TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIV/AIDS
2.1.1. Epidemiologi HIV/AIDS
Secara global, terdapat 34 juta orang yang hidup dengan HIV pada
akhir tahun 2011. Pada daerah Afrika Sub-Sahara, kira-kira 1 dari 20 orang
dewasa hidup dengan HIV. Pada tahun 2011 kematian akibat AIDS juga tak
kalah tingginya. Sekitar 1,7 juta orang meninggal akibatnya (UNAIDS,2011).
Indonesia
merupakan
salah
satu
negara
yang
mengalami
gp120 terdapat pada permukaan virus dalam bentuk trimer dan berperan
dalam binding dan fusi virion pada sel target (Widodo & Lusida,2007).
Genom HIV terdiri atas dua molekul identik single stranded positive
RNA yang biasa dikenal dengan diploid. Genom HIV mengkode tiga struktural
protein yaitu gag, pol, dan env, serta mengkode juga enam gen regulator.
Dua gen regulator yaitu tat dan rev dibutuhkan saat replikasi dan empat
lainnya yaitu ref, vif, vpr, dan vpu tidak dibutuhkan saat replikasi dan dikenal
dengan accessory genes. Gen-gen ini akan ditranslasi menjadi proteinprotein prekursor pembentuk virion baru (Widodo & Lusida,2007).
Ketika virus mulai menginfeksi sel, gp120 akan berikatan dengan CD4
pada sel host. Ikatan tersebut akan merubah konformasi gp120, terbukanya
lokasi ikatan untuk reseptor kemokin sehingga dapat berikatan dengan
reseptor kemokin pada sel host. Ikatan tersebut akan berakibat pada gp41.
Gp41 akan memperantarai fusi virus dengan membran sel target, sehingga
terlepasnya capsid ke dalam sitoplasma sel host (Widodo & Lusida, 2007)
Di dalam sitoplasma, genom virus yang berupa RNA segera ditranskripsi
balik menjadi DNA. Pertama kali enzim reverse transcriptase akan membuat
Universitas Sumatera
Utara
DNA utas tunggal komplementer terhadap RNA virus. Berikutnya enzim RNase-H
akan mendegradasi RNA virus dan menggantinya dengan mensintesis DNA utas
kedua, sehingga terbentuk double stranded DNA. DNA virus akan bermigrasi dari
sitoplasma ke nukleus dan kemudian akan mengalami sirkularisasi nonkovalen
yang berhubungan dengan Long Terminal Repeat sequences (LTR). Enzim
Integrase mengintegrasikan DNA virus secara acak ke dalam DNA host. LTR
virus berperan sebagai promoter ekspresi gen virus. Transkripsi terjadi karena
bantuan faktor transkrisi dari host, antara lain adalah NF-Kb (Nuclear Factor
kappa B) dan NF-AT (Nuclear Factor Activated T cell). Protein komponen virus
terekspresi dari mRNA berbeda yang berasal dari DNA proviral. Protein prekursor
55kDa akan terpotong menjadi semua protein core virus yang dipotong pada N
terminal oleh protease virus menjadi protein sub unit gag p17, p24, p7, dan p9.
Protein Pol berupa prekursor dari protein RT, RNase, protease, dan integrase.
Protein turunan Protein Pol tersebut segera dikemas dalam inti dari virus baru.
Protein prekursor gp160 Env ditranslasi dari transkrip ssRNA. Prekursor gp160
akan mengalami pembelahan oleh enzim seluler dalam apparatus golgi menjadi
protein matur gp41 dan gp120 (Widodo & Lusida, 2007)
Virion
lengkap
tersusun
pada
sitoplasma
sel
host
dekat
tepi
mononuklear pada
epididimis dan
uretritis.
Virus juga
2. Darah
HIV juga dapat ditularkan melalui transfusi darah, transplantasi
jaringan, ataupun penggunaan jarum suntik yang bergantian.
3. Penularan ibu ke bayi
Infeksi HIV dapat ditularkan dari ibu ke janinnya saat hamil, persalinan,
ataupun ASI. Kemungkinan penularan dari ibu ke janin adalah 15-25%
pada negara maju dan 25-35% pada negara berkembang. Tingginya
kemungkinan penularan berkaitan dengan beberapa faktor. Salah satunya
adalah tingginya viremia pada ibu. Pada 552 ibu hamil di Amerika Serikat,
tingkat penularan ibu ke bayi pada ibu dengan <1000copy RNA HIV/ml
darah adalah 0%, pada ibu dengan 1000-10.000copy RNA HIV/ml darah
adalah 16,6%, 21,3% pada ibu dengan 10.001-50.000 copy/ml darah,
30,9% pada ibu dengan 50.001-100.000 copy/ml darah, dan 40,6% pada
ibu > 100.000copy/ml.
Universitas
Sumatera Utara
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis
tidak menimbulkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi,
10 pertikel setiap hari. Replikasi ini disertai mutasi dan seleksi virus
sehingga virus menjadi resisten. Bersamaan dengan replikasi virus, terjadi
kehancuran limfosit CD4 yang tinggi (Djoerban & Djauzi, 2009).
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, penderita
mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat
badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelnjar getah
bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan lain sebagainya
(Djoerban & Djauzi, 2009)
2.1.7. Gejala klinis
Menurut Fauci & Lane (2008), gejala klinis HIV/AIDS adalah:
1. Sindroma HIV akut
Gejala klinis yang khas pada sindroma HIV akut adalah demam,
ruam kulit, faringitis dan mialgia. Gejala ini bertahan selama satu
atau beberapa minggu dan perlahan mereda akibat respon imun
dan menurunnya jumlah virus dalam darah.
2. Fase asimtomatik
Pada stadium ini terjadi replikasi yang progresif HIV. Pada pasien
yang tingkat replikasi dan penuruan jumlah CD4 yang tinggi akan
lebih cepat untuk masuk ke fase selanjutnya.
3. Fase simtomatik
Gejala dari penyakit HIV dapat muncul kapan saja dalam perjalan
penyakit ini. Hal ini berkaitan dengan jumlah CD4. Hal yang dapat
menimbulkan komplikasi yang sangat membahayakan pada HIV terjadi
pada pasien dengan CD4 <200/mikroliter. Dapat teradi infeksi-infeksi lain
yang menyertai penderita HIV pada fase ini seperti: P.jiroveci,
mikobakterium atipik, CMV, mikobakterium, dan organisme lain yang tidak
menimbulkan gangguan pada orang dengan sistem imun baik.
Universitas Sumatera
Utara
berikut:
9.
Stadium 1
1) Tidak ada gejala
2) Limfadenopati
Generalisata
Stadium 3
1) Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui penyebabnya
(lebih dari 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)
2) Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan
3) Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
4) Kandidiasis pada mulut yang menetap
5) Oral hairy leukoplakia
6) Tuberkulosis paru
7) Infeksi
bakteri
yang
berat
(contoh:
pneumonia,
empiema,
IV.
Stadium 4
1) Sindrom wasting HIV
2) Pneumonia Pneumocystis jiroveci
3) Pneumonia bacteri berat yang berulang
4) Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, genital, atau anorektal
selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun)
5) Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru)
6) Tuberkulosis ekstra paru
7) Sarkoma Kaposi
8) Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak
termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening)
9) Toksoplasmosis di sistem saraf pusat
10) Ensefalopati HIV
11) Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis
12) Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang menyebar
13) Leukoencephalopathy multifocal progresif
14) Cyrptosporidiosis kronis
15) Isosporiasis kronis
16) Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
17) Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid)
18) Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin)
19) Karsinoma serviks invasif
20) Leishmaniasis diseminata atipikal
21) Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis
Universitas Sumatera
Utara
2. Deteksi
antigen
HIV.
Pendeteksian
antigen
HIV
adalah
Rekomendasi
Belum
mulai
terapi.
Monitor
gejala klinis dan
jumlah sel CD4
setiap 6-12 bulan.
<350 sel/mm3
Mulai terapi
Stadium Klinis 3 Berapapun jumlah Mulai terapi
dan 4
sel CD4
Pasien
dengan Apapun stadium Berapapun jumlah Mulai terapi
koinfeksi TB
klinisnya
sel CD4
Pasien
dengan Apapun stadium Berapapun jumlah Mulai terapi
koinfeksi Hepatitis klinisnya
sel CD4
B kronik aktif
Ibu Hamil
Apapun stadium Berapapun jumlah Mulai terapi
klinisnya
sel CD4
Universitas Sumatera
Utara
dilakukan secara rutin setiap 6 bulan, atau lebih sering bila ada indikasi klinis
(Kemenkes,2011).
2.2. Tuberkulosis
2.2.1. Epidemiologi Tuberkulosis
Pada tahun 2011, di dunia diperkirakan insidensi kasus TB sebesar 8,7
juta, atau setara dengan 125 kasus per 100.000 populasi. Diperkirakan kasus
akan
menjadi
kavitas
bila
isi-nya
keluar
akibat
yaitu:
1. Mikroskopis BTA.
Diagnosis yang meyakinkan adalah berdasarkan penemuan bakteri
M.tuberculosis
pada
pewarnaan
sputum
ataupun
jaringan.
yang
berturut-turut
berupa
sewaktu-pagi-sewaktu
(Kemenkes,2011).
Universitas Sumatera
Utara
Keterangan
Bila tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan
pandang
Bila ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan
pandang
Bila ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan
pandang
Bila ditemukan 1-10 BTA dalam satu lapangan
pandang
Bila ditemukan lebih dari 10 BTA dalam satu
lapangan pandang
3. Radiologi
Secara radiologis, TB paru dibedakan atas:
1. TB paru primer : Kelainan biasanya terjadi pada satu lobus,
dan paru kanan lebih sering terkena. Kelainan foto toraks
yang dominan adalah limfadenopati hilus dan mediastinum.
Pada paru bisa dijumpai infiltrat, ground glass opacity,
konsolidasi segmental atau lobar, dan atelektasis, kavitas.
Efusi pleura bisa dijumpai umumnya unilateral disertai
kelainan pada paru (Icksan & Luhur, 2008).
2. TB paru post primer
1. TB paru fokal : Bercak infiltrat yang bisa retikulogranuler,
nodul-nodul yang bisa setempat atau milier, ground
glass opacity, konsolidasi serta kavitas, dan efusi pleura.
Predileksi lesi biasanya di daerah segmen apikal dan
Universitas Sumatera
Utara
bawah.
2. TB pneumonia dan bronkopneumonia : Lobus paru
bisa terlihat konsolidasi dan kavitas bisa terlihat
daerah konsolidasi pada lobus yang terkena. TB
bronkopneumonia bisa memperlihatkan gambaran
patchy dan bilateral infiltratdan melibatkan daerah
yang jarang terkena pada TB.
3.
Hasil postif jika indurasi lebih besar sama dengan 10 mm. Interpretasi
positif adalah menandakan bahwa seorang individu pernah terinfeksi
diwaktu lampau dan terus mengandung mikobakterium yang hidup
dalam beberapa jaringan (Brooks, Butel, dan Morse, 2008).
2.2.6. Penatalaksanaan TB
Tujuan penatalaksanaan TB adalah menghentikan transmisi tuberkulosis
dengan menjadikan pasien tidak infeksi dan mencegah morbiditas dan mortalitas
dengan mengobati pasien. Empat obat-obatan lini pertama digunakan pada
penatalksanaan TB yaitu : Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pyrazinamide (Z), dan
Ethambutol (E). Lini kedua pada pengobatan TB digunakan pada pasien-pasien
yang telah mengalami resisten pada pengobatan lini pertama. Terdapat enam
golongan obat-obatan lini kedua yaitu: golongan aminoglikosida yang dapat
diinjeksikan Streptomycin (S), Kanamycin, Amikasin; Capreomycin Polypeptida
yang dapat diinjeksikan; Ethionamide, cycloserine, dan Para-Aminosalicylic
(PAS); dan antibiotik golongan flouroquinolon (Raviglione & OBrien, 2010)
Universitas Sumatera
Utara
sekali sehari selama 2 bulan) dan tahap lanjutan diberikan 4H3R3 (HR
3. OAT sisipan
OAT sisipan adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif
imunitas
tubuh
penderita
HIV/AIDS
sehingga
berkurang dan bahkan tidak terjadi pada pasien HIV. Tuberkulosis dapat muncul
dalam berbagai stadium infeksi HIV. Ketika imunitas selular sebagian terganggu,
TB paru menunjukkan gambaran infiltrat pada lobus atas, kavitas, dan tanpa
limfadenopati atau efusi pleura yang signifikan. Pada HIV stadium lanjut, TB
menunjukkan gejala seperti TB primer dengan infiltrat milier, sedikit atau tanpa
kavitas dan limfadenopati intra toraks. Pemeriksaan sputum positif sangat jarang
ditemukan pada pasien yang menderita HIV. Hal ini menjadikan TB sulit
didiagnosis pada pasien HIV (Raviglione & OBrien, 2010).
Universitas Sumatera
Utara
Keterangan
Mulai terapi ARV segera
setelah terapi TB dapat
ditoleransi (antara
2
minggu hingga 8 minggu)
Universitas Sumatera
Utara