Oleh :
Pembimbing :
DR. dr. H. Joserizal serudji, Sp.OG (K)
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kehamilan menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis dari
sistem kardiovaskuler yang akan dapat ditolerir dengan baik oleh wanita yang
sehat, namun akan menjadi ancaman yang berbahaya bagi ibu hamil seperti
hipertensi dan akut edema paru. Tanpa diagnosis yang akurat dan penanganan
yang baik maka dapat menjadi penyebab yang signifikan akan mortalitas dan
morbiditas ibu.banyak factor intrinsic dalam kehamilannya sendiri yang
berkontribusi menyebabkan munculnya edema paru pada wanita peripartum.1,2
Acute lung oedema (ALO) terjadi 0.08% sampai 1.5% pada seluruh ibu
hamil. Preeklampsi merupakan penyebab obstetric utama. Edema paru akut terjadi
karena akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat
disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau
karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat ke interstisial
paru, sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan
mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar edema paru secara klinis
mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan
permeabilitas tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya.
Walaupun demikian, penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan
dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan. ALO adalah suatu
keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi.3,15
Walaupun penyebab kedua jenis edema paru berbeda, namun
membedakannya terkadang sulit karena manifestasi klinisnya yang mirip. Salah
satunya penggunaan obat tokolitik dan antikejang pada preeklampsi (MgSO4).
Menurut Xiao 2014, MgSO4 dapat beresiko menyebabkan akut lung edema.
1
Kemampuan membedakan penyebab edema paru sangat penting karena
berimplikasi pada penanganannya yang berbeda.3
Edema paru non kardiogenik terjadi lebih dari separuh kasus, terapi
resusitasi untuk perdarahan dan terapi berlebihan untuk persalinan kurang bulan
juga sering menjadi faktor pemicu. Sciscione dkk (2003) melaporkan bahwa di
antara 51 kasus edema paru, sekitar seperempat masing-masing disebabkan oleh
gagal jantung, terapi tokolitik, kelebihan cairan iatrogenik, atau preeklampsia.
Pada 25 kasus yang dilaporkan oleh Hough dan Katz (2007), lebih dari separuh
berkaitan dengan preeklampsia, dan ketiga penyebab lain memiliki distribusi yang
setara. DiFederico dkk (1998) melaporkan 40 persen dari 84 kasus edema paru
berkaitan dengan terapi tokolitik. Dan dalarn laporan oleh Jenkins dkk (2008),
terapi tokolitik menyebabkan 15 persen kasus edema paru dan satu kematian ibu
pada 51 wanita yang memerlukan bantuan ventilasi.4
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Umur : 35 tahun
No. MR : 01.04.69.49
ANAMNESIS
Seorang pasien wanita usia 35 tahun datang ke PONEK IGD RSUP Dr.M.Djamil
Padang pada tanggal 23 April 2019 pukul 19.00 WIB rujukan dari RSUD Lubuk
Sikaping dengan diagnosis Suspek ALO + G6P5A0H5 gravid preterm 36-37
minggu.
PRIMARY SURVEY
Circulation : TD 190/90 mmHg, Nadi 140x/menit
Airway : paten
Breathing : O2 12 L/menit via NRM, SaO2 88%
KU Kes TD HR RR T Urine
Berat CM 190/90 140 x/m 40 x/m Af 150 cc
Non kooperatif Kuning jernih
Diagnosis
3
Sikap
Rencana : Stabilisasi
- Nyeri kepala (-) Pandangan kabur (-) Nyeri ulu hati (-)
4
- HPHT : lupa TP : sulit ditentukan
Tidak ada anggota keluarga menderita penyakit keturunan, menular dan kejiwaan.
- 2004/ cukup bulan/ Bidan/ partus pervaginam/ laki-laki/ 3800 gr, hidup
- 2012/ cukup bulan/ Bidan/ partus pervaginam/ Laki-laki / 3750 gr, hidup
- 2014/ cukup bulan/ Bidan/ partus pervaginam/ Laki-laki / 3900 gr, hidup
- Sekarang
5
Riwayat KB : tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Suhu : 37oC
TB : 154 cm
BB sebelum hamil : 70 kg
BB sesudah hamil : 82 kg
LILA : 29 cm
Thorak
P : Sonor
6
wheezing (-)
Status Obstetrikus
Abdomen :
L4 : Divergen
7
Genitalia : Inspeksi : v/u tenang, PPV (-)
VT : tidak dilakukan
LABORATORIUM (23/4/2019)
Parameter Hasil Nilai normal
Hemoglobin 15.5 gr/dL 9,5-15
Leukosit 15.640/mm3 5.900 – 16.000
Hematokrit 46 % 28 – 40
Trombosit 288.000/mm3 146.000 – 429.000
APTT 35,2 29,2 – 39,4
PT 9,2 10 – 13,6
D-dimer 450 <500 ng/dl
Calsium 8,7 mg/dL 8,6 – 10,3
Kalium 3,8 mmol/L 3,5 – 5,1
Natrium 142 mmol/L 139-145
Cloride 111 mmol/L 97 – 111
Ureum 21 mg/dL 16,6 – 48,5
Creatinin 0,9 mg/dL 0,6 – 1,2
GDS 177 mg/dl 0-200
SGOT 24 mg/dL 0 – 31
SGPT 9 mg/dL 0 – 34
Protein total 7.3 g/dl 6,6-8,7
Albumin 3,3 g/dl 3,5 – 5,2
Globulin 4.0 g/dl 1,3 – 2,7
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Bil total 0,2 0,3-1,0
Bil direk 0,1 < 0,2
Bil indirek 0,1 <0,6
LDH 380 240-480
8
URINALISA
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
PROTEIN ++ NEGATIF
GLUKOSA NEGATIF NEGATIF
LEUKOSIT 1-2 LPB 0-5 LPB
ERITROSIT 1-2 LPB 0-1 LPB
KRISTAL NEGATIF NEGATIF
EPITEL GEPENG GEPENG
UROBILINOGEN POSITIF POSITIF
Kardiotokografi
Interpretasi :
• Baseline : 155 dpm
• Variabilitas : 5-10 dpm
• Akselerasi : (-)
• Deselerasi : (-)
• Gerak anak : (+)
• Kontraksi : (-)
Kesan : CTG kategori I
9
USG (23/4/2019)
HASIL KONSUL
Konsul Jantung
A/ Acute lung oedem dd/ susp PPCM
G6P5A0H5 gravid aterm 37-38 minggu
Advice :
• Bolus furosemid 40 mg (iv), selanjutnya drip furosemide 10mg/jam
• Resiko operasi: berdasarkan Reviced Cardiac Risk index, resiko jantung
6.6%
• Rawat bersama jantung
10
Rencana
• Echocardiography jika pasien stabil
Konsul IPD
• G6P5A0H5 gravid aterm 37-38 minggu + dyspneu ec ALO +
Preeklampsia berat dd susp. Emboli paru
• Resiko Operasi:
o Resiko cardiovascular: tinggi
o Resiko Pulmonal: tinggi
o Resiko metabolic: rendah
o Haemostasis: stabil
• Terapi sesuai TS Kebidanan
• Hati-hati dengan overload cairan
DIAGNOSIS
Dyspneu ec susp ALO pada G6P5A0H5 gravid aterm 37-38 minggu +
Preeklampsia berat dalam regimen MgSO4 dosis maintenance dari luar
Janin hidup tunggal intra uterin presentasi kepala
Sikap :
▪ Kontrol KU,VS,His, DJJ, balace cairan, refleks patela
▪ Informed consent (untuk tindakan persalinan dan perburukan pada ibu
pasca persalinan)
▪ Konsul bagian perinatologi
Rencana : SC Cito
11
Dilakukan tindakan aseptic, antiseptic dan dipasang duk steril di area operasi
BB : 3850 gr
PB : 51 cm
A/S : 2/6
Plasenta lahir dengan sedikit tarikan ringan pada tali pusat, lengkap 1 buah
ukuran 18 x 15 x 2.5 cm, berat 650 gram, Panjang Tali Pusat 50 cm, insersi
parasentralis.
A/ P6A0H6 post SCK ai ALO + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance
P/
• Kontrol KU, VS, PPV, kontraksi uterus, jumlah urine, balance cairan
• IVFD RL + Oksitosin 20 IU → 20tpm
• IVFD RL + MgSO4 dosis maintenance → 20 tpm
• Injeksi ceftriaxone 1 gr (iv) skintest
• Pronalgess supp II (bila nyeri)
R/
• Rawat ICU
• Cek labor post tindakan
12
13
Laboratorium 6 jam post tindakan
14
APTT 35,2 29,2 – 39,4
PT 9,2 10 – 13,6
D-dimer 250 <500 ng/dl
Calsium 8,9 mg/dL 8,6 – 10,3
Kalium 3,4 mmol/L 3,5 – 5,1
Natrium 140 mmol/L 139-145
Cloride 108 mmol/L 97 – 111
Ureum 19 mg/dL 16,6 – 48,5
Creatinin 0,7 mg/dL 0,6 – 1,2
GDS 154 mg/dl 0-200
SGOT 15 mg/dL 0 – 31
SGPT 5.6 mg/dL 0 – 34
Protein total 7.3 g/dl 6,6-8,7
Albumin 2.7 g/dl 3,5 – 5,2
Globulin 2.9 g/dl 1,3 – 2,7
Bil total 0,5 0,3-1,0
Bil direk 0,2 < 0,2
Bil indirek 0,3 <0,6
LDH kosong 240-480
A/ P6A0H6 post SCK ai ALO + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance
dari luar + TP ai anak cukup NH-1
Ibu dan anak dalam perawatan
15
Tanggal 25/4/2019 pukul 08.00
S/ Nyeri luka operasi (+)
Demam (-)
Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
O/
KU Kes TD Nd Nf T SpO2
Berat CM 140/80 88 on venti 36,7 99%
Mata : kongjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Abdomen : Luka op tertutup verban
FUT 3 jari bawah pusat, kontraksi baik
Genitalia : v/u tenang, PPV (-)
Balance cairan: - 1231
A/ P6A0H6 post SCK ai ALO + PEB selesai regimen MgSO4 dosis loading &
maintenance dari luar + TP ai anak cukup NH-2
Ibu dan anak dalam perawatan
R/ Extubasi
Cek darah 48 jam post op
Echocardiography jika kondisi stabil
16
Calsium 8,8 mg/dL 8,6 – 10,3
Kalium 3,8 mmol/L 3,5 – 5,1
Natrium 144 mmol/L 139-145
Cloride 110 mmol/L 97 – 111
Ureum 25 mg/dL 16,6 – 48,5
Creatinin 0,8 mg/dL 0,6 – 1,2
GDS 120 mg/dl 0-200
SGOT 24 mg/dL 0 – 31
SGPT 10 mg/dL 0 – 34
Protein total 7.3 g/dl 6,6-8,7
Albumin 2.8 g/dl 3,5 – 5,2
Globulin 4.0 g/dl 1,3 – 2,7
Bil total 0,2 0,3-1,0
Bil direk 0,1 < 0,2
Bil indirek 0,1 <0,6
LDH 330 240-480
Echocardiography
Conclusion:
• Fungsi sistolik global LV menurun, EF 40%
• Global Hipokinetik
• LVH konsentrik hipertropi fungsi diastolic LV sulit dinilai ec takikardi
(fusi)
• MR mild (fungsional)
17
• Katup-katup lain baik
• Kontraktilitas RV baik
A/ P6A0H6 post SCK ai ALO + PEB selesai regimen MgSO4 dosis loading &
maintenance dari luar + TP ai anak cukup + Hipoalbuminemia NH-3
Ibu dan anak dalam perawatan
A/ P6A0H6 post SCK ai ALO + PEB selesai regimen MgSO4 dosis loading &
maintenance dari luar + TP ai anak cukup + Hipoalbuminemia NH-4
Ibu dan anak dalam perawatan
18
P/ Kontrol Ku, VS, PPV, tanda impending
02 nasal canul 3 lpm
IVFD RL 20 tpm → aff
Cefixime 2 x 200mg tab (po)
Paracetamol 3x500 mg tab (po)
Metildopa 3x500 mg
Vip Albumin 3x1 (po)
Vitamin C 3x1 tablet (po)
Lasix 2x20mg iv
19
Tanggal 28/4/2019 pukul 08.00
S/ Nyeri luka operasi (-)
Demam (-)
Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
O/
KU Kes TD Nd Nf T SpO2
sedang CM 130/70 92 22x/m 36,7 97%
Mata : kongjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Abdomen : Luka op tertutup verban. Luka op kering
Genitalia : v/u tenang, PPV (-)
Balance cairan: + 651
A/ P6A0H6 post SCK ai ALO + PEB selesai regimen MgSO4 dosis loading &
maintenance dari luar + TP ai anak cukup + Hipoalbuminemia NH-5
R/ Pulang
20
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Acute lung oedem (ALO) atau edema paru akut adalah kondisi dimana
terjadi akumulasi cairan berlebihan di interstisial paru dan alveoli yang terjadi
secara mendadak dan menyebabkan gangguan dalam pertukaran gas. 3,5,6
Pada kehamilan, meskipun kondisi ini jarang terjadi, namun merupakan
life-threatening event atau keadaan mengancam nyawa baik bagi ibu dan janin
yang harus mendapatkan penanganan tepat dan segera serta sering menimbulkan
morbiditas dan mortalitas. Hipoksemia persisten sering terjadi pada pasien dengan
ALO dan membutuhkan perhatian dan perawatan khusus di ICU. Jika kondisi
ALO ditemukan dalam kehamilan, terminasi menjadi pilihan untuk
menyelamatkan ibu dan janin, tanpa memandang usia kehamilan. 5,6
3.2 Epidemiologi
Acute lung oedem (ALO) atau edema paru akut menjadi penyulit sekitar
0,05% kehamilan. Angka kejadian ini akan meningkat menjadi 2,9% jika
kehamilan disertai dengan preeklampsia. Dilaporkan sekitar 10% pasien pada
kasus ini meninggal dengan kegagalan multiorgan. 5
Secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema paru di dunia. Di
Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan
pengawasan secara komprehensif. Di Amerika Serikat diperkirakan 5,5 juta
penduduk menderita edema paru. Di Jerman 6 juta penduduk menderita kondisi
ini. Hal ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian
dari perawat di dalam merawat klien edema paru secara komprehensif
biopsikososial dan spiritual. Di pusat rujukan tersier, insiden edema paru akut
21
sebagai penyulit keharnilan adalah sekitar 1 dari 500 sampai 1000 kelahiran.
Edema paru akut pada kehamilan dapat terjadi antepartum, intra partum dan post
partum.3,4,5
Dari sebuah studi terhadap 62.917 kehamilan, didapatkan sekitar 0,08%
pasien didiagnosis dengan ALO saat periode antepartum dan post partum.
Sebanyak 47% terjadi antepartum, 14% terjadi intrapartum dan 39% terjadi pada
periode postpartum. Berdasarkan penyebab, didapatkan 25,5% disebabkan
penggunan tokolitik, 25,5% akibat penyakit jantung, 21,5% akibat overload cairan
dan 18% akibat preeklampsia.6
22
Gambar 1 Membrane kapiler alveolar
23
bisa disebabkan oleh kehilangan banyak darah selama melahirkan,
peningkatan permeabilitas kapiler (terutama pada pasien preeklampsia)
dan terapi cairan kristaloid berlebihan. Hal ini memungkinkan peningkatan
angka kejadian ALO postpartum. Sekitar 30% pasien preeklampsia
mengalami ALO pada periode antepartum, hal ini lebih dikaitkan dengan
hipertensi kronik, usia tua dan multiparitas. 5
Terjadinya ALO pada pasien preeklampsia dihubungkan dengan
terjadinya resistensi vaskular serta terjadinya gangguan fungsi diastolik
sehingga menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Selain itu,
kerusakan endotel juga mengaktifkan mediator inflamasi yang dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler paru.13
b. Terapi tokolitik
Kelahiran prematur merupakan penyebab paling sering morbiditas dan
mortalitas perinatal. Beberapa tokolitik digunakan untuk mencegah
terjadinya persalinan preterm. Di beberapa negara, penggunaan kombinasi
obat tokolitik secara simultan daintaranya β-agonis (seperti terbutaline
subkutan), indometachin dan magnesium sulfat dapat menimbulkan efek
samping edema paru. Mekanisme penyebabnya adalah menginduksi
terjadinya edema paru dengan cara meningkatkan permeabilitas kapiler,
menurunkan kontraktilitas miokard, terapi cairan selama pemberian
tokolitik dan penggunaan steroid. Meskipun penggunaan β-agonis sebagai
tokolisis sekarang sudah jarang, namun dalam sebuah studi dinyatakan
bahwa penggunaan obat ini dapat meningkatakn 40% angka kejadian
edema paru akut. 4,6,7,13
c. Infeksi
Sering menjadi penyebab edema paru non-kardiogenik diantaranya
pielonefritis dan metritis, terutama pada kasus yang sudah menjadi sepsis.
Timbul peningkatan permeabilitas kapiler akibat munculnya mediator
inflamasi yaitu tromboksan dan endothelin.4,13
d. Kehamilan multipel, paling sering pada triplet. 11
e. Terapi cairan yang berlebihan
24
Pemberian terapi cairan yang berlebihan (positif fluid balance > 2000 ml)
dapat meningkatkan angka kejadian edema paru melalui mekanisme
peningkatan tekanan hidrostatik pembuluh darah paru. Kejadiannya sering
dikaitkan dengan pemberian cairan dan produk darah dalam penanganan
kasus perdarahan postpartum.6
f. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat
disebabkan oleh gangguan katup jantung, infeksi pada miokard jantung
(miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan
seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel
kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan
dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan
infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban
tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan
mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).6,8
25
Gambar 1. Suspek factor-faktor yang berkontribusi menyebabkan akut
lung edema pada wanita hamil14
3.4 Klasifikasi
Berdasarkan etiologi, ALO klasifikasikan menjadi dua yaitu: 4
1. Kardiogenik
Merupakan edema hidrostatik akibat tekanan hidrostatik kapiler paru yang
tinggi, menyebabkan perpindahan cairan dari pembuluh darah paru ke
jaringan interstisial atau ekstravaskuler paru. Peningkatan tekanan
hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan
tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Terjadi pada kasus kardiomiopati
hipertensif, penyakit katup jantung kiri, obesitas, pulmonary
hipertension.3,4,9
2. Non-kardiogenik
Merupakan edema permeabilitas akibat kerusakan endotel kapiler dan
epitel alveolus. Terjadi pada kasus sindrom preeklampsia, perdarahan akut
dengan terapi cairan, sindrom sepsis dan terapi tokolitik. 3,9
26
yang berkaitan dengan tokolisis, preeklampsia berat, atau perdarahan obstetris
disertai pemberian cairan dalam jumlah besar. Sindrom ini akan menyebabkan
perubahan permeabilitas kapiler.4
Dari literatur lain, edema paru akut dalam kehamilan dibagi menjadi 2
yaitu :
1. Edema paru akut tanpa hipertensi
Penyebab iatrogenik merupakan yang paling sering untuk edema
paru akut tanpa hipertensi. Penyebab paling umum pada edema paru
akut tanpa hipertensi disebabkan oleh penggunaan tokolisis, sepsis,
riwayat penyakit jantung, penyakit jantung terkait kehamilan
(kardiomiopati, penyakit jantung iskemik), emboli air ketuban serta
terapi cairan yang berlebihan. Terjadinya edema paru akut dalam
keadaan ini hampir sama dengan terjadinya edema paru akut pada
pasien tidak hamil, yaitu karena perubahan dasar pada tekanan
hidrostatik intravaskular, tekanan osmotik koloid dan permeabilitas
kapiler. Namun, karena adanya perubahan selama hamil, toleransi
terhadap terjadinya perubahan kondisi ini tidak sebaik pada wanita
yang tidak hamil.13
2. Edema paru akut dengan hipertensi
Penyakit hipertensi kehamilan mempengaruhi sekitar 15% dari ibu
hamil. Penyebab pada kasus ini diantaranya hipertensi kronis,
hipertensi gestasional, preeklampsia dan superimposed PEB. Pre-
eklampsia adalah penyakit kardiovaskular paling sering pada
kehamilan dengan hipertensi sebagai manifestasi klinis utama. Edema
paru akut yang berat, merupakan penyebab utama kematian pada
wanita dengan preeklampsia, dan merupakan penyebab sering untuk
masuk ke unit perawatan intensif. Edema paru dapat terjadi pada
sampai kira-kira 3% dari wanita dengan preeklampsia, dengan 70%
kasus terjadi setelah lahir. Mekanisme yang mendasari untuk
hipertensi dalam keadaan penyakit ini masih belum diketahui.
Dibandingkan dengan wanita hamil yang sehat, wanita dengan
27
preeklampsia menunjukkan berbagai kelainan jantung diantaranya
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan peningkatan end
diastolik. Pada preeklampsia juga terjadi penurunan tekanan osmotik
koloid intravskuler dan perubahan permeabilitas endotel.
28
Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran
napas yang tertutup pada saat inspirasi.
➢ Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal
ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
➢ Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin
hams digunakan dengan hati-hati.
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya
adanya riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan
gagal jantung kronis. Edema paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat
dan terjadi hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini
merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka
batuk-batuk dan seperti seseorang yang akan tenggelam. Keluhan yang
29
dirasakan pasien penting digali dalam anamnesis untuk menegakkan
edema paru akut diantaranya dispneu, orthopneu, agitasi, keringat dingin,
dsb.3,8
2. Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ALO dapat didiagnosis jika ditemukan sesak nafas berat,
sesak saat berbaring diikuti dengan tanda lain pada pemeriksaan fisik
seperti takipneu, ronchi basah di basal paru saat pemeriksaan auskulutasi,
sianosis serta hipoksemia ditandai dengan penurunan saturasi oksigen.5
Takikardia, hipotensi atau tekanan darah bisa meningkat. Pasien
biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu
nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan,
akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa
supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inspirasi, batuk dengan sputum yang berwarna
kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan
paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan
terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan gallop, bunyi
jantung 3 dan 4. Terdapat juga edema perifer, akral dingin dengan
sianosis.3,8
3. Pemeriksaan pulse-oxymetry dan analisa gas darah menunjukkan adanya
hipoksia dengan penurunan pO2.6,13
4. Rontgen thoraks diperlukan untuk membantu diagnosis. Gambaran
rontgen thoraks yang khas pada ALO adalah lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya dan
pulmonary infiltrat.5,13
Gambaran Radiologi yang ditemukan:
- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)
- Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
- Kranialisasi vaskuler
- Hilus suram (batas tidak jelas)
30
- Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil
atau nodul milier)
5. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien
dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya
menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema
paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan
gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang yang
khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan
menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini
belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat
menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus
simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik
atau katekolamin.3,8
6. Echokardiografi
Pemeriksaan ini merupakan gold standard untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel kiri. Ekokardiografi dapat mengevalusi fungsi miokard (otot
jantung yang lemah) dan fungsi katup (katup jantung yang bocor atau
sempit) sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edema
paru.8
7. CT scan atau pulmonary arteriografi diperlukan untuk menyingkirkan
penyebab lain seperti emboli paru, pneumonia, dan kardiomiopati. 5
3.7 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan pasien hamil dengan ALO adalah stabilisasi dan
terapi definitif yaitu terminasi kehamilan segera jika ditemukan antepartum.
31
Penatalaksanaan umum
Antibiotik
Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.
Penatalaksanaan khusus
Mengurangi afterload
Pemantauan masukan (perlu pembatasan) dan luaran cairan amat penting dalam
rangka mengurangi edema paru (balance cairan). Pengeluaran cairan harus lebih
banyak dari pemasukan pada postpartum.
32
Gambar 4 Manajemen ALO dalam Kehamilan13
Menurut Xiao (2014), penggunaan obat nifedipine sebagai tokolitik tidak beresiko
menyebabkan akut lung edema. Sedangkan penggunaan MgSO4 beresiko
menyebabkan terjadinya ALO. Untuk terapi pemberian MgSO4 sebagai
profilaksis anti kejang pada pasien preeklampsia harus dengan sangat hati-hati dan
lebih besar manfaat daripada resikonya.16
33
Gambar Algoritma modifikasi manajemen akut lung edema pada wanita hamil menurut
dennis dan Solnordal 201814
3.8 Prognosis
Wanita yang menderita preeklampsia berat dan pengalaman edema paru akut
memiliki peningkatan risiko komplikasi kardiovaskular di kemudian hari,
termasuk hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan penyakit ginjal.
Penanganan jangka panjang pada pasien ini harus dilaukan. Monitor secara rutin
34
terhadap tekanan darah, fungsi jantung dan fung-*si ginjal harus dilakukan.
Beberapa modifikasi gaya hidup seperti pengurangan berat badan kebiasaan
merokok menjadi faktor penting untuk penanganan jangka panjang.
35
BAB 4
PEMBAHASAN
36
Pasien didiagnosis dengan Dyspneu ec susp ALO pada G6P5A0H5 gravid
aterm 37-38 minggu + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance dari luar.
Sehubungan dengan kasus ini, ada beberapa hal yang akan didiskusikan,
antara lain :
Saat pasien masuk, terjadinya ALO pada pasien ini belum bisa dipastikan
akibat kardiogenik atau non-kardiogenik. Namun, kemungkinan disebabkan oleh
kombinasi keduanya, karena menurut literatur, terjadinya ALO dalam kehamilan
paling sering disebabkan oleh kombinasi etiologi kardiogenik dengan non-
kardiogenik. Setelah dilakukan investigasi lebih lanjut penyebabnya lebih pada
non kardiogenik yaitu dari preeklampsia berat yang diderita oleh pasien ini.
Didapatkan dari protein urin ++, dan tekanan darah diatas 160/100mmHg
langsung ditegakkan diagnosa Preeklampsia berat. Dan pada riwayat sebelumnya
usia kehamilan 28 minggu pasien didapatkan memiliki tekanan darah tinggi,
diberikan obat metildopa 3x 250mg tetapi tidak dikomsumsi secara rutin.
Pemeriksaan abdomen didapatkan his (-) dan dari pemeriksaan genitalia tidak
ditemukan tanda-tanda inpartu. Dari pemeriksaan USG dan CTG menunjukkan
37
kondisi janin masih baik. Dari pemeriksaan laboratorium ibu, yang penting adalah
AGD yang mengesankan terjadinya asidosis metabolik yang disebabkan hipoksia
di jaringan akibat gangguan pertukaran oksigen di alveoli paru. Dalam
menghadapi pasien ALO, diperlukan pemeriksaan penunjang rontgen thoraks
dimana akan terlihat gambaran khas berupa kranialisasi dengan garis kerley B,
namun pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena pasien dalam kondisi hamil
dan kondisi tidak stabil.
Pada pasien ini, dengan pemasangan NRM 12 L/i saat datang dan
pemasangan monitor dan pulse oksimetri, didapatkan saturasi O2 88%. Untuk
menangani kondisi ini, pasien segera dikonsulkan kepada spesialis anestesi.
Setelah dilakukan assesmen awal oleh SpAN, diputuskan untuk dilakukan
terminasi segera dengan dilakukan pemasangan ETT dan general anestesi. Setelah
pasien terintubasi saturasi O2 meningkat menjadi 97% dan terus dilakukan
pemantauan. Saturasi O2 yang mencapai 88 % merupakan suatu kondisi
38
hipoksemia yang dapat membahayakan ibu dan janin yang membutuhkan koreksi
segera. Dalam sebuah literatur dikatakan kondisi saturasi oksigen dibawah 85%
diindikasikan untuk pemberian ventilasi mekanik dengan pemasangan ETT.
39
dengan bantu kala II. Pilihan ini ditujukan untuk mengurangi usaha mengedan
dari ibu yang dapat memperberat beban kerja jantung. Metode yang digunakan
adalah terminasi segera dengan perabdominam. Hal ini bermanfaat dalam
mencegah pasien untuk mengedan (pushing) yang dapat menyebabkan
peningkatan beban jantung dan akhirnya dapat menyebabkan kondisi yang lebih
fatal dimana dapat terjadi henti jantung. Namun, sebelum dilakukan terminasi
perabdominam, penting untuk stabilisasi terhadap pasien. Pada pasien ini
distabilisasi dengan pemasangan intubasi serta pemberian obat-obatan untuk
mengurangi cairan di interstisial paru.
Pilihan terminasi secara perabdominam menjadi pilihan utama pada pasien ini,
dilakukan metode SCK untuk mempermudah lapang operasi dalam melahirkan
bayi dikarenakan bayi cukup besar 3850 gram dan general anestesi yang
dilakukan pada ibu bayi. Dalam bidang kardiologi, ALO dianggap sebagai kondisi
acute heart failure NYHA fc IV yang membutuhkan pemantauan ketat terhadap
airway dan circulation. Pilihan anestesi pada terminasi perabdominam adalah
secara general anestesi. Dengan general anestesi, pemantauan terhadap airway,
breathing dan circulation pada pasien akan lebih maksimal. Sehingga
kemungkinan untuk terjadinya masalah dalam proses operasi dapat dikendalikan
sepenuhnya oleh spesialis anestesi. Tindakan tubectomi pomeroy dilakukan atas
indikasi anak ke 6, dan riwayat usia dan penyakit Preeklampsi berat yang sangat
beresiko tinggi untuk kehamilan berikutnya.
40
BAB V
KESIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Management, Hasanuddin University, Makassar. Acute Pulmonary Edema In
Preeclampsia. 2016.
13. Dennis AT, Solnordal CB. Acute Pulmonary Oedema in Pregnant Women.
2012.
14. Robert Ricketts MD., et al. “Acute Pulmonary Edema and Pulmonary
Hypertension in a Pre-Eclamptic Pre-Term Woman”. Acta Scientific Medical
Sciences 2.3: 14-17. 2018
15. Pordeus et al. Acute pulmonary edema in an obstetric intensive care unit.
Medicine. 97:28. 2018
16. Xiao Cheng. Effect of magnesium sulfate and nifedipine on the risk of
developing pulmonary edema in preterm births. J. Perinat. Med. 2014; 42(5):
585–589. 2014
43