Oleh:
Dea Afrila
NIM. 1930912320141
Pembimbing:
Dea Afrila/1930912320141
SMF Kulit dan Kelamin
FK ULM/RSUD Ulin Banjarmasin
Pendahuluan
Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (HSV) tipe I atau tipe II. Penyakit yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks dikenal juga dengan nama lain fever blister, cold sore, herpes febrilis, herpes
labialis, atau herpes progenitalis (genitalis). Virus herpes simpleks I dan II merupakan virus
herpes yang hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan
karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat
predileksi).1,2
Herpes simplex genitalis ini tersebar luas, terjadi pada wanita maupun pria. Pada tahun
2010 berdasarkan survei kesehatan nasional yang dilakukan oleh Centers for Disease Control
and Prevention menyebutkan bahwa insidens infeksi HSV-2 pada warga Amerika Serikat
masih tinggi, dimana 1 dari 6 warga Amerika Serikat terinfeksi HSV-2 dan prevalensinya
tinggi pada perempuan dan ras AfrikaAmerika (16,2%) antara usia 14-49 tahun.3 Di Eropa
Barat, prevalensi HSV-2 lebih lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat, yaitu berkisar
antara 10-15% pada hampir semua negara.3 Berdasarkan penelitian di Indonesia pada tahun
2005-2007 yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo ditemukan hasil yang kurang lebih sama,
yaitu insidens herpes genitalis lebih banyak ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki
dengan rasio 1.96:1. Usia terbanyak penderita bervariasi antara 25-34 tahun, terutama
sesudah menikah.2,3
Infeksi pada penyakit ini ada dua tahapan yaitu infeksi primer virus menyerang
gangglio saraf dan tahap kedua dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang
sama. Herpes simpleks virus memiliki kemampuan untuk menyerang melakukan replikasi di
dalam jaringan saraf, kemudian virus tersebut memasuki masa laten di dalam jaringan saraf,
terutama di ganglia trigeminal untuk HSV-1, dan pada ganglia sacralis untuk HSV-2.
4
Akhirnya, virus laten tersebut melakukan reaktivasi dan bereplikasi sehingga menyebabkan
penyakit pada kulit. Penularan herpes genitalis diperlukan kontak langsung dengan jaringan
atau sekret dari penderita infeksi HSV. Kebanyakan infeksi pada alat genital didapatkan dari
partner dengan infeksi sub klinis. Pasangan yang aktif secara seksual dan sama-sama
terinfeksi HSV tidak akan mengalami reinfeksi satu sama lain.1,4
(1) Neurovirulensi adalah kemampuan untuk menyerang dan bereplikasi dalam sistem saraf.
(2) Latensi adalah pembentukan dan pemeliharaan infeksi laten di ganglia sel saraf
proksimal dari lokal infeksi. Pada infeksi HSV orofacial, ganglia trigeminal yang paling
sering terlibat, sementara, pada infeksi HSV genital, akar ganglia saraf sacral (S2-S5)
yang terlibat.
(3) Reaktivasi dan replikasi HSV laten, selalu di daerah yang dipersarafi oleh ganglia
dimana tempat virus latensi, dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan (misalnya
demam, trauma, stress emosional, sinar matahari, menstruasi), sehingga berakibat infeksi
berulang yang jelas atau samar-samar dan kemunculan kembali HSV.
Pada manifestasi klinis herpes simpleks, infeksi berlangsung dalam tiga tingkat yaitu
infeksi primer, fase laten, infeksi rekurens. Pada infeksi primer tempat predileksi HSV tipe I
di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia
anak-anak inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit dengan perawat,
dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari. Infeksi primer oleh HSV tipe II
memiliki tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah
predileksi sering berbeda karena adanya hubungan seksual seperti orogenital.6,7,8
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan disertai
dengan gejala sistemik seperti demam, malese, anoreksia, dan dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis berupa vesikel atau erosi atau
ulkus yang dangkal berkelompok di atas kulit dan dengan dasar eritematosa disertai rasa
nyeri, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan
terkadang pada penderita mengalami ulserasi yang dangkal namun sembuh tanpa sikatrik.
Pada penderita terkadang timbul infeksi sekunder sehingga gambarannya tidak jelas. Fase
laten yang terjadi pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan
dalam keeadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.1,4
Penderita lebih sering datang dengan lesi berupa ulkus dangkal multipel atau berkrusta .
Dapat disertai disuria, dapat disertai duh tubuh vagina atau uretra, dapat disertai keluhan
sistemik, demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri dan pembengkakan kelenjar getah bening
inguinal, keluhan neuropati (retensi urin, konstipasi, parestesi).1
Infeksi rekurens berarti HSV pada ganglion dorsalis dalam keadaan tidak aktif , dengan
mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis.
Mekanisme pacu dapat berupa trauma fisik yaitu demam, infeksi, kurang tidur, hubungan
seksual,dll, trauma psikis seperti gangguan emosional, menstruasi dan dapat pula timbul
akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang. Gejala muncul lebih ringan daripada
infeksi primer berlangsung selama 7 sampai 10 hari. Sebelum timbul vesikel ditemukan
gejala prodromal lokal yaitu terasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekurens dapat timbul di
tempat yang sama atau tempat lain disekitarnya.8
Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pemeriksaan
laboratorium untuk membantu diagnosis herpes genitalis antara lain Tzank smear, isolasi
virus, deteksi DNA HSV dengan PCR, deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay
(EIA) dan peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum, yang bermanfaat pada episode
pertama infeksi dapat dilakukan pada keadaan tidak ada lesi.3,8
Pengobatan herpes genitalis secara umum dibagi 3 bagian yaitu: terapi episode pertama,
terapi rekurensi, dan terapi pencegahan rekurensi.1 Prognosis herpes genitalis akan lebih baik
bila dilakukan pengobatan secara dini sehingga penyakit berlangsung lebih singkat dan
rekurensi lebih jarang.4
Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah melaporkan suatu kasus herpes simpleks
genitalis dengan gambaran klinis vesikel yang berkelompok dengan dasar eritematosus.
KASUS
Seorang wanita berumur 38 tahun, bangsa Indonesia, suku Banjar, alamat jalan
veteran, Banjarmasin, pekerjaan ibu rumah tangga, datang berobat kepoliklinik Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 29 Juli 2020, dengan keluhan
utama keputihan dan rasa gatal pada kemaluan.
(I) ANAMNESIS
Penderita mengeluhkan keputihan dan rasa gatal pada kemaluan sejak 3 minggu yang
lalu. Keputihan berjumlah banyak, warna putih kekuningan, tidak berbau. Pasien mengeluh
muncul luka-luka kecil di daerah kemaluan sejak 6 hari yang lalu. Luka-luka kecil tersebut
makin lama makin bertambah banyak, melebar, dan terasa nyeri. Pada saat muncul luka
tersebut pasien juga mengalami panas badan dan ada perbesaran di lipatan paha. Keluhan ini
baru pertama kali dialami oleh pasien. Riwayat diabetes mellitus maupun penyakit menahun
tidak diketahui. Pasien telah berobat ke dokter umum dan mendapat obat paracetamol untuk
demam yang dialami namun tidak ada perbaikan. Riwayat hubungan seksual dengan suami
dalam satu minggu dilakukan satu kali, terakhir melakukan hubungan seksual satu minggu
sebelum munculnya gejala di daerah kemaluan. Pasien diketahui tidak memiliki riwayat
pernah berhubungan seksual selain dengan suaminya. Suami diketahui memiliki riwayat
pernah berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya. Pada suami tidak
muncul gejala atau keluhan, baik pada alat kelaminnya maupun pada bagian mulut. Pada
suami tidak ada riwayat kencing nanah.
STATUS PRESEN
+ + - -
STATUS DERMATO-VENEROLOGIK
2) Gambaran khusus
Vulva, labia,perineum
UKK I : vesikel berkelompok dengan dasar eritematosus
UKK II : krusta
Obat-obat simtomatik:
(VIII) PROGNOSIS
1. AdVitam : bonam
2. AdSanationam : dubia
3. AdFunctionam : dubia ad bonam
(IX) ANJURAN/SARAN
a. Obat tablet yang diberikan harus diminum sampai tuntas, terapi simtomatis dan
suportif dapat dan sebaiknya dilakukan.
b. Penyakit ini memiliki kecenderungan untuk berulang.
c. Penyakit ini memiliki potensi untuk ditularkan/menularkan pada pasangan
seksual, oleh karena itu, bila memungkinkan istri (pasangan seksual tetapnya)
dapat diperiksakan juga.
d. Tidak diperkenankan melakukan hubungan se ksual selama luka-luka di kemaluan
belum sembuh.
PEMBICARAAN
Penderita merupakan wanita 38 tahun, sudah menikah, dan aktif secara seksual dengan
satu pasangan saja. Telah aktif secara seksual merupakan bagian yang sangat penting untuk
merujuk pada anamnesa herpes genitalis, dimana penularannya terutama oleh hubungan
seksual.
Hubungan seksual terakhir diketahui 1 minggu yang lalu dan penderita mengaku belum
pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Gambaran klinis klasik berupa vesikel
dangkal berkelompok di atas kulit dan dengan dasar eritematosa disertai rasa nyeri, berisi
cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan terkadang pada
penderita mengalami ulserasi yang dangkal namun sembuh tanpa sikatrik. Pada penderita ini
ditemukan gejala klasik ini, disertai dengan munculnya keputihan yang dapat disebabkan
bakteri atau jamur.9
Diagnosis banding ulkus mole dapat disingkirkan secara klinis dan pemeriksaan
penunjang. Penyakit ulkus mole disebabkan oleh Haemophilus ducreyi, ditandai dengan lesi
yang sangat nyeri, lesi terdapat nanah tidak ada indurasi, lunak, tepi menggaung dengan kulit
di sekitar ulkus berwarna merah, dasarnya kotor dan mudah berdarah, multipel dan tanpa ada
gejala sistemik. Pada ulkus mole lesi muncul 1 sampai 7 hari setelah terpapar. Lesi
berkembang selama 48 sampai dengan 72 jam menjadi ulkus tepi tidak rata. Sedangkan pada
penderita keluhan pertama kali dirasakan 3 minggu yang lalu yaitu keputihan berjumlah
banyak, warna putih kekuningan, tidak berbau. Pada Herpes simpleks genetalis memiliki
masa inkubasi infeksi genital dari HSV-1 atau HSV-2 rata-rata 4 hari ( berkisar 2 hingga 12
hari). Pasien mengeluhkan muncul luka-luka kecil di daerah kemaluan sejak 6 hari yang lalu.
luka-luka kecil tersebut makin lama makin bertambah banyak, melebar, lesi tersebut berupa
vesikel berkelompok di atas kulit dan dengan dasar eritematosa disertai rasa nyeri, berisi
cairan jernih dan kemudian menjadi krusta dan disertai demam.2,310
Pada pemeriksaan penunjang pewarnaan gram yang dilakukan untuk mencari koinfeksi
bakteri dan untuk menyingkirkan diagnosis banding ulkus mole, dimana pada ulkus mole
pada pewarnaan gram dari sediaan yang diambil dengan mengorek tepi ulkus akan ditemukan
gambaran khas kelompok basil gram negatif yang tersusun seperti barisan ikan.1
Diagnosis banding sífilis (ulkus durum) dapat disingkirkan secara klinis dan
pemeriksaan penunjang yang disebabkan oleh Treponema pallidum, dimulai dengan
munculnya papul lentikular yang permukaannya menjadi erosi dan kemudian menjadi ulkus,
yang tidak nyeri, sekitar ulkus teraba keras, dasar ulkus bersih dan berwarna merah, soliter
(biasanya hanya 1 – 2 ulkus) dan terdapat perbesaran kelenjar getah bening namun tidak
nyeri. Pada ulkus durum masa inkubasi terjadi 10 hari sampai 10 minggu (3-5minggu).
Pasien mengeluhkan muncul luka-luka kecil di daerah kemaluan sejak 6 hari yang lalu. luka-
luka kecil tersebut makin lama makin bertambah banyak, melebar, lesi tersebut berupa
vesikel berkelompok di atas kulit dan dengan dasar eritematosa disertai rasa nyeri, berisi
cairan jernih dan kemudian menjadi krusta dan disertai demam..1,2
Risiko transmisi HSV-2 dari penderita yang terinfeksi ke pasangannya lebih tinggi bila
terdapat lesi genital, namun banyak penelitian menyebutkan bahwa transmisi dapat juga
terjadi meski infeksi asimtomatis dan tidak terdapat lesi genital dari pasangan seksual
penderita. Kontak langsung selain hubungan seksual dapat terjadi bila kulit atau membran
mukosa dari orang yang rentan berkontak dengan area penyebaran virus.5
Hal ini menjelaskan mengapa penderita ini mengalami infeksi meski pasangan tidak
bergejala. Bila memungkinkan pemeriksaan pada pasangan penderita dilakukan agar dapat
diketahui dengan lebih pasti penyebabnya. Rekurensi infeksi HSV-2 genitalis dapat
simtomatis, atau yang lebih sering, asimtomatis.Oleh karena itu penting untuk menjelaskan
kepada penderita mengenai rekurensi atau kekambuhan ini.1,11
Rekurensi infeksi HSV-2 genitalis dapat simtomatis, atau yang lebih sering,
asimtomatis. Kurang lebih 50% penderita yang mengalami rekurensi memiliki gejala
prodormal seperti sensasi kesemutan atau gatal ringan yang berlangsung 30 menit hingga 48
jam sebelum erupsi hingga nyeri yang tajam di pantat, kaki, atau panggul yang terjadi kurang
lebih 5 hari sebelum munculnya erupsi.6 Dalam 12 bulan setelah diagnosis, 90% penderita
dengan episode pertama HSV-2 genitalis mendapat minimal 1 kali rekurensi, 38% mendapat
6 atau lebih rekurensi, dan 20% mendapat 10 atau lebih rekurensi.1 Oleh karena itu penting
untuk menjelaskan kepada penderita mengenai rekurensi atau kekambuhan penyakit ini.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah tzank test dan pewarnaan gram.
Dilakukan pemeriksaan dark field microscop untuk memastikan penyingkiran diagnosis
banding sifilis. Perlu diperhatikan untuk memilih dan mengambil spesimen yang benar dalam
pemeriksaan laboratoriu. Berdasarkan urutan pengambilan sediaan pada lesi maka seharusnya
dimulai dengan mengorek tepi ulkus untuk dilakukan pewarnaan gram, mengambil cairan
dari lesi untuk pemeriksaan Tzank, dan pengambilan serum untuk pemeriksaan dark field
microscope. Pewarnaan gram yang dilakukan untuk mencari koinfeksi bakteri dan untuk
menyingkirkan diagnosis banding ulkus mole, dimana pada penyakit ini pada pewarnaan
gram dari sediaan yang diambil dengan mengorek tepi ulkus akan ditemukan gambaran khas
kelompok basil gram negatif yang tersusun seperti barisan ikan.3,5
Tzank test digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sel-sel yang berasal dari
vesikel, bulla, atau daerah erosi yang bersih. Pemeriksaan tzank pada penderita ini didapatkan
nucelated giant cell dimana sel-sel ini jauh lebih besar dibanding sel epidermis dan
mengandung inti (umumnya multipel) di dalam satu sel. Dark field, hasil positif jika
ditemukan T. pallidum yang berbentuk spiral, akan menyingkirkan diagnosis banding sifilis
(ulkus durum) dimana bahan yang digunakan adalah serum yang keluar dari ulkus kemudian
dijepit dengan pinset ditaruh di object glass dan tepi sediaan diberi vaselin kemudian
diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap.2,5
Prognosis hasil pengobatan pada penderita ini adalah baik bila mengingat waktu datang
berobat masih pada saat-saat awal munculnya gejala, tinggal bagaimana kepatuhan penderita
dalam mengkonsumsi obat, merawat kebersihan luka, dan meningkatkan imunitas dirinya.
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus herpes simpleks genitalis dengan gambaran klinis
vesikel bergerombol dengan dasar eritematosus, pada seorang wanita umur 38 tahun,
pekerjaan sebagai inu rumah tangga.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pengobatan pada
penderita diberikan acyclovir 5x200 selama 7 hari, dan obat simptomatik.
Prognosis pada penderita ini baik namun dapat terjadi rekurensi.
Dibacakan tanggal : 30 Juli 2020
Mengetahui :
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI, editor. Dalam:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill,
2012
6. Weller RB., Hamis JA, Hunter, Mann MW. Clinical dermatology. 5th edition. United
Kingdom: John Wiley and sons; 2015. p. 84,253-4.
7. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017
8. Centers for Diseases Control and Prevention. 2015 Guidelines for treatment of sexually
transmitted diseases. MMWR, 2015..
9. British Association for Sexual Health and HIV. 2014 UK National Guideline for the
Management of Anogenital Herpes. August 2014:1-22.