Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Infeksi opurtinistik
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes laboratorium
Sejak ditemukannya HIV pada tahun 1983, para ilmuan telah
belajar banyak tentang karakteristik dan patogenesis virus tersebut.
Berdasarkan pengetahuan ini telah dikembangkan sejumlah tes
diagnostik yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes atau
pemeriksaan laboratorium kini digunakan untuk mendiagnosis HIV
dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap
terapi pda orang yang terinfeksi HIV.
2. Tes antibody HIV
Kalau sesorang terinfeksi oleh virus HIV sistem imunnya akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut.
Antibody umumnya terbentuk dalam waktu 3 hingga 12 minggu
setelah terkena infeksi, kendati pembentukan antibody ini dapat
memerlukan waktu sampai 6 hingga 14 bulan, kenyataan ini
menjelaskan mengapa seseorang dapat terinfeksi tetapi pada
mulanya tidak memperlihatkan hasil tes yang positif. Sayangnya,
antibody untuk HIV tidak efektif dan tidak dapat menghentikan
perkembangan infeksi HIV. Kemampuan untuk mendeteksi antibodi
HIV dalam darah telah memungkinkan pemeriksaan skrining produk
darah dan memudahkan evaluasi diagnostik pada pasien-pasien yang
terinfeksi HIV. Pada tahun 1985, Food and Drug Administration
(FDA) mengeluarkan lisensi untuk uji kadar antibody HIV bagi
semua pendonoran darah dari plasma.
Ada beberapa tes untuk memastikan adanya antibodi terhadap
infeksi HIV dan membantu mendiagnosis infeksi HIV, yaitu;
a. Tes enzime-linked immunosorbent assay (ELISA)
mengidentifikasi antibodi yang secara spesifik ditujukan
kepada virus HIV. Tes ELISA tidak menegakkan diagnosis
penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan bahwa seseorang
pernah terkena atau terinfeksi oleh virus HIV. Orang yang
darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut sebagai
orang yang seropositif.
b. Pemeriksaan Western Blot Assey merupakan tes lainnya yang
dapat mengenali antibody HIV dan digunakan untuk
memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat
prosedur ELISA.
c. Indirect immunofluorescence assey (IFA) kini sedang
digunakan oleh sebagian dokter sebagai pengganti
pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositivitas.
d. Tes lainnya, yaitu Radio Immuno Precipitation Assay (RIPA),
lebih mendeteksi protein HIV ketimbang antibodi.
H. PENATALAKSANAAN
Upaya penanganan medis meliputi beberapa cara pendekatan yang
mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta
malignansi, penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus dan
penguatan serta pemulihan sistem imun melalui penggunaan preparat
imunomodulator. Perawatan suportif merupakan tindakan yang penting
karena efek infeksi HIV dan penyaki AIDS yang sangat menurunkan
keadaan umum pasien, efek tersebut mencakup malnutrisi, kerusakan
kulit, kelemahan, imobilitas dan perubahan status mental.
1. Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi
HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan
tubuh yang tercemar HIV.
2. Pengobatan pada infeksi umum
3. Penatalaksanaan diare
4. Penatalakanaan nutrisi yang adekuaat
5. Penanganan keganasan
6. Terapi antiretrovirus
7. Terapi alternatif: terapi spiritual, terapi nutrisi, terapi obat tradisional,
terap tenaga fisik akupuntur, yoga, terapi massage, terapi sentuhan
Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi:
1. Penanggulangan penyakit oportunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
2. Pemberian obat anti virus
Obat anti HIV/AIDS adalah:
a) Didanosin (ddl)
1) Dosis :2x100 mg,setiap 12 jam (BB <60kg)
2) 2x125mg, setiap 12 jam (BB>60 kg)
b) Zidowudin (ZDV)
1) Dosis 500-600mg/hari, pemberian setiap 4 jam sebanyak
100mg, pada saat penderita tidak tidur
c) Lamivudin (3TC)
d) Stavudin (d4T)
3. Penanggulangan dampak psikososial
I. Komplikasi
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS yaitu sebagai berikut :
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan
dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,
dan maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit
dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan
efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
D. Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik.
Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan
yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
yang diharapkan.
E. Evaluasi
1. Klien akan menunjukan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak ada
demam , sekresi tidak perulunt)
2. Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
3. Klien akan menunjukan peningkatan BB yang ideal
4. Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif
5. Klien akan menunjukkan peningkatan perasaan harga diri
6. Klien mampu meningkatkan perasaan terhadap dirinya.
7. Klien suhu tubuh dapat dipertahankan dalam batas normal
8. Nyeri hilang/ nyeri terkontrol
9. Integritas jaringan tidak mengalami kerusakan lebih atau membaik.
10. Integritas kulit baik dan tidak ada tanda-tanda kerusakan jaringan.
DAFTAR PUSTAKA