Anda di halaman 1dari 14

HIV AIDS

Tugas ini disusun guna memenuhi mata kuliah ASKEB Komunitas

Disusun Oleh

Trigina Norma Densi 12019009

D3 Kebidana / Smt 04

Dosen Pengampu

Wahyuningsih S.Si.T. , M.Kes

STIKES ESTU UTOMO BOYOLALI

Tahun Ajaran 2020/2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. HIV/AIDS
adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai karena AcquiredImmunodeficiency
Syndrome ( AIDS) sangat berakibat pada penderitanya. Acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala
penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak oleh virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Cara penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, penggunaan obat suntik, ibu ke
anak-anak dan lain-lain. Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi
yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan
vaksin pencegahan penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase asimtomatik (tanpa
gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola
perkembangannya seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena).
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat
meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa cara penularan
tersebut, masing-masing penularan memiliki resiko penularan cukup besar. Oleh karena itu,
penularan HIV harus diberi pengobatan agar penyebaran mengalami perlambatan.
Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun
2016 terdapat lebih dari 40 ribu kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV
paling sering terjadi pada pria dan wanita, diikuti lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna
NAPZA suntik (penasun). Di tahun yang sama, lebih dari 7000 orang menderita AIDS,
dengan jumlah kematian lebih dari 800 orang. Data terakhir Kemenkes RI menunjukkan,
pada rentang Januari hingga Maret 2017 saja sudah tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi
HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus AIDS di Indonesia.
HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat yang dapat sepenuhnya
menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat
dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral
dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan
menunda awal terjadinya AIDS.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian HIV /AIDS
2. Etiologi HIV/ AIDS
3. Tanda dan gejala  terserang HIV/AIDS
4. Penatalaksanaan dan pencegahan HIV/AIDS
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memahami tentang bahaya virus HIV/AIDS
dan cara menangulangi virus tersebut. Dan menyadarkan generasi mudasecara terus menerus
akan bahaya HIV/AIDS dan mampu melaksanakan pencgahan dan usaha-usaha
penanggulangannya dalam angka meningkatkan kekebalan tubuh.

D. Manfaat
Dengan mempelajari makalah ini yang berjudul HIV/AIDS, pembaca dapat mengetahui
manfaat sebagai berikut :
1. Mencegah terjangkitnya HIV/AIDS
2. Mendapatkan ilmu tentag bahaya terkena virus HIV/AIDS
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab AIDS. Virus ini
termasuk RNA virus genus Lentivirus golongan Retrovirus family Retroviridae. Spesies
HIV-1 dan HIV-2 merupakan penyebab infeksi HIV pada manusia (Soedarto, 2009).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome, sebenarnya
bukan suatu penyakit tetapi merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan
oleh infeksi berbagai macam mikroorganisme serta keganasan lain akibat menurunnya daya
tahan/kekebalan tubuh penderita (Irianto, 2013).
Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk :
AIDS adalah “singkatan dari Acquired Immune Definsiency Syndreome, yaitu
penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia.
Sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus HIV nya oleh penyakit lain
yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tubuh tidak rusak, sedangkan HIV adalah
nama Virus menyebab AIDS atau disebut Human Immunodeficiency Virus”.(1999, 9)
Jadi Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau sindrom) yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV, atau infeksi virus-
virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk, (1999, 43 ) : penularan HIV/AIDS
disebabkan  oleh:
Virus AIDS alias HIV tidak mudah menular seperti penularan virus influenza. HIV ini
hannya berserang pada sel darah putih tertentu yang disebut T4. Karena sel T4 ini terdapat
pada cairan-cairan tubuh, yaitu :
1) Darah, termasuk darah haid/menstruasi
2) Air mani dan cairan lain yang keluar dari alat kelamin pria kecuali kencing
3) Cairan vagina dan cairan dari leher rahim
HIV hannya bisa menular melalui :

1) Seksual
Seksual yaitu hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, baik yang
homoseksual, bikesual dan heteroseksual. Dengan demikian, penularan ini dapat terjadi WTS,
PTS dan promoksuit
2) Parenteral
Parenteral yaitu melalui luka yang dicemari darah pengidap HIV, seperti dapat terjadi
pada pengguna narkotika suntik yang menggunakan alat suntiknya ini secara bergantian tanpa
memperdulikan aspek kesuciannya, atau dalam penggunaan alat-alat yang membuat luka
seperti tatto, pisau cukur penggosok gigi secara benrgantian
3) Perinatal
Perinatal yaitu penularan oleh ibu yang menyidap HIV kejanin yang dikandungnya.
Di Amerika Serikat 78% dai AIDS pada anak penulannya melalui cara ini.

2. ETIOLOGI HIV/AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh virus yang disebut


HIV. Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur,
Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati,
sehingga pada waktu itu dinamakan Limphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo
(National Institute of Health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T
Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS.
Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga
berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO
memberi nama resmi HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula
menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetik maupun
antigenik. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan
virus itu disebut sebagai HIV saja (Daili, 2009).
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan
sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual. Jika virus masuk
ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim
reverse transcriptase yang dimiliki oleh HIV, DNA pro-virus tersebut kemudian
diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen
virus (Daili, 2009).
HIV menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan
CD4, terutama sekali limposit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan
mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi
sel monosit dan makrofag, sel langerhas pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe,
makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang
masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan
akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri (Daili, 2009).

Sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh akibat hancurnya limposit T4 secara besar-
besaran yang mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang
merupakan gejala-gejala klinis AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS
rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi (Daili, 2009).
Sedangkan menurut sumber lain, Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human
Immunodeficiency Virus,yaitu virus yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh.
HIV termasuk genus retrovirus dan tergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi dari
family lentivirus ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama,
replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri
khas untuk jenis retrovirus yaitu : dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan
variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat
menginfeksi seluruh jenis vertebra.

Struktur HIV
Envelope berisi:
a) lipid yang berasal dari membran sel host.
b) mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku
disebut trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.
c) Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi.
d) gp 120 : glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang
tertutup oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang
berfungsi mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan
secara tidak langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran
glikoprotein.
e) gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran
virus, mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan
membawa HIV masuk ke sel host.
f) RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA.
g) Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi
perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host.
h) Nukleocapsid : mengikat RNA genome.
i) Capsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3
macam enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase).
Siklus Replikasi Virus
Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel hostnya.
Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke organ tubuh yang
lain melalui 7 tahapan, yaitu:
1) Sel – sel target mengenali dan mengikat HIV
– HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target
– gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi
– RNA virus masuk kedalam sitoplasma
– Proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-reseptor
2) RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzim
reverse transcriptase
3) Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target
4) Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase
5) Ekspresi gen-gen virus
6) Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan
enzim protease
7) Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion
Penularan HIV terjadi melalui hubungan seksual (homoseks/ heteroseks), tranfusi
darah, pemakaian jarum suntik , penyalahgunaan obat terlarang melalui Intra Vena
dan secara vertical dari ibu kepada bayinya.
(Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik dan
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) ,Jakarta ,2006).
3. TANDA DAN GEJALA HIV/AIDS

Menurut Soedarto (2009),


gejala klinis HIV adalah sebagai berikut:
a. HIV Stadium I Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya
limfadenopati Generalisata Persisten (LGP): yakni pembesaran kelenjar getah bening
di beberapa tempat yang menetap.
b. HIV Stadium II Berat badan menurun 10%, terjadi diare kronis yang berlangsung
lebih dari satu bulan, demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
c. HIV Stadium III Berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung
lebih dari satu bulan, demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
d. HIV Stadium IV Berat badan menurun >10%, gejala-gejala infeksi pneumosistosis,
TBC, kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunnya
sistem imun.
Menurut Nursalam dan Ninuk (2011), gejala klinis pada stadium AIDS dibagi
menjadi gejala mayor dan minor.
 Gejala mayor terdiri dari: penurunan berat badan >10% dalam tiga bulan, demam
yang panjang atau lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu bulan berulang
maupun terus menerus, dan TBC.
 Gejala minor terdiri dari: batuk kronis selama lebih dari satu bulan, infeksi pada mulut
dan tenggorokan disebabkan jamur Candida Albicans. Pembengkakan kelenjar getah
bening yang menetap, munculnya herpes zoster, berulang dan bercak-bercak gatal
diseluruh tubuh.

Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk, (1999. 43) :


Gejala AIDS timbul setelah 5 – 10 tahun setelah teinfeksi HIV yang sering terlihat
gejalanya antara lain :
1. Gejala awal seperi orang terserang flu biasa
2. Nampak sehat, tetapi dapat menularkan Virus HIV ke siapa saja
3. Muncul gejala ARC (AIDS Related Domplex) seperti :
a) Rasa lelah yang bekepanjangan
b) Sering demam (lebih dari 38 derajad C)
c) Sesak nafas dan batuk berkepnjangan
d) Berat badan menurun secara menolok dengan cepat
e) Bercak merah kebiruan pada kulit/mulut
f) Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
g) Bercak putih atau luka alam mulut
Gejala – gejala tersebut juga bisa dijumpai pada penykit lain, sebab itu untuk
memastikannya perlu pemeriksaan darah.
4. AIDS dengan tanda-tanda yang spesifik :
a) Sarhana kapossi
b) Pnemocystus cemiri

Diagnosis HIV ditegakkan dengan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis laboratorium HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologis
untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi
keberadaan virus HIV. Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi
dan biakan virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetik dalam darah pasien. Hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV ini yaitu adanya masa jendela
Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya
antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4-8
minggu setelah infeksi. Jika pada masa ini hasil tes 25 HIV pada seseorang yang sebenarnya
sudah terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Jika kecurigaan akan adanya
risiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan 3 bulan kemudian .
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosis HIV antara lain:
1. Pemeriksaan Antigen P24
Salah satu cara pemeriksaan langsung terhadap virus HIV untuk mendiagnosis HIV
adalah pemeriksaan antigen p24 yang ditemukan pada serum, plasma, dan cairan
serebrospinal. Kadarnya meningkat pada awal infeksi dan beberapa saat sebelum penderita
memasuki stadium AIDS. Oleh karena itu pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai alat
monitoring terapi ARV. Sensitivitas pemeriksaan ini mencapai 99 % dan spesifitasnya lebih
tinggi hingga 99,9 %.

Pada penderita yang baru terinfeksi, antigen p24 dapat positif hingga 45 hari setelah
infeksi, sehingga pemeriksaan p24 hanya dianjurkan sebagai pemeriksaan tambahan pada
penderita risiko tinggi tertular HIV dengan hasil pemeriksaan serologis negatif, dan tidak
dianjurkan sebagai pemeriksaan awal yang berdiri sendiri. Pemeriksaan antigen p24 juga
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV pada bayi baru lahir dari ibu HIV positif.
Sensitivitasnya bervariasi sesuai umur dan kestabilan pada bayi berumur lebih dari 1 bulan .
2. Kultur HIV
HIV dapat dikultur dari cairan plasma, serum, cairan serebrospinal, saliva, semen,
lendir serviks, serta ASI. Kultur HIV biasanya tumbuh dalam 21 26 hari. Pada saat ini kultur
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, karena nilai diagnostiknya telah digantikan
oleh pemeriksaan HIV-RNA yang lebih mudah, murah, dan lebih sensitif .
3. HIV-RNA Jumlah
HIV-RNA atau sering disebut juga viral load adalah pemeriksaan yang menggunakan
teknologi PCR untuk mengetahui jumlah HIV dalam darah. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang penting untuk mengetahui dinamika HIV dalam tubuh. Pemeriksaan HIV-
RNA sangat berguna untuk mendiagnosis HIV pada keadaan pemeriksaan serologis belum
bisa memberikan hasil (misalnya window period atau bayi yang baru lahir dari Ibu HIV
positif) atau pemeriksaan serologis memberikan hasil indeterminate.
HIV-RNA dapat positif pada 11 hari setelah terinfeksi HIV sehingga menurunkan
masa jendela pada skrining donor darah. Selain untuk diagnostik HIV-RNA juga merupakan
alat penting dalam monitoring pengobatan ARV saat ini. Hasil negatif semu dapat ditemukan
karena penggunaan plasma heparin, variasi genomik HIV, kegagalan primer/probe atau
jumlah virus yang kurang dari batas minimal deteksi alat pemeriksaan. Sedangkan hasil
positif semu dapat juga terjadi terutama akibat kontaminasi bahan pemeriksaan. Hasil positif
semu ini dapat dicegah dengan syarat PCR positif bila ditemukan 2 atau lebih produk gen .

4. Pemeriksaan Antibodi
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV secara umur
diklasifikasikan sebagai pemeriksaan penapisan (skrining) dan 27 pemeriksaan konfirmasi.
Metode yang paling banyak digunakan untuk pemeriksaan penapisan Enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA), karena metode ini dianggap merupakan metode yang paling
cocok digunakan untuk penapisan spesimen dalam jumlah yang besar seperti pada donor
darah. Metode ELISA mengalami perkembangan dengan menggunakan antigen yang dilabel
sebagai konjugat sehingga hasil pemeriksaan sangat sensitif dan dapat mengurangi masa
jendela. Agar mempersingkat masa jendela, pada ELISA generasi 4 dibuat pemeriksaan yang
dapat mendeteksi baik antobodi dan antigen HIV .
Selain ELISA, metode lain untuk pemeriksaan serologi lain yang dapat digunakan
adalah pemeriksaan sederhana yang tidak membutuhkan atat seperti aglutinasi, imunofiltrasi
(flow through test), imunokromatografi (lateral flow test) dan uji celup (dipstick). Hasil
positif pada metode ini dihasilkan dengan timbulnya bintik atau garis yang berwarna atau
ditemukan pola aglutinasi. Pemeriksaan – pemeriksaan ini dapat dikerjakan kurang dari 20
menit, sehingga seringkali disebut uji cepat dan sederhana (simple/rapid). Pemeriksaan
dengan metode sederhana ini sangat sesuai digunakan pada pelayanan pemeriksaan dan
konseling serta pada laboratorium dengan fasilitas yang terbatas dengan jumlah spesimen
perhari yang tidak terlalu banyak .
Sampai saat ini, pemeriksaan konfirmasi yang paling sering digunakan adalah
pemeriksaan Western Blot (WB). Namun pemeriksaan ini membutuhkan biaya yang besar
dan seringkali memberikan hasil yang 28 meragukan. Berbagai penelitian menemukan bahwa
kombinasi metode ELISA dan uji cepat dapat memberikan hasil yang setara dengan metode
Westrn Blot dengan biaya yang lebih rendah. WHO dan UNAIDS merekomendasikan
penggunaan kombinasi ELISA dan atau uji cepat untuk pemeriksaan antibodi terhadap HIV
dibandingkan kombinasi ELISA dan WB. Hasil pengujian beberapa uji cepat dibandingkan
ELISA dan WB, menemukan bahwa banyak uji cepat sudah memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang baik
4. PENATALAKSAAN DAN PENCEGAHAN HIV/AIDS

Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk, (1999. 12) , cara mencegah penularan
HIV/AIDS adalah :
1. Hindarkan hubungan seksual di luar nikah.
Usahakan hannua hubungan seks dengan satu orang pasangan seks, tidak hubungan
seks dengan orang lain.
2. Ibu penyidap HIV, hendaknya jangan hamil, karena akan memindahkan HIV kepada
janinnya.
3. Kelompok berperilaku resiko tinggi dianjurkan tidak menjadi donor darah.
4. Penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya harus dijamin sterilitasnya.
5. Orang yang sudah HIV (+) dan masih berhubungan seksual aktif gunakan kondom
secara benar.
6. Hindarka hubungan seksual bila sedang mengalami luka pada kelamin atau mulut dan
hindarkan pula penggunaan alat-alat tertentu saat hubungan seksual yang
memungkinkan timbulnya luka.
7. Jangan menggunakan pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi milik orang lain
karena alat-alat tersebut mungkin mengandung butir-butir darah penyidat HIV.
8. Tingkatkan keimana dan ketaqwaan kepada tuhan Yang Maha Esa.

a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan suatu penyakit
sebelum hal itu terjadi. Promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan
kesehatan adalah tiga aspek utama didalam pencegahan primer. (Timmreck, 2012).
Pencegahan infeksi HIV yang terutama adalah dengan memiliki gaya hidup sehat,
tidak menggunakan narkoba suntik dan tidak melakukan hubungan seksual diluar pernikahan
(Irianto, 2013).
Petugas kesehatan perlu menerapkan kewaspadaan universal dan menggunakan darah
serta produk darah yang bebas dari HIV untuk pasien. Pencegahan penyebaran melalui darah
dan donor darah dilakukan dengan skrining adanya antibodi HIV (Nursalam dan Ninuk,
2011).
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau
cedera menuju suatu perkembangan kearah kerusakan atau ketidakmampuan (Timmreck,
2012).
Pencegahan sekunder ditujukan kepada penderita yang sudah terinfeksi virus HIV.
Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif sehingga muncul
berbagai infeksi oportunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian. Sementara itu,
hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan infeksi HIV secara total
(Irianto, 2013).
Pemberian antiretroviral pada periode asimtomatik fase lebih awal dapat
memperpanjang periode asimtomatik dan menghambat perkembangan penyakit kearah AIDS
atau dengan kata lain memperpanjang hidup penderita (Daili, 2009).
c. Pencegahan Tersier
Sasaran pencegahan tersier adalah penderita penyakit tertentu dengan tujuan
mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah
parahnya suatu penyakit tersebut. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk
mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan suatu penyakit tertentu. Rehabilitasi
adalah usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang
meliputi rehabilitasi fisik/medis, rehabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi sosial
(Irianto, 2013).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian AIDS adalah suatu penyakit infeksi yang diderita seseorang, yang bermula
dari tertularnya orang itu oleh satu jenis virus, termasuk jenis retrovirus, yang diberi nama
HIV(humam immunnodeficiency virus).
B. Saran
1. Bagi yang belum terinfeksi virus HIV/AIDS sebaiknya :
a. Belajar agar dapat mengendalikan diri;
b. Memiliki prinsip hidup yang kuat untuk berkata “TIDAK” terhadap segala jenis yang
mengarah kepada narkoba dan psikotropika lainnya;
c. Membentengi diri dengan agama
d. Menjaga keharmonisan keluarga karena pergaulan bebas sering kali menjadi pelarian
bagi anak – anak yang depresi.
2. Bagi penderita HIV/AIDS sebaiknya :
a). Memberdayakan diri terhadap HIV/AIDS;
b). Mencoba untuk hidup lebih lama;
c). Mau berbaur dengan orang disekitarnya/lingkungan;
d). Tabah dan terus berdoa untuk memohon kesembuhan.
3. Bagi keluarga penderita HIV/AIDS sebaiknya :
a) Memotivasi penderita untuk terbiasa hidup dengan HIV/AIDS sehingga bisa
melakukan pola hidup sehat;
b) Memotivasi penderita HIV/AIDS untuk mau beraktivitas dalam meneruskan hidup
yang lebih baik

Bibliography

Anon., n.d. [Online]


Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/60402/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

Anon., n.d. [Online]


Available at: http://eprints.undip.ac.id/63410/3/BAB_II.pdf

Anon., n.d. [Online]


Available at: https://meeymeeyong.wordpress.com/2012/09/13/etiologi-singkat-dari-
hivaids/#:~:text=Etiologi%20:%20Penyebab%20penyakit%20HIV/AIDS%20adalah%20Human
%20Immunodeficiency,persisten%20dan%20keterlibatan%20dari%20susunan%20saraf%20pusat
%20(SSP).

Anon., n.d. [Online]


Available at: https://www.alodokter.com/hiv-aids

Anon., n.d. [Online]


Available at: http://www.makalah.my.id/2016/10/makalah-hivaids.html

Anda mungkin juga menyukai