Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

EFUSI PLEURA

Disusun Oleh :

dr. Fadhilah Nurrizki

Pembimbing :

dr. Harry Laksamana

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul
“ EFUSI PLEURA ”

Oleh:
dr. Fadhilah Nurrizki

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Dokter Internsip Indonesia di RSU Cut Meutia, Aceh Utara periode 12 Mei 2022-
11 November 2022.

Aceh Utara, 18 Agustus 2022

dr. Harry Laksamana

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul ”Efusi Pleura”. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Harry Laksamana, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian
tugas makalah laporan kasus ini dan sebagai pembimbing dokter internsip di RSU
Cut Meutia Aceh Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada rekan sejawat dokter-
dokter di RSU Cut Meutia Aceh Utara, dokter-dokter internsip, teman-teman, dan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Aceh Utara, 18 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan....................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1

BAB II LAPORAN KASUS………………………………………………. 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 10

BAB IV ANALISA KASUS......................................................................... 25

BAB V KESIMPULAN............................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi
atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu
penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.1 Akibat adanya carian yang cukup
banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga
menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini
mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada
jantung dan sirkulasi darah.2
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara yang
sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi
pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita
keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura
merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan
pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer)
dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura. Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi
pleura ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya
sehingga hasilnya akan memuaskan.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

IdentitasPasien
1. Nama : Tn. S
2. Tanggal lahir : 04 Februari 1960
3. Umur : 62 tahun
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Alamat : Ds. Pulo Iboh, Kec. Kuta Makmur
6. Agama : Islam
7. No. RM : 01.73.76

ANAMNESIS
Keluhan utama: Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan sesak nafas sekitar 1 minggu
SMRS. Sesak yang dirasakan hilang timbul dan sesak semakin memberat jika aktivitas dan
sesak berkurang jika os berbaring ke sebelah kiri. Sesak timbul tidak dipengaruhi cuaca
dingin dan debu. Pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kanan dan batuk kering sejak 3
minggu yang lalu. Batuk tidak berdarah.
Pasien juga sering berkeringat pada malam hari, demam yang lama, dan nafsu makan
yang berkurang. Tidak ada riwayat merokok dan trauma pada dada. BAK dan BAB tidak
ada keluhan. Pasien juga mengaku saat ini sedang menjalani pengobatan TB dan minum
OAT selama 6 bulan,

Riwayat Penyakit Dahulu


- Hipertensi (-)
- DM (-)
- Asma (-)
- Riwayat sedang minum obat TB (+)
- Riwayat keganasan (-)

2
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluhan yang serupa
- Hipertensi (-)
- Asma (-)
- Riwayat minum obat TB (-)
- Riwayat Keganasan (-)

Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Komposmentis
- Tanda – tanda Vital :
TD :130/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
RR : 26 x/menit
Suhu : 38°C
SpO2 : 97% (dengan O2)

Pemeriksaan Spesifik
Kepala dan Leher :
Mata : konjunctiva anemis (-/-)
Sclera ikterik (-/-)
Pupil isokor, 2 mm/2mm
Reflex cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax :
Paru :
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, kanan=kiri, gerak pernafasan simetris,
kanan=kiri
- Palpasi : Stem fremitus menurun pada lapangan paru kanan
- Perkusi : Lapangan paru kanan redup. Lapangan paru kiri sonor
- Auskultasi : Lapangan paru kanan vesikuler melemah. Lapangan paru kiri
vesikuler. Wheezing (+/+), Ronkhi (+/-)

3
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), inflamasi (-), scar (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan epigastrium (-)

Ekstremitas :
 Akral hangat
 CRT < 2 detik
 Edema ekstremitas (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan rontgen thorax tanggal 07 Agustus 2022

4
 Pemeriksaan Laboratorium tanggal 07 Agustus 2022
 Darah Rutin
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 14,2 g/dl 10,8-15,6
Eritrosit 4.73 106/ul 4.5-5.9 x 106
Leukosit 6.600 103/ul 4.400-10.800
Trombosit 374.000 103/ul 150-450
Hematokrit 41,4 % 40-52%
Hitung jenis
 Basofil 0,0 % 0-1
 Eosinofil 19 % 2-4
 Neutrofil 57 % 50-70
 Limfosit 12 % 25-40
 Monosit 12 % 2-8

Kimia Darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
GDS 154 mg/dl <200
Ureum 33 mg/dl 20-40
Creatinine 1,1 mg/dl 0,9-1,3
Clorida 99 mmol/L 98-107
Natrium 133 mmol/L 135-148
Kalium 3,9 mmol/L 3,5-5,3

DIAGNOSIS
1. Diagnosis Banding
 Efusi Pleura Dextra ec TB Paru on Therapy
 Pneumonia
2. Diagnosis Kerja
Efusi Pleura Dextra ec TB Paru on Therapy

PENATALAKSANAAN

1. Non Farmakologi
- Bed rest
- Diet tinggi kalori tinggi protein
- Torakosentesis

5
2. Farmakologi
- O2 5l/tpm NC
- IVFD Nacl 0,9% gtt 10x/m
- Inj. Ketorolac 2 amp/12 jam
- Inj. Ceftazidime 1 gr vial/12 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg vial/12 jam
- Inj. Ondancetron 4 mg amp/12 jam
- Codein tab 3x20 mg
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Salbutamol 2x2 mg
- Alprazolam 2x0,25 mg
- H/Z/E : 300/1000/1000

FOLLOW UP

Minggu, 07 Agustus 2022


S : Sesak nafas (+), batuk (+), nyeri dada (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda – tanda vital : TD : 100/60 mmHg, HR : 116 x/i , RR : 30 x/m, T : 36,3°C,
SpO2: 98%
Paru :
 Inspeksi : simetris
 Palpasi : Stem fremitus menurun sebelah kanan
 Perkusi : Redup sebelah kanan
 Auskultasi : Rh (+/-), wh (+/+)
A : Pneumonia ec TB Paru on Therapy
P :
- Rencana Torakosentesis
- O2 5l/tpm NC
- IVFD Nacl 0,9% gtt 10x/m
- Inj. Ketorolac 2 amp/12 jam
- Inj. Ceftazidime 1 gr vial/12 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg vial/12 jam

6
- Inj. Ondancetron 4 mg amp/12 jam
- Codein tab 3x20 mg
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Salbutamol 2x2 mg
- Alprazolam 2x0,25 mg
- H/Z/E : 300/1000/1000

Senin, 08 Agustus 2022


S : Sesak nafas (+), batuk (+), nyeri dada (-), nafsu makan menurun (+)
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda – tanda vital : TD : 100/60 mmHg, HR : 96 x/i , RR : 28 x/m, T : 37°C,
SpO2: 99%
Paru :
 Inspeksi : simetris
 Palpasi : Stem fremitus menurun sebelah kanan
 Perkusi : Redup sebelah kanan
 Auskultasi : Rh (+/-) wh (+/+)
A : Efusi Pleura Dextra ec TB Paru on Therapy + Pneumonia
P :
- Post Torakosentesis  cairan pleura warna kuning kehijauan sekitar 1300 cc
- O2 5l/tpm NC
- IVFD Nacl 0,9% gtt 10x/m
- Inj. Ketorolac 2 amp/12 jam > STOP
- Inj. Ceftazidime 1 gr vial/12 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg vial/12 jam
- Inj. Ondancetron 4 mg amp/12 jam
- Codein tab 3x20 mg
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Salbutamol 2x2 mg
- Alprazolam 2x0,25 mg
- H/Z/E : 300/1000/1000

Selasa, 09 Agustus 2022


S : Sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang, nafsu makan menurun (+)
7
O : Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda – tanda vital : TD : 110/60 mmHg, HR : 89 x/i , RR : 22 x/m, T : 36,9°C,
SpO2: 98%
Paru :
 Inspeksi : simetris
 Palpasi : Stem fremitus sama di kedua lapang paru
 Perkusi : sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Rh (+/-) wh (+/+)
A : Efusi Pleura Dextra ec TB Paru on Therapy + Pneumonia
P :
- Post Torakosentesis H2  cairan pleura warna kemerahan sekitar 100 cc
- O2 5l/tpm NC
- IVFD Nacl 0,9% gtt 10x/m
- Inj. Ceftazidime 1 gr vial/12 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg vial/12 jam
- Inj. Ondancetron 4 mg amp/12 jam
- Codein tab 3x20 mg
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Salbutamol 2x2 mg
- Alprazolam 2x0,25 mg
- H/Z/E : 300/1000/1000

Rabu, 10 Agustus 2022


S : Sesak nafas (+) berkurang, batuk (-), nafsu makan (+)
O : Keadaan umum : baik
Tanda – tanda vital : TD : 110/60 mmHg, HR : 82 x/i , RR : 22 x/m, T : 36,5°C,
SpO2: 98%
Paru :
 Inspeksi : simetris
 Palpasi : Stem fremitus sama di kedua lapang paru
 Perkusi : sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Rh (+/-) wh (+/+)
A : Efusi Pleura Dextra ec TB Paru on Therapy + Pneumonia

8
P :
- O2 5l/tpm NC
- IVFD Nacl 0,9% gtt 10x/m
- Inj. Ceftazidime 1 gr vial/12 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg vial/12 jam
- Inj. Ondancetron 4 mg amp/12 jam
- Codein tab 3x20 mg
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Salbutamol 2x2 mg
- Alprazolam 2x0,25 mg
- H/Z/E : 300/1000/1000

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura
yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan. 1 Efusi
pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau merupakan suatu keadaan
terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura,
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
cairan pleura. Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga
pleura ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya
pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru
(mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal,
jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya
sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein
lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura
antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi. Adapun jenis-jenis cairan yang terdapat pada rongga pleura antara lain :
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini
penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-sebab lain
yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta
sebgai salah satu tias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).3
b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi
karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat penderita, atau
trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar
25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku
beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka
biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya
hemotoraks adalah:

10
 Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke
dalam rongga pleura.
 Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
 Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak
membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui
sebuah jarum atau selang.
c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis
iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema.
Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema
sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
 Pneumonia
 Infeksi pada cedera di dada
 Pembedahan dada
d. Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah
bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara lain4 :
 Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat fistula
antara duktus torasikus rongga pleura.
 Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau pukulan
pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi daerah
torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi leher, operasi
kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.
 Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke mediastinum,
granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis). Penyakit-penyakit ini
memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap duktus torasikus secara
kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis vena subklavia dan
nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus dan menyebabkan kilotoraks.1,2

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
11
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli
dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris. 3,4
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian
tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat
ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil
buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke
alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung
dan mulut. 3,4

Gambar 1. Anatomi Paru

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran
serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran
serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura

12
parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura
dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura.
Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan
antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya 1,2,3
1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial ini
terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan
tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan terbawah terdapat
jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari
a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada jaringan
paru Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.
2. Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen
dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf
sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan
berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya Fungsinya untuk
memproduksi cairan pleura.

Gambar 2. Tampilan depan paru dan pleuranya

13
14
Fisiologi
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang
akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu
dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.1
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis.
Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang
berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus menerus
melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.1
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar
daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan
pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan
normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk
memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh
pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura kedalam
mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan permukaan lateral pleural
parietalis 3. Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura parietalis dan pleura

15
visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit
sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,3

2.3 Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit
yang mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua
jenis kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua
pertiga dari efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara
signifikan berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura
yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria.2

2.4 Etiologi dan Klasifikasi


Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik.2 Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau
non pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi
pleura sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
pneumonia, keganasan, atau emboli paru.1,2,3
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat.
Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan
hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase
limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara
karakteristk cairan transudat dan eksudat.1,2,3
Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:

a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura
melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
16
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk
melalui saluran getah bening)
b. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler
pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat
atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudatif yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan
dikenal sebagai pleuritis eksudatif tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan
pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan
konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

2.5 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau

17
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. 1,2,3,4
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang
terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan
cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan
diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem
kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis
adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial. Bila penumpukan
cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh
kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
1,2,3,4

Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:


1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura
4. Hipoproteinemia
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis.

2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


1. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi
pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi yang sakit.
Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang sehat disertai batuk batuk
dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah
cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung
selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah,

18
redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung
dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat
mungkin disebabkan oleh keganasan. Manifestasi klinis pada efusi pleura cenderung
disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan
demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala.
Pada beberapa kasus penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala
demam ringan ,dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 1,2,3,4,5

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi (Rontgen thorak)
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi
pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan penyebabnya.
Secara radiologis jumlah cairan yang kurang dari 100 ml tidak akan tampak dan
baru jelas bila jumlah cairan di atras 300 ml. Foto toraks dengan posisi Posterioe
Anterior akan memperjelas kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang
sakit tampak perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke
sisi yang sehat.

Gambar 4. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena


efusi pleura

19
Gambar 5. Efusi pleura dextra

Gambar 6. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong kontralateral

Gambar 7. Efusi pleura bilateral

Gambar 8. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral


20
Computed Tomography Scan
CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai
daerah berbentuk bulan sabit di bagian yang tergantung dari hemithorax yang
terkena. Permukaan efusi pleura memiliki gambaran cekung ke atas karena
tendensi recoil dari paru-paru.

Gambar 9. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks PA)
Ultrasonografi
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura
visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan
posisi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura. Nodularity
dan / atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura melingkar,
keterlibatan pleura mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada dan / atau diafragma
sugestif penyebab ganas kedua pada CT scan dan MRI.
b. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada
bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14

21
atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap aspirasi.
Analisa cairan pleura
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan. Bila agak
kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan.
adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen,
ini menunjukkan adanya empiema.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Disamping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan juga


pada cairan pleura :
- kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, artitis
reumatoid dan neoplasma
- kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.
d. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel
tertentu.
e. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi

22
yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis
kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli,
Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter. Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus neoplasma,
korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain
g. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada
(dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai
penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura.

2.7 Penatalaksaan
Penatalaksanaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (torakosentesis). Penatalaksanaan efusi pleura harus segera
dilakukan terapi paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama
penatalaksanaan segera ini adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan
yang meningkat dan meningkatkan kulitas hidup penderita. Pemasangan water
sealed drainage (WSD) adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
sesak.1,2,3,4,5
Indikasi untuk melakukan torakosentesis adalah
a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga
pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak dapat
menimbulkan sembab paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Kerugian:
a. Tindakan torasentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada di dalam cairan
pleura.

23
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura (empiema)
c. Dapat terjadi pneumotoraks

Penatalaksanaan efusi pleura transudat


Cairan biasanya tidak begitu banyak.Terapinya : 1,2,3,4,5
a. Bila disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang meningkat, pemberian diuretika dapat
menolong.
b. Bila disebabkan oleh tekanan koloid osmotik yang menurun sebaiknya diberi
protein.
c. Bahan sklerosing dapat dipertimbangkan bila ada reakumulasi cairan berulang
dengan tujuan melekatkan pleura viseralis dan parietalis.
Penatalaksanaan pleura eksudat
Efusi parapneumonik
Efusi pleura yang terjadi setelah peradangan paru (pneumonia). 1,2,3,4,5
a. Paling sering disebabkan oleh pneumonia
b. Umumnya cairan dapat diresorbsi setelah pemberian terapi yang adekuat untuk
penyakit dasarnya.
c. Bila terjadi empiema, perlu pemasangan kateter toraks dengan WSD
d. Bila terjadi fibrosis, tindakan yang paling mungkin hanya dekortikasi (yaitu jaringan
fibrotik yang menempel pada pleura diambil/ dikupas)
Penatalaksanaan efusi pleura maligna
a. Pengobatan ditujukan pada penyebab utama atau pada penyakit primer dengan cara
radiasi atau kemoterapi.
b. Bila efusi terus berulang, dilakukan pemasangan kateter toraks dengan WSD.
Pleurodesis
a. Dilakukan pada efusi pleura maligna yang tidak dapat dikontrol atau pada efusi yang
terus menerus terjadi setelah dilakukan torasintesis berulang.
b. Obat-obatan yang dipakai untuk pleurodesis antara lain tetrasiklin HCl (derivat-
derivatnya yang bereaksi dengan asam misalnya : teramisin HCl doksisiklin HCl),
bleomisin, fluoro-urasil dan talk, larutan glukosa 40%. Bleomisin dan fluoro urasil
dapat dipakai pada efusi pleura maligna.
Kilotoraks
Cairan pleura berupa kilus yang terjadi karena kebocoran akibat penyumbatan

24
saluran limfe duktus torasikus di rongga dada. 1,2,3,4,5
Tindakan yang dilakukan bersifat konservatif:
a. Torasintesis 2-3x. Bila tidak berhasil, dipasang kateter toraks dengan WSD.
b. Tindakan yang paling baik ialah melakukan operasi reparasi terhadap duktus
torasikus yang robek.

2.8 Komplikasi
1. Infeksi.
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan infeksi
(empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah tindakan
torakosentesis (empiema sekunader). Empiema primer dan sekunder harus
didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik.
Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah
hasil biakan diketahui. 2
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan
membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi sumber
infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat
pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi infeksi dan mengembalikan
fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu setelah
diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka waktu ini lapisan pleura masih
belum terorganisasi dengan baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih
mudah.1,3,5

2.9 Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan
lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak
memedapatkan pengobatan dini.
Efusi ganas memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan
hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi
dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker
payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan kelangsungan

25
hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau mesothelioma. Efusi
parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di sembuhkan tanpa
gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak terobati atau
tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis konstriktif. 4,5
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan sesak
nafas sekitar 1 minggu SMRS. Sesak yang dirasakan hilang timbul dan sesak semakin
memberat jika aktivitas dan sesak berkurang jika os berbaring ke sebelah kiri. Sesak timbul
tidak dipengaruhi cuaca dingin dan debu. Pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kanan
dan batuk kering sejak 3 minggu yang lalu. Batuk tidak berdarah.
Berdasarkan teori, sesak diakibatkan oleh efusi pleura dimana terjadi penumpukan
cairan di rongga pleura, adapun penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila meningkatnya
tekanan intravaskuler dari pleura, tekanan intra pleura yang sangat rendah, meningkatnya
kadar protein dalam cairan pleura, hipoproteinemia dan obstruksi dari saluran limfe pada
pleura parietalis.1,2,3,4
Pasien juga sering berkeringat pada malam hari, demam yang lama, dan nafsu makan
yang berkurang. Tidak ada riwayat merokok dan trauma pada dada. BAK dan BAB tidak
ada keluhan. Pasien juga mengaku saat ini sedang menjalani pengobatan TB dan minum
OAT selama 6 bulan,
Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik.2 Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non
pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura sangat
luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia,
tuberculosis, keganasan, atau emboli paru.1,2,3
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada palpasi stem fremitus menurun pada
lapangan paru kiri, perkusi didapatkan lapangan paru kiri redup dan lapangan paru kanan
sonor, dan Auskultasi didapatkan lapangan paru kiri vesikuler melemah dan lapangan paru
kanan vesikuler, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-).
Berdasarkan teori, pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena
cembung selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal melemah,
redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau menghilang. Jantung dan

26
mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila tidak ada pendorongan, sangat mungkin
disebabkan oleh keganasan. Manifestasi klinis pada efusi pleura cenderung disebabkan oleh
penyakit yang mendasarinya.1,2,3,4,5
Tatalaksana Non Farmakologi paasien pada kasus ini yaitu Bed rest, Diet tinggi
kalori tinggi protein dan Thorakosintesis. Sedangkan tatalakana farmakologi O2 5l/tpm NC,
IVFD Nacl 0,9% gtt 10x/m, Inj. Ceftazidime 1 gr vial/12 jam, Inj. Omeprazole 40 mg
vial/12 jam, Inj. Ondancetron 4 mg amp/12 jam, Codein tab 3x20 mg, Paracetamol tab
3x500 mg Salbutamol 2x2 mg, Alprazolam 2x0,25 mg, H/Z/E : 300/1000/1000.
Penatalaksanaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (torakosentesis). Penatalaksanaan efusi pleura harus segera dilakukan
terapi paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera ini
adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan yang meningkat dan meningkatkan
kulitas hidup penderita. Thorakosintesis adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan sesak. Indikasi untuk melakukan torakosentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi
itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobantan lebih dini akan lebih jauh
terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini. Efusi
ganas memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan
dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun.4,5
Komplikasi pada efusi pleura dapat terjadi infeksi akibat pengumpulan cairan dalam
ruang pleura dapat mengakibatkan infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi
terinfeksi setelah tindakan torakosentesis (empiema sekunader). Empiema primer dan
sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik.
Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil
biakan diketahui. 2
Selain itu dapat menyebabkan Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi
ventilasi dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi
sumber infeksi kronis.4,5

27
BAB V
KESIMPULAN

1. Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau merupakan suatu
keadaan terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga
pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura.
2. Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik. Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau
non pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis.
3. Penatalaksanaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (torakosentesis).

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung.

2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid
III, edisi ke-5. 2009. Jakarta: Interna Publishing.

4. Thabrani Rab, Prof. Dr. H. “Penyakit Pleura”. Edisi Pertama. Trans Info Media :
Jakarta. 2010

5. Rofiq ahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959-


overview diakses tanggal 8 Mei 2013

6. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI

7. Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. V. Jakarta: Interna
Publishing.

8. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

9. Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm.


diakses tanggal 21 Juli 2022 jam 13.20 WIB

29

Anda mungkin juga menyukai