DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Makalah HIV
AIDS” tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kritis. Kami sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
tentang HIV AIDS.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
sistematikanya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini.
Penyusun
Kelompok 4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang terjadi di kalangan masyarakat yang
belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk pencegahan HIV/AIDS hingga saat
ini. Secara global terdapat 36 juta orang dengan HIV di seluruh dunia, di Asia Selatan
dan Tenggara terdapat kurang lebih 5 juta orang dengan HIV. Indonesia merupakan salah
satu negara dengan penambahan kasus HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara, dengan
estimasi peningkatan angka kejadian infeksi HIV lebih dari 36%. Epidemi HIV/AIDS di
Indonesia bertumbuh paling cepat di antara negara-negara di Asia (UNAIDS, 2014).
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus
meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa cara
penularan tersebut, masing-masing penularan memiliki resiko penularan cukup besar.
Oleh karena itu, penularan HIV harus diberi pengobatan agar penyebaran mengalami
perlambatan.
Cara penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, penggunaan obat suntik, ibu
ke anak-anak dan lain-lain . Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi
pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan
obat dan vaksin pencegahan penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase
asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal
tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg
phenomena).
Kepatuhan minum obat ARV merupakan salah satu faktor penting dalam
keberhasilan pengobatan HIV/AIDS. Pemberian obat ARV bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup ODHA. Model IMB merupakan salah satu teori
pembentukan perilaku dengan menghubungkan faktor informasi-motivasi-keterampilan
berperilaku dan sudah sering digunakan untuk pembentukan perilaku ketaatan minum
obat ARV. Walaupun begitu terdapat beberapa penelitian yang membuktikan bahwa
faktor informasi tidak berpengaruh pada pembentukan perilaku ketaatan.
B. ANATOMI FISIOLOGIS HIV AIDS
1. Imunologi System
a. System imun : system pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali
dan menghancurkan bahan yang bukan “normal self”’ (bahan asing atau abnormal
cells)
b. Imunitas atau respon imun : kemampuan tubuh manusia untuk melawan organisme
atau toksin yang berbahaya
2. Ada 2 macam RI, yaitu :
a. RI Spesifik : dekriminasi self dan non self, memori, spesifisitas
b. RI Non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme
3. Sel-sel yang berperan dalam respon imun
a. Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen
tertentu. Sel B merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan limfoid yang
ditemukan pada ayam. Jaringan sejenis yang ada pada mamalia yaitu sum-sum
tulang, jaringan limfe usus, dam limpa.
Sel B matur bermigrasi ke organ-organ limfe perifer seperti limpa, nodus limfe,
bercak peyer pada saluran pencernaan, dan amandel. Sel B matur membawa
molekul immunoglobulin permukaan yang terikat dengan membrane selnya. Saat
diaktifasi oleh antigen tertetu dan dengan bantuan limfosit T, sel B akan
derdiferensiasi melalui dua cara, yaitu :
1) Sel plasma adalah : sel ini mampu menyintesis dan mensekresi antibody
untuk menghancurkan antigen tertentu.
2) Sel memori B adalah sel memori menetap dalam jaringan limfoid dan siap
merespons antigen perangsang yang muncul dalam pajanan selanjutnya
dengan respons imun sekunder yang lebih cepat dan lebih besar.
b. Sel T
Sel T juga menunjukan spesifisitas antigen dan akan berploriferasi jika ada
antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibody.
Sel T mengenali dan berinteraksi dengan antigen melalui reseptor sel T, yaitu protein
permukaan sel yang terikat membrane dan analog dengan antibody. Sel T
memproduksi zat aktif secara imulogis yang disebut limfokin. Sub type limfosit T
berfungsi untuk membantu limfosit B merespons antigen, membunuh sel-sel asing
tertentu, dan mengatur respons imun. Respons sel T adalah Sel T, seperti sel B berasal
dari sel batang prekusor dalam sum-sum tulang, pada periode akhir perkembangan
janin atau segera setelah lahir, sel prekusor bermigrasi menuju kelenjar timus,
tempatnya berproliferasi, berdiferensiasi dan mendapatkan kemampuan untuk
mengenali diri. Setelah mengalami diferensiasi dan maturasi, sel T berigrasi menuju
organ limfoid seperti limpa atau nodus limfe. Sel ini dikhususkan untuk melawan sel
yang mengandung organisme intraseluler.
a. Sel Efektor :
1) Sel T sitotoksik (Sel T pembunuh)
Mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing pada
permukaannya.
2) Sel T pembantu
Tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Setelah aktivasi oleh
makrofag antigen, sel T pembantu diperlukan untuk sistesis antibody nirmal,
untuk pengenalan beda asing sel T pembantu melepas interleukin-2 yang
menginduksi proliferasi sel T sitotoksik, menolong sel T lain untuk merespons
antigen dan sel T pembantu dapat memproduksi zat (limfokin) yang penting
dalam reaksi alergi (hipetsensitivitas).
3) Sel T supresor
Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon sel B dan T
4) Makrofag
Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau mencerna
sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang mengandung determinan
antigeni. Makrofag akan meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya
sehingga terpapar untuk limfosit T tertentu.
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. DEFINISI HIV/AIDS
(Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk) AIDS adalah “singkatan dari Acquired
Immune Definsiency Syndreome, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia. Sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata
oleh virus HIV nya oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tubuh
tidak rusak, sedangkan,
HIV adalah nama Virus menyebab AIDS atau disebut Human Immunodeficiency
Virus”.(1999, 9) Jadi Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV, atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-
lain).
C. ETIOLOGI
HIV merupakan virus yang sangat mematikan dan merupakan penyakit yang sampai
saat ini belum ada obatnya, dimana ketika seseorang terkena virus HIV yang sudah masuk
kedalam tubuh manusia, maka virus HIV akan berkembang, sehingga melumpuhkan sistem
imun tubuh pada manusia, jiga tidak segera ditangani (Haryono, 2018).
Faktor resiko HIV/AIDS yaitu faktor perilaku seksual yang merupakan salah satu faktor
utama seseorang terinfeksi virus HIV/AIDS yaitu melakukan hubungan seksual tanpa
menggunakan pelindung seperti kondom. Pemakaian kondom dalam melakukan hubungan
seksual sangat efektif untuk mencegah terjadinya HIV/AIDS. Hal ini terjadi karena
kurangnya informasi. Selain itu penularan secara parenteral dan riwayat penyakit infeksi
menular yang pernah tertular atau dialami sebelumnya (Abrori & Mahwar, 2017).
Sejumlah penelitian menyatakan bahwa infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan
oleh ulkus seperti herpes simpleks dan sifilis merupakan faktor resiko yang dapat
menularkan dan ditularkan oleh infeksi virus HIV/AIDS. Saat ini banyak masyarakat
beranggapan bahwa virus HIV/AIDS dapat tertular melalui hubungan seksual akan tetapi
virus HIV/AIDS bisa tertular oleh siapa saja misalnya suami istri yang salah satunya
mempunyai penyakit HIV/AIDS (Abrori & Mahwar, 2017).
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Najmah (2016), patofisiologi terjadinya HIV adalah virus masuk ke dalam
tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret vagina, sebagian besar
75% penularan terjadi melalui kontak seksual dan virus ini cenderung menyerang sel jenis
tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T yang
memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.
Pada tahap awal infeksi, virus HIV menginfeksi permukaan mukosa dan selanjutnya
dapat menyebar ke jaringan lain. Pada jaringan penderita terdapat reseptor CD4 atau co-
reseptor kemokin terutama sel T dan makrofag. Sel dendrit dan mukosa sel T diduga
menyebarkan infeksi ke organ limfe perifer yang dapat menginfeksi sel T. Sel penjamu yang
terinfeksi oleh HIV waktu hidupnya sangat pendek, HIV akan terus menerus menggunakan
sel penjamu untuk mereplikasi diri untuk menghasilkan sepuluh miliar virus setiap harinya.
Serangan pertama pada 24 jam pertama setelah paparan HIV akan tertangkap oleh sel
dendrit oleh membrane mukosa dan kulit. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi lima fase
(berikatan, penetrasi membran, fusi membran, transkiptase pembalik, intregrasi bakal virus
ke dalam genom sel inang atau penderita) sintesis protein dan praktikan kembali ke inti virus
serta virus mulai berkembang. Tahap akhir pada siklus hidup HIV adalah pelepasan virus
yang matur atau dewasa (Nursalam dkk, 2018).
F. KOMPLIKASI
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (Dalam Haryono, 2018) komplikasi
yang terjadi pada orang dengan HIV/AIDS. Diantaranya:
1. Mengalami Kandidiasis bronkus, trakea atau paru-paru.
2. Mengalami kandidiasis esofagus.
3. Mengalami kriptokokosis ekstra paru.
4. Mengalami kriptosporidiosis intestinal kronis > 1 bulan.
5. Mengalami gangguan penglihatan (Rinitis CMV).
6. Mengalami herpes simpleks, ulkus kronik > 1 bulan.
7. Mengalami mycobacterium tuberculasis di paru atau ekstra paru.
8. Mengalami ensefalitistoksoplasma.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Amin & Hardhi (2015) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengetahui penyakit HIV/AIDS antara lain:
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction
2. Tes ELISA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi.
3. Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot.
4. Serologis: skrining HIV dengan ELISA, Tes westen blot, limfosit T.
5. Pemeriksaan darah rutin.
6. Pemeriksaan neurologis
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN KRITIS
B. Diagnosa keperaawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisidan pola
hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien ) berhubungan dengan infeksi HIV , adanya
infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan
3. Intolerans aktifitas berhubungan dengan kelemahan , pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbs zat gizi
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
dialami orang tercinta
KASUS
Tn L usia 42 Tahun dirawat diruang HCU salah satu rumah sakit umum di makassar dengan
keluhan kejang dan penurunan kesadaran, keluhan klien memberat sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit dimana Klien mengalami kejang, demam tinggi dan nafas cepat serta
kelumpuhan sebagian tubuhnya. Saat ini Klien GCS 9 Suhu 400C, nadi 100, pernafasan
34X/menit, hasil CT Scan ditemukan massa abnormal pada cerebral meluas ke bagian
hipotalamus dan medula oblongata.
A. Pengkajian keperawatan
a. Identitas Klien ;
Nama ; Tn. L
Tempat/Tanggal Lahir ; Makassar, 19 Februari 1993
Jenis Kelamin ; Laki- laki
Status Kawin ; Lajang
Agama ; Hindu
Pendidikan ; SMA
Pekerjaan ; Pelaut
Alamat ; Jl. Baji Pamase
Diagnosa Medis ; B20 ( HIV AIDS )
No. Rekam Medis ; 1253678898
b. Keluhan utama ;
Tn. L dirawat diruang HCU salah satu rumah sakit umum di makassar dengan keluhan
kejang dan penurunan kesadaran, keluhan klien memberat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit dimana Klien mengalami kejang, demam tinggi dan nafas cepat serta
kelumpuhan sebagian tubuhnya.
c. Riwayat kesehatan sekarang ;
Saat ini Klien GCS 9 Suhu 400C, nadi 100, pernafasan 34X/menit, hasil CT Scan
ditemukan massa abnormal pada cerebral meluas ke bagian hipotalamus dan medula
oblongata.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermi b.d suhu tubuh diatas nilai normal ditandai dengan kejang.
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d jalan nafas tergangggu akibat spasme otot-otot
pernafasan dan penurunan ekspansi paru
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Intervensi keperawatan dan rasional
a. Hipertermi b.d suhu tubuh diatas nilai normal ditandai dengan kejang.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam , mka termoregulasi
membaik , dengan kriteria hasil ;
- Suhu tubuh normal
- Pasien sudah tidak kejang
INTERVENSI
Manajemen Nyeri
OBSERVASI
- Identifikasi penyebab hipertermia (mis; dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan incubator )
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urin
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
TERAPEUTIK
- Sediakan ligkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti limen setiap hari atau lebih sering jika mengalami keringat berlebih
- Lakukan pendinginan eksternal ( mis; selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi , leher, dada , abdomen dan lain lain )
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen jika perlu
EDUKASI
- Anjurkan tirah baring
KOLABORASI
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena , jika perlu
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d jalan nafas tergangggu akibat spasme otot-otot
pernafasan dan penurunan ekspansi paru.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam , maka pola nafas efektif
dengan kriteria hasil sebagai berikut ;
- Frekuensi nafas membaik
- Kedalaman nafas membaik
INTERVENSI
Pemantauan respirasi
OBSERVASI
- Monitor pola nafas ( seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi )
- Monitor frekuensi nafas , irama , kedalaman , dan upaya nafas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor apakah adnya sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
TERAPEUTIK
- Atur interval waktu pemantaua respirasi sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
EDUKASI
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
KOLABORASI
- Kolaborasi pemberian Bronkodilator , jika perlu
PENUTUP
Kesimpulan
1. HIV ( Human Immuno- Devesiensi ) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS ( Acguired Immuno-
Deviensi Syndromer ) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh
terhadap serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala penyakit AIDS seseoran yang terkena virus HIV pada awal permulaan
ummnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas , penederita hanya mengalami
demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak
virus HIV tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang
dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS yang ada
hanyalah pencegahannya saja.
DAFTAR PUSTAKA
Marlinda Yetik dkk,2017, Perilaku Pencegahan Penularan Hiv/Aids, vol 2, Hal 193
Muhammad Ikhsan dkk, 2018, Gambaran Pengetahuan Pekerja Seks Komersila Tentang
Pencegahan Penularan Hiv/Aids Dilokalisasi Pembatuan Wilayah Kerja Puskesmas Guntung
Payung Kota Banjarbaru, Vol 2, No 3A, hal 57
Sani, 2017, HIV/AIDS: Definisi, Cara Penularan, Klasifikasi, Sasaran Pencegahan, dan
Penatalaksanaan (internet)
Zohratul maesaroh, dkk, 2016, makalah HIV AIDS, MAKALAH HIV/AIDS (sule-
epol.blogspot.com) (internet)