Anda di halaman 1dari 25

fLAPORAN KASUS

Anemia Hemolitik

Disusun Oleh:

Nama : dr. Iffa Refni Ikhsan

Periode : IV 2021

Direktur RS St. Elisabeth Lubuk Baja Batam Pembimbing

dr. Hendro dr. Ferdinand Saragih, Sp.PD

Pendamping

dr. Henny Trisnawaty

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RS SANTA ELISABETH LUBUK BAJA BATAM

2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kasih karunia yang diberikan Allah Tritunggal. Penulis
dapat menyusun laporan kasus dengan judul “KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU” guna
melengkapi persyaratan internsip. 

Dengan selesainya penulisan laporan kasus ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. dr. Hendro selaku direktur RS ST. Elisabeth Lubuk Baja Batam, yang telah memberikan izin
dalam penyusunan laporan ini.
2. dr. Dino G. Prihadianto, Sp.OG selaku dokter pembimbing yang telah memberikan pengarahan
dalam menyusun laporan ini.
3. dr. Henny Trisnawaty selaku dokter pendamping internsip yang telah memberikan pengarahan
dalam menyusun laporan ini.
4. Seluruh dokter umum IGD RS ST. Elisabeth Lubuk Baja Batam yang telah membantu dalam
menyusun laporan ini.
5. Bapak dan Ibu perawat RS ST. Elisabeth Lubuk Baja Batam yang telah membantu dalam proses
menyusun laporan ini.  

Karena kebaikan dan kebijakan beliau-beliau ini maka penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
semoga kebaikan dan jasa-jasa beliau mendapat balasan dari Allah Tritunggal. Penulis menyadari bahwa
penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.

Akhir kata semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Batam, 27 Januari 2022

  Penulis

dr. Christa Adeline

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................................................i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………ii

BAB I. ANALISIS KASUS............................................................................................................................................1

BAB II. PENDAHULUAN............................................................................................................................................8

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................................9

BAB IV. KESIMPULAN.............................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................................21

ii
BAB I

ANALISIS KASUS

I. IDENTITAS
Nama Lengkap : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31 Desember 1956
Umur : 65 tahun
Alamat : Jalan Nuri, Batam
Masuk RS. Tanggal : 19 Maret 2022

II. ANAMNESIS: AUTOANAMNESIS

A. Keluhan Utama: Lemas sejak 1 bulan SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas semenjak 1 bulan SMRS. Pasien juga
merasakan pucat, letih, dan lesu sehingga menghambat aktifitas pasien. Pasien merasa lebih
banyak menghabiskan waktu ditempat tidur, dikarenakan jika dipaksakan untuk beraktifitas pasien
merasa nyeri kepala. Nyeri kepala yang dialami pasien bersifat hilang timbul dan membaik ketika
istirahat. Demam disangkal. Selain itu, pasien sering kali merasa lemas dan mudah lelah. Pasien
cepat lelah terutama ketika sedang beraktivitas seperti berjalan jauh. Rasa lemas tidak membaik
dengan istirahat. Kadang-kadang, pasien merasa sesak napas. BAK pasien diakui saat ini warna
kuning jernih, tidak ada darah. BAB pasien juga diakui tidak ada darah, bentuk seperti biasa.
Pasien juga merasakan nyeri pada ulu hati pasien. Mual dan muntah disangkal. Keluhan adanya
muntah darah, gusi berdarah, mimisan, BAK berdarah, BAB berdarah, dan muncul bitnik atau
bercak merah di kulit disangkal oleh pasien. Pasien memang sering merasa seperti ini dan sudah
pernah masuk rumah sakit pada 2 bulan SMRS dengan keluhan yang sama dan adanya BAK
berdarah, serta pasien sudah pernah menjalani transfuse darah sebelumnya.

1
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah terdiagnosis dengan Anemia Hemolitik sejak 2 bulan SMRS. Adanya riwayat
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit Jantung, Stroke, Kelainan hati, dan Kelainan ginjal
disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien. Adanya riwayat
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit Jantung, Stroke, Kelainan hati, dan Kelainan ginjal
disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan Umum : Tampak sakit sedang
B. Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
C. Tanda Vital :
TD : 143/75
Suhu : 36 ˚C
HR : 110x/menit
RR : 23x/menit
SpO2 : 98%

D. Status Generalis

Kepala : Normochepal

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), reflex cahaya langsung dan tidak
langsung (+/+), pupil isokor (+/+)

Hidung : Sekret (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut : Bibir kering (-) pucat (+), lidah kotor (-), faring hiperemis (-), T1-T1

Telinga : Sekret (-), darah (-)

Leher : Simetris, pembesaran limfonodi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Paru :

I : Pergerakan dada simetris, Retraksi dinding dada (-)

2
P : Vokal Fremitus kanan=kiri

P : Sonor pada semua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung :

I : Iktus kordis tak tampak

P : Iktus kordis teraba di SIC V linea mid clavicularis sinistra

P : Batas jantung:

Kanan atas : SIC II Linea parasternal dextra

Kiri atas : SIC II Linea parasternal sinistra

Kanan bawah : SIC IV Linea parasternal sinistra

Kiri bawah : SIC V Linea midclaviculasinistra

A : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen :

I : Datar, Ascites (-)

A : BU normal, Bruit (-)

P : Nyeri tekan perut regio epigastric (+), Supel, Hepatomegali, Splenomegali

P : Timpani

Ekstremitas atas: Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)

Ekstremitas bawah : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Elektrokardiogram

3
Heart rate: 99
Irama sinus
Regular
Normal p Wave
PR interval: 0,16

Q patologis (-)

Laboratorium: (19 Maret 2022)


Hematologi

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

4
Leukosit 9.56 4.5 - 11.0 103/mm3
Eritrosit 1.74* 4.1 - 5.1 106/mm3
Hemoglobin 5,7* 12.0 - 15.6 g/dL
Hematokrit 17,9* 35.0 – 45.0 %
MCV 102.5* 80.0 – 96.0 µm3
MCH 32.5 28.0 – 33.0 pg
MCHC 31.7* 33.0 – 36.0 g/dL
RDW 29,7* 11.6 – 14.6 %
Trombosit 128* 150 – 450 103/mm3
MPV 8 7.2 – 11.1 µm3
Limfosit % 16,8* 22.0 – 44.0 %
Monosit % 6,4 0.0 – 7.0 %
Neutrofil % 74 55.0 – 80.0 %
Eosinofil % 2,3 0.0 %
Basofil % 0.5 0.0 – 2.0 %
DIABETES
Gula darah 167 60-200 mg/dL
sewaktu

RAPID ANTIGEN
Rapid Antigen Non Reaktif Non Reaktif
IGD

Laboratorium: (21 Maret 2022) post Transfusi PRC


Hematologi

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Leukosit 8.36 4.5 - 11.0 103/mm3
Eritrosit 3.7* 4.1 - 5.1 106/mm3
Hemoglobin 10.7* 12.0 - 15.6 g/dL
Hematokrit 32,8* 35.0 – 45.0 %
MCV 86,6 80.0 – 96.0 µm3

5
MCH 28.9 28.0 – 33.0 pg
MCHC 32.6* 33.0 – 36.0 g/dL
RDW 15.9* 11.6 – 14.6 %
Trombosit 76* 150 – 450 103/mm3
MPV 8,3 7.2 – 11.1 µm3
Limfosit % 4,2* 22.0 – 44.0 %
Monosit % 4 0.0 – 7.0 %
Neutrofil % 89.2* 55.0 – 80.0 %
Eosinofil % 1.2 0.0 %
Basofil % 1.4 0.0 – 2.0 %

Riwayat pemeriksaan laboratorium sebelumnya (Desember 2021 – Januari 2022)


Hematologi (21 Desember 2021)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Leukosit 9,86* 4.5 - 11.0 103/mm3
Eritrosit 2.27* 4.1 - 5.1 106/mm3
Hemoglobin 6,6* 12.0 - 15.6 g/dL
Hematokrit 20,7* 35.0 – 45.0 %
MCV 91,1 80.0 – 96.0 µm3
MCH 29 28.0 – 33.0 pg
MCHC 31,8* 33.0 – 36.0 g/dL
RDW 24,9* 11.6 – 14.6 %
Trombosit 151* 150 – 450 103/mm3
MPV 7,8 7.2 – 11.1 µm3
Limfosit % 15,9* 22.0 – 44.0 %
Monosit % 6,6 0.0 – 7.0 %
Neutrofil % 73,3 55.0 – 80.0 %
Eosinofil % 3,6 0.0 %
Basofil % 0.7 0.0 – 2.0 %
DIABETES
Gula darah 151 60-200 mg/dL
sewaktu

6
Hematologi (21 Januari 2022)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Leukosit 13.17* 4.5 - 11.0 103/mm3
Eritrosit 2.71* 4.1 - 5.1 106/mm3
Hemoglobin 8,2* 12.0 - 15.6 g/dL
Hematokrit 25,6* 35.0 – 45.0 %
MCV 94,5 80.0 – 96.0 µm3
MCH 30,2 28.0 – 33.0 pg
MCHC 32* 33.0 – 36.0 g/dL
RDW 19.9* 11.6 – 14.6 %
Trombosit 104* 150 – 450 103/mm3
MPV 8,2 7.2 – 11.1 µm3
Limfosit % 9.1* 22.0 – 44.0 %
Monosit % 7.3* 0.0 – 7.0 %
Neutrofil % 80.9* 55.0 – 80.0 %
Eosinofil % 2.4 0.0 %
Basofil % 0.3 0.0 – 2.0 %
DIABETES
Gula darah 168 60-200 mg/dL
sewaktu

Hematologi post transfusi PRC (23 Januari 2022)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Leukosit 8.92 4.5 - 11.0 103/mm3
Eritrosit 4,62* 4.1 - 5.1 106/mm3
Hemoglobin 13,3 12.0 - 15.6 g/dL
Hematokrit 40,4 35.0 – 45.0 %
MCV 87,5 80.0 – 96.0 µm3
MCH 28.8 28.0 – 33.0 pg
MCHC 32.9* 33.0 – 36.0 g/dL
7
RDW 15.2* 11.6 – 14.6 %
Trombosit 129* 150 – 450 103/mm3
MPV 8,5 7.2 – 11.1 µm3
Limfosit % 16,5* 22.0 – 44.0 %
Monosit % 9 0.0 – 7.0 %
Neutrofil % 73,4* 55.0 – 80.0 %
Eosinofil % 0,9 0.0 %
Basofil % 0,2 0.0 – 2.0 %

Laboratorium: (21 Maret 2021)


Faal Hati

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Bilirubin Total 3.32* 0.2-1 mG/dL
Bilirubin Direk 0,5 0-0,3 mG/dL
SGOT 278* 0-35 U/L
SGPT 21 0-45 U/L

V. DIAGNOSA KERJA
Anemia Hemolitik
Dyspepsia Fungsional

VI. TERAPI
- Cek DL, GDS
- Konsul dr. Ferdinand Saragih, SpPD

Advis dr. Ferdinand Saragih, SpPD:


- IVFD Normosalin 500L/24 Jam
- Inj. Pantoprazole 40 mg
- Methylprednisolone 2x16mg PO
- Laboratorium LD dan GDS
8
- Rencana transfusi PRC 3 kantung

VII. EDUKASI
Penjelasan secara rasional mengenai pengobatan dan tindakan lanjut yang diberikan oleh spesialis
Penyakit Dalam

VIII. KONSULTASI
- Penjelasan mengenai penyebab penyakit yang terjadi.
- Penjelasan keadaan yang bisa terjadi bila penanganan tidak dilaksanakan, salah satunya yaitu bisa
menyebabkan perburukan keadaan pasien sampai kematian.
- Penjelasan adanya kemungkinan transfusi darah
- Penjelasan hal-hal yang seharusnya dilakukan dan dihindari beberapa hari saat perawatan.
Diantaranya asupan gizi harus baik, diet lambung, tidak melakukan aktivitas yang berlebihan
dalam 4-6 minggu pertama setelah perawatan.

X. RUJUKAN
Diperlukan jika membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut mengenai kondisi pasien, atau jika terjadi
komplikasi serius yang harus ditangani di rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih
memadai.

XI. HASIL FOLLOW UP DAN TERAPI


20 Maret 2022 S: Pasien mengeluh badan terasa lemas.
O:
- KU: Tampak sakit sedang
- Kesadaran: CM (GCS 15)
- TD: 123/68 mmHg
- HR: 62x/menit
- RR: 20x/menit
- T: 36 C
- SpO2: 99%
A: Anemia Hemolitik, Dispepsia Fungsional
P:
- IVFD Normosalin 500L/24 Jam
- Inj. Pantoprazole 40 mg
- Methylprednisolone 2x16mg PO
9
21 Maret 2022 S: Pasien mengeluh badan terasa lemas.
O:
- KU: Tampak sakit sedang
- Kesadaran: CM (GCS 15)
- TD: 125/70 mmHg
- HR: 76x/menit
- RR: 20x/menit
- T: 36 C
- SpO2: 99%

A: Anemia Hemolitik, Dispepsia Fungsional


P:
- IVFD Normosalin 500L/24 Jam
- Inj. Pantoprazole 40 mg
- Methylprednisolone 2x16mg PO
- Rencana periksa DL ulang post transfusi

10
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia adalah salah satu masalah kesehatan global yang utama, terutama pada negara-negara
berkembang. Persoalan ini msih belum terpecahkan dan berjalan terus mempengaruhi kesehatan, kualitas
hidup dan kapasitas kerja pada banyak orang di dunia 1

Anemia bisa diakibatkan oleh kehilangan darah, penurunan produksi sel darah merah, peningkatan
destruksi sel darah merah, atau kombinasi ketiga penyebab ini.2 Angka kejadian anemia hemolitik 5%
dari seluruh anemia yang terjadi. Anemia hemolitik menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan
anemia sekunder keganasan hematologis.1

Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu pemecahahan eritrosit
dalam pembuluh darah sebelum waktunya. kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah),
baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular). 1

Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolisis pada darah tepi akan direspon oleh tubuh
dengan peningkatan eritropoesis dalam sumsum tulang. Kemampuan maksimum sumsum tulang untuk
meningktakan eritopoesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila derajat hemolisis tidak terlalu berat
(pemedekan masa hidup eritrosit sekitar 50 hari) maka sumsung tulang masih mampu melakukan
kompensasi sehingga tidak timbul anemia. Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolisis terkompensasi.
Akan tetapi jika kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui maka akan terjadi anemia yang kita
kenal sebagai anemia hemolitik.2.

Pada tulisan ini akan disajikan kasus seorang perempuan dengan anemia hemolitik yang mendapatkan
perawatan rawat inap di RS Santa Elisabeth Batam.

B. Tujuan
Pada laporan kasus ini disajikan kasus seorang perempuan 68 tahun dengan anemia hemolitik. Penyajian
kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam tentang cara mendiagnosis dan mengelola penderita
dengan penyakit tersebut di atas.

11
C. Manfaat
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu para dokter untuk dalam menegakkan diagnosis
dan melakukan pengelolaan kasus anemia hemolitik.

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu pemecahahan
eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya, dimana umur ertrosit menjadi lebih pendek
(normal umur eritrosit 100-120 hari). 1,2
Anemia hemolitik akan berkembang jika sumsum tulang
tidak dapat mengkompensaasi hilangnya eritrosit.

B. Etiologi
Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya
anemia hemolitik yaitu :
1. Faktor Intrinsik (Intra korpuskuler)
Kelaianan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya
gngguan metabolisme dalam eritrosit itu sendiri. Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu :
a. Gangguan pada struktur dinding eritrosit
b. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolism dlama eritrosit
c. hemoglobinopati
2. Faktor Ekstrinsik (ekstra korpuskuler)
Gangguan ini biasanya didapat (acquired) dan dapat disebabkan oleh :
a. Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin,saponin), toksin
(hemolisin) streptococcus, virus, malaria.
b. Hipersplenisme.Pembesaran limpa apa pun sebabnya sering
menyebabkan penghancuran eritrosit.
c. Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya
reaksi antigen-antibodi.
d. Hemolisis dapat pula timbul akibat adanya reaksi autoimun

C. Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis

13
Keluhan biasa dapat muncul asimtomatik maupun akut dan berat. Keluhan yang berat atau
akut dapat menunjukkan gejala : pucat, kuning, mual-mual, demam, muntah, menggigil,
pembengkakan pada perut, nyeri perut, sesak nafas. Hal lain dapat menunjukkan
gangguan kardiovaskular, buang air keci warna merah atau gelap.

b. Pemeriksaan Fisik
a. Ikterus
Ikterus timbul karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated bilirubin) dalam darah
sehingga icterus bersifat acholuric jaundice, bahwa dalam urine tidak dijumpai bilirubin.
Icterus dapat hanya ringan tetapi dapat juga berat
terutama pada anemia hemolitik. Ikterus tidak disertai rasa gatal.
b. Anemia
Anemia pada anemia hemolitik sebagain besar bersifat normokromik normositer, tetapi
dapat juga bersifat hipokromik mikrositer, sperti pada thalassemia. Penurunan kadar Hb,
dapat berlangsung cepat, tetapi dapat juga berlangsung perlahan-lahan, seperti pada
anemia hemolitik kronik. Penurunan kadar Hb > 1 g/dL dalam waktu seminggu tanpa
disertai perdarahan
merupakan suatu petunjuk ke arah anemia hemolitik.
c. Splenomegaly dan hepatomegaly
Splenomegali hamper selalu dijumpai pada anemia hemolitik kronik familial- herediter,
kecuali pada anemia sel sabit (sickle cell disease) dimana limpa mengecil karena
terjadinya infark. Splenomegaly pada umumnya ringan
sampai sedang, tetapi kadang dapat besar sekali.
Hepatomegali lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan splenomegaly karena makrofag
dalam limpa lebih akitf dibandingkan dengan makrofag pada hati. 3
c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menegakkan diagnosis anemia hemolitik pemeriksaan laboratorium
dapat membantu selain dari pemeriksaan klinis dan fisik diagnostik. Secara garis besar
kemungkinan anemia hemolitik pada pemeriksaan laboratorium
dijumpai adanya beberapa kelainan yaitu :
1. Adanya tanda-tanda peningkatan proses penghancuran dan pembentukkan sel
eritrosit yang berlebihan
2. Menigkatnya kompensasi dalam proses eritropoesis
3. Adanya beberapa variasi yang penting terutama dalam membuat diagnosis
14
banding dari anemia hemolitik yaitu :
a. Berkurangnya umur eritrosit
b. Meningkatnya proses pemecahan heme
c. Meningkatnya kadar bilirubin indirek darah
d. Meningkatnya pembentukkan CO yang endogen
e. Meningkatnya kadar bilirubin darah (hiperbilirubinemia)
f. Meningkatnya ekskresi urobilinogen dalam urin.
4. Meningkatnya kadar enzim lactat dehydrogenase (LDH) serum
5. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya adalah :
a. Hemoglobinemia (meningktanya kadar HB plasma)
b. Rendahnya kadar haptoglobulin darah
c. Hemoglobulinuria (meningkatnya HB urin)
d. Hemosiderinuria (meningkatnya hemosiderin urin)
e. Methemoglobinemia
f. Berkurangnya hemopexin serum
g. Trombositopenia : sindroma Evan’s
6. Tanda-tanda terhadap etiologi
a. Coomb’s test : Hemolitik autoimun
b. Ham’s test : PNH
c. G6PD : G6PD defisiensi
d. Hb Elektrofosea : Thalasemia
e. DDR, apus darah tepi : malaria

D. Diagnosis Banding
a. Anemia Hemolitik Defek Membrane
i. Sferositosis
1. Kelainan congenital yang dominan dan kronis ini jarang ditemukan pada
orang asia. Lebih sering ditemukan pada orang eropa barat. Pada penyakit
ini umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensinya
terhadap Nacl hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering
disertai ikterus. Jumlah retikulosit dalam darah tepi meningkat. Penyebab
hemolisis pada penyakit ini diduga disebbakan oleh kelainan membrane
eritrosit. Kadang kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar
dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok dibanding
15
ikterusnya, sedangkan pada dewasa sebaliknya. Kelaianan radiologis
tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan
ini. Sekitar 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
ii. Ovalositosis
1. Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit seperti ini ditemukan kira kira 15-
20% saja. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang kadang
ditemukan
2. kelainan radiologis tulang
iii. A-beta Lipoproteinemia
1. Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan
umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit
tersebut
2. disebabkan oleh kelainan kompisis lemak pada dinding sel.
iv. Gangguan pembentukan nukleotida
1. Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya
pada panmielopati tipe fanconi.
b. Anemia hemolitik oleh karena keurangan enzim
i. Anemia defisiensi G6PD
Defisiensi G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD hilang dari selaput
sel darah merah. Enzim G6PD ini membantu mengolah glukosa dan membantu
menghasilkan glutation untuk mencegah pecahnya sel. Penyakit G6PD ini
diturunkan secara dominan melalui kromosom X dan lebih nyata pada laki laki.
Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit
kuning neonatal, dan anemia hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen
eksogen. Beberapa varian G6PD menyebabkan hemolisis kronis, anemia
hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen yang paling efektif pada
defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan menghindari stress oksidatif.
Stres oksi dan tidak terkompensasi dalam eritrosit normal (atau lebih mudah
dalam eritrosit defisiensi G6PD) menghasilkan oksidasi hemoglobin menjadi
methem-globin, pembentukan Heinz body, dankerusakan membran. Jika terjadi
sangat berat akan mengakibatkan hemolisis, sementara bila terjadi lebih ringan
tetapi stress oksidanti dak terkompensasi akan mengurangi kemampuan eritrosit
dan meningkatkan kemungkinan bahwa eritrosit akan dikeluarkan dari sirkulasi

16
kesistem retikuloendotelial. Akibat hilangnya eritrosit , hematopoiesis
ditingkatkan karena tubuh berusaha untuk mempertahankan fungsi normal
vaskular, dan ada banyak retikulosit yang dikeluarkan (eritrosit muda dilepaskan
dari sumsum tulang). Retikulosit biasanya mencapai kurang dari 1% eritrosit
total, tapi berikut hemolisis dapat terdiri sampai 15% dari eritrosit. 8

c. Hemoglobinopatia
Hemoglobinopati orang dewasa normal terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari
seluruh hemoglobinnya. HbA2 yang tidak lebih dari 2% dan HbF yang tidak lebih dari
3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada
umur 1 tahun telah mencapai keadaan normal.
Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin, yaitu :
a. Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya
HbS, HbE dan lain lain.
b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa )rantai globin, misal nya
thalasemia.
Kedua kelainan inin (kelainan structural dan thalasemia) sering ditemukan bersama sama
pada seorang penderita, seperti halnya penderita thalasemia HbS atau thalasemia HbE.
Thalassemia adalah gangguan pembentukan hemoglobin yang diturunkan (herediter) yang
ditandai dengan adanya defisiensi pembentukan rantai globin spesifik dari Hb.
Thalassemia dilklasifikasikan menjadi thalassemia mayor (bentuk homozigot)
memberikan gejala klinis yang jelas dan thalassemia minor yang biasanya tidak
memberikan gejala klinis.
Dari anamnesis adanya pucat, gangguan pertumbuhan dan adanya riwayat kelaurga. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan facieslicooley, ikterik dan hepatosplenomegi. Pada
pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan adanya anemia berat, pertama kali dating
biasanya Hb berkisar 2-8 g/dl. Morfologi eritrosit dengan gambaran hemolitik
(anisositosis, poikilositosis, polikromasi, sel target, normoblast), dapat terjadi leukopenia
dan trombositopenia, penignkatan retikulosit, peningkatan HbF dan HbA2 dan pada
sumsum tulang terjadi peningkatan eritropoesis.1,7

17
E. Tatalaksana

Pengobatan anemia hemolitik sangat tergantung klinik kasus tersebut serta penyebab
hemolisisnya karena itu sangat bervariasi kasus perkasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia
hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu :

- Terapi gawat darurat:


Pada hemolisis akut, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut maka harus diambil
tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan cairan dan elektrolit, serta
memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat pertimbangkan transfuse darah
harus dilakukan. Akan tetapi jika syok berat maka tidak ada pilihan selain
transfuse.
- Terapi suportif-simtomatik

Terapi suportif-simtomatik untuk anemia hemolitik diberikan untuk menekan


proses hemolisis terutama di limpa (lien). Spelnektomi dapat menimbulkan remisi atau
mengurangi gejala pada beberapa bentuk anemia hemolitik kronik. Respon terbaik
konsistensi terhadap splenektomi dijumpai pada sferositosis herediter.

Pada anemia hemolitik familier-herediter sering diperlukan transfuse darah


teratur unutk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasmia mayor
dipakai teknik supertransfusi atau hipertransfusi unutk mempertahnkan keadaan umum
dan pertumbuhan pasien.

Pada anemia hemolitik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari unutk
mencegah krisis megaloblastik.

- Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan unutk dapat memberikan kesembuhan
total. Tetapi untuk kasus anemia hemolitik familier- herediter belum dapat dikoreksi.
Jika etiologi telah jelas maka terapi kausal harus segera dilakukan. Pemaparan terhadap
bahan kimia, fisik atau obat harus dihentikan. Jika penyebabnya infeksi maka harus
diobati dengan sebaik baiknya. Transplantasi sumsum tulang memberikan harapan
penyembuhan pada kasus anemia hemolitik familier-herediter terutama thalasemia

18
F. Prognosis
Prognosis jangka panjang pada pasien dengan penyakit ini adalah baik, splenektomi sering kali
dapat mengontrol penyakit atau paling tidak memperbaikinya.

19
BAB IV

KESIMPULAN

Pasien Ny. R usia 65 tahun datang dengan keluhan badan terasa lemas semenjak 1 bulan SMRS.
Pasien juga merasakan pucat, letih, dan lesu sehingga menghambat aktifitas pasien. Pasien merasa lebih
banyak menghabiskan waktu ditempat tidur, dikarenakan jika dipaksakan untuk beraktifitas pasien merasa
nyeri kepala. Nyeri kepala yang dialami pasien bersifat hilang timbul dan membaik ketika istirahat. Selain
itu, pasien sering kali merasa lemas dan mudah lelah. Pasien cepat lelah terutama ketika sedang
beraktivitas seperti berjalan jauh. Rasa lemas tidak membaik dengan istirahat. Kadang-kadang, pasien
merasa sesak napas. BAK pasien diakui saat ini warna kuning jernih, tidak ada darah. BAB pasien juga
diakui tidak ada darah, bentuk seperti biasa. Pasien juga merasakan nyeri pada ulu hati pasien. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya konjungtiva anemis, bibir pucat, dan nyeri tekan pada regio
epigastrium.

Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, didapatkan Hb menurun,


limfositopenia dan adanya trombositopenia yang menandakan mengalami anemia. Oleh karena itu, pasien
dikonsulkan ke spesialis penyakit dalam. Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan, diagnosis anemia
hemolitik dapat ditegakkan, dan segera direncanakan transfuse PRC.

Setelah dirawat 3 hari, keadaan pasien membaik, keluhan nyeri perut membaik, Hb pasien juga
meningkat. Pasien diperbolehkan pulang, diresepkan obat pulang dan dijadwalkan untuk rawat jalan,
kontrol di poli penyakit dalam 5 hari setelah pulang.

Dengan mengetahui perjalanan penyakit dan dasar diagnosis dari anemia hemolitik, diharapkan
dokter umum dapat mendeteksi anemia hemolitik secara tepat dan sesegera mungkin. Semakin cepat dan
tepat diagnosis ditegakkan, semakin baik prognosis pasien anemia hemolitik.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Parjono E, Widyawati K. Anemia Hemolitik Autoimun. Buku Ajar penyakit. Jakarta: Pusat penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hal.660-2.
2. Zanella A, Barcellini W. Treatment of autoimmune hemolytic anemia. J Haemotologica.
2014;99(10):1547-8.
3. Kamesaki T, Toyotsuji T, Kaijii E. Characterization of direct antiglobulin test negative autoimmune
hemolytic anemia: a study of 154 cases. J American of Hematology. 2013;88:93-6.
4. Kuhn A, Bonsmann G, Anders H, Herzer P, Tenbrock K, Schneider M, et al. The diagnosis and
treatment of systemic lupus erythematosus. J Deutsches Arzteblatt International. 2015;112(25):423-
32.
5. Zeerleder S. Autoimmune hemolytic anemia-a practical guide to cope with a diagnostic and therapeutic
challenge. J Netherland of Medicine. 2011;69(4):177- 80.
6. American College of Rheumatology. ACR Criteria for Systemic Lupus Erythematosus (SLE). 2017.
7. Petri M, Orbai AM, Alarcon GS, Gordon C, Merril JT, Fortin PRN, et al. Derivation and validation of
the Systemic Lupus International Collaborating Clinics classification criteria for systemic lupus
erythematosus. J Arthritis Rheumatology. 2012;64:2677–86.
8. Sullivan MO, McLeanTooke A, Loh RKS. Antinuclear antibody test. J American Academy of Family
Physcian. 2013; 42(10):718-21.

21
9. Alegretti AP, Mucenic T, Brenol JCT, Xavier RM. The role of (CD55 and CD59) complement
regulatory proteins on peripheral blood cells of systemic lupus erythematosus patients. J Brasiliera
of Rheumatology. 2009;49(3):276-87.
10. Dhaliwal G, Cornett P, Tierney LM. Hemolytic anemia. J American Academy Family Physcian.
2004;69(11):2599-609. 11. Bashal F. Hematological disorders in patients with systemic lupus
erythematosus. J Open Rheumatology. 2013;7:87- 95.

22

Anda mungkin juga menyukai