Anda di halaman 1dari 27

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM

IMUNITAS PADA KASUS HIV/AIDS

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2

1. KHAERUL NASHI (011 SYE16)


2. LAELY HIDAYATI (012 SYE16)
3. MARDIASEH (014 SYE16)
4. MASNAWATI (015 SYE16)
5. MUHAMMAD ANWAR (017 SYE16)
6. NADIA RIZKI NADILA (018 SYE16)
7. NI KOMANG AYUDHYA S (019 SYE16)
8. NURHAQIQI (020 SYE16)
9. R. DANANG HARRI P. (022 SYE16)
10. RAHAYU AJENG RINJANI (023 SYE16)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JEJANG DIII
2018
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIV/AIDS

1.1 Konsep Teori


A. Pengertian
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang
merupakan virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini
menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi yang menyebabkan
defisiensi (kekurangan) sistem imun.
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200
atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV (Doenges,
1999). AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia, 2005)
Sindrom imunodefisiensi yang didapat (AIDS: Acquired
Immunodeficiency Syndrom) diartikan sebagai bentuk keadaan paling
berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Selama bertahun-tahun, HIV
diartikan sebagai HTLV III (HUMAN t-CELL lymphotropic virus tipe III)
dan virus yang berkaitan dengan limfadenopati (LAV: Limphadenopathy
Associated Virus). Manifestasi infeksi HIV berkisar mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda-tanda dan gejala yang nyata hingga
keadaan imunosupresi yang berat yang berkaitan dengan berbagai infeksi
yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang
jarang terjadi.
B. Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III
(HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus
manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam
ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah
masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,
dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia. Ditularkan
oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
C. Manifestasi Klinis
Menurut (Doenges, 1999), manifestasi klinis penyakit AIDS
menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ.
Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi
akibat infeksi, malignansi dan/efek langsung HIV pada jaringan tubuh.
Manifestasi klinis dan akibat infeksi HIV berat yang paling sering
ditemukan, yaitu:
Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti:
1. Diare kronis
2. Kandidiasi mulut yang luas
3. Pneumoystis carini
4. Pneumonia interstisialis lifositik
5. Ensefalopati kronik
Gejala Mayor :
1. BB menurun atau gagal tubuh.
2. Diare > 1 bulan (kronis/ berulang).
3. Demam > 1 bulan (kronis/ berulang).
4. Infeksi sakuran nafas.
5. Bawah yang parah atau menetap.
Gejala Minor :
1. Lymfadenopati generalisata atau hepatosplenomegali.
2. Kandidiasis oral.
3. Infeksi THT yang berulang.
4. Batuk kronis.
5. Dermatitis generalisata.
6. Encefalit.
D. Patofisiologi
HIV tergolong kedalam kelompok virus yang dikenal sebagai
retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut menunjukkan materi
genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam
deoksiribonukleat (DNA.) Virus HIV (partikel virus yang lengkap yang
dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti
berbentuk peluru yang terpancung dimana p24 merupakan komponen
struktural yang utama. Tombol (knob) yang menonjol lewat dinding virus
terdiri atas protein gp120 dari HIV.
Sel-sel CD4+ mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 Helper
(yang dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV),
limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga
sel diatas. Sesudah terikat dengan membran T4 helper HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik kedalam sel T4
helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai revense
trancriptase HIV akan melakukan pemprograman ulang materi genetik
dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double stranded. DNA (DNA
utas - ganda). DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai
sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Siklus reflikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh
antigen, mitogen, sitokinin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen
virus seperti sitomegalovirus (CMV: Cytomegalovirus), virus Epstein-
barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4
yang terinfeksi diaktifkan replikasi serta pembentukan tunas HIV akan
terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini
kemudian dilepas kedalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+
lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara
persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi
sel-sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat
tersembunyi dari sistem imun dan terangkut keseluruh tubuh lewat sistem
ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan
ini dapat mengandung moleku CD4+ atau memiliki kemampuan untuk
memproduksinya. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa sesudah
infeksi inisial kurang lebih 25 % dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi
oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang
perjalanan infeksi HIV, tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika
sistem imun terstimulasi, replikasi virus ini akan terjadi dan virus ini akan
menyebar kedalam plasma darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya
pada sel-sel CD4+ yang lainnya. Sistem imun pada infeksi HIV lebih
aktif dari pada yang diperkirakan sebelumnya sebagaimana dibuktikan
oleh produksi sebanyak dua milyar limfosit CD4+ perhari. Keseluruhan
populasi sel-sel CD4+ perifer akan mengalami pergantian (turn over)
setiap lima belas hari sekali (Ho et al, 1995).
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status
kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak
sedang berrperang melawan infeksi yang lain, reproduksi HV berjalan
dengan lambat. Namun reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau
penderitanya sedang mengalami infeksi yang lain atau kalau sistem
imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang
diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. (pinching,
1992).
Dalam respon imun limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang
penting yaitu mengenali anti gen yang asing, mengaktifkan limfosit B
yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksik,
memproduksi limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi
parasit. Kalau fungsi limposit T4 terganggu mikroorganismeyang
biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk
menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi
yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi
oportunistik. Masa inkubasi diperkirakan bervariasi 2-5 tahun.
E. Pathway

Sperma terinfeksi masuk ke


Hubungan seksual dengan dalam tubuh pasangan Tranfusi darah Tertusuk jarum
pasangan yg berganti-ganti, lewat membrane mukosa yg terinfeksi bekas penderita
dengan yg terinfeksi HIV vagina, anus yg lecet/luka HIV HIV

HIV masuk ke dalam tubuh manusia

Menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4


(Limfosit T4, Monosit, Sel dendrit, Sel Langerhans)

Mengikat molekul CD4

Memiliki sel target dan memproduksi virus

Sel limfosit T4 hancur

Imunitas tubuh menurun

Infeksi opurtinistik

Sistem pernafasan Sistem pencernaan Sistem


Sistem integument
neurologis

Mikrobakterium TB Infeksi jamur Peradangan kulit


Kriptococus

PCP (pneumonia, Peradangan mulut Timbul lesi/bercak


putih Meningitis
pneumocystis Nyeri
kriptococus
Sulit menelan, Mual
Demam, batuk non Gatal, nyeri, bersisik Perubahan status mental,
produktif, nafas kejang, kaku kuduk,
Intake kurang
pendek kelemahan, mual,
Risiko kerusakan kehilangan nafsu makan,
integritas kulit vomitus, demam,panas,
Kebutuhan nutrisi
- Hipertermi kurang dari pusing
- Bersihan jalan nafas kebutuhan tubuh.
- Pola nafas tidak
efektif
- Perubahan - Risiko tinggi cedera
eliminasi - Ggn nutris < keb.
(BAB) Tubuh
- Risiko - Risiko tinggi
kekurangan kekurangan volume
volume cairan cairan
F. Klasifikasi
1. Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai
AIDS
2. Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang
saluran pernapasan atas yang berulang
3. Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama
lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
4. Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus,
trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit
ini adalah indikator AIDS.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes laboratorium
Sejak ditemukannya HIV pada tahun 1983, para ilmuan telah
belajar banyak tentang karakteristik dan patogenesis virus tersebut.
Berdasarkan pengetahuan ini telah dikembangkan sejumlah tes
diagnostik yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes atau
pemeriksaan laboratorium kini digunakan untuk mendiagnosis HIV
dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap
terapi pda orang yang terinfeksi HIV.
2. Tes antibody HIV
Kalau sesorang terinfeksi oleh virus HIV sistem imunnya akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut.
Antibody umumnya terbentuk dalam waktu 3 hingga 12 minggu
setelah terkena infeksi, kendati pembentukan antibody ini dapat
memerlukan waktu sampai 6 hingga 14 bulan, kenyataan ini
menjelaskan mengapa seseorang dapat terinfeksi tetapi pada
mulanya tidak memperlihatkan hasil tes yang positif. Sayangnya,
antibody untuk HIV tidak efektif dan tidak dapat menghentikan
perkembangan infeksi HIV. Kemampuan untuk mendeteksi antibodi
HIV dalam darah telah memungkinkan pemeriksaan skrining produk
darah dan memudahkan evaluasi diagnostik pada pasien-pasien yang
terinfeksi HIV. Pada tahun 1985, Food and Drug Administration
(FDA) mengeluarkan lisensi untuk uji kadar antibody HIV bagi
semua pendonoran darah dari plasma.
Ada beberapa tes untuk memastikan adanya antibodi terhadap
infeksi HIV dan membantu mendiagnosis infeksi HIV, yaitu;
a. Tes enzime-linked immunosorbent assay (ELISA)
mengidentifikasi antibodi yang secara spesifik ditujukan
kepada virus HIV. Tes ELISA tidak menegakkan diagnosis
penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan bahwa seseorang
pernah terkena atau terinfeksi oleh virus HIV. Orang yang
darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut sebagai
orang yang seropositif.
b. Pemeriksaan Western Blot Assey merupakan tes lainnya yang
dapat mengenali antibody HIV dan digunakan untuk
memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat
prosedur ELISA.
c. Indirect immunofluorescence assey (IFA) kini sedang
digunakan oleh sebagian dokter sebagai pengganti
pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositivitas.
d. Tes lainnya, yaitu Radio Immuno Precipitation Assay (RIPA),
lebih mendeteksi protein HIV ketimbang antibodi.
H. PENATALAKSANAAN
Upaya penanganan medis meliputi beberapa cara pendekatan yang
mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta
malignansi, penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus dan
penguatan serta pemulihan sistem imun melalui penggunaan preparat
imunomodulator. Perawatan suportif merupakan tindakan yang penting
karena efek infeksi HIV dan penyaki AIDS yang sangat menurunkan
keadaan umum pasien, efek tersebut mencakup malnutrisi, kerusakan
kulit, kelemahan, imobilitas dan perubahan status mental.
1. Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi
HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan
tubuh yang tercemar HIV.
2. Pengobatan pada infeksi umum
3. Penatalaksanaan diare
4. Penatalakanaan nutrisi yang adekuaat
5. Penanganan keganasan
6. Terapi antiretrovirus
7. Terapi alternatif: terapi spiritual, terapi nutrisi, terapi obat tradisional,
terap tenaga fisik akupuntur, yoga, terapi massage, terapi sentuhan
Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi:
1. Penanggulangan penyakit oportunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
2. Pemberian obat anti virus
Obat anti HIV/AIDS adalah:
a) Didanosin (ddl)
1) Dosis :2x100 mg,setiap 12 jam (BB <60kg)
2) 2x125mg, setiap 12 jam (BB>60 kg)
b) Zidowudin (ZDV)
1) Dosis 500-600mg/hari, pemberian setiap 4 jam sebanyak
100mg, pada saat penderita tidak tidur
c) Lamivudin (3TC)
d) Stavudin (d4T)
3. Penanggulangan dampak psikososial
I. Komplikasi
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS yaitu sebagai berikut :
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan
dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,
total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,
dan maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit
dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan
efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas pasien, meliputi nama, umur (semua kalangan umur bisa
terkena penyakit HIV AIDS), jenis kelamin (bisa terjadi pada laki-
laki dan wanita terutama laki-laki yang homoseksual) no MR,
pekerjaan, alamat, agama, cara masuk, riwayat alergi, status
pernikahan (biasa terjadi pada pasangan tanpa status pernikahan
karena sering berganti pasangan seksual),
b. Identitas penanggung jawab: nama orangtua, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, data ini sangat diperlukan
karena penanggung jawab adalah orang yang bisa perawat hubungi
saat akan dilakukan suatu tindakan.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya dapat ditemukan dengan pasien aids dengan
manisfestasirespiratorik di temui keluhan utama sesak nafas.
Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu
dengan yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih
dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat
badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada
mulut dan tenggorokan di sebabkan oleh jamur candida albican,
pembengkakan kelenjar ketah bening di seluruh tubuh, munculnya
harpes zoztet berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan HIV AIDS
adalah: pasien akan mengeluh nafas sesak (dispenea) bagi pasien
yang memiliki manisfestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan
demam, pasien akan mengeluh mual, dan diare serta penurunan
berat badan drastis.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama.
Adanya riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas
atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan
tubuh penderita HIV/AIDS.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang
menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya
orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga
dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya kelurga
bekerjaan di tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja
seks komersial).
3. Pemeriksaan Riwayat Bio-Psiko-sosial- spritual
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Biasanya pasien HIV/AIDS akan mengalami perubahan atau
gangguan pada personal hygine, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK di karenakan kondisi tubuh yang lemah,
pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya
cendrung di bantu oleh keluarga dan perawat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan
mengalami penurunan BAB yang cukup drastis dalam waktu yang
singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
c. Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disetai mukus
berdarah.
d. Pola istirahat dan tidur
Biasanya pada pasien HIV/AIDS pola istirahat tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam dan keringat pada
malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan
cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
e. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktivitasnya
seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari
lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja karena depresi
terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,
cemas, depresi, dan stress.
g. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya
mengalami penurunan daya ingat, kesulitan konsentrasi, kesulitan
dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu
bisa mengalami halusinasi.
h. Pola kepercayaan
Pada pasien HIV/AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan
berubah, biasanya akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau
harga diri rendah.
i. Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV/AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negative berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping kontruksif dan adaptif.
j. Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV/AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui
hubungan seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV/AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan
berubah, karena mereka menganggap hal menimpa mereka sebagai
balasan akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai
kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama
merupakan hal penting dalam hidup pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien : composmentis, cooperative, sampai terjadi
penurunan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, stupor, bahkan
koma.
c. Vital sign :
- TD : biasanya ditemukan batas normal
- N : terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
- RR : biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat
- S : biasanya ditemukan suhu tubuh meningkat karena demam
d. Berat badan : biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10%
BB).
e. Tinggi badan : biasanya tidak mengalami peningkatan (TB tetap)
f. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala : biasanya ditemukan nyeri kepala menetap, kulit
kepala kering karena dermatitis seboreika.
2) Mata : biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor, refleks pupil terganggu, retinitis pada
penderita yang kekurangan CD4 kurang dari 100.
3) Hidung : biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping
hidung.
4) Gigi dan mulut : biasanya ditemukan ulserasi dan adanya
bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan
kandidiasi.
5) Leher : kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena
infeksi jamur Cryptococcus Neoformans), biasanya ada
pembesaran kelenjar getah bening.
6) Jantung : biasanya tidak ditemukan kelainan.
7) Paru-paru : biasanya terdapat nyeri dada, terdapat retraksi
dinding dada pada pasien pasien AIDS yang disertai dengan
TB, nafas pendek (kusmaul), sesak nafas (dipsnea).
8) Abdomen : biasanya terdengar bising usus yang hiperaktif.
9) Kulit : biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya
tanda-tanda lesi (lesi sarcoma Kaposi).
10) Ekstremitas : biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot
menurun, akral dingin.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tidak
terorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. b.d hambatan asupan
makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik
4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya
otot pernafasan
5. Isolasi sosial b/d perubahan status kesehatan d/d perasaan ditolak
6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d produksi mukus berlebih
7. Hipertermia berhubungan peningkatan metabolism penyakit
8. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera : bilogis.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
cairan, perubahan pigmentasi, perubahan turgor, kondisi
ketidakseimbangan nutrisi, penurunan imunologis.
10. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
pigmentasi, perubahan turgor kulit, kondisi ketidakseimbangan
nutrisi, faktor imunologis.
C. Intervensi
Tujuan/ kriteria
Dx kep Intervensi Kep Rasional
hasil
1. Resiko Setelah dilakukan 1. Cuci tangan 1. Resiko cros infeksi
terjadinya tindakan selama sebelum dan dapat melalui
infeksi b/d x 24 jam sesudah kontak prosedur yang
defresi sistem diharapkan klien dengan pasien dilakukan
imun yang akan menunjukan 2. Ciptakan lingkungan 2. Lingkungan yang
tidak tampa adanya yang bersih dan kotor akan
terorgansir tanda-tanda ventilasi yang cukup meningkatkan
infeksi (tidak ada 3. Informasikan pertumbuhan
demam, sekresi perlunya tindakan kuman pathogen
tidak purulent ) isolasi 3. Penurunan daya
4. Kaji tanda-tanda tahan tubuh
vital termasuk suhu memudahkan
badan. berkembang
5. Kaji frekuensi nafas, biaknya kuman
bunyi nafas, batuk pathogen.
dan karakteristik Tindakan isolasi
sputum sebagai upaya
6. Observasi menjauhkan dari
kulit/membran kontak langsung
mukosa dengan kuman
kemungkinan pathogen
adanya 4. Peningkatan suhu
lesi/perubahan badan menunjukan
warna, bersihkan adanya infeksi
kuku setiap hari sekunder
7. Perhatikan adanya 5. Luka akibat
tanda-tanda adanya garukan
inflamasi memudahkan
8. Awasi penggunaan timbul infeksi luka
jarum suntik dan 6. Panas kemerahan
mata pisau secara pembekakan
ketat dengan merupakan tanda
menggunakan adanya infeksi
wadah tersendiri. 7. Tindakan prosedur
dapat penyebabkan
perlukaan dada
permukaan kulit
2. Defisit Setelah dilakukan 1. Pantau tanda-tanda 1. Denyut nadi /hr
volume tindakan x 24 vital termasuk cvp meningkat, suhu
cairan tubuh jam diharapkan bila terpasang tubuh menurun, td
b/d diare klien akan 2. Catat peningktan menurun
berat, status mempertahankan suhu dan lamanya, menunjukan adanya
hipermetabol tingkat hidrasi berikan kompres dehidrasi.
ik yang adekuat hangat, pertahankan 2. Suhu badan
pakaian tetap kering, meningkat
kenyaman suhu menunjukan adanya
lingkungan. hipermetabolisme.
3. Kaji turgor kulit, 3. Penurunan bb
membrane mukosa menunjukan
dan rasa haus pengurangan
4. Timbang BB setiap volume cairan
hari tubuh
5. Catat pemasukan
cairan melalui oral
sedikitnya 2500
ml/hr.
6. Mempertahankan
keseimbangan,
mengurangi rasa
haus dan
melembabkan
membrane mukosa
7. Berikan makanan
yang mudah dicerna
dan tidak
merangsang
8. Peingkatan
peristaltik
menyebabkan
penyerapan cairan
pada dinding usus
akan kurang
3. Kebutuhan Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Lesi pada mulut,
nutrisi tindkan selama x mengunyah, esophagus dapat
kurang dari 24 jam merasakan dan menyebabkan
kebutuhan diharapkan klien menelan disfagia
tubuh. b/d akan menunjukan 2. Auskultasi bising 2. Hipermetabolisme
hambatan peningkatan BB usus saluran
asupan ideal. 3. Timbang bb setiap gastrontestinal
makanan hari akan menurunkan
(mual/munta 4. Hindari adanya tingkat penyerapan
h), gangguan stimulus lingkungan usus.
intenstinal, yang berlebihan 3. Bb sebagai
hipermetabol 5. Berikan perawatan indikator
ik, mulut, awasi kebutuhan nutrisi
tindakan pencegahan yang adekuat
sekresi. Hindari obat 4. Pengeringan
kumur yang mukosa, lesi pada
mengandung alkohol mulut dan bau
6. Rencanakan makan mulut akan
bersama keluarga menurunkan nafsu
atau orang terdekat makan
berikan makan
sesuai keinginan
(bila tidak ada
kontra indikasi)
7. Sajikan makanan
yang hangat dan
berikan dalam
volume sedikit
8. Dorong klien untuk
duduk saat makan
4. Pola nafas Setelah 1. Auskultasi bunyi 1. Bunyi nafas
tidak efektif dilakukan nafas tambahan tambahan
b/d tindakan selama 2. Catat kemungkinan menunjukan
penurunan x 24 jam adanya sianosis, adanya infeksi
ekspansi diharapakan perubahan frekuensi jalan
paru, klien akan nafas dan nafas/peningkatan
melemahnya mempertahankan penggunaan otot sekresi
otot pola nafas yang asesoris 2. Mengetahui
pernafasan efektif 3. Berikan posisi semi frekuensi
fowler pernafasan pasien
4. Lakukan section bila 3. Duduk tinggi
terjadi retensi sekresi memungkinkan
jalan nafas ekpansi paru dan
5. Kolaborasi memudahkan
pemberian terapi pernafasan
4. Perawat dapat
memberikan
pengetahuan pada
pasien tentang
teknik bernafan
5. Pengobatan
mempercepat
penyembuhan dan
memperbaiki pola
nafas
6. Isolasi sosial Setelah dilakukan 1. Tentukan persepsi 1. Isolasi sebagian
b/d tindakan selama pasien tentang dapat
perubahan x 24 jam situasi mempengaruhi diri
status diharapkan klien 2. Batasi / hindari saat pasien takut
kesehatan akan penggunaan masker, penolakan / reaksi
d/d perasaan Menunjukkan baju dan sarung orang lain
ditolak peningkatan tangan jika 2. Mengurangi
perasaan harga memungkinkan mis: perasaan pasien
diri jika berbicara akan isolasi fisik
dengan pasien dan menciptakan
3. Dorong kunjungan hubungan sosial
terbuka, hubungan yang positif yang
telepon dan aktivitas dapat meningkatkan
sosial dalam tingkat rasa percaya diri
yang 3. Partisipasi orang
memungkinkan lain dapat
4. Dorong adanya meningkatkan rasa
hubungan yang aktif kebersamaan
dengan orang 4. Membantu
terdekat menetapkan
partisipasi pada
hubungan sosial
dapat mengurangi
kemungkinan upaya
bunuh diri
6. Ketidakefekti Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda 1. Mengetahui jika
fan bersan tindakan vital ada perburukan
jalan napas keperawatan 2. Atur posisi klien 2. Untuk
Berhubungan selama ×24 jam semi fawler pengembangan
dengan diharapkan status 3. Berikan O2 sesuai maksimal rongga
produksi pernapasan: order dada
mukus kepatenan jalan 4. Berikan informasi 3. Membantuu
berlebih napas dengan pada klien dan memenuhi suplai
kriteria hasil: keluarga tentang O2
a. Frekuensi larangan merokok di 4. Agar tidak
napas dalam ruang perawatan memperburuk
batas normal pernapasan klien
b. Mempunyai
suara napas
yang jernih
c. Kemudahan
dalam
bernapas
7. Hipotermia Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Mengetahui adanya
berhubungan tindakan 2. Kenakan pakaian perburukan
dengan keperawatan yang tipis pada klien 2. Kehilangan panas
peningkatan selama ×24 jam 3. Berikan cairan IV tubuh lewat
metabolisme diharapkan suhu sesuai order konveksi dan
dan penyakit tubuh dapat 4. Berikan antipiretik evaporasi
dipertahankan sesuai order 3. Menggantikan
dalam batas cairan yang hilang
normal dengan lewat keringat
kriteria hasil: 4. Menurunkan suhu
a. Suhu tubuh tubuh
antara 36-37°
b. RR dan nadi
dalam batas
normal
c. Bebas dari
keringat
berlebih
8. Nyeri akut Setelah di 1. Lakukan
berhubungan lakukan tindakan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui
dengan agen keperawatan kompherensif yang intensitas nyeri
cedera : selama x24 klien meliputi lokasi, pasien.
bilogis. mampu karakteristik, 2. Untuk memberikan
mengkontrol onset/durasi , kenyamanan dan
nyeri dapat di freekuensi, menghilangkan
pertahankan kualitas, intensitas, rasa nyeri dengan
dengan kretria atau bertanya tehnik relaksasi
hasil: nyeridan faktor nafas dalam.
1. Secara pencetus. 3. Untuk mengetahui
konsisten 2. Gunakan strategi faktor yang
menunjukkan komunikasi mempengaruhi
menggunaka terapeutik untuk nyeri.
n tindakan mengetahui 4. Mengajarkan
pengurangan pengalaman nyeri pasien ttehnik
(nyeri) tanpa dan sampaikan relaksasi nafas
analgesik. pnerimaaan pasien dalam untuk
2. Secara terhadap nyeri. mengurangi rasa
konsisten 3. Kaji bersama nyeri.
menunjukkan pasien faktor- 5. Untuk
menggunaka faktor yang dapat menghilangkan
n analgesik menurunkan atau rasa nyeri.
yang memberatkan
direkomaned nyeri.
asikan 4. Ajarkan
3. Melaporkann penggunaan teknik
nyeri non farmakologi
terkontrol nyeri.
5. Kolaborasi
pemberiam obat
analgesik
9. Kerusakan Setelah di 1. Monitor
1. Memonitor
integritas lakukan tindakan karakteristik luka,
karakteristik luka
kulit keperawatan 3x24 meliputi warna,
dapat membantu
berhubungan jam di harapkan ukuran, bau dan
perawat dalam
dengan integritas jaringan pengeluaran pada
menentukan
perubahan tidak mengalami luka.
perawatan luka dan
status cairan, kerusakan lebih 2. Bersihkan luka
penanganan yang
perubahan jauh, dengan dengan normal
sesuai untuk
pigmentasi, kretiria hasil: salin.
pasien.
perubahan 1. Temperatur 3. Lakukan
2. Normal salin
turgor, kulit normal pembalutan pada
adalah cairan
kondisi 2. Sensai kulit luka sesuai dengan
fisiologis yang
ketidakseimb normal kondisi luka.
mirip dengan
angan nutrisi, 3. Kulit elastis 4. Pertahankan teknik
cairan tubuh
penurunan 4. Hidrasi kulit steril dalam
sehingga aman
imunologis. adekuat perawatan luka
digunakan untuk
5. Warna kulit pasien.
membersihkan
normal 5. pantau
luka.
6. Bebas lesi perkembangan
3. Pembalutan luka
jaringan kerusakan kulit klien
dilakukan untuk
7. Kulit intak setiap hari
mempercepat
(tidak ada 6. cegah penggunaan
proses penutupan
eritema san linne bertekstur
luka, pemilihan
nekrosis) kasar dan jaga agar
bahan dan cara
linen tetap bersih,
balutan disesuaikan
tidak lembab, dan
dengan jenis luka
tidak kusut
pasien.
7. lakukan perawatan
4. Perawatan luka
kulit secara aseptik
dengan tetap
2 kali sehari.
menjaga ke sterilan
dapat
menghindarkan
pasien dari infeksi.
5. Mengevaluasi
status kerusakan
kulit sehingga
dapat memberikan
intervensi yang
tepat.
6. Keadaan yang
lembab dapat
meningkatkan
perkembangan
mikroorganisme
dan untuk
mencegah
terjadinya lesi kulit
akibat gesekan
dengan linen.
7. Untuk
meningkatkan
proses
penyembuhan lesi
kulit serta
mencegah
terjadinya infeksi
sekunder.
10. Risiko Setelah di 1. Amati warna, 1. Untuk mengetahui
kerusakan lakukan tindakan kehangatan, tanda adanya
integritas keperawatan bengkak, pulasasi, kerusakan
kulit diharapkan tekstur, edema, dan integritas kulit
berhubunga integritas jaringan ulserasi pasa 2. Untuk mengetahui
n dengan kulit dan ekstermitas perubahan warna
perubahan membran mukosa 2. Monitor warna dan kulit
pigmentasi, dapat suhu kulit 3. Untuk mengetahui
perubahan ditingkatkan: 3. Monitor kulit dan tingkat kerusakan
turgor kulit, 1. Suhu kulit selaput lendir kulit
kondisi tidak terhadap area 4. Untuk mengetahui
ketidakseim terganggu. perubahan warna, tingkat kerusakan
bangan 2. Tekstur kulit memar, dan pecah kulit
nutrisi, tidak 4. Monitor kulit untuk
faktor terganggu adanya ruam dan
imunologis. 3. Integritas kulit lecet
tidak
terganggu
4. Pigmentasi
5. Lesi mukosa
ringan
6. Kanker kulit
tidak ada

D. Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik.
Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan
yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
yang diharapkan.
E. Evaluasi
1. Klien akan menunjukan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak ada
demam , sekresi tidak perulunt)
2. Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
3. Klien akan menunjukan peningkatan BB yang ideal
4. Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif
5. Klien akan menunjukkan peningkatan perasaan harga diri
6. Klien mampu meningkatkan perasaan terhadap dirinya.
7. Klien suhu tubuh dapat dipertahankan dalam batas normal
8. Nyeri hilang/ nyeri terkontrol
9. Integritas jaringan tidak mengalami kerusakan lebih atau membaik.
10. Integritas kulit baik dan tidak ada tanda-tanda kerusakan jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius


Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Hasdianah. 2014. Virologi (mengenal virus, penyakit, dan pencegahannya). Nuha
Medika : Yogyakarta

Clevo, Margareth.2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit


Dalam. Nuha Medika : Yogyakarta

Nurarif Amin H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi. Mediaction :
Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai