perilaku Pencegahan Penularan Hiv/Aids, vol 2, Hal 193

Muhammad Ikhsan dkk, 2018, Gambaran Pengetahuan Pekerja Seks Komersila Tentang
Pencegahan Penularan Hiv/Aids Dilokalisasi Pembatuan Wilayah Kerja Puskesmas Guntung
Payung Kota Banjarbaru, Vol 2, No 3A, hal 57

Sani, 2017, HIV/AIDS: Definisi, Cara Penularan, Klasifikasi, Sasaran Pencegahan, dan
Penatalaksanaan (internet)

Amin & hardi, 2015, KONSEP HIV AIDS, eprints.umpo.ac.id/6131/3/BAB II (internet)

Zohratul maesaroh, dkk, 2016, makalah HIV AIDS, MAKALAH HIV/AIDS (sule-
epol.blogspot.com) (internet)

Emmy putri w, 2018, Konsep Anatomi Fisiologis,


https://id.scribd.com/document/329697421/Konsep-Anatomi-Fisiologi-HIV (internet)

Anda mungkin juga menyukai