Anda di halaman 1dari 24

Kepada YTH .

dr.Neni Sumarni, Sp.A

LAPORAN KASUS III

Seorang Bayi Perempuan dengan Hydrosefalus, Sepsis, Gagal


nafas, Pneumonia, Gastroenteritis Dehidrasi Berat, dan Syndrome
of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion

Disusun oleh :

Bayan Basalamah (030.14.028)

Pembimbing :

dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, M.Si Med


dr. Lilia Dewiyanti, Sp. A M.Si Med
dr. Neni Sumarni, Sp. A
dr. Adriana Lukmasari, Sp.A
dr. Harancang Pandih Kahayana, Sp. A

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD KRMT WONGSONEGORO SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Bayan Basalamah

NIM : 030.14.028

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Trisakti Jakarta

Tingkat : Program pendidikan Profesi Dokter

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Judul : Seorang Bayi Perempuan dengan Hydrosefalus, Sepsis, Gagal


nafas, Pneumonia, Gastroenteritis Dehidrasi Berat, dan Syndrome
of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion.

Semarang, September 2019

Mengetahui dan menyetujui

Pembingbing keoanitraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehtan Anak RSUD K.R.M.T Wongsonegoro

Pembimbing

dr.Neni Sumarni, Sp. A


BAB I LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Ny. S


Umur : 1 Bulan 3 Hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Semarang
Bangsal : Perinatologi
No CM : 473xxx
Tanggal masuk RS : 3-07-2019

Tanggal periksa : 17-07-2019

1.2 DATA DASAR

1 Anamnesis (Alloanamnesis)

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien di ruang


rawat inap perinatologi pada tanggal 17 Juli 2019.

a. Keluhan utama
Sesak
b. Keluhan tambahan
Muntah, Tidak mau menyusui
c. Riwyat penyakit sekarang
Ibu pasien mengatakan pasien muntah sebanyak kurang lebih 6x sehari sejak 3
hari SMRS. Muntah terjadi setiap pasien menyusui. Muntahnya berupa ASI. Muntah
tidak dipengaruhi posisi tubuh. Muntah tidak disertai darah, tidak berlendir. Tidak
ada demam. BAB pasien cair bewarna kuning sebanyak kurang lebih 5x dalam satu
hari. BAB tidak berlendir dan tidak berdarah. Pasien tampak lemas dan mual.
Terdapat batuk berdahak putih sejak 6 hari SMRS. Pilek, keluarnya cairan dari
telinga, warna kuning pada kulit, riwayat penggunaan transportasi, penurunan
kesadaran disangkal
Pada hari saat pasien masuk ke rumah sakit kondisi pasien semakin parah, Pasien
sesak nafas, muntah dapat mencapai 10x selain itu pasien semakin lemas dan tidak
mau menyusui. Pada hari itu juga disertai demam. Pada saat di UGD pasien
mengalami gagal nafas sehingga dilakukan intubasi dan pemasangan Oral Gastric
Tube
Setelah 2 hari dirawat di perinatology RSWN pasien di diagnosis dengan
Hidrosefalus sehingga pada tanggal 6/7/19 dilakukan operasi pemasangangan VP
Shunt.
d. Riwayat penyakit dahulu
Ibu pasien menyangkal keluhan serupa pada pasien disangkal. Riwayat kejang,
asma, infeksi kongenit, penyakit jantung bawaan disangkal
e. Riwayat penyakit keluarga
 Ibu pasien mengatakan di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
 Ibu pasien menyangkal adanya riwayat darah hiprtensi, diabetes, penyakit
jantung, paru dan kelianan bawaan.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Saat hamil ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan dekat rumah
pasien, pasien merupakan anak perempuan yang lahir dari ibu G2P1A0 usia 25
tahun, hamil 38 minggu lahir spontan di bantu oleh bidan di Puskesmas dengan BBL
3200 gram, panjang badan 48 cm, dan warna ketuban jernih
g. Riwayat tumbuh kembang
Berat badan lahir : 3400 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
h. Riwayat imunisasi
Bayi sudah diberikan immunisasi HB 0
i. Riwayat makan dan minum
Bayi hanya diberi ASI,

2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 Juli 2019 di ruang perawatan


Perinatologi.

a. Keadaan umum
Commpos mentis, tanpak sakit sedang, tampak lemas, tanda dehidrasi (-)
b. Tanda vital
Frakuensi Jantung : 153 kali/menit

Pernapasan : 51 kali/menit

Suhu : 36,7 derajat celcius

SpO2 : 96 %

c. Riwayat antopometri
 Berat badan lahir : 3400 gram
 Panajang badan : 48 cm
 Lingkar kepala : 40 cm
 Lingkar dada : tidak ada data

d. Status Generalis
Kepala Makrosefal,
Kulit Tidak sianosis, Ikterik (-)
Mata Pupil bulat, isokor
Hidung Bentuk normal, nafas cuping hidung (-)
Bibir Sianosis (-), mukosa kering (-)
Thorax

Paru-paru Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)


Palpasi : sulit dinilai
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung Inspeksi : iktus cordis tidak tampak


Palpasi : iktus cordis teraba pada linea midclavicula sinistra
Auskultasi : irama regular, murmur (-),gallop (-)

Inspeksi : datar
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Abdomen
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Jenis kelamin perempuan, labium mayor belum menutupi labium
Genital
minor, Anus (+)
Akral dingin (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Ektremitas
Tonus otot: hipotonus,

3. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium hematologi, kimia klinik (3 Juli 2019, 12.53)


Pemeriksaan Hasil satuan Nilai normal
Hematologi
- Hemoglobin 13,7 g/dl 11-15
- Hematokrit 41,00 % 40-52
- Jumlah leukosit 25.5 /uL 3,8-10,6
- Jumlah trombosit 541 /uL 150-400
Kimia Klinik
- GDS 90 Mg/dl 70-110
- Na 135.0 Mmol?]/L 135.0-147.0
- Ka 5.70 Mmol/L 3.50-5.0
- Ca 1.38 Mmol/L 1.00-1.15

Tanggal 08 Juli 2019 (20.47 wib)


Hematologi
- Hemoglobin 12,1 g/dl 11-15
- Hematokrit 34,00 % 40-52
- Jumlah leukosit 18,9 /uL 3,8-10,6
- Jumlah trombosit 905 /uL 150-400
Kimia Klinik
- Ureum 12,9 Mg/dl 15,0-36,0
- Kreatinin 0,4 Mg/dl 0,5-0,8
- Na 123.0 Mmol?]/L 135.0-147.0
- Ka 5.20 Mmol/L 3.50-5.0
- Ca 1.30 Mmol/L 1.00-1.15
- GDS 56 mg/dl 70-110
Tanggal 10 Juli 2019 (20.47 wib)
GDS 114 mg/dl 70-110
Kimia Klinik
- Ureum 8,4 Mg/dl 15,0-36,0
- Kreatinin 0,2 Mg/dl 0,5-0,8
- Na 126.0 Mmol?]/L 135.0-147.0
- Ka 5.20 Mmol/L 3.50-5.0
- Ca 1.32 Mmol/L 1.00-1.15
Tanggal 12 Juli 2019 (20.47 wib)
Hematologi
- Hemoglobin 12,1 g/dl 11-15
- Hematokrit 34,00 % 40-52
- Jumlah leukosit 24,7 /uL 3,8-10,6
- Jumlah trombosit 1055 /uL 150-400
Kimia Klinik
- Ureum 12,9 Mg/dl 15,0-36,0
- Kreatinin 0,4 Mg/dl 0,5-0,8
- Na 120.0 Mmol?]/L 135.0-147.0
- Ka 5.20 Mmol/L 3.50-5.0
- Ca 1.32 Mmol/L 1.00-1.15
- GDS 260 mg/dl 70-110
Lumbal Pungsi

Kultur Sekret ETT


Tanggal 17 Juli 2019 (20.47 wib)
Hematologi
- Hemoglobin 8,9 g/dl 11-15
- Hematokrit 25,20 % 40-52
- Jumlah leukosit 23,8 /uL 3,8-10,6
- Jumlah trombosit 716 /uL 150-400
Kimia Klinik
- Ureum 12,9 Mg/dl 15,0-36,0
- Kreatinin 0,4 Mg/dl 0,5-0,8
- Na 119.0 Mmol?]/L 135.0-147.0
- Ka 4,9 Mmol/L 3.50-5.0
- Ca 1.25 Mmol/L 1.00-1.15
- GDS 260 mg/dl 70-110

Tanggal 20 Juli 2019 (20.47 wib)


Hematologi
- Hemoglobin 12,4 g/dl 11-15
- Hematokrit 25,70 % 40-52
- Jumlah leukosit 19,0 /uL 3,8-10,6
- Jumlah trombosit 693 /uL 150-400
Kimia Klinik
- Ureum 7,6 Mg/dl 15,0-36,0
- Kreatinin 0,4 Mg/dl 0,5-0,8
- Na 122.0 Mmol?]/L 135.0-147.0
- Ka 5,2 Mmol/L 3.50-5.0
- Ca 1.32 Mmol/L 1.00-1.15
- GDS 67 mg/dl 70-110

 Pemeriaksaan radiologi
Baby gram (3 Juli 2019, 12.00 wib)
Tampak terpasang ETT ujung distal setinggi vth 3-4
Cor: konfigurasi normal
Pulmo: gambaran Pneumonia dextra
Abdomen: Tidak tampak kelainan

CT Scan kepala tanpa kontras (10 Juli 2019, 12.00 wib)


Tak tampak lesi hipodens maupun hiperdens
Tampak ventrikel melebar
Tidak tampak midline shifting

Kesan: - Hidrocephalus Communicans

2.3 Resume
Ibu pasien mengatakan pasien muntah sebanyak kurang lebih 6x sehari sejak 3
hari SMRS. Muntah terjadi setiap pasien menyusui. Muntahnya berupa ASI. Muntah
tidak dipengaruhi posisi tubuh. Pasien tampak lemas dan mual. Terdapat batuk
berdahak putih sejak 6 hari SMRS. Pada hari saat pasien masuk ke rumah sakit
kondisi pasien semakin parah, Pasien sesak nafas, muntah dapat mencapai 10x selain
itu pasien semakin lemas dan tidak mau menyusui. Pada hari itu juga disertai demam.
Pada saat di UGD pasien mengalami gagal nafas sehingga dilakukan intubasi dan
pemasangan Oral Gastric Tube. Setelah 2 hari dirawat di perinatology RSWN pasien
di diagnosis dengan Hidrosefalus sehingga pada tanggal 6/7/19 dilakukan operasi
pemasangangan VP Shunt.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya leukositosis, anemia, hipo
natremi, penurunan ureum dan kreatinin, trombositosis, adanya pelebaran ventrikel
yang menandakan hidrosefalus, gambaran pneumonia dextra, dan perubahan GBS
yang fluktuatif meningkat dan menurun.

2.4 Diagnosis Banding


 SIADH DD Diabetes Insipidus
 SIADH dd Ensefalopati metabolic
 Hidrosefalus dd Meningoensefaslitis Bacterialis
 GEDB e.c Bacterial Infection dd Viral Infection
 Pneumonia dd TB Paru
2.5 Diagnosis Kerja
 Gagal Nafas e.c Severe Pneumonia
 GEDB e.c Bacterial Infection
 Pneumonia e.c Bacterial Infection
 Sepsis e.c Bacterial Infection
 SIADH
 Hidrosefalus

2.6 Terapi
 Terapi cairan untuk koreksi Natrium:
- NaCl 0,9% 100ml/kgbb/hari
3,4kgx100
= 3400 ml
Konsumsi ASI : ±500 ml/hari
(3400 − 500𝑚𝑙)𝑥20⁄
Konversi Makro: 24𝑥60
= 45 tpm
- Nacl 3% 0,4/kg/jam
 Inj Amikasin 1x50 mg

2.7 Saran atau rencana pemeriksaan


 Rawat di ruang perawatan Perinatologi
 Pasang OGT
 Monitor Balance cairan
 Observasi TTV
 Evaluasi elektrolit

2.8 Prognosis
 Ad vitam : dubia ad malam
 Ad fungsionam : dubia ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam

2.9 Follow up
Pemeriksaan Tanggal

17 Juli 2019 18 Juli 2019 19 Juli 2019

S Keluhan Sesak berkurang Sesak berkurang Sesak berkurang


Biru (-) Biru (-) Biru (-)
Menangis kuat Menangis kuat Menangis kuat
Demam + Demam +

O KU Sadar, kurang aktif Sadar, kurang aktif Sadar, kurang aktif


Tanda vital HR : 130-15-x/menit HR : 156-x/menit HR : 156-x/menit
RR : 24 x/menit RR : 24 x/menit RR : 24 x/menit
Suhu : 36,8oC Suhu : 38,.6oC Suhu : 38,.2oC
PF Retraksi - Retraksi - Retraksi -
Sadar, kurang aktif Sadar, kurang aktif Sadar, kurang aktif
Paru : ronkhi (-), Paru : ronkhi (-), Paru : ronkhi (-),
wheezing (-) wheezing (-) wheezing (-)
A Diagnosis - Hidrosefalus Post - Hidrosefalus Post - Hidrosefalus Post
VP Shunt VP Shunt VP Shunt
- SIADH - SIADH - SIADH
- Sepsis

P Terapi IVFD Nacl 0,9% 45 IVFD Nacl 0,9% 45 IVFD Nacl 0,9% 45
tpm tpm tpm

Inj Amikasin 1x50 mg Inj Amikasin 1x50 Inj Amikasin 1x50


mg mg
Cek DR, elektrolit
Cek DR, elektrolit Inj Meropenem 2x20
Belajar Menyusui
mg
Koreksi Na lanjut
Cek DR, elektrolit

Koreksi Na lanjut

Rujuk RSDK
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion

1. Definisi

SIADH adalah suatu sindrom (atau suatu kondisi) di mana terdapat jumlah
hormon antidiuretik (ADH) yang abnormal, dimana ADH merupakan suatu
hormon yang membantu ginjal dan tubuh untuk mengatur jumlah air yang.
SIADH menyebabkan penurunan output urin, retensi air, dan penurunan natrium
dalam darah. Kerusakan yang dihasilkan dari gangguan sekresi air dan retensi air
akibatnya menghasilkan hiponatremia (yaitu, serum Na+ <135 mmol / L) dengan
bersamaan hipoosmolaritas (serum osmolaritas <280 mOsm / kg) dan osmolalitas
urin tinggi yang merupakan ciri khas SIADH.

2. Etiologi

SIADH dapat menjadi penyebab sekunder dari berbagai masalah mulai


dari konsumsi obat obatan hingga keganasan. Deteksi dini untuk penyebab
sekunder sering dilakukan bermanfaat dan harus dilakukan sedapat mungkin.

Obat - Obatan

Sejumlah obat dapat meningkatkan sekresi ADH. Berikut


merupakan obat-obatan yang dapat menjadi risiko pada terjadinya SIADH.
Gangguan sistem saraf pusat

Banyak gangguan sistem saraf pusat (SSP) yang terkait dengan


SIADH. Gangguan seperti stroke, infeksi, trauma, perdarahan,
Hidrosefalus dan psikosis meningkatkan sekresi ADH. Namun,
hiponatremia dapat juga berhubungan dengan gangguan neurologis yang
berat termasuk perdarahan intraserebral

Keganasan

Tumor paru-paru, terutama small cells carsinoma, menghasilkan


ADH secara ektopik. Tumor lain seperti kanker pankreas, duodenum,
kepala dan leher juga dapat menghasilkan ADH. Selain itu, banyak obat
yang digunakan dalam kanker pengobatan dapat menyebabkan SIADH
seperti yang dibahas sebelumnya.

Penyakit paru-paru

Beberapa gangguan paru-paru termasuk pneumonia dapat


menyebabkan SIADH dengan mekanisme yang sampai saat ini masih
belum diketahui. Penyakit paru-paru lainnya yang menyebabkan SIADH
adalah asma bronkial, atelektasis, gagal napas akut dan pneumotoraks.

Operasi

Prosedur bedah besar, yang meliputi abdominal dan operasi toraks,


dapat menyebabkan hipersekresi ADH, mungkin dimediasi oleh nyeri
aferen. Operasi hipofisis adalah juga terkait dengan rilis ADH yang tidak
tepat. Namun, hiponatremia setelah operasi hipofisis juga bisa disebabkan
oleh defisiensi kortisol dan PSK. Itu penting untuk membedakan antara
SIADH dan Cerebral Salt Wasting (CSW)karena tatalaksananya berbeda..
Pasien dengan PSK biasanya volume habis dan pembatasan cairan lebih
lanjut di CSW bisa menyebabkan konsekuensi berbahaya.

Infeksi HIV

Infeksi HIV dan sindrom defisiensi imun yang didapat (AIDS)


dikaitkan dengan SIADH. Insufisiensi Adrenal, infeksi oportunistik dan
ganas penyakit yang terkait dengan infeksi HIV juga dapat berkontribusi
untuk perkembangan hiponatremia.

Idiopatik

3. Patofisiologi

Prinsip-prinsip dasar tertentu dari keseimbangan cairan dan elektrolit perlu


harus diingat ketika menganalisis kasus hiponatremia.

(a) Air bergerak bebas melintasi membran sel. Dua pertiga dari total air
tubuh adalah intraseluler dan sepertiga adalah ekstraseluler.
(B) Natrium adalah yang terutama ekstraseluler partikel aktif dan
konsentrasi natrium secara osmotik adalah indikasi volume intraseluler. Ini
ada hubungannya dengan fakta bahwa partikel aktif intraseluler, yang
terutama termasuk kalium dari ion makromolekul, sebagian besar konstan
dan perubahan konsentrasi ion ini membutuhkan berhari-hari (> 48 jam)
untuk terwujud. Ketika natrium konsentrasi berubah air yang bergerak
melintasi membran untuk mempertahankan osmolalitas yang stabil
melintasi dua kompartemen. Oleh karena itu, hiponatremia menunjukkan
pembengkakan sel

(c) Bahkan ekspansi sementara cairan ekstra seluler menghasilkan


natriuresis. Ini diawali oleh downregulation saluran Na di proksimal
tubulus ginjal. Hiponatremia pada SIADH adalah akibat dari kelebihan air
dan bukan terutama karena defisiensi natrium serum. Ini adalah kombinasi
retensi air bersama dengan sekunder kehilangan zat terlarut, yang
menghasilkan pengurangan natrium serum.

Hiponatremia awalnya dimediasi oleh air yang diinduksi ADH retensi


yang menghasilkan ekspansi volume yang kegiatan mekanisme natriuretik
sekunder yang menyebabkan natrium dan kehilangan air dan pemulihan
euvolemia. Euvolemia ini tidak harus bergantung dengan kadar air normal tubuh.
Ini menunjukkan bahwa volume cairan ekstraseluler normal / mendekati normal,
tetapi volume cairan intraseluler (ICF) meningkat. Sifat dinamis dari natriuresis di
keadaan akut menciptakan masalah dalam manajemen. Karena tidak ada
penurunan volume pengaturan hormon seperti aldosteron, penderita SIADH
adalah euvolemik, kecuali ada masalah kedua seperti muntah, diare atau terapi
diuretik. Namun secara klinis penilaian status volume seringkali tidak akurat
ketika dilakukan bahkan oleh dokter berpengalaman. Pada hiponatremia kronis,
retensi air dan kehilangan natrium seimbang dan serum Na biasanya stabil. Ada
beberapa klinis kondisi, yang bermanifestasi sebagai hiponatremia, dan SIADH
harus dibedakan dari gangguan tersebut.
4. Penegakan Diagnosis

Kriteria Bartter dan Schwartz untuk SIADH:

1. Osmolalitas plasma menurun (<275 mosm / kg)

2. Peningkatan konsentrasi urin (> 100 mosm / kg)

3. Euvolemik

4. Tingginya kadar Na pada urin (> 20 mEq / L)

5. Euthyroid, eucortisolemic dan tidak ada penggunaan diuretik.

Rontgent dada dan dalam kasus-kasus tertentu, CT scan digunakan untuk


mengungkapkan penyebab yang mendasarinya.

5. Tatalaksna

Prinsip Penatalaksanaan Umum:

1. Identifikasi apakah hiponatremia akut atau kronis. 48 jam umumnya diambil


sebagai titik cutoff. Ini adalah waktu yang dibutuhkan sel-sel otak untuk
menghasilkan secara osmotik partikel aktif sebagai respons terhadap
pembengkakan sel. Sebagai aturan umum, jika pasien benar-benar tanpa gejala,
hiponatremia kemungkinan besar adalah yang kronis.

2. Jika jelas diketahui akut, koreksi bisa cepat. Itu sumber air efektif yang tertahan
harus diidentifikasi dan berhenti. Jika memungkinkan, penyebab yang
mendasarinya seharusnya diobati. Pencarian menyeluruh harus dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab yang mendasari dan sejarah rinci harus diperoleh dari
pasien dan / atau perawat tentang onset dan durasi gejala neurologis, obat-obatan,
dll. Meninjau grafik obat dan obat sebelumnya untuk masuk adalah bermanfaat
dan sering bermanfaat. Cairan intravena berbahan dasar Dextrose yang biasa
digunakan dalam pengaturan pasca operasi dapat menyebabkan hiponatremia.

3. Perawatan hiponatremia kronis berbeda dengan pengobatan hiponatremia akut.


Koreksi hiponatremia seharusnya dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
risiko menginduksi osmotik myelinolysis pontine sentral terutama secara kronis
hiponatremia. Ada berbagai rekomendasi untuk batas koreksi / hari untuk
hiponatremia kronis, bervariasi dari 8 hingga 12 meq / hari. Namun, kebanyakan
literatur menunjukkan bahwa batas bawah kisaran ini yang adalah 8 meq / hari
harus menjadi tujuan untuk menghindari osmotik demielinasi. Manajemen agresif
ditunjukkan dalam pasien dengan gejala berat seperti kejang atau perubahan
perubahan mental dan mereka dengan tingkat yang sangat rendah natrium (kurang
dari 120 meq / L). Ini harus dilakukan di tingkat sekitar 5meq / L selama beberapa
jam. Namun, batas total untuk hari itu harus sekitar 8 meq / L.

Ada dua formula yang biasa digunakan untuk menghitung defisit, dan ada
beberapa masalah yang terkait dengan menggunakan formula ini, yang harus
dipertimbangkan rekening:

1. Defisit Na = 0,6 × wt × (Na normal - Na saat ini). Apa masalah yang terkait
dengan formula ini? Ini mengasumsikan air tubuh total konstan dan juga gagal
untuk memperhitungkan volume cairan yang dimasukkan. SIADH dikaitkan
dengan retensi air, dan karenanya total air tubuh lebih tinggi dalam keadaan
hyponatremic. Kedua, mengasumsikan sistem tertutup. Kita mengetahui jumlah
Na yang diekskresikan dan ini harus ditambahkan ke defisit untuk menentukan
jumlahnya diinfuskan dalam 24 jam. Ini sangat bermasalah di hiponatremia akut
ketika mungkin ada yang signifikan perubahan karena hilangnya natrium dalam
urin.

2. Perubahan adalah serum Na yang diharapkan dengan infus 1 L Infusat =


(konsentrasi Na infusate - saat ini serum Na) / (Total Air Tubuh + 1). Formula ini
lebih baik karena volume infusnya diperhitungkan.

Saline intravena

Perlu dicatat bahwa aldosteron tidak terpengaruh oleh SIADH dan keseimbangan
natrium biasanya normal. Jika isotonic saline diberikan, air akan ditahan dan
natrium akan diekskresikan dalam urin, menyebabkan kemungkinan memburuk
hiponatremia. Karenanya, saline isotonik biasanya tidak efektif dalam
meningkatkan natrium serum dalam SIADH. Hypertonic saline meningkatkan
natrium serum, tetapi responsnya akan sebagian menghilang seiring waktu. Tablet
garam oral dengan loop diuretic Efek tablet garam dapat ditingkatkan dengan
pemberian loop diuretik seperti furosemide yang mengganggu mekanisme
konsentrasi berlawanan dengan menurun reabsorpsi natrium klorida dalam
ekstremitas yang tebal dari lingkaran Henle. Ini menghasilkan ekskresi isotonic
urin dan kehilangan banyak cairan. Dosis yang biasa adalah 9 g garam setiap hari
dengan 20 mg furosemide oral dua kali sehari. Furosemide adalah sangat berguna
dalam pengaturan di mana osmolalitas urin lebih dari 500 mosm / L atau jika
osmolalitas urin lebih dari dua kali lipat osmolalitas serum.

Antagonis reseptor vasopresin

Vasopresin atau ADH memiliki tiga reseptor, V1a, V1b dan V2 reseptor.
Respon antidiuretik dimediasi oleh reseptor V2, sedangkan reseptor V1a dan V1b
menyebabkan vasokonstriksi dan pelepasan hormon adrenocortcotropic hormone
(ACTH). Antagonis reseptor vasopresin menghasilkan air selektif diuresis tanpa
mengganggu natrium dan kalium ekskresi. Tolvaptan, satavaptan dan lixivaptan
adalah selektif V2 antagonis reseptor, sementara conivaptan memblokir kedua V1
dan reseptor V1a. Dalam uji coba terkontrol secara acak, konivaptan intravena
secara signifikan meningkatkan natrium serum konsentrasi. Dalam kontrol
plasebo, acak, studi double-blind, konivaptan oral 40 dan 80 mg / hari adalah
ditoleransi dengan baik dan berkhasiat dalam mengoreksi natrium serum pada
hyponatremia Penggunaan antagonis reseptor V2 terbatas karena meningkatkan
rasa haus, koreksi cepat hiponatremia sebagai ditunjukkan dalam uji coba
GARAM dan biaya tinggi. Vasopresin antagonis reseptor tidak boleh digunakan
dalam hyponatremic pasien yang volume habis.

Demeclocycline

Ini adalah turunan tetrasiklin yang menginduksi diabetes insipidus yang


diinduksi obat dengan bekerja pada sel tubulus pengumpul untuk mengurangi
responsnya terhadap ADH. Perannya terbatas dalam perawatan darurat karena
lambatnya aksi.

Tingkat koreksi

Koreksi hiponatremia yang cepat dapat mengarah ke pusat pontine


myelinolysis. Risiko myelinolysis pontine sentral lebih rendah pada pasien dengan
hiponatremia hiperakut yang berkembang cepat selama beberapa jam karena
ditandai peningkatan air asupan. Demielinisasi osmotik terjadi pada pasien di
siapa konsentrasi natrium serum meningkat menjadi lebih banyak dari 12 meq / L
dalam 24 jam pertama. Tujuan terapi adalah untuk meningkatkan konsentrasi
natrium serum kurang dari 10 meq / L dalam 24 jam pertama dan kurang dari 18
meq / L dalam 48 jam pertama.

REFERENSI

1. Herwanto V, Siregar P, Effendy S, Rachman A, Žĩ Ɛljŷěƌžŵğ, Śžƌŵžŷğ Ě.


Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion ( SIADH ) akibat
Kemoterapi pada Pasien Lansia dengan Keganasan. 2014;1(1):64–7.
2. Song SH, Sim GA, Baek SH, Seo JW, Shim JW, Koo JR. Syndrome of
Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion ( SIADH ) Associated with
Mediastinal Schwannoma. 2017;5997:42–6.
3. Tee K, Dang J. The suspect – SIADH. 2017;46(9):677–80.
4. Pillai BP, Unnikrishnan AG, Pavithran P V. Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion : Revisiting a classical endocrine disorder.
2011;15:208–15.
5. Gold PW, Robertson GL, Ballenger JC, Kaye W, Chen J, Rubinow DR, et al.
Carbamazepine diminishes the sensitivity of the plasma arginine vasopressin
response to osmotic stimulation. J Clin Endocrinol Metab 1983;57:952-7.
6. Bressler RB, Huston DP. Water intoxication following moderate dose
intravenous cyclophosphamide. Arch Intern Med 1985;145:548-9.
7. Ten Holt WL, van Iperen CE, Schrijver G, Bartelink AK. Severe hyponatremia
during therapy with fluoxetine. Arch Intern Med
8. Covyeou JA, Jackson CW. Hyponatremia associated with escitalopram. N Engl
J Med 2007;356:94-5.
9. Adler D, Voide C, Thorens JB, Desmeules J. SIADH consecutive to
ciprofloxacin intake. Eur J Intern Med 2004;15:463-4.
10. Wilkins B. Cerebral oedema after MDMA (ecstacy) and unrestricted water
intake. Hyponatremia must be treated with low water input. BMJ 1996;313:689-
90; author reply 690.

Anda mungkin juga menyukai