PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
HIV ( Human Immodificiency Virus) adalah jenis retrovirus RNA yang menyerang
reseptor CD4 yang berada di permukaan limfosit. Infeksi virus ini menyebabkan penekanan pada
CD4 melalui beberapa mekanisme yang berujung kepada kelelahan respons sel limfosit T dan
penurunan daya tubuh yang progresif.
Disamping itu, infeksi HIV(Human Immunodeficiency Virus) dapat menyerang sistem saraf,
Yaitu
sistem
saraf
pusat
dan
sistem
saraf
tepi.
Pada
system
saraf
neurokognitif,
mielopati vakuolar, namun tidak terbatas pada gangguan tersebut diatas. Sedangkan sebagian PN
(perifer neuropati)
diakibatkan
kerusakan
pada
sumbu
serabut
saraf
(akson) yang
mengirimkan stimulus pada otak. Kadang kala, PN disebabkan kerusakan pada selubung serabut saraf (
mielin) dan ini mempengaruhi rangsang nyeri yang dikirim ke otak.
Tahap akhir dari infeksi HIV dan dapat memperburuk keadaan penderita adalah AIDS,
dimana seseorang yang terkena HIV akan didiagnosis AIDS ketika orang tersebut memiliki satu
atau lebih infeksi oportunistik (infeksi yang mengambil manfaat dari lemahnya pertahanan
kekebalan
tubuh
oleh
karena penyakit HIV atau oleh beberapa jenis obat), seperti peumonia
atau tuberculosis dan memiliki jumlah CD4+ Tcell yang sangat sedikit (lebih dari 200 sel/mm).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
II. EPIDEMIOLOGI
Di Asia Selatan-Timur, diperkirakan 3.5 juta orang yang terkena HIV/AIDS pada tahun
2009. Tiap tahun, diperkirakan 220.000 orang yang baru terkena infeksi HIV dan terdapat
kematian 230.000 orang yang telah terkena infeksi HIV.Dilaporkan, antara 5 negara, Indonesia
merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya terserang penyakit HIV, dan masih
tetap
meningkat.Oleh
karena
itu,
di
Indonesia
masalah
AIDS
cukup
mendapat
665
penderita HIV/AIDS
dan
diambil
67
penderita
HIV/AIDS dengan
penyakit saraf sebagai sampel. Sebanyak 39 orang (58,20%) menderita toksoplasmosis otak, 6 orang (9%)
menderita ensefalitis CMV, 5 orang (7,50%) menderita meningitis TB, 5 orang(7,50%) menderita HIV
ensefalopati dan 3 orang (4,50%) menderita stroke nonhemoragik. Pasien yang terkena meningo
ensefalitis dan cephalgia masing-masing
skriptokokal, edema otak, mati batang otak, dan atrofi serebri masing-masinghanya 1 orang
(1,50%). Dari 67 penderita terdapat 38 penderita (56,71%) yang di periksa CD4. Hasil dari
pemeriksaan CD4 menunjukkan bahwa 65,8% memilikikadar CD4 < 50 sel/l. Sisanya 18,4% untuk
pasien dengan kadar CD4 50-100sel/l dan 15,8% untuk pasien dengan kadar CD4 > 100 sel/l. Keluhan
utamayang
sering
di
rasakan
pasien adalah
68,66%
nyeri
kepala
(46
pasien);
25,37% penurunan kesadaran (17 pasien); dan 5,97% kelemahan anggota gerak (4 pasien).
III. ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan
kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV). Kemudian
atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV. Human
Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan
partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel
target virus ini terutama sel LymfositT, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain,
dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama
hidup penderita tersebut.Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas duauntaian RNA
(Ribonucleic Acid) Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein.
Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120).Gp120
berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan
panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virussensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari danmudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton,
alkohol, jodiumhipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan
sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah matidiluar
tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.
IV.PATOFISIOLOGI
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limfosit T-helper/induser yang
mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun
atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang
berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah
HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya
kemudian
dengan
enzym
reverse
transcryptae
ia
merubah bentuk
beberapa
bulan
sampai
beberapa
tahun
kemudian,
pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.Masa
barulah
antara
terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubas) adalah 6 bulan
sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Infeksi
oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan
tubuh
berkurang
atau
hilang,
akibatnya
mudah
terkena penyakit-
penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga
mudah terkena penyakit kanker seperti sarkomakaposi. HIV mungkin juga secara langsung
menginfeksi sel-sel syaraf,menyebabkan kerusakan neurologis.
Virus tampaknya tidak menyerang sel saraf secara langsung tetapi membahayakan fungsi
dan kesehatan sel saraf. Peradangan yang diakibatkannya dapat merusak otak dan saraf tulang
belakang dan menyebabkan berbagai gejala, contoh kebingungan dan pelupa, perubahan
perilaku, sakit kepala berat, kelemahan yang berkepanjangan, mati rasa pada lengan dan kaki,
dan stroke. Kerusakan motor kognitif atau kerusakan saraf perifer juga umum. Penelitian
menunjukkan bahwa infeksi HIV secara bermakna dapat mengubah struktur otak tertentu yang
terlibat dalam proses belajar dan pengelolaan informasi.
muncul akibat penyakit atau penggunaan obat untuk mengobatinya termasuk nyeri, kejang, ruam,
masalah saraf tulang belakang, kurang koordinasi, sulit atau nyeri saat menelan, cemas
berlebihan,
depresi,
demam,
kehilangan
penglihatan,
kelainan
pola
berjalan,
kerusakan jaringan otak dan koma. Gejala ini mungkin ringan pada stadium awal AIDS tetapi
dapat berkembang menjadi berat. Di AS, komplikasi saraf terlihat pada lebih dari 40% pasien
AIDS dewasa. Komplikasi ini dapat muncul pada segala usia tetapi cenderung berkembang
secara lebih cepat pada anak-anak. Komplikasi sistem kekebalan dapat termasuk penundaan
pengembangan, kemunduran pada perkembangan penting yang pernah dicapai, lesi pada otak,
nyeri saraf, ukuran tengkorak di bawah normal, pertumbuhan yang lambat, masalah mata, dan
infeksi bakteri yang kambuh.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang tergolong virus RNA
(Ribonucleic Acid), yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi
genetik. HIV mempunyai enzim reverse transcriptase yang terdapat di dalam inti HIV dan akan
mengubah informasi genetika dari RNA virus menjadi deoxy-ribonucleid acid (DNA). Enzim ini
adalah
polimerase
DNA yang
mampu
bergabung
Sekali
berintegrasi, ia digunakan sebagai pembawa pesan transkripsi untuk sintesis virus. HIV secara
signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan tubuh. HIV mempunyai
target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang
juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel
retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh
perlekatan virus ke permukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan
meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi
Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem
saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat
penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem
saraf yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.
Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pemeriksaan CD4, infeksi HIV dapat dibedakan menjadi beberapa fase :
Infeksi HIV primer dapat bersifat asimptomatik, atau pada 50-70% penderita muncul dalam
bentuk akut, self-limiting mononucleosis-like illness dengan demam, nyeri kepala, mialgia,
malaise, lethargi, sakit tenggorokan, limfadenopati, dan bintik makulopapular. Infeksi akut
ditandai dengan viremia, dijumpai angka replikasi virus yang tinggi, mudahnya isolasi virus dari
limfosit darah perifer dan level serum antigen virus yang tinggi.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) didefinisikan sebagai suatu sindrome atau
kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi imun yang berat, dan merupakan
manifestasi stadium akhir infeksi HIV.
Kelainan neurologi yang timbul pada penderita AIDS secara umum dapat dikelompokkan
menjadi:
(a)
(b)
perifer.
Infeksi Oportunistik SSP
Sekunder/komplikasi tidak langsung sebagai akibat dari proses immunosupresi
konkomitan berupa infeksi opportunistik dan neoplasma.
Patogen viral
Ensefalitis sitomegalovirus
Leukoensefalopati tmultifokal progresif
Patogen non-viral
Ensefalitis toksoplasmas
Meningitis kriptokokus
HIV merupakan virus yang bersifat imunotropik dan neurotropik yang berarti organ
targetnya selain sel imun juga menyerang sistem saraf. HIV melewati sawar darah otak melalui
aksis makrofag-monosit. Mekanisme yang memungkinkan mencakup transport intraseluler
melewati blood-brain barrier dalam makrofag yang terinfeksi, penempatan virus bebas pada
leptomeningens, atau virus bebas setelah replikasi dalam pleksus khoroideus atau epithelium
vaskular.
Infeksi virus herpes sering terlihat pada pasien AIDS. Pada orang yang terpajan dengan
herpes zoster, virus dapat tidur di jaringan saraf selama bertahun-tahun hingga muncul kembali
sebagai ruam. Reaktivasi ini umum pada orang yang AIDS karena sistem kekebalannya
melemah.
Neurosifilis, akibat infeksi sifilis yang tidak diobati secara tepat, tampak lebih sering dan
lebih cepat berkembang pada orang terinfeksi HIV. Neurosifilis dapat menyebabkan degenerasi
secara perlahan pada sel saraf dan serat saraf yang membawa informasi sensori ke otak
Seperti halnya penyakit infeksi yang lainnya, tuberkulosis pada penyakit AIDS juga
infeksius ada individu sehat. Gejala klinisnya bervariasi tergantung pada tahap penyakit HIVnya. Pada stadium awal, dimana relatif ada kekebalan dalam sel (cell mediated immunity), maka
penyakit tuberkulosisnya akan menunjukkan gambaran penyakit primer klasik seperti pada orang
dewasa yakni dengan adanya infiltrat di lobus atas dan adanya kavitasi; dimana tes tuberkulin
biasanya akan positif. Bila penyakit HIV-nya melanjut maka cell mediated immunity akan rusak
disertai gejala non spesifik, yaitu demam, turunnya berat badan dan fatigue (kelelahan), dengan
atau tanpa adanya gejala batuk.
V.MANIFESTASI KLINIS
CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih
manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel ini berfungsi dalam memerangi infeksi yang masuk ke
dalam tubuh. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4 berkisar antara 14001500 sel/L. Pada penderita HIV/AIDS jumlah CD4 akan menurun dan dapat menyebabkan
terjadinya infeksi oportunistik. Umumnya muncul jika dijumpai keadaan immunodefisiensi berat
(jumlah limfosit CD4 < 200 sel/mm3).
Hubungan infeksi oportunistik dan jumlah sel CD4 pada penderita HIV (secara umum) :
JUMLAH
SEL PATOGEN
CD4
200-500/mcl
100-200/mcl
50-100/mcl
<50/mcl
MANIFESTASI
Pneumonia(CAP)
TB paru
Sariawan, candida vagina
Herpes orolabial, genital, perirectal
Ruam pada saraf
Oral hairy leukoplakia
Sarkoma Kaposi
Pneumonia
Diare kronik
Ensefalitis
Ensefalitis
Meningitis
Penyakit diseminata
Diare kronik
TB diseminata/
Ekstrapulmoner
Pneumonia
HSV diseminata
VZV diseminata
Limfoma primer SSP
MAC diseminata
Retinitis, diare, ensefalitis
Infeksi oportunistik pada SSP muncul secara tidak langsung sebagai akibat dari proses
immunosupresi konkomitan berupa infeksi opportunistik dan neoplasma. Dapat dibedakan
menjadi
Patogen viral
Ensefalitis sitomegalovirus
Patogen non-viral
Ensefalitis toksoplasmas
Meningitis kriptokokus
Kelainan sistem saraf terkait AIDS mungkin secara langsung disebabkan oleh HIV,
oleh kanker dan infeksi oportunistik tertentu (penyakit yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan
virus lain yang tidak akan berdampak pada orang dengan sistem kekebalan yang sehat), atau efek
toksik obat yang dipakai untuk mengobati gejala. Kelainan saraf lain terkait AIDS yang tidak
diketahui penyebabnya mungkin dipengaruhi oleh virus tetapi tidak sebagi penyebab langsung.
Berikut manifestasi klinik yang ditemukan berdasarkan pembagian penyakit akibat infeksi
oportunistik di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi :
A.Sistem Saraf Pusat
1.Toksoplasmosis Otak (TO)
Toxoplasma gondii dapat menyebakan infeksi asimtomatis pada 80% manusia sehat,
namun bisa menimbulkan manifestasi klinis mematikan pada orang dengan HIV-AIDS (ODHA).
Perjalanan penyakit toksoplasmosis otak biasanya berlangsung subakut pada pasien HIVstadium
lanjut atau yang memiliki jumlah sel CD4 < 200 sel/UL. Keluhan dan gejala timbul secara bertahap
pada minggu pertama hingga mingguke-4. Manifestasi utama yang tampak pada penderita AIDS
dengan toksoplasmosis otak adalah demam, sakit kepala, defisit neurologis fokaldan penurunan
kesadaran.
sana, tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga
tuntas, mencegah penyakit.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang
mentah yang mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang
terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang
immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah
dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi
opportunistik dengan predileksi di otak.
b. Tanda dan Gejala
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon terhadap
pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat, masalah
penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan kepribadian. Tidak
semua pasien menunjukkan tanda infeksi.
Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis
fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini
hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderitapenderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya
cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan
kesadaran.
c. Diagnosis
Pemeriksaan Serologi
Didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat dilakukan dengan
indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay
(ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan
seumur hidup.
Mendeteksi DNA T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang
terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi
aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.
CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple disertai dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik
pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau
tanpa lesi.
Biopsi otak
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak
d. Penatalaksanaan
Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat
ini dapat melalui sawar-darah otak. Toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup.
Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat
penggunaannya. Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g sulfadiazin per
hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia.
Orang dengan toksoplasmosis biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk
mencegah anemia.
Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap toksoplasmosis. Lebih dari 80% orang
menunjukkan kebaikan dalam 2-3 minggu. Orang yang pulih dari toksoplasmosis seharusnya
terus memakai obat antitokso dengan dosis rumatan yang lebih rendah. Jelas bahwa orang yang
mengalami toksoplasmosis sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART) secepatnya. Bila CD4
naik menjadi di atas 200 selama lebih dari tiga bulan, terapi rumatan toksoplasmosis dapat
dihentikan.
2.Meningitis TB (MTB)
Meningitis TB adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer yang
disebabkan oleh eksudat yang menyumbat akuaduktus, fisura Sylvii, foramen Magendi, foramen
luschka. Meningitis TB disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis Hominis, jarang oleh
jenis Bovinum atau Aves. Meningitis TB hampir selalu ada dalam diagnosis banding pasien AIDS
karena hampir 50% pasien AIDS menderita tuberkulosis paru. Manifestasi klinis yang terlihat
adalah hidrosefalus dan edema papil yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial.
3.Meningitis kriptokokus (MK)
Meningitis kriptokokus terlihat pada sekitar 10% individu dengan AIDSyang tidak diobati
dan pada orang lain dengan sistem kekebalannya sangat tertekan oleh penyakit atau obat. Hal ini
disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan dalam kotoran kotoran dan
burung. Jamur pertama-tama menyerang paru dan menyebar menutupi otak dan sumsum tulang
belakang, menyebabkan peradangan.Gejala termasuk kelelahan, demam, sakit kepala, mual,
kehilanganmemori, kebingungan, mengantuk, dan muntah. Jika tidak diobati, pasien dengan
meningitis kriptokokus dapat jatuh dalam koma dan meninggal.
a. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan
pada tanah dan tinja burung. Jamur ini pertama menyerang paru dan menyebar ke otak dan saraf
tulang belakang, menyebabkan peradangan. Risiko infeksi paling tinggi jika jumlah CD4 di
bawah 50.
b. Tanda dan Gejala
Gejala meningitis termasuk demam, kelelahan, leher pegal, sakit kepala, mual dan
muntah, kebingungan, penglihatan kabur, dan kepekaan pada cahaya terang. Gejala ini muncul
secara perlahan. Tanda-tanda seperti meningismus, termasuk kuduk kaku, timbul < 40%
penderita. Kejang dan defisit neurologik fokal sering timbul dan merupakan tanda koma
kriptokokosis dan tromboflebitis sinus venosus. Manifestasi ekstraneural, dapat terjadi
dengan/tanpa meningitis, termasuk infiltrasi pulmoner, lesi di kulit, abses prostat dan hepatitis.
c. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium dipakai untuk menentukan diagnosis meningitis. Tes laboratorium ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Darah atau cairan sumsum tulang belakang
dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut CRAG mencari antigen
(sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari sampel. Tes biakan membutuhkan satu minggu atau lebih untuk menunjukkan
hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan
tinta India (70% positif) dan ditemukan antigen kriptokokus dalam darah dan LCS (95-100%
positif). LCS jumlah sel, glukosa, protein dapat terjadi tetapi tidak selalu. Kultur darah dan urin
(+).
d. Penatalaksanaan
Meningitis kriptokokus diobati dengan obat antijamur. Beberapa klinisi memakai
flukonazol namun ada juga yang memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin.
Amfoterisin B adalah yang paling manjur, tetapi obat ini dapat merusak ginjal.
Walau jarang, meningitis kriptokokus tampaknya dapat kambuh atau menjadi lebih berat
bila terapi antiretroviral (ART) dimulai dengan jumlah CD4 yang rendah. Hal ini disebabkan
karena adanya pengembangan sindrom pemulihan kekebalan (immune reconstruction
inflammatory syndrome/IRIS). Hal ini karena obat anti-HIV dapat memulihkan kemampuan
sistem kekebalan untuk menanggapi infeksi dan menghasilkan pemberantasan bakteri secara
cepat. ART sering ditunda hingga terapi awal untuk mengobati infeksi sudah diselesaikan.
e. Pencegahan
Memakai flukonazol waktu jumlah CD4 di bawah 50 dapat membantu mencegah meningitis
kriptokokus. Tetapi ada beberapa alasan sebagian besar dokter tidak meresepkannya:
Memakai flukonazol jangka panjang dapat menyebabkan infeksi jamur ragi (seperti
kandidiasis mulut, vaginitis, atau infeksi kandida berat pada tenggorokan) yang kebal
(resistan) terhadap flukonazol. Infeksi yang resistan ini hanya dapat diobati dengan
amfoterisin B.
terapi
anti-retroviral.
Gejala
termasuk
ensefalitis
(peradangan
otak),
perubahan perilaku, dan penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan
berkonsentrasi, ingatan dan perhatian atau ensefalopati terkait HIV, muncul terutama pada orang
dengan infeksi HIV lebih lanjut. Gejala termasuk ensefalitis (peradangan otak), perubahan
perilaku, dan penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan berkonsentrasi,
ingatan dan perhatian. Orang dengan ADC juga menunjukkan pengembangan fungsi motor yang
melambat dan kehilangan ketangkasan serta koordinasi. Apabila tidak diobati, ADC dapat
mematikan.
5. Limfoma susunan saraf pusat (SSP)
Adalah tumor ganas yang mulai di otak atau akibat kanker yang menyebar dari bagian
tubuh lain. Limfoma SSP hampir selalu dikaitkan dengan virus Epstein-Barr (jenis
virus herpes yang umum pada manusia). Gejala termasuk sakit kepala, kejang, masalah
penglihatan, pusing, gangguan bicara, paralisis dan penurunan mental. Pasien AIDS dapat
mengembangkan satu atau lebih limfoma SSP. Prognosis adalah kurang baik karena kekebalan
yang semakin rusak.
Disebabkan oleh penyakit pembuluh darah otak jarang dianggap sebagai komplikasi
AIDS, walaupun hubungan antara AIDS dan stroke mungkin jauh lebih besar dari dugaan. Para
peneliti di Universitas Maryland, AS melakukan penelitian pertama berbasis populasi untuk
menghitung risiko stroke terkait AIDS dan menemukan bahwa AIDS meningkatkan
kemungkinan menderita stroke hampir sepuluh kali lipat. Para peneliti mengingatkan bahwa
penelitian tambahan diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan ini. Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa infeksi HIV, infeksi lain atau reaksi sistem kekebalan terhadap HIV, dapat
menyebabkan kelainan pembuluh darah dan/atau membuat pembuluh darah kurang menanggapi
perubahan dalam tekanan darah yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan
stroke.
9.Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
Terutama berdampak pada orang dengan penekanan sistem kekebalan (termasuk hampir
5%pasien AIDS). PML disebabkan oleh virus JC, yang bergerak menuju otak, menulari berbagai
tempat dan merusak sel yang membuat mielin lemak pelindung yang menutupi banyak sel saraf
dan otak. Gejala termasuk berbagai tipe penurunan kejiwaan, kehilangan penglihatan, gangguan
berbicara, ataksia (ketidakmampuan untuk mengatur gerakan), kelumpuhan, lesi otak dan
terakhir koma. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan ingatan dan kognitif, dan
mungkin muncul kejang. PML berkembang terus-menerus dan kematian biasanya terjadi dalam
enam bulan setelah gejala awal.
10.Kelainan psikologis dan neuropsikiatri
Dapat muncul dalam fase infeksi HIV dan AIDS yang berbeda, dan dapat berupa bentuk
yang beragam dan rumit. Beberapa penyakit misalnya demensia kompleks terkait AIDS yang
secara langsung disebabkan oleh infeksi HIV pada otak, sementara kondisi lain mungkin dipicu
oleh obat yang dipakai untuk melawan infeksi. Pasien mungkin mengalami kegelisahan, depresi,
keingingan bunuh diri yang kuat, paranoid, demensia, delirium, kerusakan kognitif,
kebingungan, halusinasi, perilaku yang tidak normal, malaise, dan mania akut.
Manifestasi
klinis
yang
paling
sering
ditemukan
adalah
parastesia
ujung jari kaki dan dysesthesia pada telapak kaki. Rasa terbakar pada telapak kaki juga
pada
sering
ditemukan.
VI.DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil rekam medis pasien dan pemerikaan fisik secara umum, dokter akan
melakukan pemeriksaan saraf secara menyeluruh untuk menilai berbagai fungsi saraf:
kemampuan motor dan sensor, fungsi saraf, pendengaran dan berbicara, penglihatan, koordinasi
dan keseimbangan, status kejiwaan, perubahan perilaku atau suasana hati. Dokter mungkin
meminta
tes
laboratorium
dan
satu
atau
lebih
tindakan
di
bawah
ini
untuk
Computed tomography (juga disebut CT scan) memakai sinar X dan komputer untuk
menghasilkan gambar tulang dan jaringan, termasuk peradangan, kista dan tumor otak
tertentu, kerusakan otak karena cedera kepala, dan kelainan lain. CT scan menyediakan
hasil yang lebih rinci dibandingkan rontgen saja.
Magnetic resonance imaging (MRI) memakai komputer, gelombang radio dan bidang
magnetik yang kuat untuk menghasilkan gambar tiga dimensi secara rinci atau
potongan struktur tubuh dua dimensi, termasuk jaringan, organ, tulang dan saraf. Tes
ini tidak memakai radiasi ionisasi (serupa dengan rontgen) dan memberi dokter tampilan
jaringan dekat tulang yang lebih baik.
Functional MRI (fMRI) memakai unsur magnetik darah untuk menentukan wilayah otak
yang aktif dan untuk mencatat berapa lama wilayah tersebut tetap aktif. Tes ini dapat
menilai kerusakan otak dari cedera kepala atau kelainan degeneratif contohnya penyakit
Alzheimer, dan dapat menentukan serta memantau kelainan neurologi lain, termasuk
demensia kompleks terkait AIDS.
Magnetic resonance spectroscopy (MRS) memakai medan magnet yang kuat untuk
meneliti komposisi biokimia dan konsentrasi molekul berbasis hidrogen yang beberapa di
antaranya sangat khusus terhadap sel saraf di berbagai wilayah otak. MRS dipakai
sebagai percobaan untuk menentukan lesi otak pada pasien AIDS.
Elektromiografi atau EMG, dipakai untuk mendiagnosis kerusakan saraf dan otot (misalnya
neuropati dan kerusakan serat saraf yang disebabkan oleh HIV) dan penyakit saraf tulang
belakang. Tes ini mencatat kegiatan otot secara spontan dan kegiatan otot yang digerakkan oleh
saraf perifer.
Biopsi adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan tubuh. Biopsi otak, yang melibatkan
pengangkatan sebagian kecil otak atau tumor dengan bedah, dipakai untuk menentukan kelainan
dalam tengkorak dan tipe tumor. Berbeda dengan kebanyakan biopsi lain, biopsi otak
memerlukan rawat inap. Biopsi otot atau saraf dapat membantu mendiagnosis masalah saraf otot,
sementara biopsi otak dapat membantu mendiagnosis tumor, peradangan dan kelainan lain.
Analisis cairan sumsum tulang belakang dapat mendeteksi segala perdarahan atau hemoragi otak,
infeksi otak atau tulang belakang (misalnya neurosifilis), dan penumpukan cairan yang
berbahaya. Contoh cairan diambil dengan jarum suntik dengan bius lokal dan diteliti untuk
mendeteksi kelainan.
Contoh :
A.Toksoplasmosis otak
Pada neuroimaging dapat dijumpai lesi hipodense pada CT scan dan lesi Hipointense pada
MRI.11
B.Meningitis TB.
1. Laboratorium rutin pada meningitis tuberculosis jarang yang khas, bisaditemui leukosit
meningkat, normal atau rendah dan Mdiff. count bergeser kekiri kadang-kadang ditemukan hiponatremia
akibat SIADH.
2. Pemeriksaan CSS Terdapat peningkatan tekanan pada lumbal pungsi 40-75% pada anak
dan50% pada dewasa. Warna jernih atau xantokhrom terdapat peningkatan protein dan 150200mg/dl dan penurunan glukosa pada cairan serebrospinal.
Terdapat penurunan klorida, ditemukan pleiositosis, jumlahsel meningkat biasanya tidak melebihi 300
cel/mm3. Differential count PMN perdominan dan limpositik.
3.Mikrobiologiditemukan Mycobacterium tuberculosispada kultur cairan serebrospinal
merupakan baku emas tetapi sangat sulit, lebih dari 90% hasilnya negatif
4.Polymerase chain reaction (PCR) spesifitas tinggi tetapi sensivitasmoderat.
5.Pada pemeriksaan foto rontgen toraks ditemukan tuberculosis aktif pada paru dan
dapat sembuh sampai 50% pada dewasa dan 90% padaanak-anak.
6.Hasil tes PDD tuberculin negative pada 10-15% anak-anak dan 50% pada dewasa.
7.CT scan dan MRIPemeriksaan CT scan dengan kontras ditemukan penebalan meningendi daerah
basal, infark, hidrosefalus, lesi granulomatosa. PemeriksaanMRI lebih sensitive dari CT scan,
tetapi spesifitas juga masih terbatas.
Meningitis
criptokokus,
CD4<100
Nonspesifik
Meningitis
Tuberkulosis
Sifilis
Ensefalitis
HSV
Nonspesifik
edema, focal haemorrhage
biasanya pada lobus medial
temporal/inferior frontal
Ensefalopati
Normal pada awalnya,
HIV, CD4<200 atrofi difus, patchy/diffuse white
matter changes on T2-weighted
MRI pd stadium lanjut
PML,CD4<100 Single/multiple focal/diffuse white
matter lesions
tanpa ring enhancement
Limfoma
Single/multiple lesions pd
primer SSP,
CT/MRI,
CD4<100
ring enhancementpd CT
VIII. PENATALAKSANAAN
Pada saat ini sudah banyak obat yang bias digunakan untuk mengobati infeksi HIV :
1.Golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitor meliputi AZT(zidovudin), ddI (didanosin),
ddC (zalsibatin), d4T (stavudin), 3TC(lamivudin), abakavir.
2.Golongan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor meliputinevirapin, delavirdin,
efavirenz.
gejala,
juga
menyebabkan
(kolik
renalis) yang
serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batuginjal. Ritonavir dengan pengaruhnya pada hati
menyebabkan naik atau turunnyakadar obat lain dalam darah. Kelompok protease inhibitor
banyakmenyebabkan perubahan metabolisme tubuh seperti peningkatan kadar gula darah dan ka
dar lemak, serta perubahan distribusi lemak tubuh (protease paunch).15
Penderita AIDS diberi obat-obatan untuk mencegah infeksi oportunistik seperti
toksoplasmosis otak, meningitis TB, meningitis kriptokokus, demensia HIV dan neuropati akan
dijelaskan sebagai berikut:
1.Pengobatan toksopalsmosis otak dibagi menjadi dua fase pengobatan yaitufase akut dan fase
rumatan. Pengobatan fase akut meliputi pirimetamin loading dose 200 mg (untuk BB < 50 kg 2 x 25
mg
per
hari
p.o
sedangkan
untuk
BB
>
50
kg
25
dan klindamisin dengan dosis 4 x 600 mg per hari p.o.Pengobatan fase akut ini diberikan selama
3-6 minggu sesuai dengan perbaikan klinis yang terjadi. Pengobatan toksoplasmosis otak fase
rumatan dapat menggunakan pengobatan fase akut dengan dosis setengahnya sampai jumlah
sel CD4 >200 sel/UL.
3.Pengobatan demensia HIV menggunakan terapi ARV (anti-rettroviral)yang mengkombinasikan 3 obat yaitu:
terbaru
dan
infeksi oportunistik
yang terus diperbarui,penderita bisa mempertahankan kemampuan fisik dan mentalnya sampai b
ertahun-tahunsetelah terkena AIDS. Sehingga pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS
sudah bisa ditangani walaupun belum bisa disembuhkan
XI. KESIMPULAN
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara
di seluruh dunia. Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health
Organization (WHO). Dari penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh
lebih dari 25 juta orang. HIV menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005
saja, penderita AIDS lebih dari 570.000 adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang
semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja komplikasi neurologis yang dapat terjadi.
31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan
sedikit ke sistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi
opportunis sekunder atas imunosupresi yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi
HIV langsung yang tampil sebagai meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi
ensefalitis HIV yang secara klinis dan biologis berjangkauan luas.
Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita
HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi disebabkan
oleh virus, bakteri, protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan.
Pengobatan untuk infeksi oportunistik bergantung pada penyakit infeksi yang
ditimbulkan. Pengobatan status kekebalan tubuh dengan menggunakan immune restoring agents,
diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit, dan menambah jumlah limfosit.
Penatalaksanaan
HIV/AIDS
bersifat
menyeluruh
terdiri
dari
pengobatan,
V.DAFTAR PUSAKA
1. Basuki, Andi, & Dian, Sofiati.(2009).Kegawatdaruratan Neurologi. Penerbit:Bagian/UPF
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD/RS. HasanSadikin. Bandung. 2009: 9-19
2. Yayasan Spritia. Neuropati Perifer [online]. Availabbe from:http://www.spiritia
or.id/li/pdf/LI555.pdf
3. National Institute of Allergy and Infectious Disease. HIV/AIDS [online].Update:
2008.
Availabefrom:http://www.niaid.nih.gov/topics/HIVAIDS/Understanding/Pages/whatAreH
IVADIS.aspx
4.
HIV/AIDS
in
The
South Asian
Region:
Progress
report
2010/
World
HealthOrganization. Availablefrom:http://www.searo.who.int/LinkFiles/HIVAIDS_HIV_report-2010-30Nov.pdf
5. Raka Sudewi, A.A dkk.(2011). Infeksi Pada Sistem Saraf. Penerbit: PusatPenerbitan dan
Percetakan Unair. Bandung. 2011: 63
6. Verma, Ashok, & Mishra, Shri Kant. Spectrum of motor neuron disease withHIV-1
Infection[online].Update:2006.Availablefrom:http://www.annalsofian.org/article.asp?
issn=09722327;year=2006;volume=9;issue=2;spage=103;epage=109;aulast=Verma
7. Pola Penyakit Saraf pada Penderita HIV/AIDS di RSUP Dr.Kariadi Semarang.Semarang.
2010. Available from:http://eprints.undip.ac.id/23633/1/Nurul_F.pdf
8. AIDS dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia. USU Digital Library.2004. Available
from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3727/1/fkm-fazidah5.pdf
9. AIDS dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia. USU Digital Library.2004. Available
from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3727/1/fkm-fazidah5.pdf
10. Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw-Hill. 3rd edition. New York. 2000 : 482-90.
11. Belman Anita L,Maletic-Savatic Mirjana. Human Immunodeficiency Virus and Acquired
Immunodeficiency Syndrome. In Textbook Clinical Neurology. Goetz. 2003:955-89.
12. Harrington Robert. Opportunistic Infection in HIV Disease. Best Practice Medicine.
Januari 2003.
13. Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.
2001.