Anda di halaman 1dari 53

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus sitopatik dari family

retrovirus yang terintegrasi dalam material genetic pada sejumlah besar sel, merubah

proviral DNA dan encoding struktur, regulasi dan asesori protein pada sel. Virus ini

bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga dapat menyebabkan AIDS

(Aquuired Immuno Deficiency Syndrome) (Lewis Sharon, 2011 & Dewit Kumagai,

2013). Aquuired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah penyakit defisiensi imun

yang sangat berat atau biasa disebut sebagai stadium lanjut/akhir dari infeksi kronis oleh

HIV (Lewis Sharon, 2011; Dewit Kumagai, 2013; Price & Wilson, 2012).

`Sindrom Immuno defisiensi di dapat AIDS di definisikan sebagai bentuk paling

berat dalam rangkaian penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus HIV. HIV

disebabkan oleh sekelompok virus yang di kenal sebagai retrovirus, virus ini membawa

materi genetic mereka dalam bentuk RNA dan DNA (Brunner dan Suddarnth , 2015).

AIDS adalah kumpulan penyakit yang ditandai oleh menurunnya imunitas atau

kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh infeksi HIV atau yang dikenal sebagai

retrovirus (Bararah, Taqiyah dan Mohammad Jauhar, 2013).

7
1

2.1.2 Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II,

LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang

berupa agent viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya

afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus HIV pertama kali diisolasi oleh Montagnier

et al. di Prancis tahun 1983 dengan nama Limphadnopathy Associated Virus (LAV),

sedangkan Gllo di Amerika Serikat mengisolasi virus HIV-2, yang kemudian pada tahun

1986 atas kesepakatan internasional diberi nama virus HIV. HIV tergolong dalam family

lentivirus. Infeksi dari family lentivirus ini khas ditandai dengan sifat latennya yang

lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari

susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu: dikelilingi

oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik tang tinggi, mempunyai

cara unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebrata. HIV terdapat

dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan tubuh tersebut.

Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun

berdasarkan penelitian, virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan

urine, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadarnya

sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi untuk masuk ke dalam

darah orang lain, kecuali kalau ada luka.

Virus HIV digolongkan menjadi 2 tipe yaitu virus yang menyerang dan

menghindari mekanisme pertahanan tubuh dengan melakukan perlawanan dan

melumpuhkannya. Jenis virus HIV yaitu HIV-1 dan HIV 2, tetapi sebagian besar kasus

di seluruh dunia pada tahun 1992 disebabkan oleh virus HIV-1, meskipun endemik virus
2

HIV-2 jarang dijumpai di Amerika Serikat. Retrovirus memiliki genom yang mengkode

reverse transcriptase yang memungkinkan DNA diterjemahkan RNA, maka virus dapat

membuat salinan DNA dari genomnya sendiri dalam sel pejamu.

2.1.1 Patofisiologi

Virus HIV ditransmisikan melalui hubungan seksual, darah atau produk yang

terinfeksi atau cairan tubuh tertentu serta melalui perinatal. Virus ini tidak dapat

ditularkan melalui kontak biasa seperti berpegangan tangan, bersalaman, cium pipi.

Virus masuk dalam tubuh manusia dan menempel pada dinding sel reseptor CD4 yang

terdapat pada limposit dan beberapa monosit (sel darah putih). Sel target yang lain

adalah makrofag. sel dendrite, sel langerhans dan sel mikroganglia. Setelah mengikat

molekul CD4, virus masuk ke sel target dan melepaskan selubung luarnya. RNA

retrovirus ditrandisertasikan menjadi DNA melalui trandisertasi terbalik.

Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel

target dan membentuk provirus. Provirus ini dapat menghasilkan protein virus baru

yang bekerja menyerupai pabrik/pusat pembuatan virus-virus baru. Sel target normal

akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus

ikut menyebarkan virus-virus baru tadi

a. Penularan dan Masuknya Virus

HIV dapat di isolasi di cairan serebrospinalis, semen, air mata, sekresi vagina

atau serviks, urine. Tiga cara utama penularan adalah kontak dengan darah dan kontak

seksual dan kontak ibu bayi setelah virus di tularkan akan terjadi serangkaian proses

yang kemudian akan menyebabkan infeksi (Price & Wilson, 2012).


3

b. Perlekatan Virus

Virus HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya atas kapsul

viral, terdiri dari lemak lapis ganda yang mengandung banyak tonjolan protein. Duri-

duri ini terdiri dari dua glikoprotein, gp 120 atau gp41. Gp mengacu pada

Glikoprotein, dan angka mengacu kepada massa protein dalam ribuan Dalton. Gp 120

selubung permukaan eksternal duri dan gp41 adalah bagian trans membran.

Terdapat suatu protein matrik yang disebut p17 yang mengelilingi segmen

bagian dalam membran virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsul

yang disebut p24. Di dalam kapsid, p24, terdapat dua untai RNA identik dan molekul

transcriptase, integrasi, dan protease yang sudah terbentuk.

HIV adalah suatu retrovirus, sehingga materi genetic berada dalam bentuk RNA

bukan DNA. Reverse transcriptase adalah enzim yang mentrandisertasikan RNA virus

menjadi DNA setelah virus masuk ke sel sasaran. Enzim-enzim langsung yang

menyertai RNA adalah integrasi dan protease.

HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki

molekul reseptor membrane sel sasaran CD4. Sejauh ini, sasaran yang disukai oleh

HIV adalah limfosit T-helper CD4+ atau sel T4 (limfosit CD4 +), gp 120 HIV

berikatan dengan kuat dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat melakukan fusi

membrane virus ke membrane sel. Baru-baru ini di temukan bahwa dua koreseptor

permukaan sel. CCr R5 atau CXCR4 di permukaan, agar glikoprotein gp120 dan gp41

dapat berikatan dengan receptor CD4+ (Doms Paieper, 1997 dalam Price & Wilson

2012). Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konfirmasi sehingga gp41


4

dapat masuk ke membrane sel sasaran. Individu yang mewarisi dua salinan defektif

gen reseptor CCR5 (Homozigot) resisten terhadap timbulnya AIDS, walaupun

berulang kali terpajan HIV.

Individu yang Heterozigot untuk gen detektif ini (18 % sampai 20 %) tidak

terlindungi dari AIDS, tetapi awitan penyakit agak melambat.Belum pernah di

temukan homozigot pada populasi Asia atau Afrika,yang mungkin dapat membantu

menerangkan mengapa mereka lebih rentan terhadap infeksi HIV (Obrien.D, Dean,

1997 dalam Price & Wilson 2012).

Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit dan

makrofag. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir

untuk HIV tetapi tidak di hancurkan oleh virus HIV bersifat politrofik dan dapat

menginfeksi beragam sel manusia (Levy, 1994 dalam Price & Wilson 2012), seperti

sel natural killer (NK) limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel langerhans, sel dendritik

(yang terdapat di permukaan mukosa tubuh), sel microglia, dan berbagai jaringan

tubuh.

Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+, maka berlangsung serangkaian

proses komplek yang apabila berjalan lancar, menyebabkan terbentuknya partikel

partikel baru dari sel yang terinfeksi. Limfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin akan

tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus- siklus replikasi

sehingga menghasilkan banyak virus.Infeksi pada CD4+ juga dapat menimbulkan

sipatogenisitas melalui beragam mekanisme, termasuk apoptosis ( kematian sel


5

terprogram ), anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut ), atau pembentukan sinsitium

(fusi sel).

c. Replikasi HIV

Setelah terjadi fusi sel virus, RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma

limfosit CD4+, setelah nukleokapsit di lepas terjadi trandisertasi terbalik (reverse

transcription) dari satu untai tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai ganda

virus. Integrasi HIV membantu insersi cDNA virus ke dalam inti sel penjamu. Apabila

sudah terintegrasi ke dalam kromosom penjamu, maka dua untai DNA sekarang

menjadi provirus (Greene, 1993 dalam Price & Wilson 2012). Provirus menghasilkan

RNA messenger (mRNA) yang meninggalkan inti sel dan masuk ke dalam sitoplasma.

Protein-protein virus di hasilkan dari mRNA yang lengkap dan telah mengalami

splicing (penggabungan) setelah RNA genom di bebaskan kedalam sitoplasma. Tahap

akhir produksi virus membutuhkan suatu enzim virus yang disebut HIV protease, yang

memotong dan menata protein virus menjadi segmen-segmen kecil yang mengelilingi

RNA virus, membentuk partikel virus yang menonjol dari sel yang terinfeksi. HIV

yang baru terbentuk sekarang dapat menyerang sel-sel rentan lainya di seluruh tubuh.

Replikasi HIV berlanjut sepanjang periode latensi klinis, bahkan saat hanya

terjadi aktivitas virus yang minimal di dalam darah (Embretson Pantaleo et al. 1993

dalam Price & Wilson 2012) HIV di temukan dalam jumlah besar di dalam limfosit

CD4+ dan makrofag diseluruh sistem limfoid pada semua tahap infeksi. Partikel-

partikel virus juga telah di hubungkan dengan sel-sel dendritik folikuler, yang

mungkin memindahkan infeksi sel-sel selama migrasi melalui folikel-folikel limfoid.


6

Walaupun selama masa latensi klinis tingkat viremia dan replikasi virus di sel-

sel mononukleus darah perifer rendah,namun pada infeksi ini tidak ada latensi yang

sejati.HIV secara terus. menerus terakumulasi dan berimplikasi di organ-organ

limfoid. Sebagian data menunjukkan bahwa terjadi replikasi dalam jumlah yang sangat

besar dan pertukaran sel yang sangat cepat,dengan waktu paruh virus dan sel penghasil

virus didalam plasma sekitar 2 hari (wei et al,1995 :Ho et al,1995 dalam Price &

Wilson 2012). Aktivitas ini menunjukkan bahwa terjadi pertempuran antara virus dan

sistim imun pasien (Price & Wilson, edisi 6, 2012).

d. Respon Imun Terhadap Infeksi HIV

Segera setelah terpejan HIV, individu akan melakukan perlawanan imun yang

intensif. Sel-sel B akan menghasilkan antibodi-antibodi yang spesifik terhadap

berbagai protein virus. Antibody IgG adalah antibodi utama yang digunakan dalam uji

HIV. Namun antibodi HIV tidak. menetralisasikan HIV atau menimbulkan

perlindungan terhadap infeksi lebih lanjut.

Produksi imunoglobulin diatur oleh limfosit T CD4+. Limfosit T CD4+

diaktifkan oleh sel penyaji antigen (APC) untuk menghasilkan berbagai sitokin seperti

interleukin-2 (IL-2), yang membantu merangsang sel B untuk membelah dan

berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma ini kemudian menghasilkan

immunoglobulin yang spesifik untuk antigen yang merangsangnya. Sitokin IL-2

hanyalah salah satu dari banyak sitokin yang mempengaruhi respon imun baik

hormonal maupun seluler. Sel NK adalah sel yang penting karena dalam keadaan

normal sel-sel inilah yang akan mengenali dan menghancurkan sel yang terinfeksi oleh
7

virus dengan mengeluarkan perforin yang serupa dengan yang dihasilkan oleh sel CD8

(Price & Wilson 2012).

2.1.3 Manifestasi Kllinis

Manifestasi klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut:

1. Stadium pertama: Pada stadium ini penampilan atau dikenal aktivitas fisik

skala I biasanya asimptomatik ditandai dengan aktivitas yang masih normal

disertai persistent generalized lymphadenopathy (PGL) atau pembesaran getah

bening.

2. Stadium dua: Pada stadium ini penampilan atau dikenal aktivitas fisik skala II

ditandai dengan penurunan berat badan (BB) < 10% yang tidak dapat

dijelaskan. Selain itu juga terjadi infeksi saluran pernafasan yang berulang-

ulang seperti sinusitis, bronkhitis, otitis media dan faringitis. Tanda klinis yang

lain yaitu terjadinya herpes zoster, angular chelitis, ulserasi mulut yang terjadi

secara berulang. erupsi, popular pruritic, eruptions, dermatitis seboroik, dan

infeksi jamur di kuku.

3. Stadium tiga: Pada stadium ini aktivitas fisik skala III ditandai dengan pasien

tampak lemah, dan hanya berada di tempat tidur < 50% per hari dalam bulan

terakhir, penurunan BB > 10%, diare kronis > 1 bulan, anemia dengan kadar

hemoglobin (Hb) < 8 g/dl, neutropenia (< 500/mm3), serta trombositopenia (<

50.000/mm3) > 1 bulan yang tidak dapat dijelaskan. Pada pemeriksaan mulut

didapatkan kandidiasis mulut serta mulut dan lidah dilapisi selaput berwarna

putih. Selain itu juga terjadi tuberculosis paru (TB) yang di diagnosis pada 2

tahun terakhir. Stadium empat: Pada stadium ini, tanda klinis pada stadium
8

sebelumnya masih ditemukan seperti sindrom penurunan BB, penemonia

berulang, kandidiasi esophagus, TB ekstra pulmoner, sarkoma kaposi, dan

enselopati HIV. Aktivitas fisik skala IV ditandai dengan selalu berada di tempat

tidur > 50% per hari dalam bulan terakhir, HIV wasting syndrome sesuai

dengan CDC, diare > 1 bulan karena cryptosporidiosis serta infeksi herpes

simpleks kronis > 1 bulan.

2.1.4 Pentalaksanaan

Menurut WHO, 2013 upaya menanggulangi penyakit HIV AIDS melalui

Program penanggulangan AIDS di Indonesia yang terdiri dari 4 pilar, dan semuanya

menuju pada paradigma Zero new infection, Zero AIDS-related Discrimination. Empat

pilar tersebut adalah: death dan Zero

1. Pencegahan (prevention); yang meliputi pencegahan penularan HIV melalui

transmisi seksual dan alat suntik, pencegahan di lembaga pemasyarakatan dan

rumah. tahanan, pencegahan HIV dari ibu ke bayi (Prevention Mother to Child

Transmission, PMTCT), pencegahan di kalangan pelanggan penjaja seks, dan

lain-lain

2. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP); yang meliputi penguatan dan

pengembangan layanan kesehatan, pencegahan dan pengobatan infeksi

oportunistik, pengobatan antiretroviral dan dukungan serta pendidikan dan

pelatihan bagi ODHA. Program PDP bertujuan untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian dan meningkatkan kualitas hidup.


9

3. Mitigasi pencegahan berupa dukungan psikososioekonomi

Penciptaan lingkungan yang kondusif (creating enabling environment) melalui

penguatan kelembagaan dan manajemen, manajemen program serta

penyelarasan kebijakan.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita HIV AIDS yang tidak

memandang usia, jenis kelamin, status social ekonomi maka setiap daerah diharapkan

menyediakan semua komponen layanan HIV yang terdiri dari :

a. Informed consent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya.

b. Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang sudah ditentukan

c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap oleh dokter.

d. Skrining TB dan infeksi oportunistik

e. Konseling bagi ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) perempuan usia subur tentang

KB dan kesehatan reproduksi termasuk rencana untuk mempunyai anak.

f. Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan infeksi

oportunistik.

g. Pemberian ARV untuk ODHA yang telah memenuhi syarat.

h. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan oleh ibu hamil

dengan HIV.

i. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan kotrimoksasol pada bayi yang

lahir dari ibu dengan HIV positif.

j. Anjuran rutin tes HIV, malaria, sifilis dan IMS lainnya.pada perawatan antenatal

(ANC).

k. Konseling untuk memulai terapi.


10

l. Konseling tentang gizi, pencegahan penularan, narkotika dan konseling lainnya

sesuai keperluan.

m. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS), dan

kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

n. Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi demam tifoid muncul pada minggu ke-2 atau ke-3. Beberapa

komplikasi yang sering terjadi diantaranya:

a. Tifoid toksik (Ensephalopati)

Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium

sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya (Widodo,

2014).

b. Syok septic

Terjadi karena respon inflamasi sistemik yang berat, karena bakteremia

Salmonella. Penderita jatuh ke dalam fase kegagalan vaskular dengan mortalitas

yang tinggi (Widodo, 2014).

c. Perdarahan dan perforasi

gastrointestinal Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu ke 2 demam atau

setelah itu. Perdarahan dengan gejala berak berdarah (hematoskhezia) atau

dideteksi dengan tes perdarahan tersembunyi (occult blood test). Perforasi

intestinal ditandai dengan nyeri abdomen akut, tegang dan nyeri tekan. Suhu
11

tubuh tiba-tiba menurun dengan peningkatan frekuensi nadi dan berakhir syok.

Pada pemeriksaan perut di dapatkan tanda-tanda ileus, bising usus melemah dan

pekak hati menghilang, perforasi dapat dipastikan dengan pemeriksaan foto

polos abdomen 3 posisi. Perforasi intestinal adalah komplikasi tifoid yang serius

karena sering menimbulkan kematian (Widodo, 2014).

d. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan

gejala-gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat, kembung serta nyeri pada

penekanan dan nyeri lepas yang khas pada peritonitis (Widodo, 2014).

e. Hepatitis tifosa

Demam tifoid yang disertai gejala-gejala ikterus, hepatomegali dan kelainan test

fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGPT, SGOT dan bilirubin darah

(Widodo, 2014).

f. Pankreatitis tifosa

Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, gejala-gejalanya adalah sama dengan

gejala pankreatitis. Penderita nyeri perut hebat yang disertai mual dan muntah

warna kehijauan, meteorismus dan bising usus menurun. Enzim amilase dan

lipase meningkat (Widodo, 2014).

g. Pneumonia

Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau koinfeksi dengan mikroba lain

yang sering menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan gejala-

gejala klinis pneumonia serta gambaran khas pneumonia pada foto polos toraks

(Widodo, 2014).
12

h. Komplikasi lain

Karena basil salmonella bersifat intra makrofag, dan dapat beredar keseluruh

bagian tubuh, maka dapat mengenai banyak organ yang menimbulkan infeksi

yang bersifat fokal diantaranya : osteomielitis, artritis, miokarditis, perikarditis,

endokarditis, pielonefritis, orkhitis, serta peradangan-peradangan ditempat. lain

(Kemenkes, 2006).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis klinis perlu ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan tambahan ini dapat dilakukan dengan dan tanpa biakan kuman

a. Darah tepi

Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia normokromi normositik yang

terjadi akibat perdarahan usus atau supresi sumsum tulang. Terdapat gambaran

leukopeni, tetapi bisa juga normal atau meningkat. Kadang-kadang didapatkan

trombositopeni dan pada hitung jenis didapatkan uneosinofilia dan limfositosis relatif

Laju endap darah dan enzim transaminase juga dapat meningkat meskipun sebagian

besar kasus tidak memerlukan terapi khusus (Wirawan, 2005).

b. Uji serologis widal

Metode serologik yang mendeteksi antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik

(O) dan antigen (H). Pemeriksaan yang positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi.

Antigen O mulai terbentuk pada akhir minggu pertama dan bisa bertahan lama sampai

2 tahun kemudian. Titer yang bernilai 1/320 dan atau menunjukkan kenaikan 4 kali

dengan interval 5-7 hari, maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Uji serologis

ini mempunyai berbagai kelemahan baik sensitivitas maupun spesifisitasnya yang


13

rendah dan intepretasi yang sulit dilakukan karena belum ada kesepakatan batas titer

yang dapat berlaku di semua wilayah (Wirawan, 2005)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil widal, pengobatan dini dengan

antibiotika, gangguan pembentukan antibodi, pemberian kortikosteroid, daerah

endemik/non endemik, vaksinasi, dan riwayat tifoid di masa lalu. Namun, hasil uji

widal yang positif akan memperkuat dugaan pada penderita demam tifoid (Wirawan,

2005).

c. Uji tube

Uji semi-kuantatif yang cepat mendeteksi anti S Typhi pada serum pasien.

Respon terhadap anti-gen berlangsung cepat sehingga dapat dideteksi lebih dini yaitu

hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder.

d. Pemeriksaan Bakteriologis Jenis pembiakan menurut specimen

1) Biakan darah Pengambilan pemeriksaan laboratorium spesimen darah

untuk 5 ml sampai 10 ml darah penderita diambil secara aseptik lalu

dipindahkan kedalam botol biakkan darah yang berisi 50-100 ml kaldu

empedu (perbandingan 1:9) sesudah dieramkan selama 24-48 jam pada 37

C, lalu dipindahkan biakkan pada agar darah dan agar Mac Conkey Kuman

tersebut tumbuh tanpa meragikan laktosa, gram negatif. dan menunjukkan

gerak positif.

2) Biakan bekuan darah: Bekuan darah dibiakkan pada botol.berisi 15 ml

kaldu empedu (mengandung 0,596 garam -garam empedu). Biakkan ini

lebih sering memberikan hasil positif


14

3) Biakan Tinja: Positif selama masa sakit. Diperikan biakkan berulang untuk

mendapatkan hasil postif Biarkan tinja lebih berguna pada penderita yang

sedang diobati dengan kloramfenikol, terutama untuk mendeteksi karier.

4) Biakan Cairan Empedu Penting untuk mendeteksi adanya karier (pembawa

kuman) dan pada stadium lanjut penyakit. Empedu diisap melalui tabung

duodenum danndiolah dengan cara seperti tinja.

5) Biakan Air Kemih: Kurang berguna dibandingkan dengan biakkan darah

dan tinja. Biakkan air kemih positif pada minggu sakit ke 2 dan 3. Air

kemih yang diambil secara steril diputar dan endapannya dibiakkan pada

perbenihan diperkaya dan selektif (Wirawan, 2005)

e. Isolasi kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi Salmonella typhi. Isolasi

kuman ini dapat dilakukan dengan. melakukan biakan dari berbagai tempat dalam

tubuh. Diagnosis dapat ditegakkan melalui isolasi kuman dari darah. Pada dua minggu

pertama sakit, kemungkinan mengisolasi kuman dari darah pasien lebih besar dari

pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses kemungkinan

keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah terjadi septikemia sekunder. Sedangkan

biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas

tertinggi, tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek

sehari-hari. (Wirawan, 2005)


15

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Definisi Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga didefinsikan

dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam suatu ikatan perkawinan

dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas anggota keluarga merupakan mereka yang

memiliki hubungan personal dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban dan

memberi dukungan yang disebabkan oleh kelahiran, adopsi, maupun perkawinan

( Wahyuni Dkk , 2021 )

Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang perannya sangat penting untuk

membentuk kebudayaan yang sehat, dari keluarga inilah pendidikan kepada individu

dimulai, dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga

untuk membangun suatu kebudayaan seseorang dimulai dari keluarga (Padila, 2012).

Menurut Johnson's (1992) dalam Bakri (2021) keluarga adalah kumpulan dua

orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat

dalam kehidupan yang terus-menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai

ikatan emosional, dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang lainnya

(Bakri, 2021).
16

2.2.2 Ciri-Ciri Keluarga

1. Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton (Padila, 2012a):

1) Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan

perkawinan yang sengaja dibentuk atau di pelihara.

3) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (Nomen Clatur) termasuk

perhitungan garis keturunan.

4) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota–

anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan

membesarkan anak.

5) Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga

2. Ciri keluarga Indonesia

1) Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat gotong

royong

2) Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran.

3) Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan

secara musyawarah.

4) Berbentuk monogram

5) Bertanggung jawab

6) Mempunyai semangat gotong royong


17

2.2.3 Tipe Keluarga

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam

pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan social maka tipe keluarga berkembang

mengikutinya agar mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat

kesehatan maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga.

Dalam sosiologi keluarga berbagai bentuk keluarga digolongkan sebagai tipe

keluarga tradisional dan non tradisional atau bentuk normative atau non normatif.

Sussman (1947), Macklin (1998) menjelaskan tipe-tipe keluarga sebagai berikut:

1. Keluarga tradisional

a) Keluarga inti, yaitu terdiri dari suami, istri dan anak. Biasanya keluarga

yang melakukan perkawinan pertama atau keluarga dengan orang tua

campuran atau orang tua tiri.

b) Pasangan istri, terdiri dari suami dan istri saja tanpa anak, atau tidak ada

anak yang tinggal bersama mereka. Biasanya keluarga dengan karier

tunggal atau karier keduanya.

c) Keluarga dengan orang tua tunggal, biasanya sebagai konsekuensi dari

perceraian.

d) Bujangan dewasa sendirian.

e) Keluarga besar, terdiri keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan.

f) Pasangan usia lanjut, keluarga inti dimana suami istri sudah tua anak-

anaknya sudah berpisah.


18

2. Keluarga non tradisional

a) Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah, biasanya ibu dan anak.

b) Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah, didasarkan pada hukum

tertentu.

c) Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa menikah.

d) Keluarga gay atau lesbian, orang-orang berjenis kelamin yang sama hidup

bersama sebagai pasangan yang menikah.

e) Keluarga komuni, keluarga yang terdiri lebih dari pasangan monogami

dengan anak-anak secara bersama menggunakan fasilitas, sumber yang

sama.

Gambaran tentang bentuk atautipe keluarga tersebut menggambarkan

banyaknya bentuk struktur yang meonjol dalam keluarga. Implikasi bagi keperawatan

bahwa tidak ada bentuk keluarga yang benar atau salah, layak atau tidak layak,

melainkan keluarga harus dipahami dalam konteksnya, tipe tersebut hanya sebuah

referensi bagi penataan kehidupan keluarga dan berbagai kerangka kelompok kerja

primer dengan memperhatikan setiap upaya keperawatan dilandasi pemahaman dan

keunikan dari setiap keluarga (Padila, 2012).


19

2.2.4 Struktur Keluarga

Struktur keluarga menurut Padila (2012) menggambarkan bagaimana keluarga

melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Struktur keluarga terdiri dari bermacam-

macam, diantaranya adalah :

1. Patrilineal

Adalah keluarga sederhana yang terdiri dari sanak saudara sederhana dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

2. Matrilineal

Adalah keluarga sederhana yang terdiri dari sanak saudara sederhana

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

3. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

5. Keluarga Kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan

beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan

dengan suami atau istri.


20

2.2.5 Fungsi Keluarga

Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni satu sisi keluarga

berperan sebagai matriks bagi anggotanya, disisi lain keluarga harus memenuhi

tuntutan dan harapan masyarakat, maka selanjutnya akan di bahas tentang fungsi

keluarga sebagai berikut:

Padila (2012a) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yakni:

1. Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan

basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan

psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga yang bahagia.

Anggota keluarga mengembangkan konsep diri yang positif , rasa di miliki dan

memiliki, rasa berarti serta merupakan sumber kasih sayang. Reinforcement dan

support dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dalam keluarga.

Komponen yang perlu di penuhi oleh keluarga untuk memenuhi fungsi afektif adalah:

1. Saling mengasuh, cinta, kasih, kehangatan, saling menerima dan

mendukung. Setiap anggota keluarga yang mendapat kasih sayang dan

dukungan, maka kemampuannya untuk memberi akan meningkat sehingga

tercipta hubungan yang hangat dan mendukung. Hubungan yang baik

dalam keluarga tersebut akan menjadi dasar dalam membina hubungan

dengan orang lain di luar keluarga.

2. Saling menghargai, dengan mempertahankan iklim yang positif dimana

setiap anggota keluarga baik orang tua maupun anak di akui dan di hargai

keberadaan dan haknya.


21

3. Ikatan dan identifikasi, ikatan ini mulai sejenak pasangan sepakat hidup

baru. Kemudian di kembangkan dan di sesuaikan dengan berbagai aspek

kehidupan dan keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya

mempunyai anak. Hubungan selanjutnya akan dikembangkan menjadi

hubungan orang tua anak dan antar anak melalui proses identifikasi. Proses

identifikasi merupakan inti ikatan kasih sayang, oleh karena itu perlu

diciptakan proees identifikasi yang positif dimana anak meniru perilaku

orang tua melalui hubungan interaksi mereka. Fungsi afektif merupakan

sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Sering penceraian,

kenalan anak atau masalah keluarga lainnya timbul akibat fungsi afektif

keluarga yang tidak terpenuhi.

1. Fungsi sosialisasi

Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan

sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar

rumah.

2. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

meningkatkan sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana,

maka fungsi ini sedikit dapat terkontrol. Namun disisi lain banyak kelahiran yang

tidak diharapkan atau diluar ikatan perkawinan sehingga lahirnya keluarga baru

dengan satu orang tua (single parents).


22

3. Fungsi Ekonomi

Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti makanan, pakaian dan

rumah, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit dipenuhi oleh

keluarga di bawah garis kemiskinan (gakin atau pra keluarga sejahtera). Perawat

berkontribusi untuk mencari sumber-sumber di masyarakat yang dapat digunakan

keluarga meningkatkan status kesehatan mereka.

4. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi lain kesehatan adalah fungsi perawatan kesehatan. Selain keluarga

menyediakan makanan, pakaian dan rumah, keluarga juga berfungsi melakukan

asuhan keperawatan terhadap anggotanya baik untuk mencegah terjadinya gangguan

maupun merawat anggota yang sakit. Keluarga juga menentukan kapan anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan memerlukan bantuan atau pertolongan

tenaga profesional. Kemampuan ini sangat mempengaruhi status kesehatan individu

dan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap

anggotanya dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Tugas

kesehatan keluarga tersebut adalah:

1) Mengenal masalah kesehatan.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat.

5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

Kelima tugas kesehatan tersebut saling terkait dan perlu dilakukan oleh

keluarga. Perawat perlu melakukan pengakajian untuk mengetahui sejauh mana


23

keluarga dapat melaksanakan kelima tugas tersebut dengan baik, selanjutnya

memberikan bantuan atau pembinaan terhadap keluarga untuk memenuhi tugas

kesehatan keluarga tersebut.

2.2.6 Tahap Perkembangan Keluarga

Tahap perkembangan keluarga menurut (Friedman, 2010)

1. Tahap I- keluarga Pasangan Baru

Pembentukan pasangan manandakan permulaan suatu keluarga baru

dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan intim

yang baru. Tahap ini juga disebut tahap pernikahan. Pasangan yang baru

menikah, saat inimembuat posisi rumah tangga menjasi lebih kecil daripada

dekade sebelumnya. Proporsi pasangan baru yang memiliki anak telah

menurun dari 87% pada tahun 1970 menjadi 69% pada tahun 2000. Kelompok

keluarga pasangan baru kini lebih cenderung tinggal di daerah pedesaan,

dirumah mereka sendiri, dan memiliki tingkat Pendidikan yang lebih

tinggi. Mereka tidak mungkin tidak bekerja jika dibandingkan dengan

semua kelompok keluarga lainnya.

Tugas perkembangan :

a) Membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama

b) Secara harmonis berhubungan dengan sanak saudara

c) Pencernaan keluarga (keputusan tentang menjadi orang tua)

2. Tahap II-keluarga “childbearing family”Kelahiran anak pertama

dan berlanjut sampai anak berumur 30 bulan.Transisi dari masa ke masa

menjadi orang tua adalah salah satu kunci dalam kelompok trio, membuat
24

system yang permanen pada keluarga untuk pertama kalinya (yaitu system

berlangsung tanpa memperhatikan hasil akhir dari pernikahan).

Tugas perkembangan keluarga yang penting pada tahap ini adalah

a) Membentuk Keluarga muda sebagai uanit yang stabil(menggabungkan bayi

yang baru kedalam keluarga

b) Memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas

pengembangan dan kebutuhan berbagai anggota keluarga.

c) Mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.

d) Memperluas hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran

menjadi orang tua dan menjadi kakek/nenek.

3. Tahap III-keluarga dengan anak pra sekolah

Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama

berumur 2,5 tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun.

Tugas perkembangan :

1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah,

privasi dan keamanan yang memadai.

2. Mensosialisasikan anak-anak, Termasuk peningkatan prestasi

sekolah dan hubungan dengan teman sebaya yang sehat.

3. Beradaptasi dengan anak baru lahir, sementara kebutuhan anak

lain juga harus terpenuhi.

4. Mengitegrasikan anak kecil sebagai anggota keluarga baru

sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain.

5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.


25

6. Mempertahankan hubungan yang sehat di dalam keluarga.

4. Tahap IV- Keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah) dan berakhir

pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai

jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di

sekolah, masing-masing anak memliki minat sendiri. Demikian pula orang tua

mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.

Tugas perkembangan :

1. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.

2. Mempertahankan keintiman pasangan.

3. Memenuhi kebutuham dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,

termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.

Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi

kesempatan pada anak untuk bersosialisasi dalam aktivitas baik di

sekolah maupun di luar sekolah

2.2.7 Perkembangan Keluarga

Menurut Padila tahun 2012, terdapat 5 tahap perkembangan keluarga,

diantaranya sebagai berikut:

1) Keluarga antara (masa bebas/pacaran) dengan usia dewasa muda

2) Terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan

3) Keluarga dengan memilki anak usia muda (anak usia bayi sampai anak usia

sekolah)

4) Keluarga yang memiliki anak dewasa


26

5) Keluarga yang mulai melepas anaknya untuk keluar rumah

6) Keluarga lansia

Berikut diuraikan kedelapan tahap siklus kehidupan keluarga berikut tugas

perkembangannya menurut Padila tahun 2012.

1. Tahap keluarga pemula (beginning family)

Keluarga baru/pasangan yang belum memiliki anak

Tugas perkembangan keluarga :

a. Membangun perkawinan yang saling memuaskan

b. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis

c. Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orang tua)

d. Menetapkan tujuan bersama

e. Persiapan menjadi orang tua

f.Memahami prenatal care (pengertian kehamilan,persalinan dan menjadi orang

tua).

2. Tahap keluarga sedang mengasuh anak (Child bearing)

Keluarga dengan anak pertama berusia kurang dari 30 bulan.

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah :

a) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang (integrase bayi dalam

keluarga)

b) Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dengan kebutuhan

anggota keluarga

c) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan


27

d) Memperluas persahabatan keluarga besar dengan menambah peran orang tua,

kakek dan nenek

e) Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak

f) Konseling KB post partum 6 minggu

g) Menata ruang untuk anak

h) Menyiapkan biaya Child bearing

i) Memfasilitasi role learning anggota keluarga

j) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

3. Tahap keluarga dengan anak usia prasekolah

Keluarga dengan anak pertama berusia 30 bulan - 6 tahun.

Tugas perkembangan keluarga :

a) b. Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi

dan keamanan

b) Mensosialisasikan anak

c) Mengintegrasikan anak yang baru dan memenuhi kebutuhan anak yang lain

d) Mempertahankan hubungan yang sehat (hubungan perkawinan dan hubungan

orang tua-anak) serta hubungan diluar keluarga (keluarga besar dan komunitas)

e) Pembagian waktu,individu.pasangan dan anak

f) Pembagian tanggung jawab

g) Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak

4. Tahap keluarga dengan anak usia sekolah

Keluarga dengan anak pertama berusia 6-13 tahun

Tugas perkembangan keluarga :


28

a. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dalam

mengembangkan hubungan dengna teman sebaya yang sehat

b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan

c. Memnuhi kebuthan kesehatan fisik anggota keluarga

d. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual

e. Menyediakan aktivitas untuk anak.

5. Tahap keluarga dengan anak remaja

Keluarga dengan anak pertama berusia 13-20 tahun

Tugas perkembangan keluarga :

a. Memberikan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab ketika remaja

menjadi dewasa dan semakin mandiri

b. Memfokuskan kembali hubungan intim perkawinan

c. Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak

d. Mempersiapkan perubahan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh dan kembang

anggota keluarga

6. Tahap keluarga dengan anak dewasa

Keluarga dengan anak pertama meninggalkan rumah

Tugas perkembangan keluarga :

a. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga haru dari

perkawinan anak-anaknya

b. Melanjutkan dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan

c. Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri

d. Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru dimasyarakat


29

e. Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya

f. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak anaknya

7. Tahap keluarga usia pertengahan (midle age family)

Tugas perkembangan keluarga :

a. Menyediakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan.

b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orang

tua (lansia) dan anak-anak

c. Memperkokoh hubungan perkawinan

d. Persiapan masa tua / pensiun

8. Tahap keluarga usia lanjut

Tugas perkembangan keluarga :

a. Penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidu

b. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan

c. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun

d. Mempertahankan hubungan perkawinan

e. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan

f. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi

g. Melakukan life review masa lalu (Padila, 2012).

2.2.8 stress dan koping keluarga

Patokan dari stresor dari koping keluarga ini adalah 6 bulan. Stresor yang di

alami keluarga tetapi bisa di alami dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan,
30

dinamakan stresor jangka pendek. Akan tetapi jika sebaliknya, stresor tersebut

membutuhkan waktu yang lebih lama dari 6 bulan untuk penyelesaiaannya, maka di

sebut sebagai stresor jangka panjang.

Dalam tahap ini, seorang perawat harus mengetahui bagaimana keluarga

menghadapi dan merespon stresor, dan strategi apa yang di gunakanuntuk menghadapi

dan menyelesaikannya (maria,2020)

a. Stressor jangka pendek dan panjang

1) Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari enam bulan.

2) Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari enam bulan.

b. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor dikaji sejauhmana

keluarga berespons terhadap stressor.

c. Strategi koping yang digunakan

Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi

permasalahan/stress.

d. Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan

keluarga bila menghadapi permasalahan/stress.

e. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. metode yang

digunakan sama dengan pemeriksaan fisik klinik.


31

f. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas

kesehatan yang ada (Padila, 2012).

2.2.9 Koping

Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006) koping adalah suatu

proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan

situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut.
32

2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan

menggunakan pendekatan yang sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan

individu-individu sebagai anggota keluarga.

Tahapan dari proses keperawatan keluarga meliputi:

1. Pengkajian

2. Perumusan diagnosa keperawatan

3. Penyusunan perencanaan

4. Perencanaan asuhan keperawatan

5. Penilaian (Padila, 2012)

2.3.1 Pengkajian

1. Data umum

Pengkajian data umum keluarga meliputi :

1) Nama kepala keluarga (KK)

2) Alamat dan telepon

3) Pekerjaan kepala keluarga

4) Pendidikan kepala keluarga

5) Komposisi keluarga dam genogram

a. Komposisi Keluarga

Menjelaskan anggota keluarga yang diidentifikasikan sebagai bagian dari

keluarga mereka. Komposisi tidak hanya mencantumkan penghuni rumah tangga,

tetapi juga anggota keluarga lain yang menjadi bagian dari keluarga tersebut.

Bentuk komposisi keluarga dengan mencatat terlebih dahulu anggota keluarga


33

yang sudah dewasa, kemudian diikuti dengan anggota keluarga yang lain sesuai

dengan susunan kelahiran mulai dariyang lebih tua, kemudian mencantumkan

jenis kelamin, hubungan setiap anggota keluarga tersebut, tempat tinggal

lahir/umur, pekerjaan dan pendidikan.

b. Genogram

Genogram Keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan

konstelasi keluarga (pohon keluarga). Genogram merupakan alat peng-kajian

informatif yang digunakan untuk mengetahui keluarga, riwayat dan sumber-

sumber keluarga. Untuk hal tersebut, maka genorgram keluarga harus memuat

informasi tiga generasi (keluarga inti dan keluarga masing-masing orangtua).

6) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga beserta kendala atau masalah-

masalah yang terjadi dengan jenis/tipe keluarga tersebut.

7) Suku bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi

budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.

8) Agama

Mengkaji agama yang disnut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat

mempengaruhi kesehatan

9) Status sosial ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatn baik dari

kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu ditentukan pula
34

oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan serta barang-barang yang dimiliki

oleh keluarga

10) Aktivitas rekreasi keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi

bersama-sama untuk mwngunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan

menonton televisi dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.

2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga

inti.Contoh : keluarga bapak A memiliki dua orang anak, anak pertama berusia

tujuh tahun dan anak kedua berusia empat tahun, maka keluarga bapak A

berada pada tahap perkembangan keluarga dengan usia anak sekolah.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi menjelaskan

mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi oleh keluarga

serta kendala-kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, meliputi riwayat

penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga,

perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit termasuk status imunisasi,

sumber pelayanan kesehatan yang biasa di gunakanan keluarga dan

pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya


35

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan

istri.

3. Pengkajian Lingkungan

1) Karakteristik rumah

Karakteristik rumah diidentifikasikan dengan melihat luas rumah, tipe

rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan sumber air,

sumber air minum yang digunakan serta dilengkapi dengan denah rumah.

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas

setempat meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan

penduduk setempat serta budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan.

3) Mobilitas geografis keluarga

Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan melihat kebiasaan

keluarga berpindah tempat.

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul

serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana interaksi keluarga

dengan masyarakat.

4. Struktur Keluarga

1) Sistem pendukung keluarga

Termasuk sistem dukungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga

yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang

kesehatan mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari


36

anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat

setempat.

2) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antara anggota keluarga

a) Apakah anggota keluarga mengutarakan kebutuhan-kebutuhan dan

perasaan mereka dengan jelas

b) Apakah anggota keluarga memperoleh dan memberikan respon dengan

baik terhadap pesan

c) Apakah anggota keluarga mendengar mengikuti dan pesan

d) Bahasa apa yang digunakan dalam keluarga

e) Pola yang digunakan dalam komunikasi untuk menyampaikan pesan

(langsung atau tidak langsung)

f) Jenis-jenis disfungsional komunikasi apa yang terlihat dalam pola

komunikasi keluarga

3) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang

lain untuk mengubah perilaku.

4) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara

formal maupun informal.

5) Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang di anut oleh keluarga yang

berhubungan dengan kesehatan


37

5. Fungsi Keluarga

1) Fungsi efektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaan diri anggota keluarga, perasaan memiliki

dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga

lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan

bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

2). Fungsi sosialisasi

Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana

anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya serta perilaku

3). Fungsi perawatan kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,

perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana

pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga di dalam

melaksankan perawatan kesehata dapat dilhat dari kemampuan keluarga

dalam melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu

mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan

tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit, menciptakan

lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan mampu memanfaatkan

fasilitas kesehatan yang terdapat dilingkungan setempat.

Hal yang perlu dikaji sejauh mana keluarga melakukan pemenuhan

tugas perawatan kesehatan keluarga adalah :

A. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, maka

perlu dikaji sejauhmana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah


38

kesehatan, meliputi pengertian, tanda dan gejala, factor penyebab dan yang

mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.

B. Untuk mengetahui kemampuan kemampuan keluarga mengambil keputusan

mengenai tindakan kesehatan yang tepat, perlu dikaji:

a. Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya

masalah ?

b. Apakah masalah kesehatan yang dirasakan oleh keluarga?

c. Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah kesehatan yang

dialami?

d. Apakah keluarga merasa takut akan dari penyakit ?

e. Apakah keluarga mempunyai sifat negative terhadap masalah kesehatan ?

f. Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas yang ada ?

g. Apakah keluarga kurang percaya terhadap kesehatan yang ada?

h. Apakah keluarga dapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam

mengatasi masalah ?

C. Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga merawat anggota

keluarga yang sakit termasuk kemampuan memelihara lingkungan dan

menggunakan sumber/fasilitas kesehatan yang ada dimasyakarat, maka

perlu dikaji :

a. Apakah keluarga mengetahui sifat dan perkembangan perawatan

yang dibutuhkan untuk mengulangi masalah kesehatan atau

penyakit ?

b. Apakah keluarga mempunyai sumber daya dan fasilitas yang


39

diperlukan untuk perawatan ?

c. Apakah ketrampilan keluarga mengenai macam perawatan yang

diperlukan memadai ?

d. Apakah keluarga mempunyai pandangan negative perawatan yang

diperlukan ?

e. Apakah keluarga kurang dapat melihat keuntungan dalam

pemeliharaan lingkungan dimasa mendatang?

f. Apakah keluarga mengetahui upaya peningkatan kesehatan dan

pencegaha penyakit ?

g. Apakah keluarga merasa takut akan akibat tindakan (diagnostic,

pengobatan, dan rehabilitas) ?

h. Bagaimana falsafah hidup keluarga berkaitan dengan upaya

perawatan dan pencegahan ?

D. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara

lingkungan rumah yang sehat, maka perlu dikaji :

a. Sejauhmana keluarga mengetahui sumber-sumber keluarga yang

dimiliki ?

b. Sejauhmana keluarga melihat keuntungan atau manfaat pemeliharaan

lingkungan ?

c. keluarga mengetahui pentingnya hygiene dan sanitasi ?

d. Sejauhmana keluarga mengetahui upaya pencegahan

penyakit ?

e. Bagaimana sikap atau pandangan keluarga terhadap hygiene dan


40

sanitasi ?

f. Sejauhmana kekompakan antar anggota keluarga ?

E. Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan dimasyarakat, maka perlu dikaji :

a. Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan ?

b. Sejauh mana keluarga memahami keuntungan yang dapat diperoleh

dari fasilitas kesehatan?

c. Sejauhmana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan

fasilitas kesehatan?

d. Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang baik terhadap

petugas kesehatan?

e. Apakah fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga ?

2) Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah :

Berapa jumlah anak ?

a. Apakah rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga?

b. Metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah

anggota keluarga?

3). Fungsi ekonomi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah :

a. Sejauhmana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan

papan ?

b. Sejauhmana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat


41

dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga?

6) Stress dan koping keluarga

A. Stressor jangka pendek dan panjang

a. Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari enam bulan.

b. Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari enam bulan.

B. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor dikaji sejauh mana

keluarga berespons terhadap stressor.

Strategi koping yang digunakan

C. Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi

permasalahan/stress. Strategi adaptasi disfungsional

D. Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan

keluarga bila menghadapi permasalahan/stress.

6. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. metode yang

digunakan sama dengan pemeriksaan fisik klinik.

7. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap

petugas kesehatan yang ada (Padila, 2012).


42

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan koping keluarga

Kategori : psokologis

Subkategori: integritas ego

Definisi : ketidak adekuatan atau ketidak efektifan dukungan, rasa nyaman,

bantuan dan motivasi orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti) yang

di butuhkan klien untuk mengeloloa atau mengatasi masalah kesehatannya.

Penyebab

1) Situasi penyerta yang mempengaruhi orang terdekat

2) Krisis perkembangan yang di hadapi orang terdekat

3) Kelelahan orang terdekat dalam memberikan dukungan

4) Disorganisasi keluarga

5) Perubahan peran keluarga

6) Tidak tersedianya informasi bagi orang terdekat

7) Kurangnya saling mendukung\

8) Tidak cukupnya dukungan yang di berikan klien pada orang terdekat

9) Orang terdekat kurang terpapar informasi

10) Salahnya / tidak pahamnya informasi yang di dapatkan orang terdekat

11) Orang terdekat terlalu fokus pada kondisindi luar keluarga

12) Penyakit kronis yang menghabiskan kemampuan dukungan orang

terdekat

13) Krisis situsional yang di alami orang terdekat


43

2. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1) Klien mengeluh khawatir tentang respon orang terdekat pada masalah kesehatan

objektif

a. Orang terdekat menarik diri dari klien

b. Terbatasnya komunikasi orang terdekat dengan klien

c. Gejala dan tanda minor

Subjektif

1) Orang terdekat menyatakan kurang terpapar informasi tentang upaya mengatasi

masalah klien

Objektif

1) Bantuan yang di lakukan orang terdekat menunjukkan hasil yang tidak

memuaskan

2) Orang terdekat berprilaku protektif yang tidak sesuai dengan kemampuan

kemandirian klien

3. Kondisi Klinis Terkait

1) Penyakit Alzheimer

2) AIDS

3) Kelainan yang menyebabkan paralisis permanen

4) Kanker

5) Prnyakit kronis ( mis, kanker, atrhitis reumatoid)

6) Penyalahgunaan zat

7) Krisis keluarga
44

8) Konflik keluarga yang belum terselesaikan

No Kriteria Skor Bobot

1. Sifat masalah

Promkes 3 1

a. Aktual 3

b. Resiko 2

c. Krisis Mendatang 1

2. Modifikasi kondisi masalah

a. Mudah 2

b. Sebagian 1 2

c. Tidak dapat 0

3. Potensi masalah untuk di cegah

a. Tinggi 3

b. Cukup 2 1

c. Rendah 1

4. Menonjolnya masalah

a. Segera 2

b. Tidak perlu segera 1 1

c. Tidak di rasakan 0

Tabel 2.1. Skala prioritas masalah keluarga


45

Cara melakukan skoringnya adalah :

1. Tentukan skor untuk setiap kriteria

2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot

3. Jumlah skor untuk semua kriteria

a. Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa

keperawatan keluarga.

Dalam menentukan prioritas, banyak faktor yang mempengaruhi untuk

kriteria yang pertama yaitu sifat masalah, skor yang lebih besar (3) diberikan pada

tidak atau kurang sehat karena kondisi ini biasanya disadari dan dirasakan oleh

keluarga, ancaman kesehatan skor dua dan keadaan keluarga sejahtera skor satu.

Untuk kriteria kedua, yaitu kemungkinan masalah dapat diubah, perawat

perlu memperhatikan faktor-faktor berikut :

1. Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani

masalah

2. Sumber daya keluarga baik dalam bentuk fisik, keuangan maupun tenaga

3. Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan waktu

4. Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas dan dukungan masyarakat.

Untuk kriteria ketiga yaitu potensi masalah dapat dicegah, perawat perlu

memperhatikan faktor-faktor berikut :

1. Kepelikan masalah yang berhubungan dengan penyakit atau masalah

2. Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu masalah itu ada

3. Tindakan yang sedang dijalan kan, yaitu tindakan-tindakan yang tepat dalam

memperbaiki masalah
46

4. Adanya kelompok high risk atau kelompok yang sangat peka menambah

masalah

Untuk kriteria keempat yaitu menonjolnya masalah, perawat perlu menilai

persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan,

mencakup tujuan umum dan tujuan khusus,rencana intervensi serta dilengkapi

dengan rencana evaluasi yang memuat kriteria dan standar. (Padila, 2012)

Menurut Feeman (1970) dalam Friedman (1998) mengkalsifikasikan (tipologi)

intervensi keperawatan keluarga menjadi :

1. Intervensi supplemental

Perawat sebagai pemberi perawatan langsung dengan mengintervensi

bidang-bidang yang keluarga tidak dapat melakukannya.

2. Intervensi fasilitatif

Perawat berusaha memfasilitasi pelayanan yang diperlukan keluarga

seperti pelayanan medis, kesejahteraan sosial, transportasi dan pelayanan

kesehatan dirumah.

3. Intervensi perkembangan

Perawat melakukan tindakan dengan tujuan memperbaiki dan

meningkatkan kapasitas keluarga dalam perawatan diri dan tanggung

jawab pribadi. Perawat membantu keluarga memanfaatkan sumber-

sumber perawatan untuk keluarganya termasuk dukungan internal dan

eksternal.
47

Tabel 2.2 Intervensi dan Kriteria Hasil


D.0097 Status koping keluarga Dukungan koping keluarga

Penurunan koping 1. perasaan di abaikan Observasi

keluarga (5) menurun 1. identifikasi respon emosional terhadap

2. kekhawatiran tentang kondisi saat ini

anggota keluarga (5) 2. identifikasi beban prognosis secara

menurun psikologis

3. perilaku mengabaikan 3. identifikasi tentang pemahaman tentang

anggota keluarga keputusan perawatan setelah pulang

(5) menurun 4. identifikasi kesesuaian antara harapan

4. komunikasi antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan

anggota keluarga Terapeutik

(5) menurun 1. dengarkan masalah,perasaan, dan

pertanyaan keluarga

2. terima nilai-nilai keluarga dengan cara

yang tidak menghakimi

3. diskusikan rencana medis dan perawatan

4. fasilitasi ppengungkapan perasaan antara

pasien dan keluarga atau antara anggota

keluarga

Edikasi

1. informasikan kemajuan pasien secara

berkal

2. informasikan fasilitas perawatan kesehatan

yang tersedia

Kolaborasi

1. rujuk untuk terapi keluarga


48

Sumber : Buku SIKI dan SLKI

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan/perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari

penetapan tujuan, mencakup tujuan umum dan khusus, rencana intervensi serta

dilengkapi dengan rencana evaluasi yang memuat kriteria dan standar.Klasifikasi

intervensi keperawatan keluarga menjadi :

1. Intervensi supplemental

Perawat sebagai pemberi perawatan langsung dengan mengintervensi

bidang-bidang yang keluarga tidak dapat melakukannya.

2. Intervensi fasililatif

Perawat berusaha memfasilitasi pelayanan yang diperlukan keluarga seperti

pelayanan medis, kesejahteraan sosial, transportasi dan pelayanan kesehatan

rumah.

3. Intervensi perkembangan

Perawat melakukan tindakan dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan

kapasitas keluarga dalam perawatan diri dan tanggung jawab pribadi. Perawat

membantu keluarga untuk keluarganya termasuk dukungan internal dan

eksternal (Padila, 2012).

2.3.5 Evaluasi

Untuk mengevaluasi keberhasilan tindakan, maka selanjutnya dilakukan

penilaian.Tindakan-tindakan keperawatan keluarga mungkin saja tidak dapat

dilakukan dalam satu kali kunjungan, untuk itu dilakukan secara bertahap.Penilaian
49

dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa

dan Planning).

S : Hal-hal yang dikemukakan keluarga, misalnya keluarga anak P nafsu

makannya lebih baik.

O : Hal-hal yang ditemukan perawat yang dapat diukur, misalnya anak P naik BB

nya 0,5 kg.

A : Analisa hasil yang telah dicapai, mengacu pada tujuan dan diagnose

P : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respons keluarga

Kemandirian keluarga dibagi dalam empat tingkatan, mulai tingkat paling rendah

sampai tingkat tinggi, sebagai berikut :

Tabel 2.3 Penilaian peningkatan kemandirian keluarga


Tingkat kemandirian
NO Kriteria
1 2 3 4

1 Menerima petugas √ √ √ √

2 Menerima pelayanan sesuai rencana keperawatan √ √ √ √

3 Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya √ √ √

secara benar

4 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai √ √ √

anjuran

5 Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai √ √ √

anjuran

6 Melakukan tindakan pencegahan secara asertif √ √

7 Melakukan tindakan peningkatan atau promotif secara √

aktif
50

Kemandirian keluarga dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu Keluarga

Mandiri I (KM I), Keluarga Mandiri II (KM II), dan Keluarga Mandiri III (KM

III).

Tabel 2.4 Penilaian tingkat kemandirian keluarga


Kriteria Kategori Skala penilaian

Keluarga mengetahui masalah kesehatan Keluarga Skor 1-4

1. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda mandiri (KM) I

dan gejala dari maslah yang ada.

2. Keluarga dapat menyebutkan penyebab masalah.

3. Keluarga dapat menyebutkan faktor yang

mempengaruhi masalah.

4. Keluarga memiliki persepsi yang positif terhadap

masalah.

Keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi

masalah Keluarga Skor 5-7

5. Masalah dirasakan keluarga mandiri (KM)

6. Keluarga dapat menyebut akibat dari maslah II

tersebut

7. Keluarga membuat keputusan yang tepat tentang

penanganan masalah tersebut

Keluarga merawat anggota keluarga yang memiliki

masalah Skor 8-10

8. Keluarga dapat menggali dan memanfaatkan Keluarga

sumber daya dan fasilitas yang diperlukan untuk mandiri (KM)

perawatan (biaya, alat, P3K, KMS< Kartu III

Kesehatan , dll)
51

9. Keluarga terampil melaksanakan perawatan pada

anggota (preventif, promotif, dan creative)

10. Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang

mendukung.
Sumber : Buku Padila 2012

Anda mungkin juga menyukai