..................................................................................................................................
Di PSTW..................................................................................................................
Banyuwangi,....................................2021
(..........................................................) (............................................................)
NIP/NIK. NIP/NIK.
KONSEP LANSIA
Lansia adalah suatu keadaan yang selalu terjadi pada kehidupan manusia.
Menua adalah proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu
tetapi dimulai sejak ada permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan hal yang
alamiah yang berarti seseorang sudah melalui tiga tahapan yaitu: anak, dewasa, dan
tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia
tua berarti mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai kulit
mengendur, rambut memutih, gigi ompong, pendengaran menurun, penglihatan
memburuk, mengalami gerakan melambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional
[ CITATION Nug161 \l 1057 ].
Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi
Martono (1994) mengatakan bahwa menua atau menjadi tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan
mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat mempengaruhi
kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya [ CITATION
Nug161 \l 1057 ].
a. Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam Padila
(2013):
1) Usia Pertengahan (middle age) usia 45 sampai 59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60 sampai 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun
b. Menurut Bee (1996) dalam Padila (2013):
1) Masa dewasa muda (usia 18 sampai 25 tahun)
2) Masa dewasa awal (usia 26 sampai 40 tahun)
3) Masa dewasa tengah (usia 41 sampai 65 tahun)
4) Masa dewasa lanjut (usia 66 sampai 75 tahun)
5) Masa dewasa sangat lanjut (usia diatas 75 tahun)
c. Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013):
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20 sampai 25 tahun
2) Usia dewasa penuh (meddle years) atau maturitas usia 25 sampai 60/65
tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) usia diatas 65/70 tahun, terbagi atas:
4) Young old (usia 70 sampai 75 tahun)
5) Old (usia 75 sampai 80 tahun)
6) Very old (usia diatas 80 tahun)
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun keatas, dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab
1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut Undang-Undang tersebut diatas lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita [ CITATION
Pad131 \l 1057 ].
1.3. Teori Proses Lansia
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses
lansiayang tidak seragam. Proses lansia bersifat individual dimana proses menua pada
setiap orang terjadi dengan usia yang berbeda, setiap lanjut usia mempunyai
kebiasaan atau life style yang berbeda, dan tidak ada satu faktor pun yang ditemukan
dapat mencegah proses menua. Adakalanya seseorang belum tergolong tua (masih
muda) tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang
tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat, bugar, badan tegap, akan tetapi
meskipun demikian harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami
oleh lanjut usia. Misalnya hipertensi, diabetes mellitus, rematik, asam urat, dimensia
sinilis, dan sakit ginjal [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
a. Teori Biologis:
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut:
1) Teori Jam Genetik
Menurut Hay Ick (1965) dalam Padila (2013), secara genetik sudah
terprogram bahwa material di dalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki
jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada
kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span)
yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal
sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar
50 kali, sesudah itu mengalami deteriorasi.
2) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merusak membrane sel yang menyebabkan kerusakan dan
kemunduran secara fisik [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
3) Teori immunologi
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah. Sistem imun menjadi kurang efektif
dalam mempertahankan diri, regulasi dan responsibilitas [ CITATION Pad131 \l
1057 ].
4) Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan unsur penusun tulang diantara susunan molecular,
lama kelamaan akan meningkat kekakuannya (tidak elastis). Hal ini
disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya
menyebabkan jaringan yang sangat kuat [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
b. Teori Psikososial
1) Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai
dalam tiap tahap perkembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan
kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian
konflik antara integritas ego dan keputusasaan adalah kebebasan [ CITATION
Pad131 \l 1057 ].
2) Teori Stabilitas Personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan
secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan
penyakit otak [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
c. Teori Sosiokultural
1) Teori Pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya, atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, sehingga sering terjadi kehilangan ganda meliputi
kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangna komitmen
[ CITATION Pad131 \l 1057 ].
2) Teori Aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana
seorang usia lanjut merasakan kepuasan dalam beraktifitas dan
mempertahankan aktififtas tersebut selama mungkin. Adapun kualitas
aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas aktifitas yang
dilakukan [ CITATION Pad131 \l 1057 ].
a) Sel
Pada lansia jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang. Proporsi
protein di otak, otot ginjal darah dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel
otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan otak
menjadi atrofi.
b) Sistem persyarafan
Rata-rata berkurang neocortical sebesar 1 per detik, hubungan persyarafan
cepat menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak
waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf pancaindra, serta
menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
c) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (prebiakusis), membran timpani mengalami
atrofi, terjadi pengumpulan dan pergeseran serum karena peningkatan
keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
d) Sistem penglihatan
Sclerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea
lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar dan daya
adaptasi terhadap kegagalan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat
dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru
dengan hijau pada skala pemeriksaan.
e) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahunsesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembulu darah, kurangnya
efektifitas pembulu darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural
hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembulu darah perifer.
1.1 Pengertian
Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa
kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang dan masing masing
menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Sedangkan istirahat
adalah relaksasi seluruh tubuh dimana kegiatan jasmaniah menurun yang
berakibatkan badan akan menjadi lebih segar (Ambarwati, 2014). Proses tidur
dibagi yaitu :
1. Fase Non REM : NREM ( Non Rapid Eye Movement) yaitu gerakan mata
tidak cepat. Pola tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam tidur
gelombang pendek, karena gelombang otak selama NREM lebih lambat dari
pada gelombang alpha dan beta pada orang yang sadar atau tidak dalam
keadaan tidur.
2. Fase REM : Pola atau tipe tidur Paradoksikal ini disebut juga ( Rapid Eye
Movement ) yaitu gerakan mata cepat. Tidur tipe ini disebut “ paradoksial”
karena hal ini bersifat “paradoks” yaitu seseorang dapat tetap tertidur
walaupun aktivitas otaknya nyata. Ringkasnya tidur REM atau Paradoks ini
merupakan pola atau tipe dimana otak benar – benar dalam keadaan aktif
Insomnia didefinisikan sebagai suatu persepsi dimana seseorang merasa tidak
cukup tidur atau merasakan kualitas tidur yang buruk walaupun orang tersebut
sebenarnya memiliki kesempatan tidur yang cukup, sehingga mengakibatkan
perasaan yang tidak bugar sewaktu atau setelah terbangun dari tidur . Masalah
yang muncul pada lansia yang mengalami insomnia yaitu kesulitaan untuk tidur,
sering terbangun lebih awal, sakit kepala di siang hari, kesulitan berkonsentrasi,
dan mudah marah. Dampak yang lebih luas akan terlihat depresi, insomnia juga
berkontribusi pada saat mengerjakan pekerjaan rumah maupun berkendara, serta
aktivitas sehari-hari dapat terganggu (Nurhidiyati, 2016).
Adapun macam-macam dari tipe insomnia yaitu :
1. Insomnia sementara (transient)
Yakni insomnia yang berlangsung beberapa malam dan biasanya berhubungan
dengan kejadian-kejadian tertentu yang berlangsung sementara dan biasanya
menimbulkan stress dan dapat dikenali dengan mudah oleh pasien sendiri.
Diagnosis transient insomnia biasanya dibuat secara retrospektif setelah
keluhan pasien sudah hilang. Keluhan ini kurang lebih ditemukan sama pada
pria dan wanita dan episode berulang juga cukup sering ditemukan, faktor
yang memicu antara lain akibat lingkungan tidur yang berbeda, gangguan
irama sirkadian sementara akibat jet lag atau rotasi waktu kerja, stress
situasional akibat lingkungan kerja baru, dan lain-lainnya. Transient insomnia
biasanya tidak memerlukan terapi khusus dan jarang membawa pasien ke
dokter (Nurhidiyati, 2016).
2. Insomnia jangka pendek
Yakni gangguan tidur yang terjadi dalam jangka waktu dua sampai tiga
minggu. Kedua jenis insomnia ini biasanya menyerang orang yang sedang
mengalami stress, berada di lingkungan yang ribut-ramai, berada di
lingkungan yang mengalami perubahan temperatur ekstrim (Nurhidiyati,
2016).
3. Insomnia kronis
Kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan atau lebih.
Salah satu penyebab chronic insomnia yang paling umum adalah depresi.
Penyebab lainnya bisa berupa arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep
apnea, sindrom restless legs, Parkinson, dan hyperthyroidism. Namun
demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku,
termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus
tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari
lainnya, dan stres kronis (Nurhidiyati, 2016).
1.2 Etiologi
1.4 Patofisiologi
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu
Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). RAS di
bagian atas batang otak di yakini memiliki sel-sel khusus yang dapat
mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual,
pendengaran, nyeri, dan sensoriraba, serta emosi dan proses berfikir. RAS
melepaskan katekolamin pada saat sadar, sedangkan BSR mengeluarkan serotonin
yang menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya menyebabkan tidur.
Keletihan
Difesiensi
pengetahuan
Resiko Jatuh
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik dilakukan jika penyebab insomnia tidak diketahui.
Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda-tanda masalah medis yang
mungkin terkait dengan insomnia.
2. Tes darah dapat dilakukan untuk memeriksa masalah tiroid atau kondisi
lain yang mungkin terkait dengan kualitas tidur yang buruk.
3. Ulasan mengenai kebiasaan tidur. Selain menanyakan pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan tidur, mungkin juga akan diminta
untuk membuat buku harian tidur atau sleep log, yaitu catatan harian
mengenai informasi pola dan kualitas tidur yang dialami pasien secara
subyektif. Selain untuk penegakan diagnosis, catatan ini juga bermanfaat
untuk monitoring respon terapi (Nurhidiyati, 2016).
1.7. Komplikasi
a. Efek fisiologis. Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress, terdapat
peningkatan noradrenalin serum, juga penurunan produksi melatonin.
b. Efek psikologis. Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi ,
irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya.
c. Efek fisik/somatik. Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan
sebagainya.
d. Efek sosial. Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah
mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati
hubungan sosial dan keluarga.
e. Kematian. Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka
harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini
mungkin disebabkan karena pada insomnia mempertinggi angka mortalitas
atau mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang
menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk
mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal
(Bestari, 2013).
1.8 Penatalaksanaan
2. Tindakan Medis
Tindakan medis pada pasien insomnia yaitu dengan cara pemberian obat
golongan hipnotik-sedatif misalnya : Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam,
Triazolam, Klordiazepoksid) tetapi efek samping dari obat tersebut
mengakibatkan Inkoordinsi motorik, gangguan fungsi mental dan psikomotor,
gangguan koordinasi berpikir, mulut kering (Nurhidiyati, 2016).
1.9.1 Pengkajian
1. Pengkajian umum :
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama pasien : biasanya pasien mengeluh sesak, batuk, dan lain-
lain.
c. Riwayat penyakit saat ini : kaji yang dirasakan pasien saat ini
d. Riwayat penyakit dahulu : kaji apakah pasien mempunyai riwayat penyait
dahulu apa saja yang dapat berpengaruh pada penyakit saat ini.
e. Riwayat penyait keluarga
f. Riwayat penyakit sosial
g. Riwayat penyakit psikologis
h. Riwayat spiritual
i. Riwayat fungsional (pola oksigenasi, pola nutrisi, pola metabolism, pola
eliminasi, pola aktivitas dan tidur, pola hubungan dan peran, pola stressor
dan penanggulangan)
j. Pemeriksaan fisik (keadaan umum, TTV, pemeriksaan fisik head to toe,
pemeriksaan laboratorium)
2. Pengkajian Khusus
a. Kaji riwayat tidur klien : apakah mengalami sakit kepala saat bangun dari
tidur, kapan terakhir kali anda meresakan gejala sakit kepala saat bangun
tidur, sudah berapa lama anda mengalami masalah yang serupa, berapa
lama waktu yang anda butuhkan untuk tidur , bagaimana pengaruh kurang
tidur bagi anda
b. Kaji pola tidur biasa klien : seberapa jauh perbedaan tidur anda saat ini
dari tidur anda sebelumnya, apa yang anda rasakan saat ini
c. Kaji penyakit fisik, ukur tanda-tanda vita pada kilen apakah klien
menderita penyakit fisik yang dapat mengganggu tidur anda, apakah klien
mengkonsumsi obat-obat hipetensi, antidepresan dan hormon troid,
apakah klien mengkonsumsi kafein, alcohol atau hal yang menyebabkan
tidur terganggu.
d. Kaji terhadap peristiwa hidup yang baru trejadi pada klien : kaji status
emosional dan mental pada klien, kaji nutrisi menjelang tidur klien, kaji
lingkungan tidur.
1.9.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
. Keperawatan
1. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan NIC
tidur b.d keperawatan selama 2 x 24 jam, Peningkatan tidur (1850):
kesulitan Gangguan pola tidur teratasi. 1. Monitor pola
memulai tidur kriteria hasil: tidur (0005) tidur pasien dan
(000198) Kode Indikat S S catat kondisi
or A T (dipsnea saat
0004 Jam tidur, adanya
01 tidur sumbatan)
0004 Kualit
2. Berikan kesesuai
04 as
lingkungan (misal
tidur
0004 Kesulit : suhu,
21 an lingkungan yang
memul bising, cahaya)
ai tidur 3. Edukasi pasien
untuk
Keterangan : menghindari
1. Sangat terganggu makanan dan
2. Banyak terganggu minuman yang
3. Cukup terganggu mengganggu
4. Sedikit terganggu tidur
5. Tidak terganggu 4. Kolaborasi
dengan keluarga
pasien mengenai
teknik untuk
meningkatkan
tidur
2. Keletihan b.d Manajemen energi
gangguan tidur, (0180):
kelesuhan fisik 1. Monitor atau
(00098) Setelah dilakukan tindakan catat waktu dan
keperawatan selama 1 x 24 jam, lama istirahat
Keletihan teratasi. atau tiduur pasien
kriteria hasil: tingkat kelelahan 2. Tawarkan
(0007) bantuan untuk
Kode Indikator S S meningkatkan
A T tidur ( misalnya,
0007 Kualitas musik)
20 tidur 3. Anjurkan tidur
0007 Keseimban
siang bila
21 gan antara
diperlukan
kegiatan
4. Instruksikan
dan
pasien atau orang
istirahat
0007 Gaya hidup terdekat dengan
18 pasien mengenai
teknik perawatan
Keterangan : diri yang
1. Sangat terganggu memungkinkan
2. Banyak terganggu penggunaan
3. Cukup terganggu energi sehemat
4. Sedikit terganggu mungkin
5. Tidak terganggu (monitor diri dan
teknik untuk
melakukan
aktivitas sehari-
hari)
DAFTAR PUSTAKA
Amir, N. (2007). “Gangguan Tidur Pada Lanjut Usia Diagnosa Dan Penatalaksanaan.
Tinjauan Pustaka”. Jakarta: Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Bestari, Winda Ayu. 2013. Penerimaan Masa Lalu Terhadap Insomnia pada Lansia.
Malang : Fakultas Psikologi Universitas