Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

"Hipertensi dalam Kehamilan"

Pembimbing:

dr KGS Abdul Halim Lutfi, Sp.OG

Disusun Oleh:

Ilham Syahputra (1102015095)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD ARJAWINANGUN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 16 MEI - 25 JUNI 2022


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..................................................................................................iii
BAB II......................................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................1
2.1. Definisi.........................................................................................................1
2.2. Epidemiologi................................................................................................1
2.3. Etiologi.........................................................................................................2
2.4. Klasifikasi....................................................................................................6
2.5. Patogenesis dan Patofisiologi.......................................................................8
2.6. Manifestasi Klinis......................................................................................14
2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding.............................................................17
2.8. Tatalaksana.................................................................................................18
2.9. Komplikasi.................................................................................................26
2.10 Pencegahan...............................................................................................27
2.11 Prognosis..................................................................................................28
BAB III..................................................................................................................29
KESIMPULAN......................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

2.10..............................................................................................................................

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Implantasi Trofoblas Pada Kehamilan Normal dan


Preeklampsia
Gambar 2. Patogenesis Preeklampsia
Gambar 3. Patofisiologi Disfungsi Kardiak Pada Preeklampsia
Gambar 4. Obat Antihipertensi pada Ibu Hamil
Gambar 5. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Tanpa Gejala Berat
Gambar 6. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Gejala Berat
Gambar 7. Manajemen Pemberian MgSO4

iii
BAB I

PENDAHULUAN
Hipertensi termasuk preeklampsia, terjadi pada sekitar 5-10% kehamilan
di dunia dan menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada Ibu.
Diperkirakan angka kematian akibat preeklampsia adalah sebesar 50.000-60.000
perempuan setiap tahunnya, Di negara berkembang 16% dari jumlah kematian ibu
hamil disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan. Di Indonesia angka mortalitas
dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi dan hipertensi
dalam kehamilan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak kedua.
Hipertensi pada kehamilan (HDK) adalah tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi. Bila ditemukan
tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar
protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.
Berbagai faktor risiko telah dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan
preeklampsia, seperti usia ≥ 35 tahun, nulipara, kehamilan multipel, obesitas,
riwayat preeklampsia sebelumnya, hipertensi kronis, dan riwayat memiliki
penyakit komorbid lainnya. Namun demikian, berdasarkan penelitian kasus
preeklampsia terjadi pada wanita nulipara yang sehat tanpa faktor risiko yang
jelas. Maka dari itu penting untuk mengetahui dasar teori sebagai acuan untuk
menegakkan diagnosa dan melakukan tatalaksana.

iv
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit

menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan


tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik1.
Hipertensi pada kehamilan (HDK) adalah tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi. Bila ditemukan
tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar
protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan
diagnosis2. Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik
harus dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang
tertinggi1.
Sebagai catatan, American College of Obstetricians and Gynecologist
(ACOG) mengakui dalam rekomendasi yang baru dirilis bahwa definisi
hipertensinya bertentangan dengan kriteria diagnostik yang baru saja diubah dari
American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA)
pada tahun 2017 (hipertensi stadium 1 130–139/80–89mmHg; stadium 2
≥140/90mmHg), tetapi ACOG belum mendefinisikan ulang kriteria diagnostik
hipertensi dalam kehamilan3.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut ACOG, hipertensi termasuk preeklampsia, terjadi pada sekitar 5-
10% kehamilan di dunia dan menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada
Ibu. Diperkirakan angka kematian akibat preeklampsia adalah sebesar 50.000-
60.000 perempuan setiap tahunnya, Di negara berkembang 16% dari jumlah
kematian ibu hamil disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan5. Pada 30 tahun

1
terakhir, Insidens hipertensi dalam kehamilan meningkat sebanyak 11% kasus dari
16,3 juta menjadi 18,1 juta di seluruh dunia, namun angka mortalitas menurun
sebanyak 30%7.
Berdasarkan Survei Badan pusat statistik tahun 2015, tren angka kematian
Ibu (AKI) di Indonesia menurun selama periode 1991- 2015 dari 390 menjadi 305
per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia angka mortalitas dan morbiditas
hipertensi dalam kehamilan masih cukup tinggi dan hipertensi dalam kehamilan
merupakan penyebab kematian ibu terbanyak kedua dengan 1.066 kasus, selain
dari perdarahan (1.280 kasus) dan infeksi (207 kasus) 6. Dari ketiga penyebab
kematian Ibu terbanyak tersebut, sindrom preeklampsia, dengan atau tanpa
hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia merupakan yang paling
berbahaya5.

2.3 ETIOLOGI
Etiologi yang dikemukakan untuk hipertensi pada kehamilan hingga kini
belum diketahui dengan jelas. Banyak teori-teori yang bermunculan untuk
menjelaskan terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori
tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang dianggap penting
meliputi5,8 :
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi atau hanya terdapat sebagian
invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Sehingga hanya pembuluh desidua yang dilapisi trofoblas
endovaskular, namun lapisan miometrium arteri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan
terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal

2
vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero
plasenta. Secara umum, besarnya kegagalan invasi trofoblas diperkirakan
berkorelasi dengan tingkat keparahan gangguan hipertensi.

Gambar 1. Skema Implantasi Trofoblas Pada Kehamilan Normal dan


Preeklampsia (Cunningham, G., et al., 2018)

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel


Akibat dari kegagalan "remodeling arteri spiralis", menyebabkan plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas), yaitu radikal hidroksil yang
sangat toksis terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil
akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel,
juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan. Namun pada hipertensi dalam kehamilan,
antioksidan seperti vitamin E terbukti menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Meski demikian, suplementasi
vitamin E dan vitamin C untuk mencegah preeklampsia sejauh ini tidak terbukti
berhasil.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya struktur sel endotel "disfungsi endotel". Hal ini
mengakibatkan terjadinya penurunan produksi prostasiklin (PGE2), peningkatan

3
kadar tromboksan (TXA2), perubahan sel endotel kapilar glomerulus, peningkatan
permeabilitas kapiler, peningkatan produksi endotelin, penurunan kadar NO, dan
peningkatan faktor koagulasi.

3. Teori Intoleransi Imunologik Antar Ibu dan Janin


Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G sehingga menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. HLA-G juga
merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskular Genetik
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam
kehamilan sudah terjadi pada trimester I. Peningkatan kepekaan pada kehamilan
yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada
kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori Genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa
pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan
mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
6. Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Salah satunya berkaitan
dengan minyak ikan yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
dapat mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

4
Sehingga suplementasi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam
lemak tak jenuh mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin dalam
mencegah preeklampsia. Selain itu, beberapa peneliti juga menganggap bahwa
defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya
preeklampsia/eklampsia. Sehingga perlu diberikan suplemen kalsium yang cukup
pada Ibu hamil.
7. Teori Inflamasi
Rangsangan utama terjadinya proses inflamasi yaitu akibat lepasnya debris
trofoblas di dalam sirkulasi darah sebagai sisa proses apoptosis dan nekrotik
trofoblas akibat reaksi stres oksidatif. Semakin banyak sel trofoblas plasenta,
misalnya pada plasenta besar atau hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan
sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat.
Pada preeklampsia, terdapat peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi
debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Respons inflamasi ini
akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar
pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam


kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut1.
 Faktor Risiko Tinggi
1. Riwayat preeklampsia
2. Kehamilan multipel
3. Hipertensi kronis
4. Diabetes mellitus tipe 1 atau 2
5. Penyakit ginjal
6. Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus erythematous,
antiphospholipid syndrome)
 Faktor Risiko Sedang
1. Nulipara
2. Obesitas (Indeks masa tubuh >20kg/m2)

5
3. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
4. Usia ≥ 35 tahun
5. Riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun)
 Faktor Risiko terjadinya preeklampsia superimposed
1. Riwayat preeklampsia sebelumnya
2. Penyakit ginjal kronis
3. Merokok
4. Obesitas
5. Diastolik > 80 mmHg
6. Sistolik > 130 mmHg

Berbagai faktor risiko telah dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan


preeklampsia. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa sebagian besar
kasus preeklampsia terjadi pada wanita nulipara yang sehat tanpa faktor risiko
yang jelas4.

2.4 KLASIFIKASI
Selama dua dekade terakhir klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) tahun
2000 dan pada tahun 2013 American College of Obstetricians and Gynecologist
(ACOG) memutuskan untuk tetap menggunakan klasifikasi tersebut, yaitu4,5,8:

1. Hipertensi Kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan


20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan
2. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia, atau hipertensi kronik disertai
proteinuria
3. Preeklampsia-Eklampsia. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul
setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria, atau bila tidak

6
ada proteinuria, ditemukan keterlibatan organ lain. Eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma
4. Hipertensi Gestasional adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan pada wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya normal

Tingkat keparahan hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi3 :


- Hipertensi Tidak Berat yaitu, Tekanan darah diantara sistol 140-159 mmHg
dan diastol 90-109 mmHg. Terkadang kategori ini disebut juga “hipertensi
ringan”, atau dapat dibagi menjadi ringan (140-159 / 90-109 mmHg) dan
sedang (150-159 / 100-109 mmHg)
- Hipertensi Berat yaitu, sistol ≥ 160 mmHg dan / atau diastol ≥ 110 mmHg.
Hipertensi berat pada kehamilan memiliki ambang batas yang lebih rendah
daripada pada keadaan tidak hamil, karena diketahui wanita hamil dapat

Berdasarkan International Society for the Study of Hypertension in


Pregnancy (ISSHP) tahun 2018, hipertensi dalam kehamilan dapat
diklasifikasikan menjadi9 :
- Hipertensi yang timbul sebelum atau dalam 20 minggu pertama kehamilan
- Hipertensi Kronis
- White-coat Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg
saat diukur di layanan kesehatan, namun tekanan darah <130/85 mmHg
saat diukur di rumah. Kondisi ini tidak sepenuhnya tidak berbahaya dan
dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia
- Masked Hipertensi adalah bentuk lain dari hipertemsi, lebih sulit
didiagnosa, ditandai dengan tekanan darah yang normal saat diukur di
layanan kesehatan namun tinggi di waktu lain. Penegakkan diagnosa
dilakukan dengan pemantauan tekanan darah selama 24 jam
- Hipertensi yang timbul de novo pada atau setelah 20 minggu kehamilan

7
- Hipertensi Gestasional Transient adalah hipertensi de novo yang timbul
saat kehamilan dan sembuh tanpa pengobatan selama kehamilan
- Hipertensi Gestasional adalah hipertensi de novo persisten yang timbul
pada atau setelah kehamilan 20 minggu tanpa adanya tanda dan gejala
preeklampsia
- Preeklampsia de novo atau Hipertensi Kronik dengan Superimposed

Klasifikasi sindrom HELLP8 :


 Sindrom HELLP adalah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis,
peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositiopenia
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelets Count
- Klasifikasi sindrom HELLP menurut "Klasifikasi Mississippi"8 :
- Kelas 1 : Kadar trombosit ≤ 50.000/ ml, LDH ≥ 600 IU/l, AST dan/atau
ALT ≥ 40 IU/L
- Kelas 2 : Kadar trombosit > 50.000 - ≤ 100.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l, AST
dan/atau ALT ≥ 40 IU/L
- Kelas 3 : Kadar trombosit > 100.000 - ≤ 150.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l, AST
dan/atau ALT ≥ 40 IU/L
- Klasifikasi sindrom HELLP menurut "Klasifikasi Tennesse"10 :
- Sindrom Komplit : Kadar trombosit < 100.000/ml, AST ≥ 70 IU/L, dan
LDH ≥ 600 IU/L
- Sindrom Parsial : Terdapat satu atau dua tanda dari, Kadar trombosit <
100.000/ml, AST ≥ 70 IU/L, atau LDH ≥ 600 IU/L

8
2.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa mekanisme patogenesis dan patofisiologi pada


hipertensi dalam kehamilan, yaitu5,8 :
PATOGENESIS
1. Vasospasme
Aktivasi endotel menyebabkan vaskular konstriksi sehingga terjadi
resistensi dan timbulnya hipertensi. Selain itu, cedera dari sel endotel juga
menyebabkan kebocoran interstitial dimana konstituen darah termasuk trombosit
dan fibrinogen, diendapkan secara subendotel. Semakin besar sirkuit vena yang
terlibat, dan dengan berkurangnya aliran darah karena maldistribusi, sehingga
terjadi iskemia jaringan yang dapat menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan
gangguan organ lainnya.
2. Kerusakan Sel Endotel
Sel endotel yang rusak atau teraktivasi menghasilkan nitrit oksida yang
lebih sedikit, meningkatkan sekresi substansi koagulasi dan meningkatkan
sensitivitas terhadap vasopressor. Pada preeklampsia dini, telah terbukti
terdapat peningkatan sensitivitas vaskular terhadap norepinefrin dan
angiotensin II yang diinfuskan. Selain itu, peningkatan sensitivitas terhadap
angiotensin II jelas mendahului timbulnya hipertensi gestasional.
Pada preeklampsia produksi prostaglandin endotel terlihat menurun, efek
ini kemungkinan dimediasi oleh fosfolipase-A2. Pada saat yang sama, sekresi
tromboksan-A2 oleh trombosit meningkat, sehingga rasio prostasiklin dan
tromboksan-A2 menurun. 
Penghambatan sintesis nitrat oksida dapat meningkatkan tekanan arteri
rata-rata, menurunkan denyut jantung, dan mengembalikan refrakter terhadap
vasopressor. Efek dari produksi nitrat oksida pada preeklampsia tidak jelas,
tampaknya dikaitkan dengan penurunan ekspresi sintase nitrat oksida endotel,
sehingga mengakibatkan aktivitas nitrat oksida yang lebih rendah.
3. Endotelin

9
Endotelin-1 (ET-1) merupakan vasokontriktor yang pote dan satu-
satunya yang diproduksi oleh endotel manusia. Perempuan dengan preeklamsia
memiliki kadar ET-1 yang lebih tinggi dan kemungkinan akibat dari aktivasi
endotel sistemik. Menariknya, pengobatan wanita preeklampsia dengan
magnesium sulfat menurunkan konsentrasi ET-1.
4. Protein Angiogenik dan Antiangiogenik
Pembentukan vaskularisasi plasenta sudah tampak sejak 21 hari
pascakonsepsi. Istiah ketidakseimbagan angiogenik digunakan untuk
mengambarkan kelebihan faktor antiangiogenik yang diduga dirangsang oleh
hipoksia yang memburuk pada uteroplasenta.
Trofoblas wanita yang mengalami preeklampsia memproduksi secara
berlebihan setidaknya 2 peptida antiangiogenik yang memasuki sirkulasi ibu.
Pertama, soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) adalah reseptor untuk faktor
pertumbuhan plasenta (PIGF) dan faktor pertumbuhan vaskularisasi endotel
(VEGF). Kadar sFlt-1 ibu yang meningkat dapat menonaktifkan dan
mengurangi konsentrasi PIGF dan VEGF yang beredar, yang mengarah ke
disfungsi endotel. Kedua, soluble endoglin (sEng) atau disebut juga CD105,
dapat menghambat pengikatan berbagai TGF-β ke reseptor endotel sehingga
menyebabkan penurunan vasodilatasi.

10
Gambar 2. Patogenesis Preeklampsia (Ives, C.,W., et al., 2020)

PATOFISIOLOGI
1. Sistem Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan afterload jantung
akibat hipertensi, penurunan preload jantung akibat hipovolemia pada kehamilan
atau peningkatan preload jantung oleh pemberian cairan kristaloid/onkotik, dan
aktivasi endotel disertai ekstravasasi cairan intravaskular ke dalam ruang ekstrasel
terutama paru-paru.
Pada kondisi hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia,
kemudian meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin.
Pada preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia. Hemokonsentrasi tersebut terjadi akibat
vasokontriksi yang mengikuti aktivasi endotel dan kebocoran plasma kedalam
ruang interstitial akibat bertambahnya permeabilitas.
2. Perubahan Hematologi
Perubahan hematologi disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan terscbut dapat berupa
peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik.
Trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Secara umum semakin
rendah hitung trombosit maka semakin tinggi angka kesakitan dan kematian ibu
dan janin. Pada sebagian besar kasus dilakukan terminasi kehamilan akibat dari
trombositopenia.
Preeklampsia berat sering disertai dengan hemolisis, yang bermanifestasi
sebagai peningkatan kadar laktat dehydrogenase dan penurunan kadar
haptoglobin. Gangguan ini sebagian disebabkan oleh hemolisis mikroangiopati
yang disebabkan oleh gangguan endothelial dengan platelet dan deposisi fibrin.

11
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, jarang yang berat, tetapi sering
dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan Fibrin Degradation Products
(FDP), penurunan anti- trombin III, dan peningkatan fibronektin.
3. Homeostasis Volume
Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama dengan kadar hamil
normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar
natrium dan kalium tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi
natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak diperlukan restriksi
konsumsi garam.
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar
bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi
hilangnya karbon dioksida.
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema terjadi karena
hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologik
adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata,
dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
4. Ginjal
Penurunan aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia dapat mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), sehingga terjadi penurunan sekresi dan
berdampak pada peningkatan asam urat serum, kreatinin plasma, dan dapat terjadi
penurunan produksi urin (oliguria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya
oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti
menggambarkan pula berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan intravena
hanya karena oliguria tidak dibenarkan.
Dapat terjadi gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian
besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi "nekrosis korteks
ginjal" yang bersifat ireversibel.
Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.

12
Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai pre-
eklampsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu lahir.
5. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan.
Bila teriadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah
kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbuikan ruptur
hepar, sehingga perlu pembedahan.
6. Neurologik
Dapat terjadi beberapa perubahan neurologik berupa : Nyeri kepala yang
disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
Gangguan visus akibat dari spasme arteri retina dan edema retina, gangguan visus
dapat berupa pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas
adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal detachment). Dapat timbul kejang
eklamptik, penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan jelas. Faktor-
faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri, vasospasme
serebri dan iskemia serebri. Pada wanita yang mengalami eklampsia ditemukan
60% kematian diakibatkan oleh perdarahan intraserebral.
7. Perfusi Uteroplasental
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:
- Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat IUGR,
prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

13
Gambar 3. Patofisiologi Disfungsi Kardiak Pada Preeklampsia
(Ives, C.,W., et al., 2020)

2.6 MANIFESTASI KLINIS

 Hipertensi Kronis
Diagnosis2
- Tekanan darah ≥140/90 mmHg
- Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi
pada usia kehamilan <20 minggu, atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu
pasca persalinan

 Hipertensi Kronik dengan superimposed preeklampsia


Diagnosis2,8
- Terdapat riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20
minggu)

14
- Terdapat proteinuria yang sudah diketahui sebelum usia kehamilan 20 minggu
- Dapat disertai gejala preeklampsia seperti keterlibatan organ, yaitu gejala-gejala
neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus, edema patologik yang
menyeluruh (anasarkan), oliguria, edema paru dan kelainan laboratorim, yaitu
kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, dan kenaikan transaminase serum
hepar. Selain itu juga seringkali disertai Intrauterine growth restriction (IUGR)

 Preeklampsia - eklampsia
Diagnosis1,2,4,5
 Kriteria Preeklampsia
- Tekanan darah ≥140/90 mmHg yang dialami setelah usia kehamilan > 20 minggu
pada dua kali pemeriksaan berjarak 4 jam, dan
- Proteinuria :
- Pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam, atau
- Rasio protein/kreatinin ≥ 0,3 mg/dL, atau
- Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ persisten atau > 1+ pada sampel
urin acak (hanya digunakan apabila metode lainnya tidak tersedia)

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini4 :
- Trombositopenia (<100.000 sel/uL)
- Gangguan Ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atua didapatkan peningkatan
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan Liver : Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
- Edema paru
- Sakit kepala yang baru dirasakan, tidak responsif terhadap pengobatan, dan
tidak termasuk diagnosa alternatif, atau terdapat gejala visual

 Kriteria Preeklampsia Berat


- Tekanan darah ≥160/110 mmHg yang dialami setelah usia kehamilan > 20
minggu, dan
- Proteinuria :

15
- Pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam, atau
- Rasio protein/kreatinin ≥ 0,3 mg/dL, atau
- Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ persisten atau > 1+ pada sampel
urin acak (hanya digunakan apabila metode lainnya tidak tersedia)
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah
ini4 :
- Trombositopenia (<100.000 sel/uL)
- Gangguan Liver : Peningkatan konsentrasi transaminase > 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio abdomen kuadran kanan atas
yang tidak responsif terhadap pengobatan
- Gangguan Ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
- Edema paru
- Sakit kepala yang baru dirasakan, tidak responsif terhadap pengobatan, dan
tidak termasuk diagnosa alternatif
- Gangguan penglihatan
Berdasarkan Prawihorardjo, Sarwono pada 2016, preeklampsia berat dapat
dibagi menjadi5,8 :
 Preeklampsia Berat tanpa impending eclampsia, dan
 Preeklampsia Berat dengan impending eclampsia atau imminent eclampsia, yaitu
bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, oliguria dan
kenaikan progresif tekanan darah

 Eklampsia8
- Adanya tanda dan gejala preeklampsia disertai kejang tonik-klonik, fokal atau
multifokal dan/atau koma
- Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, iskemia, infark arteri
serebral, perdarahan subarakhnoid, meningitis, atau penggunaan obat)

16
- Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan
posrpartum. Eklampsia posrpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24
jam pertama setelah persalinan.

 Sindrom HELLP10
- Didahului tanda dan gejala yang tidak khas seperti malaise, lemah, nyeri kepala,
mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)
- Adanya tanda dan gejala preeklampsia
- Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan
bilirubin indirek
- Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH
- Trombositopenia yaitu trombosit < 150.000/ml
- Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa
memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsia, harus
dipertimbangkan sindroma HELLP.

 Hipertensi Gestasional
Diagnosis2,4
- Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada dua kali pemeriksaan berjarak 4 jam yang
dialami setelah usia kehamilan > 20 minggu
- Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia
kehamilan <12 minggu
- Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan
- Apabila disertai keterlibatan organ lain, seperti Trombositopenia (<100.000
sel/uL), gangguan ginjal, liver dan lainnya disarankan untuk didiagnosa sebagai
preeklampsia4.

2.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

DIAGNOSIS

17
Evaluasi penderita hipertensi pada kehamilan adalah dengan melakukan
anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang1,2,8.
 Anamnesis
- Pusing dan nyeri kepala
- Nyeri ulu hati
- Pandangan kurang jelas
- Mual hingga muntah
- Evaluasi faktor-faktor risiko
 Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tekanan darah : pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam
keadaan tenang, pasien duduk dengan manset sesuai level jantung, gunakan
manset yang sesuai dan gunakan bunyi Korotkoff V pada pengukuran
tekanan darah diastolik
 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan proteinuria
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
- Pemeriksaan Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin serum)
- Pemeriksaan profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
- Pemeriksaan mata
- USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat),
bila dicurigai IUGR dapat dilakukan Nonstress Test (NST) dan profil
biofisik

DIAGNOSIS BANDING
Kejang pada eklampsia harus disingkirkan dari kemungkinan kejang akibat
penyakit lain, seperti 1,2,8 :

18
 Diagnosa banding Eklampsia : Perdarahan otak, lesi otak, kelainan metabolik,
meningitis, dan epilepsi iatrogenik.
 Diagnosa banding preeklampsia-sindroma HELLP
- Tromborik angiopati
- Kelainan konsumtif fibrinogen, seperti acute fatty liver of pregnant,
hipovolemia berat / perdarahan berat, dan sepsis
- Kelainan jaringan ikat, seperti SLE
- Penyakit ginjal primer

2.8 TATALAKSANA

Tujuan manajemen dasar untuk setiap kehamilan dengan komplikasi


preeklamsia adalah: (1) penghentian kehamilan dengan trauma seminimal
mungkin pada ibu dan janin, (2) melahirkan bayi yang dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik, dan (3) pemulihan kesehatan lengkap untuk ibu. Pada
banyak wanita dengan preeklamsia, terutama pada atau menjelang aterm, ketiga
tujuan tersebut sama baiknya dengan induksi persalinan. Sehingga penting untuk
mengetahui usia janin yang tepat5.
 Tatalaksana Hipertensi Kronis
- Anjurkan istirahat lebih banyak

- Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan mengganggu


perfusi serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal akan
memperbaiki keadaan janin dan ibu.
- Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan
terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut. Namun apabila
sebelumnya Ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi golongan ACE
inhibitor (kapropril), ARB (valsartan), dan klorotiazid yang
dikontraindikasikan pada Ibu hamil, maka perlu berdiskusi dengan
dokternya mengenai jenis antihipertensi yang cocok selama kehamilan

19
- Jika tekanan diastolik >110 mmHg atau tekanan sistolik >160 mmHg,
berikan antihipertensi
- Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
- Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari
usia kehamilan 20 minggu
- Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
- Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
- Jika denyut jantung janin <100kali/menit atau >180kali/menit, tangani seperti
gawat janin.
- Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan2.
 Tatalaksana Hipertensi Gestasional
- Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu
- Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia
- Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat
untuk penilaian kesehatan janin.
- Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
- Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal2.
 Obat Antihipertensi
Rekomendasi dari European Society of Cardiology (ESC) guidelines tahun 2018
yaitu merekomendasikan pemberian antihipertensi pada11 :
- Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg pada pasien
dengan hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan, dan
- Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita
dengan hipertensi gestasional (dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik
superimposed, hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ subklinis pada
usia kehamilan berapa pun

20
Tiga antihipertensi yang paling umum digunakan yaitu Hidralazine, labetolol, dan
nifedipine. Namun dikarenakan hidralazine dan labetolol IV tidak tersedia di
Indonesia, maka pilihan utama yaitu Nifedipine. Dengan alternatif obat
antihipertensi lain, seperti nitrogliserin, metildopa, dan labetolol1,2,,8.
- Nifedipine (calcium channel blocker)
- Dosis : 4 x 10-30 mg per oral (kerja pendek) atau 1 x 20-30 mg per oral
(kerja panjang), dapat diulang dalam 20 menit bila diperlukan, lalu
dilanjutkan 10-20 mg tiap 2-6 jam. Dosis maksimal 180 mg/hari
- Efek samping : Refleks takikardia dan sakit kepala. Penggunaan calcium
channel blocker dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis
- Keterangan : Dapat menyebabkan hipoperfusi pada ibu dan janin bila
diberikan sublingual
- Metildopa : 2 x 250-500 mg per oral, dengan dosis maksimal 2000 mg/hari.
Alternatif lain yaitu IV 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6
jam untuk krisis hipertensi
- Labetolol : 20 mg IV diberikan dalam 2 mrnit
- Nikardipin (calcium channel blocker) : 5 mg/jam, dapat dititrasi 2,5 mg/jam
setiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan
arterial rata-rata sebesar 25% tercapai. Kemudia dosis dapat dikurangi dan
disesuaikan dengan respon

Gambar 4. Obat Antihipertensi pada Ibu Hamil ((KEMENKES RI, 2013)


 Terapi Cairan

21
- Larutan Kristaloid (Ringer Laktat) dapat diberikan secara rutin dengan
kecepatan 60-80 ml/jam hingga tidak lebih dari 125 ml/jam, kecuali jika ada
kehilangan cairan yang tidak biasa karena muntah, diare, diaforesis, atau
kehilangan darah yang berlebihan saat melahirkan5,12
- Oliguria sering terjadi pada preeklampsia berat. Namun pemberian infus
volume cairan yang besar dapat meningkatkan maldistribusi cairan
ekstravaskular dan meningkatkan risiko edema paru dan otak. Maka dari itu
perlu pemberian cairan yang tepat, yaitu12 :
- Pertahankan output urin 100 ml tiap 4 jam
- Oliguria dengan keseimbangan cairan positif
- Challange cairan koloid 300 ml, jika tidak ada respons, batasi input
cairan agar sesuai dengan jumlah kehilangan
- Jika oliguria berlanjut, beri dopamin dosis rendah
- Pertimbangkan pemantauan hemodinamik invasif
- Oliguria dengan keseimbangan cairan negatif
- Challange cairan koloid 300 ml, ulangi tiap 30 menit sampai
keseimbangan cairan positif atau terdapat output urin adekuat
- Jika oliguria persisten, batasi pemberian cairan
- Jika oliguria berlanjut, beri dopamin dosis rendah
- Pertimbangkan pemantauan hemodinamik invasif

 Manajemen Persalinan Aktif atau Ekspektatif


Manajemen persalinan pada preeklampsia dapat dibagi menjadi manajemen
aktif dan ekspektatif1.
1. Aktif (agresif)
Kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasi manajemen aktif ialah bila didapatkan
satu/lebih keadaan di bawah ini1:
 Data Maternal
a. Usia kehamilan > 34 minggu

22
b. Tanda dan gejala preeklamsia berat yang tidak berkurang
c. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala Impending Eclampsia
d. Hipertensi berat yang tidak terkontrol
e. Eklampsia
f. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif (kondisi klinik dan laboratorium
memburuk).
g. Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
h. Penurunan fungsi ginjal progresif

i. Edema paru
j. Diduga terjadi solusio plasenta
k. Laboratorium : Adanya tanda-tanda "sindroma HELLP" khususnya penurunan
trombosit yang progresif
 Data Janin
a. Pertumbuhan janin terhambat
b. Adanya tanda-tanda fatal distress
c. Oligohidramnion persisten
d. NST non reaktif dengan profil biofisik <4
e. Kematian janin

Berikut indikasi terminasi kehamilan pada usia kehamilan <34 minggu5 :


 Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru dan segera terminasi kehamilan
setelah hemodinamik stabil :
a. Hipertensi berat tidak terkontrol
b. Eklampsia
c. Edema paru
d. Ablasio plasenta
e. DIC
f. Gawat janin
g. Kematian janin

23
 Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru dan terminasi kehamilan
ditunda selama 48 jam :
a. Ketuban pecah dini
b. Trombositopenia <100.000/ μL
c. Peningkatan transaminase hepar dua kali nilai normal
d. Fetal-growth restriction
e. Oligohidramnion
f. Doppler arteri umbilikalis: reversed end-diastolic flow
g. Fungsi ginjal yang memburuk
Apabila tidak terdapat salah satu dari indikasi di atas, kehamilan dapat
dipertahankan dan persalinan dilakukan pada usia 34 minggu.

2. Ekspektatif (konservatif)
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakan ibu1.
 Perawatan ekspektatif pada Preeklampsia tanpa gejala berat
- Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa gejala
berat dengan usia kehamilan < 37 minggu dengan evaluasi maternal dan janin
yang lebih ketat
- Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia tanpa
gejala berat
- Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
- Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
- Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
- Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
- Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali
dalam seminggu)
- Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan
doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal direkomendasikan

24
Gambar 5. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Tanpa Gejala Berat
(Wibowo, N., et al., 2016)

 Perawatan ekspektatif pada Preeklampsia dengan gejala berat


- Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat dengan
usia kehamilan < 34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin yang stabil
- Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga direkomendasikan untuk
melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan tersedianya
perawatan intensif bagi maternal dan neonatal
- Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan paru
janin
- Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat inap
selama melakukan perawatan ekspektatif

25
Gambar 6. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Gejala Berat
(Wibowo, N., et al., 2016)

 Eklampsia
- Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena)
- Kontrol kejang menggunakan MgSO4 diberikan secara intravena
- Pada eklampsia, kehamilan harus diakhiri segera setelah stabilisasi hemodinamika
dan metabolisme ibu tercapai tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan
janin
- Pemberian obat antihipertensi secara intermiten untuk menurunkan tekanan darah
bila dianggap sangat tinggi

26
- Hindari diuretik kecuali ada edema paru yang jelas, pembatasan pemberian cairan
intravena kecuali kehilangan cairan berlebihan, dan hindari agen hiperosmotik5
 Pemberian Magnesium Sulfat
- Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama eklampsia dan
profilaksis terhadap eklampsia pada pasien preeklampsia berat
- Berikan dosis awal 4 g MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau
kejang berulang5

Gambar 7. Manajemen Pemberian MgSO4 (KEMENKES RI, 2013)

2.9 KOMPLIKASI

Preeklampsia dengan gejala berat dapat mengakibatkan komplikasi akut


dan jangka panjang bagi wanita dan bayinya. Komplikasi ibu termasuk edema

27
paru, infark miokard, stroke, sindrom gangguan pernapasan akut, koagulopati,
gagal ginjal, dan cedera retina. Komplikasi ini lebih mungkin terjadi dengan
adanya gangguan medis yang sudah ada sebelumnya4.
Eklampsia adalah penyebab kematian ibu yang signifikan, terutama pada
fasilitas kesehatan yang terbatas, kejang yang terjadi dapat menyebabkan hipoksia
Ibu yang parah, trauma dan pneumonia aspirasi. Pada wanita dengan riwayat
eklampsia dapat terjadi kerusakan neurologis residual, meskipun jarang, beberapa
wanita mungkin memiliki konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang seperti
gangguan memori dan fungsi kognitif, terutama setelah kejang berulang atau
hipertensi berat yang tidak dikoreksi dan menyebabkan edema atau infark
sitotoksik4.
Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin yaitu Intrauterine growth
restriction (IUGR) dan oligohidramnion yang dapat meningkatkan mobiditas dan
mortalitas janin. Apabila terjadi sindrom HELLP dapat terjadi komplikasi seperti
kegagalan kardiopulmunar, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, ruptur
hepar, dan kegagalan organ multipelyang dapat meningkatkan risiko kematian Ibu
maupun kematian perinatal8.

2.10 PENCEGAHAN

Beberapa rekomendasi yang diberikan sebagai penceghan hipertensi dalam


kehamilan yaitu1,4 :
- Melakukan Skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap wanita hamil
sejak awal kehamilannya
- Penggunaan aspirin dosis rendah 75mg/hari atau 81mg/hari
direkomendasikan untuk prevensi preeklampsia pada wanita dengan salah
satu faktor risiko tinggi atau wanita yang memiliki lebih dari satu faktor
risiko sedang, aspirin sebaiknya mulai digunakan antara 12 minggu dan 28
minggu kehamilan (optimal sebelum 16 minggu kehamilan) dan berlanjut
sampai persalinan

28
- Suplementasi kalsium minimal 1g/hari direkomendasikan terutama pada
wanita dengan asupan kalsium yang rendah

2.11 PROGNOSIS

Terdapat lebih dari 50% wanita dengan hipertensi gestasional akhirnya


mengalami proteinuria atau disfungsi organ lainnya yang secara konsisten dengan
diagnosa preeklampsia, dan perkembangan ini lebih sering terjadi ketika
hipertensi didiagnosa sebelum usia kehamilan 32 minggu4.
Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki peningkatan risiko 2 kali
lebih tinggi terjadinya penyakit kardiovaskular (hipertensi, infark miokard, gagal
jantung kongestif), kejadian serebrovaskular (Stroke), penyakit arteri perifer, dan
kematian akibat kardiovaskular dibandingkan dengan wanita hamil tanpa
preeklampsia di tahun-tahun berikutnya. Risikonya bahkan lebih tinggi 4-8 kali
lipat pada wanita dengan preeklampsia berulang, preeklampsia dini, atau
preeklampsia yang membutuhkan persalinan prematur4.
Preeklampsia dengan gejala berat dapat mengakibatkan komplikasi akut
dan jangka panjang bagi wanita dan bayinya. Ibu hamil dengan proteinuria lebih
sering berkembang menjadi hipertensi berat dan memiliki tingkat kelahiran
prematur dan kematian perinatal yang lebih tinggi, namun Ibu hamil tanpa
proteinuria memiliki insiden kejadian trombositopenia atau disfungsi hati yang
lebih tinggi4. Kematian ibu bersalin pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu
24%, selain itu kematian perinatal pada sindroma HELLP juga cukup ringgi,
terutama disebabkan oleh persalinan preterm1.

29
BAB III

KESIMPULAN
Preeklampsia dan eklampsia dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas pada Ibu dan janin. Dampak pada janin yaitu Intrauterine growth
restriction (IUGR) dan oligohidramnion, Sedangkan komplikasi pada Ibu
termasuk edema paru, infark miokard, stroke, sindrom gangguan pernapasan akut,
koagulopati, gagal ginjal, dan cedera retina. Selain itu kejang akibat eklampsia
dapat menyebabkan hipoksia Ibu yang parah, trauma dan pneumonia aspirasi dan
merupakan penyebab kematian ibu yang signifikan.
Maka dari itu tujuan manajemen dasar untuk setiap kehamilan dengan
komplikasi preeklamsia adalah: (1) penghentian kehamilan dengan trauma
seminimal mungkin pada ibu dan janin, (2) melahirkan bayi yang dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik, dan (3) pemulihan kesehatan lengkap untuk ibu.
Pada banyak wanita dengan preeklamsia, terutama pada atau menjelang aterm,
ketiga tujuan tersebut sama baiknya dengan induksi persalinan.
Terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya preeklampia-eklampsia, seperti melakukan skrining faktor risiko
terjadinya preeklampsia untuk setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya,
penggunaan aspirin dosis rendah untuk prevensi preeklampsia pada wanita dengan
salah satu faktor risiko tinggi atau wanita yang memiliki lebih dari satu faktor
risiko sedang, dan suplementasi kalsium terutama pada wanita dengan asupan
kalsium yang rendah.
Wanita dengan riwayat preeklampsia harus dievaluasi berkala pada ante,
intra, dan bahkan posrpartum dikarenakan terdapat peningkatan risiko 2 kali lebih
tinggi terjadinya penyakit kardiovaskular, kejadian serebrovaskular, penyakit
arteri perifer, dan kematian akibat kardiovaskular dibandingkan dengan wanita
hamil tanpa preeklampsia di tahun-tahun berikutnya.

30
31
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo, N., Irwinda, R., Frisdiantiny, E., Karkata, M., K., et al. 2016. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran : Diagnosis Dan Tatalaksana Pre-Eklampsia. Jakarta:
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI)., 2013. Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan : Hipertensi Dalam
Kehamilan, Preeklampsia dan Eklampsia. Eds 1. Jakarta: KEMENKES RI.
3. Braunthal, S., dan Brateanu, A., 2019. Hypertension In Pregnancy : Pathophysiology and
Treatment. SAGE Open Medicine: 7. pp. 1-15.
4. The American College Of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), 2020. ACOG
Practice Bulletin: Gestational Hypertension and Preeclampsia. Wolters Kluwer Health,
Inc: 135(6). pp. e237-60.
5. Cunningham, G., F., Leveno, K., J., Bloom, S., L., Dashe, J., S., et al. 2018. Williams
Obstetrics. eds 25. USA: McGraw-Hill Education.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI)., 2020. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2019. Jakarta: KEMENKES RI. pp. 98
7. Wang, w., Xie, X., Yuan, T., Wang, Y., et al. 2021. Epidemiological trends of maternal
hypertensive disorders of pregnancy at the global, regional, and national levels: a
population‐based study. BMC Pregnancy and Childbirth: 21(364). pp. 1-10.
8. Prawihorardjo, S., 2016. Hipertensi dalam Kehamilan. In: Angsar, M., D., dan Mose, J.,
C., eds 4. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihorardjo. pp. 530-
61.
9. Brown, M. A., Magee, L., A., Kenny, L., C., Karumanchi, A., et al., 2018. Hypertensive
Disorders of Pregnancy: ISSHP Classification, Diagnosis, and Management
Recommendations for International Practice. AHA: 72. pp. 24-42.
10. Rimaitis, K., Grausltye, L., Zvackiene, A., Baliuiliene, V., et al., 2019. Diagnosis of
HELLP Syndrome: A 10-year Syurvey in a Perinatology Centre. MDPI: 16(109).
11. European Society of Cardiology (ESC)., 2018. 2018 ESC Guidelines for the management
of cardiovascular disease during pregnancy. European Heart Journal: 39. pp. 3207-3209.

32
12. Anthony, J., dan Schoemen, L. K., 2013. Fluid Management in Pre-eclampsia. Obstetric
Medicine: 6(3). pp. 100-4.
13. Ives, C., W., Sinkey, R., Rajapreyar, I., Tita, A., T., N., et al., 2020. Preeclampsia -
Patophysiology and Clinical Presentations. Journal of American College of Cardiology:
76(14). pp. 1690-702.

33

Anda mungkin juga menyukai