Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan intrakranial (ICH) adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di


dalam kranium, yang mungkin terjadi di ekstradural, subdural, subaraknoid, atau
serebral (parenkimatosa). Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada semua umur
dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain.1

ICH menjadi penyebab 8-13% terjadinya stroke dan kelainan dengan


spectrum yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan
subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat
mayor. ICH yang disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi
jaringan otak sekitarnya, menyebabkan disfungsi neurologis. Perpindahan substansi
parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dan sindrom herniasi yang
berpotensi fatal.1

Di Amerika, insiden ICH 12-15/100.000 penduduk, termasuk 350/100.000


kejadian hypertensive hemorage pada orang dewasa. Secara keseluruhan insiden
ICH menurun sejak 1950. Insiden ini lebih tinggi di Asia. Setiap tahun terdapat
lebih dari 20.000 orang di Amerika meninggal karena ICH. Tingkat mortalitas ICH
pada 30 hari adalah 44%. Perdarahan batang otak memiliki tingkat mortalitas 75%
dalam 24 jam.1

Tingkat insidensi tinggi pada populasi dengan frekuensi hipertensi tinggi,


termasuk Afrika Amerika. Insidensi ICH juga tinggi di Cina, Jepang dan populasi
Asia lainnya, hal ini mungkin disebabkan karena factor lingkungan (spt. diet kaya
minyak ikan) dan/faktor genetik. Insiden ICH meningkat pada individu yang
berusia lebih dari 55 tahun dan menjadi 2 kali lipat tiap decade hingga berusia 80
tahun. Risiko relative ICH >7x pada individu yang berusia lebih dari 70 tahun.1

Tomografi Komputer (TK) adalah modalitas alat pencitraan utama yang


digunakan dalam keadaan akut dan sangat bermanfaat dalam menegakkan serta
menentukan tipe trauma kapitis karena kemampuannya memberikan gambaran

1
fraktur, hematoma dan edema yang jelas baik bentuk maupun ukurannya.
Sedangkan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan
informasi yang tidak dapat dilihat pada sinar-X atau tomografi komputer (TK).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Cerebrum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran, atau


meningen: duramater, arachnoideamater, dan piamater.2
1. Duramater
Duramater adalah selaput keras yang terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada pada permukaan dalam kranium. Duramater
terdiri dari dua lapisan, yaitu:

Ø Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar, dibentuk oleh periosteum


yang membungkus dalam calvaria.
Ø Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat
yang berlanjut terus di foramen mágnum dengan duramater spinalis yang
membungkus medulla spinalis.

2. Arakhnoid
Arakhnoid adalah membran fibrosa halus, tipis, elastis, dan tembus
pandang. Di bawah lapisan ini terdapat ruang yang dikenal sebagai
subarakhnoid, yang merupakan tempat sirkulasi cairan LCS.
3. Piamater
Piamater adalah membran halus yang melekat erat pada permukaan
korteks cerebri, memiliki sangat banyak pembuluh darah halus, dan
merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua
sulkus dan mem-bungkus semua girus.

3
Gambar 1. Susunan struktur kepala.2

2.2 Definisi Pendarahan Intrakranial

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di dalam


kranium, yang mungkin ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral
(parenkimatosa). Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada semua umur dan juga
akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain.1
8-13% ICH menjadi penyebab terjadinya stroke dan kelainan dengan
spectrum yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan
subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat
mayor. ICH yang disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi
jaringan otak sekitarnya, menyebabkan disfungsi neurologis. Perpindahan substansi
parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dan sindrom herniasi yang
berpotensi fatal.1

2.3 Epidemiologi Pendarahan Intrakranial

Ø Frekuensi3
Di Amerika, insiden ICH 12-15/100.000 penduduk, termasuk
350/100.000 kejadian hypertensive hemorage pada orang dewasa.
Secara keseluruhan insiden ICH menurun sejak 1950. Insiden ini lebih
tinggi di Asia.

4
Ø Mortalitas/morbiditas
Setiap tahun terdapat lebih dari 20.000 orang di Amerika meninggal
karena ICH. Tingkat mortalitas ICH pada 30 hari adalah 44%.
Perdarahan batang otak memiliki tingkat mortalitas 75% dalam 24 jam.
Ø Ras
Tingkat insidensi tinggi pada populasi dengan frekuensi hipertensi
tinggi, termasuk Afrika Amerika. Insidensi ICH juga tinggi di Cina,
Jepang dan populasi Asia lainnya, hal ini mungkin disebabkan karena
factor lingkungan (spt. diet kaya minyak ikan) dan/faktor genetik.
Ø Gender
Berdasarkan hasil penelitian, insiden ICH lebih banyak pada pria.
Cerebral amyloid angiopathy mungkin lebih banyak ditemukan pada
wanita.
Penggunaan phenylpropanolamine banyak dikaitkan dengan insiden
ICH pada wanita muda.
Ø Usia
Insiden ICH meningkat pada individu yang berusia lebih dari 55 tahun
dan menjadi 2 kali lipat tiap decade hingga berusia 80 tahun. Risiko
relative ICH >7x pada individu yang berusia lebih dari 70 tahun.

2.4 Etiologi Pendarahan Intrakranial

Bermacam macam penyebab terjadinya perdarahan spontan pada otak dan


umumnya multifaktorial. Berbagai bentuk kelainan kongenital dan yang diperoleh
pada penyakit kardiovaskuler merupakan mekanisme penyebab yang paling sering,
tapi struktur yang mirip dapat juga terjadi akibat komplikasi tumor otak primer dan
sekunder, peradangan dan penyakit autoimmune, trauma, atau manifestasi penyakit
sistemik yang menyebabkan hipertensi atau koagulopathy. Perdarahan otak juga
dapat terjadi karena terapi trombolitik pada miokard infark dan cerebral infark.
Oleh karena faktor-faktor penyebabnya heterogen, pengobatannya khusus dan
intervensi penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masing-masing individu.3

5
Penyebab yang paling sering dari perdarahan non-trauma adalah hipertensi,
dimana terjadi perubahan-perubahan patologi, seperti micro-aneurysma,
lipohyalinosis, terutama pada arteri-arteri kecil, lemahnya dinding pembuluh darah
dan cenderung pecah.3
Perokok, peminum alkohol, kadar serum kolesterol juga mempengaruhi
terjadinya perdarahan otak. Resiko perdarahan 2,5 kali lebih tinggi pada perokok.
Resiko perdarahan bertambah pada peminum alkohol. Serum kolesterol yang
rendah dibawah 160mg/dl, berhubungan dengan meningkatnya resiko perdarahan
pada laki-laki Jepang. Sedangkan pemakaian Aspirin dengan terjadinya perdarahan
dalam otak masih kontroversi. Dalam penelitian dimana penggunaan Aspirin dosis
rendah (325mg/hari) terhadap plasebo pada pencegahan primer penyakit jantung,
diperoleh hasil signifikan bertambah resiko perdarahan pada group Aspirin.
Penyebab perdarahan dalam otak yang non hipertensi antara lain:3
- Kelainan pembuluh darah yang kecil seperti angioma, biasanya lokasi
perdarahannya lobar. Umumnya terjadi pada usia muda. Lokasi perdarahan
biasanya superfisial.
- Obat-obat symptomatik. Perdarahan dalam otak berhubungan dengan
penggunaan amphetamine. Penggunaan obat ini kebanyakan secara intra
vena, juga dilaporkan dengan intra nasal atau oral. Lokasi perdarahan
kebanyakan luas. Efeknya karena tekanan darah meninggi (50% dari kasus)
atau perubahan histologis pembuluh darah seperti arteritis, mirip,
periarteritis nodosa. Ini oleh karena efek toksik dari obat tersebut. Pada
angiography dijumpai multiple area dari fokal arteri stenosis atau konstriksi
dengan ukuran sedang pada arteri besar intra kranial. Ini bersifat reversible
dan akan hilang dengan berhentinya penyalah gunaan obat ini.
- Cerebral amyloid angiopathy atau congophilic angiopathy merupakan
bentuk yang unik dan pada angiography khas adanya penumpukan/deposit
amyloid pada bagian media dan adventitia dengan ukuran sedang dan kecil
dari arteri cortical dan leptomeningeal. Deposit pada dinding arteri
cenderung menyebabkan penyumbatan pada lumen arteri karena penebalan
dasar membran, fragmentasi dari lamina interna elastik dan hilangnya sel-
sel endothel. Juga terjadi nekrosis fibrinoid pada pembuluh darah. Keadaan

6
ini tidak berhubungan dengan amyloidosis vascular sistemik. Cerebral
amyloid angiopathy berhubungan dengan dementia senilis yang
progressive. Biasanya terjadi pada usia yang lebih lanjut dan jarang
berhubungan dengan hipertensi.
- Tumor intrakranial (jarang terjadi perdarahan pada tumor otak; dijumpai
sekitar 6-10%). Yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor
ganas, baik primer ataupun metastase; jarang pada meningioma atau
oligodendroma. Tumor ganas primer pada otak yang paling sering
menimbulkan perdarahan yaitu glioblastoma multiform, lokasi perdarahan
umumnya deep cortical seperti basal ganglia, corpus callosum. Tumor
metastase yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor sel
germinal, sekitar 60% dan lokasi perdarahan umumnya sucortical.
- Anti koagulan. Pemakaian obat oral antikoagulan yang lama dengan
warfarin sering menyebabkan perdarahan otak; dijumpai sekitar 9% dari
kasus. Resiko terjadinya perdarahan dengan pemakaian antikoagulan oral
dalam jangka panjang, 8-11 kali dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan obat tersebut pada usia yang sama. Lokasi perdarahan paling
sering pada serebellum. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih belum
diketahui.
- Agen fibrinolitik. Ini termasuk Streptokinase, Urokinase dan tissue type
plasminogen aktivator (tPA) yang digunakan dalam pengobatan coronary,
arteri dan venous trombosis. Kemampuan obat-obat ini yaitu
menghancurkan klot dan relatif menurunkan tingkatan sistemik
hipofibrinogenemia, sehingga sangat ideal dalam pengobatan trombosis
akut. Komplikasi utama, walaupun jarang, adalah perdarahan intraserebral.
Dijumpai 0,4%-1,3% penderita dengan miokard infark yang diobati dengan
tPA. Perdarahan yang cenderung terjadi setelah pemberian tPA 40%
sewaktu dalam pemberian infus, 25% terjadai dalam 24 jam setelah
pemberian. 70-90% lokasi perdarahan lobar, 30% perdarahannya multiple
dan mortality 40-65%. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih belum
diketahui.

7
- Vaskulitis. Vaskulitis serebri dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan
infark serebri, serta jarang menimbulkan perdarahan intraserebral. Proses
radang umumnya terjadi dalam lapisan media dan adventitia, serta pada
pembuluh darah arteri dan vena dengan ukuran kecil dan sedang. Biasanya
berhubungan dengan pembentukan mikroaneurysma. Gejalanya sakit
kepala kronis, penurunan kesadaran atau kognitif yang progresif, kejang-
kejang, infark serebri yang recurrent. Diagnosanya berupa limpositik CSF
pleocytosis dengan protein yang tinggi. Lokasi perdarahan umumnya lobar.

2.5 Patofisiologi Pendarahan Intrakranial

Perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan otak.


Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap
jaringan otak sekitarnya. Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam otak
meninggi dan mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta drainage
pembuluh darah. Perubahan pembuluh darah ini lebih nyata/berat pada daerah
perdarahan karena efek mekanik langsung menyebabkan iskhemik dan buruknya
perfusi sehingga terjadi kerusakan sel-sel otak.3
Volume perdarahan merupakan hal yang paling menentukan dari hasil
akhirnya. Hal lain yang paling menentukan yaitu status neurologis dan volume
darah didalam ventrikel. Volume darah lebih dari 60 ml, mortalitasnya 93% bila
lokasinya deep subcortical dan 71 % bila lokasinya lobarsuperfisial. Untuk
perdarahan cerebellum, bila volumenya 30-60 ml, 75% fatal; pada perdarahan
didaerah pons lebih dari 5ml, fatal. Bagaimanapun kerusakan jaringan otak dan
perubahan-perubahan karena perdarahan didalam otak tidak statis. Volume
hematome selalu progressive. Dalam satu jam setelah kejadian, volume darah akan
bertambah pada 25% penderita; sekitar 10% dari semua penderita volumenya
bertambah setelah 20 jam. Pada CT Scan tampak daerah hipodense disekitar
hematome, ini disebabkan karena extravasasi serum dari hematome tersebut.3

8
2.6 Klasifikasi Pendarahan Intrakranial

2.6.1 Epidural Hematom

Pendarahan ekstradural yang lebih lazim disebut epidural hematom


adalah adanya penumpukan darah diantara dura dan tabula interna. Paling sering
terletak pada daerah temporal dan frontal. Pada pemeriksaan CT-Scan kepala akan
terlihat sebagai massa hiperdens berbentuk bikonveks. Sumber pendarahan
biasanya dari laserasi cabang arteri meningea oleh fraktur tulang, walaupun
kadangkadang dapat berasal dari vena atau diploe.4

2.6.2 Subdural Hematom


Subdural hematom diartikan sebagai penumpukan darah di antara dura dan
arachnoid. Lesi ini lebih sering ditemukan daripada epidural hematom. Angka
mortalitas subdural hematom 60-70 %. Perdarahan ini terjadi karena laserasi
arteri/vena kortikal pada saat berlangsungnya akselerasi dan deselerasi. Pada anak
dan usia lanjut sering disebabkan oleh robekan bridging vein yang menghubungkan
permukaan korteks dengan sinus vena. Berdasarkan waktu perkembangan lesi ini
hingga memberikan gejala klinis, dibedakan atas:5
§ Akut, gejala timbul dalam tiga hari pertama setelah cedera. Pada
gambaran CT-Scan, terdapat daerah hiperdens berbentuk bulan sabit.
Jika penderita anemis atau terdapat cairan serebro spinal yang
mengencerkan darah di subdural, gambaran tersebut bisa isodens atau
bahkan hipodens.
§ Subakut, gejala timbul antara hari keempat sampai hari ke 20.
Gambaran CT berupa campuran hiper, iso dan hypodens.
§ Kronis, jika gejala timbul setelah tiga minggu. Sering timbul pada
usia lanjut, dimana terdapat atropi otak sehingga jarak permukaan
korteks dan sinus vena semakin menjauh dan rentan terhadap
goncangan. Kadang-kadang benturan ringan pada kepala sudah dapat
menimbulkan SDH kronis. SDH kronis dapat terus berkembang
karena terjadinya pendarahan ulang (rebleeding) dan tekanan

9
osmotik yang lebih tinggi dalam cairan SDH kronis sebagai akibat
dari darah yang lisis, akan menarik cairan ke dalam SDH.

2.6.3 Subarachnoid Hematom

Pendarahan subarachnoid traumatika paling sering ditemukan pada cedera


kepala, umumnya menyertai lesi lain. Pendarahan terletak di antara arachnoid dan
piamater, mengisi ruang subarachnoid. Terdapat beberapa perbedaan antara
pendarahan subarachnoid traumatika dan pendarahan subarachnoid karena ruptur
aneurisma. Pendarahan subarachnoid traumatika lebih sering melibatkan bagian-
bagian kortikal yang superfisial, terutama jika menyertai lesi lain seperti ICH dan
kontusio serebri. Kadang-kadang ditemukan pendarahan subarachnoid traumatika
yang meluas hingga interhemisferic fissure. Evaluasi serial dengan CT-Scan
memperlihatkan bahwa gambaran pendarahan subarachnoid traumatika lebih cepat
menghilang dibandingkan pendarahan subarachnoid karena ruptur aneurisma.
Pendarahan subarachnoid traumatika umumnya darah akan menghilang dari
gambaran CT Scan kepala setelah 2 hari. Adanya darah pada ruang subarachnoid
ini dapat menyebabkan hidrosefalus.6,7

2.6.4 Intraserebral Hematom

Hematom yang terbentuk dalam jaringan otak (parenkim) sebagai akibat


dari adanya robekan pembuluh darah, terutama melibatkan lobus frontal dan
temporal (80-90%), tetapi dapat juga melibatkan korpus kallosum, batang otak dan
ganglia basalis. Gejala dan tanda juga ditentukan oleh ukuran dan lokasi hematom.
Pada CT-Scan akan memberikan gambaran daerah hiperdens yang homogen dan
berbatas tegas. Di sekitar lesi akan disertai dengan edema perifokal. Jika massa
hiperdens tersebut berdiameter kurang dari 2/3 diameter lesi, maka keadaan ini
disebut kontusio. Jika ICH ini disertai dengan SDH dan kontusio atau laserasi pada
daerah yang sama, maka disebut ‘burst lobe’. Paling sering terjadi pada lobus
frontal dan temporal. Berdasarkan hasil pemeriksaan CT-Scan, Fukamachi dkk.
Tahun 1985, membagi ICH atas :8

10
- Tipe 1, hematom sudah terlihat pada CT-Scan awal.
- Tipe 2, hematom berukuran kecil sampai sedang pada CTScan awal,
kemudian membesar pada CT-Scan selanjutnya.
- Tipe 3, hematom terbentuk pada daerah yang normal pada CT-Scan awal.
- Tipe 4, hematom berkembang pada daerah abnormal sejak awal (salt and
pepper).

2.6.5 Intraventrikel Hemarogik

Perdarahan intraventrikel traumatika diartikan sebagai adanya darah dalam


sistem ventrikel akibat trauma. Sumber pendarahan biasanya sulit ditentukan,
mungkin berasal dari robekan vena pada dinding ventrikel, robekan pada korpus
kallosum, septum pelusidum, fornik atau pada pleksus koroid. Pada sepertiga kasus
merupakan perluasan hematom yang ada pada lobus frontal, temporal dan ganglia
basalis. Mortalitas sangat tinggi pada perdarahan ini.9,10

2.7 Pemeriksaan Radiologi

2.7.1 Pemeriksaan Kepala dengan Tomografi Komputer (TK)/ CT-Scan

Tomografi Komputer adalah satu pemeriksaan yang menggunakan sifat


tembus sinar-x, di mana sumber sinar-x dan detektor berputar di sekitar objek
kemudian informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menghasilkan
gambaran cross-sectional oleh komputer.

Foto tomografi komputer akan tampak sebagai penampang-penampang


melintang dari objeknya. Tomografi Komputer adalah modalitas alat pencitraan
utama yang digunakan dalam keadaan akut dan sangat bermanfaat pada dalam
menegakkan serta menentukan tipe trauma kapitis karena kemampuannya
memberikan gambaran fraktur, hematoma dan edema yang jelas baik bentuk
maupun ukurannya. Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis
kepala, dan merupakan alat yang paling baik untuk mengetahui dan menentukan

11
lokasi serta ukuran dari perdarahan intrakranial. Indikasi pemeriksaan tomografi
komputer pada kasus trauma kapitis adalah seperti berikut:

• Trauma kapitis sedang dan berat


• Trauma kapitis ringan yang disertai fraktur tengkorak
• Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii
• Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran
• Sakit kepala yang berat
• Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan
otak
• Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral
Pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis dan mempunyai satu atau lebih
dari resiko perlu dilakukan pemeriksaan TK dengan segera. Berikut akan
dijabarkan indikasi tersebut:

• Skor SKG (Skala Koma Glaskow) < 13 sewaktu pihak IGD melakukan
pemeriksaan buat pertama kali
• Skor SKG < 15 selepas 2 jam berlakunya trauma kapitis sewaktu pihak IGD
melakukanpemeriksaan buat pertama kali
• Suspek trauma kapitis dengan fraktur terbuka & depresi tulang tengkorak
• Tanda-tanda fraktur basal tengkorak (haemotympanum, racoon eyes,
kebocoran cairan cerebrospinal melalui telinga dan hidung, Battle’s sign)
• Terjadinya kejang post-trauma
• Penurunan fokal neurologis
• Muntah 1 kali atau lebih
• Amnesia > 30 menit

Pada pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis dan mempunyai satu atau
lebih dari resiko dibawah ini dan hilang kasadaran serta amnesia serta merta setelah
kecelakaan lalu lintas (KLL) perlu dilakukan pemeriksaan TK dengan segera.
Berikut adalah indikasinya:

12
• Usia lebih dari 65 tahun
• Koagulopati (riwayat perdarahan, gangguan pembekuan, saat ini
pengobatann dengan warfarin)
• Mekanisme KLL yang terlalu berbahaya
Sedangkan pasien anak-anak yang mengalami trauma kapitis dan mempunyai
satu atau lebih dari resiko dobaeah ini perlu dilakukan pemeriksaan TK dengan
segera.

• Hilang kasadaran lebih dari 5 menit


• Amnesia (antegrade atau retrograde) lebih dari 5 menit
• Pening yang abnormal
• Muntah 3 kali atau lebih
• Suspek klinis mungkin telah terjadi cedea tanpa KLL
• Kejang post-trauma tanpa ada riwayat epilepsi
• SKG < 14, anak bayi < 1 tahun SKG (Pediatrik) < 15, sewaktu pihak IGD
melakukan pemeriksaan pertama kali
• Suspek trauma kapitis dengan trauma terbuka, depresi tulang tengkorak
• Tanda-tanda fraktur basal tengkorak (haemotympanum, racoon eyes,
kebocoran cairan cerebrospinal melalui telinga dan hidung, Battle’s sign)
• Penurunan fokal neurologis
• Usia < 1 tahun, adanya memar, bengkak atau laserasi lebih dari 5 cm di
kepala.
• Mekanisme KLL yang terlalu berbahaya

2.7.2 Pemeriksaan Kepala dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah pemeriksaan yang
menggunakan medan magnet dan pulsa energi gelombang radio untuk mengambil
gambar kepala. Dalam banyak kasus, MRI memberikan informasi yang tidak dapat
dilihat pada X-ray, USG, atau CT-Scan. Untuk MRI kepala, pasien berbaring
dengan kepala di dalam sebuah mesin khusus (scanner) yang memiliki magnet kuat.
MRI dapat menunjukkan kerusakan jaringan atau penyakit, seperti infeksi, radang,
atau tumor. Informasi dari MRI dapat disimpan dalam komputer untuk studi yang

13
lebih lanjut. Foto-foto atau film pandangan tertentu juga dapat dibuat. Selain itu,
gambaran stroke dan kejang dapat dilihat dari pemeriksaan MRI. Dalam beberapa
kasus, pewarnaan (bahan kontras) dapat digunakan ketika dilakukan pemeriksaan
MRI untuk menampilkan gambaran struktur yang lebih jelas. Cairan tersebut dapat
membantu menunjukkan aliran darah, mencari beberapa jenis tumor, dan
menunjukkan area peradangan.

MRI saat ini tidak digunakan pada trauma kapitis akut, tetapi berperan
penting ketika tidak ada informasi atau gambaran yang jelas untuk menentukan
diagnosis pada trauma subakut atau kronis. Tujuan dari pemeriksaan MRI dalam
mengevaluasi perdarahan intrakranial adalah sebagai berikut:

• Untuk melihat ada atau tidaknya perdarahan


• Untuk mengetahui lokasi dan membedakan perdarahan (ekstra-aksial
dibandingkan intra-aksial): ekstra-aksial, untuk membedakan perdarahan
subarakhnoid (SAH), hematoma subdural (SDH), dan hematoma epidural
(EDH), dan intra-aksial, untuk menemukan lokasi spesifik dan
neuroanatomi
• Untuk menentukan sudah berapa lama perdarahan terjadi
• Untuk mengetahui etiologi
• Untuk membantu penatalaksanaan perdarahan dan menentukan prognosis
pasien

Ø Gambaran CT-Scan pada Perdarahan Epidural


Pada CT-Scan tampak area yang tidak selalu homogen, bentuknya
bikonveks sampai planokonveks, melekat pada tabula interna dan mendesak
ventrikel ke sisi kontra lateral (tanda space occupying lesion, Batas dengan korteks
licin, Densitas duramater biasanya jelas.11

14
Gambar 2. CT Scan Perdarahan Epidural11

Ø Gambaran MRI pada Perdarahan Epidural


Meskipun MRI sangat sensitif dalam mengevaluasi SEDH (spinal epidural
hematoma), MRI jarang menjadi modalitas awal pilihan untuk menilai hematoma
epidural intrakranial yang dikarenakan oleh tahap akut dan tingkat keparahan
hematoma epidural. Gerak artefak pada pasien tidak sadar dan tidak adanya unit
MRI tersedia di luar daerah perkotaan juga membatasi kegunaannya.12

MRI menunjukkan massa bikonveks dipisahkan dari dura atasnya oleh


pelek tipis serum diekstrusi terletak di antara gumpalan dan dura. Garis ini
hyperintense pada kedua gambar T1-W dan T2-W. Hematoma epidural akut adalah
isointense untuk minimal hipointense pada gambar T1-W dan nyata hipointense
pada gambar T2-W; penampilan ini sesuai dengan fase deoxyhemoglobin.12

Hematoma epidural subakut adalah hyperintense pada gambar T1-W,


karena deoxyhemoglobin diubah menjadi methemoglobin. Pada gambar T1-W, dura
dapatdilihat sebagai garis tipis hipointense bahwa hematoma tersebut berpindah
menuju ke dalam.12

MRI juga dapat menunjukkan fraktur dengan cairan antara margin fraktur.
Modalitas ini dapat membantu dalam menunjukkan oklusi sinus dural dalam kasus
flap fraktur akibat intimal berhubungan dengan vena sinus hematoma epidural.12

15
T1W

T2W

Gambar 3. Gambaran MRI Hematoma Epidural Akut12

Ø Gambaran CT-Scan pada Perdarahan Subdural


• Subdural Hematom Akut
Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit)
didekat tabula interna, kadang sulit dibedakan dengan epidural hematom.
Batas medial hematom seperti bergerigi. adanya hematom di daerah fissura
interhemisfer dan tentorium juga menunjukkan adanya hematom
subdural.13

Gambar 4. CT Scan Kepala Polos Subdural hematom akut13


• Subdural Hematom Kronik 13
Pada CT Scan tampak area hipodens, isodens dan sedikit hiperdens,
berbentuk bikonveks, berbatas tegas, melekat pada tabula.
Ada 4 macam tampilan CT Scan untuk subdural hematom kronik, yaitu:
1. Tipe I : Hypodens Chronic Subdural Hematom

16
2. Tipe II : Chronic Subdural Hematom densitas inhomogen
3. Tipe III : isodens Chronic Subdural Hematom
4. Tipe IV : Sligthly hyperdens chronic subdural hematom

Gambar 5. CT Scan Subdural hematom Kronik13

Gambar 6. CT Scan Subdural hematom kronik13

Ø Gambaran MRI pada Perdarahan Subdural


Subdural hematoma (SDH) memiliki 5 tahap yang berbeda evolusinya, oleh karena
itu, terdapat 5 penampilan di MRI. Dura tervaskularisasi dengan baik dan mempunyai
tekanan oksigen yang agar tinggi, mengakibatkan perkembangan dari satu tahap ke tahap
lainnya menjadi lebih lambat di dalam lesi daripada di dalam otak. 4 tahapan yang pertama
itu adalah sama dengan yang untuk hematoma parenkim, dengan karakteristik yang sama
pada T1-WI dan T2-WI. Tahap kronis ditandai dengan denaturasi oksidatif methemoglobin
yang terus-menerus, terjadi pembentukan hemochromates nonparamagnetic. Selain itu,
tidak ada pinggiran hemosiderin dan jaringan makrofag terlihat di sekitarnya hematoma.

17
Apabila terjadinya perdarahan rekuren di SDH, akan terlihat lesi dengan gambaran
intensitas sinyal yang berbeda pada MRI.13

T1-WI T2-WI
Gambar 7: Hematoma subdural subakut pada frontoparietal. Menunjukkan isodens –
hipodens subdural hematoma. Pada MRI, T1-W1 dan T2-W2 terlihat gambaran
intensitas sinyal tinggi menunjukkan perdarahan subakut akhir.13

Gambar 8: Pada MRI menunjukkan subdural hematoma subakut bilateral dengan


intensitas sinyal yang meningkat. Daerah intensitas yang intermediate menunjukkan
perdarahan akut pada perdarahan subakut.13

Ø Gambaran CT-Scan pada Perdarahan Subarachnoid


Perdarahan subarakhnoid yang terjadi karena trauma biasanya terletak di
atas gyri pada konveksitas otak. SAH yang disebabkan oleh pecahnya aneurisma
otak biasanya terletak di cisterns subarakhnoid pada dasar otak. SAH dapat terjadi
sendiri atau dalam hubungan dengan hematoma intraserebral atau ekstraserebral
lainnya. Pada gambaran TK, SAH terlihat mengisi ruangan subaraknoid yang

18
biasanya terlihat gelap dan terisi cairan serebrospinal di sekitar otak. Rongga
subaraknoid yang biasanya hitam mungkin tampak putih di perdarahan akut.
Temuan ini paling jelas terlihat dalam rongga subaraknoid yang besar.6

Jika pemeriksaan TK dilakukan beberapa hari atau minggu setelah


perdarahan awal, temuan akan tampak lebih halus. Gambaran putih darah dan
bekuan cenderung menurun, dan tampak sebagai abu-abu. SAH dapat menyebabkan
hidrosefalus dan konfusi akibat trauma, pecahnya pembuluh darah arteri
(aneurisme) atau malformasi arteriovenosa (AVM). Selain menentukan SAH,
gambaran TK juga dapat digunakan untuk melokalisir sumber perdarahan.6

Gambar 9 Gambar 10
Gambar 9: Menunujukkan perdarahan subarachoid. Gambaran TK kepala ditemukan
adanya perdarahan di ruang subarakhoid (tanda panah hitam)
Gambar 10: Menunjukkan pasien mengalami hematoma esktradural di sebelah kanan
dan perdarahan subarakhnoid di sebelah kiri14

Ø Pemeriksaan MRI pada Perdarahan Subarachnoid


SAH memiliki kadar oksigen yang tinggi, sehingga mereka menua lebih lambat
daripada hematoma parenkim yang lakukan.15

19
Gambar 11: MRI menunjukkan perdarahan subarachnoid (SAH). SAH muncul
hyperintense pada T2 dan fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) images.
Isointense – hipointense pada gambar T1. Marked blooming diamati pada gambar
echo gradient (GRE). Gambaran menunjukkan perdarahan hiperakut atau akut.15

Gambar 12: Perdarahan subarachnoid tampak hiperintense pada gambar T2,


hipointense pada FLAIR, dan tampak marked blooming pada gradien echo-(GRE)
gambar di celah Sylvian, pada basal cisterns, dan sepanjang folia serebellar karena
darah. Gambaran ini menunjukkan perdarahan subarachnoid kronis dan / atau
siderosis superfisial.15

Ø Gambaran CT-Scan pada Perdarahan Intraventrikuler


Daerah berbatas tegas dengan densitas meningkat pada sistem ventrikel dan
tampak pelebaran ventrikel.16

20
Gambar 13. Perdarahan Intraventrikel16

Ø Gambaran CT-Scan pada Perdarahan Intraserebral


Hematoma intraserebral adalah perdarahan parenkhim otak disebabkan
pecahnya mpembuluh darah, sehingga timbulnya hematom intraparenkim sesudah
30 menit hingga 6 jam trauma. Hematom ini boleh timbul di daerah kontralateral
(contrecoup). Pada gambaran sesudah beberapa jam akan tampak daerah hematom
(hiperdens) dan tepi yang tidak rata.17

Gambar 14: Hematoma intraserebral. Gambaran ditemukan perdarahan parenkim


otak dengan adanya gambaran lesi hiperdens (panah putih), jaringan di sekitar tampak
densitasnya lebih rendah akibat infark atau edema.17

21
Ø Gambaran MRI pada Perdarahan Intraserebral

1. Perdarahan Hiperakut

T1 T2
Gambar 15: Magnetic Resonance Imaging aksial menunjukkan hematoma hiperakut
dalam kapsul eksternal yang tepat dan korteks insular pada pasien hipertensi. T1
aksial menunjukkan isointens untuk lesi hipointens di daerah temporoparietal kanan
yang hiperintens pada T2 dan dengan kecenderungan tampak sebagai intensitas sinyal
rendah karena darah pada gradienecho (GRE). Sebuah lingkaran kecil edema
vasogenik mengelilingi hematoma.17

2. Perdarahan Akut

T1 Ø T2
Gambar 16: Magnetic Resonance Imaging menunjukkan hematoma akut pada daerah
frontal kiri. T1 aksial dan T2 menunjukkan hematoma yang hipointens. Sebuah
lingkaran kecil edema vasogenik mengelilingi hematoma terlihat di T2.17

22
3. Perdarahan Subakut Awal (Early Subacute Hemorrhage)

T1 T2
Gambar 17: Magnetic Resonance Imaging menunjukkan hematoma subakut awal di
daerah oksipital kiri. Lesi terlihat hiperintens pada T1 dan hipointens pada T2 ditandai
dengan kecenderungan disebabkan oleh hematoma pada gradien-echo (GRE).
Hematoma intraventrikular juga terlihat jelas sebagai sinyal rendah pada GRE.17

4. Perdarahan Subakut Akhir (Late subacute hemorrhage)

T1 T2
Gambar 18: Magnetic Resonance Imaging menunjukkan perdarahan subakut akhir di
kedua daerah thalamus pada pasien malaria cerebral. T1, T2, dan gradient-echo
(GRE) menunjukkan hematoma hiperintens. T2 dan GRE menunjukkan lingkaran
kecil hipointens yang disebabkan hemosiderin.17

23
5. Perdarahan Kronik

T1 T2
Gambar 19: Magnetic Resonance Imaging menunjukkan hematoma kronik sebagai
spaceoccupying lesion pada fossa posterior kanan. Perdarahan terlihat sebagai
gambaran hipointens di T1 dan T2. Hipointensitas diperjelas oleh efek darah pada
GRE.17

24
BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak.


Perdarahan bisa terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak:

• Pendarahan Ekstra-aksial: pendarahan intra-ventrikular, pendarahan sub-


arachnoid, pendarahan subdural dan pendarahan epidural.
• Pendarahan Intra-Aksial: pendarahan intra-serebral dan diffuse axonal
injury

Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang


di dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan
menyebabkan bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya.

Penyebab perdarahan Intrakranial ini bisa karena cedera kepala merupakan


penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita perdarahan intrakranial
yang berusia dibawah 50 tahun.

Tomografi Komputer (TK) adalah modalitas alat pencitraan utama yang


digunakan dalam keadaan akut dan sangat bermanfaat dalam menegakkan serta
menentukan tipe trauma kapitis karena kemampuannya memberikan gambaran
fraktur, hematoma dan edema yang jelas baik bentuk maupun ukurannya.
Sedangkan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan
informasi yang tidak dapat dilihat pada sinar-X atau tomografi komputer (TK).

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Frank G, Goel A. Intracranial Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada


23 agustus 2019
2. Snell RS, Sugiharto L. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta; EGC. 2011
3. Aguilar MI, Brott TG. Update in Intracerebral Hemorrhage. The
Neurohospitalist. 2011; 1(3) : 148–159
4. Frank G, Goel A. Intracranial Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada
23 agustus 2019
5. Meagher RJ. Subdural Hematoma. https://emedicine.medscape.com/ diakses
pada 23 agustus 2019
6. Gaillard Frank. Subarachnoid Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada
23 agustus 2019
7. Reinhard MR. Early Identification of Individuals at High Risk for Cerebral
Infarction After Aneurysmal Subarachnoid hemorrhage. Journal Cereb Blood
Flow Metab. 2015;35(10). P. 1587-1592
8. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage.
In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB
Saunders Company; 2006 .p. 1890-1913.
9. Knipe Henry. Intraventricular hemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada
23 agustus 2019
10. Mercer JS. Intraventricular hemorrhage. Journal Neouro. 2006;117(4). P. 1235-
1242
11. Frank G, Goel A. Extradural Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada
23 agustus 2019
12. Mogoseanu M, Pascut M, Barsasteanu F, et.al. Computed Tomography (CT)
Versus Magnetic Resonance Imaging (MRI) in Evaluation of Head Injuries.
Timisoara Medical Journal. 2003;53(3). P. 234-40
13. Gaillard Frank. Subdural Haemorrhage. http://radiopedia.org/ diakses pada 23
agustus 2019
14. Gershon A, Feld R, Twohig M. Subarachnoid Hemorrhage. Learning
Radiology. www.learningradiology.com diakses 24 agustus 2019
15. Xavier AR, Quershi AI, Kirmani JF, Yahia AM, Bakshi R. Neuroimaging of
Stroke. Southern Medical Journal. 2003; 96(4). P. 367-79
16. Bakshi R, Kamran S, Kinker PR, Bates VE, et.all. Fluid-Attenuated Inversion-
Recovery MRI in Acute and Subacute Cerebral Intraventricular Hemorrhage.
AJNR Am J Neuroradiology. 1999;20. P. 629-36
17. Zuccarello Mario. Intracerebral Hemorrhage. Journal Neurosurg. 2012; 117. P.
947-54

26

Anda mungkin juga menyukai