OLEH
A. Defenisi
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada (chest
discomfort) akibat iskemia miokard yang datangnya tidak tentu, dapat terjadi pada waktu
sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat. Perasaan tidak enak ini
dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang-kadang tidak dirasakan di
dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau ulu hati (Corwin, EJ. 2009. ).
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard
akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut (Mansjoer, A
dkk. 2007).
B. Etiologi
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak
menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard. Beberapa
keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun bersama-sama yaitu
(Corwin, EJ. 2009):
menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat menyebabkan tahikardi dan
menurunnya suplai O2 ke miokard.
spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame dapat terjadi
pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah koroner. Spasme
yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel, pendarahan plak ateroma,
agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.
Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses aterosklerosis
antara lain adalah :
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain umur, jenis kelamin dan
riwayat penyakit dalam keluarga.
b. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain merokok, hiperlipidemi, hipertensi,
obesitas dan DM.
C. Manifestasi klinis
D. Patofisiologi
Telah diketahui bahwa sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan endothelial
derived relaxing factor (EDRF) yang menyebakan relaksasi pembuluh darah, dan
endothelial derived constricting factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi pembuluh
darah.
Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerotik, maka serotonin, adenosin
difosfat (ADP) dan asetilkolin justru akan merangsang pelesapasan EDCF. Hipoksia
akibat aterosklerotik pembuluh darah juga merangsang pelepasan EDCF. Berhubung
karena sebagian besar penderita ATS juga menderita aterosklerotik di pembuluh darah
koroner, maka produksi EDRF menjadi berkurang, dan sebaliknya produksi EDCF
bertambah sehingga terjadi peningkatan tonus arteri koronaria.
Apabila beban jantung meningkat akibat aktivitas fisik, atau oleh suatu sebab terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis, maka aliran darah koroner menjadi tidak cukup lagi
untuk mempertahankan suplai oksigen ke miokard sehingga terjadi hipoksia miokard.
Telah dibuktikan bahwa hipoksia merangsang pelepasan berbagai vasoaktif seperti
katekolamin dari ujung-ujung saraf simpatis jantung; ditambah dengan meningkatnya
produksi EDCF, maka terjadilah vasokonstriksi arteri koronaria dan menjadi lebih
iskemik. Keadaan hipoksia dan iskemik ini akan merubah proses glikolis dari aerobik
menjadi anaerobik, dengan demikian terjadi penurunan sintesis ATP dan penimbunan
asam laktat.
Nyeri dada ATS terutama disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung, saraf ini
bergabung dengan saraf somatik cervico-thoracalis pada jalur ascending di dalam medula
spinalis, sehingga keluhan angina pektoris yang khas adalah nyeri dada bagian kiri atau
substernal yang menjalar ke bahu kiri terus ke kelingking kiri (Kabo dan Karim, 2008).
E. Patway
Asam laktat
PH miocard
F. Pemeriksaan penunjang/diagnosis
1. EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal,
stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari
stress test adalah menilai sakit dada apakah berasal dari jantung atau tidak, dan
menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama
akan memberi hasil positif kuat.
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang
ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada
ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun
bersamaan.
Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran
normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila
perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka
disebut sebagai IMA.
2. Enzim LDH, CPK dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi
tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling
sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif palsu. Hal ini
menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untuk
menyingkirkan adanya IMA (Anwar, 2004).
3. Diagnosis
Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis (Anwar, 2004),
sebagai berikut:
a. Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam periode 1 bulan terakhir.
b. Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan terakhir,
yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan pencetus
yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa
dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil.
c. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya 15
menit.
d. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria
penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-bersama
tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus
disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG.
G. Penatalaksanaan UAP
Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas
hidup dengan mencegah serangan angina baik secara medikal atau pembedahan.
1. Pengobatan medikal.
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3 jenis obat
yaitu:
a. Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut.
Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh darah koroner.
Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler. Nitrogliserin juga dapat
meningkatkan toleransi exercise padapenderita angina sebelum terjadi hipoktesia
miokard. Bila di berikan sebelum exercise dapat mencegah serangan angina.
b. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi serangan
pada beberapa bentuk angina.
Cara kerjanya:
1) Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer
pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
2) Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard
3) Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
4) Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung
dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.
c. Beta Bloker.
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard yang
menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut jantung dan
curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang kadiorotektif, obat ini sering
digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah serangan angina pektoris
pada sebagian besar penderita.
2. Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk:
a. memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung.
b. memperbaiki obstruksi arteri koroner.
Ada 4 dasar jenis pembedahan:
a. Ventricular aneurysmectomy, adalah Rekonstruksi terhadap kerusakan
ventrikel kiri.
b. Coronary arteriotomy adalah Memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri
koroner Internal thoracic mammary adalah Revaskularisasi terhadap miokard.
c. Coronary artery baypass grafting (CABG) adalah Hasilnya cukup memuaskan
dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya
1 % pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :
a. Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)
b. Percutaneous ratational coronary angioplasty (PCRA)
c. Laser angioplasty
BAB II
ASUHAN KEPERWATAN
A. Pengkajian
1. Aktifitas Istirahat, gejala:
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Iskemia miokardium
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Gangguan kontraksi
3. Cemas berhubungan dengan Rasa takut akan kematian
C. Rencana keperawatan
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Finarga. 2010. Angina. Dimuat dalam http://finarga.blogspot.com/ (diakses pada 11 Maret 2012)
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Interventions and
NOC Outcome. New Jersey : Horrisonburg.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima