Anda di halaman 1dari 23

Laringopharyngeal Reflux

by : R. Ifan Arief Fahrurozi


KEPANITERAAN KLINIK THT
RUMAH SAKIT TNI-AL DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI

Pendahulan
Laringofaring atau hipofaring merupakan bagian paling kaudal
dari faring dan tempat di mana tenggorok berhubungan
dengan esofagus.
Laringofaring terletak inferior dari epiglottis dan melebar
hingga lokasi di mana jalur ini bercabang menjadi jalur
pernapasan (laring) dan pencernaan (esofagus).
Pada titik ini, laringofaring berhubungan langsung/menyatu
dengan esophagus secara posterior. Esofagus mengalirkan
makanan dan cairan menuju lambung; sedangkan udara
masuk ke laring pada bagian anterior. Ketika menelan,
makanan akan masuk ke jalurnya sedangkan aliran udara akan
sementara terhenti.
Definisi
Laryngopharyngeal Reflux (LPR) adalah sebuah kondisi pada
seseorang yang mengalami Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD) dimana asam lambung mengalami aliran balik ke
laring, faring, trakea dan bronkus.

Mekanisme Perlindungan
Terdapat 4 barrier fisiologis sebagai proteksi dari refluks yaitu sfingter bawah
esofagus, acid clearance melalui fungsi motorik esofagus dan gaya gravitasi, resistensi
mukosa esofagus serta sfingter atas esofagus.
Pada saat menelan, sfingter bawah esofagus mengalami relaksasi sebagai respon
cepat dari sistem saraf pusat. Tekanan sfingter bawah esofagus diatur oleh otot polos,
saraf dan hormon. Kemampuan sfingter bawah esofagus untuk menutup secara
primer disebabkan karena adanya aktifitas otot polos intrinsik.
Transient Lower Esophageal Sphincter Relaxation disingkat TLESR merupakan
mekanisme primer yang menyebabkan terjadinya refluks. TLESR terjadi akibat adanya
penurunan mendadak tekanan sfingter esofagus bagian bawah yang tidak
berhubungan dengan proses menelan atau peristaltik.
Pada saat terjadi penambahan tekanan intra abdomen yang normal, frekuensi
episode refluks meningkat karena insufisiensi tonus sfingter bawah esofagus oleh
mekanisme frekuensi relaksasi yang abnormal.
Distensi abdomen (post prandial atau karena pengosongan lambung yang abnormal
atau pada saat menelan udara) merupakan stimulus TLESR. Posisi yang menyebabkan
letak gastrooesophageal junction di bawah permukaan batas air dan udara di
lambung juga diduga menyebabkan terjadinya refluks.

Faktor lain yang mempengaruhi dinamika tekanan dan volume lambung
adalah gerakan, ketegangan, obesitas, volume yang berlebihan atau
makanan yang hiperosmolar dan peningkatan usaha pernafasan saat
batuk maupun wheezing .
Mekanisme pertahanan utama esofagus terhadap refluks asam adalah
pembersihan zat asam intraluminal dan resistensi jaringan.
Sfingter atas esofagus berasal dari muskulus krikofaring dan sebagian
kecil serabut muskulus sirkular esofagus bagian distal merupakan
pertahanan utama terhadap terjadinya refluks laringofaring.
Tekanan sfingter atas esofagus ini meningkat bila terjadi stimulasi faring,
distensi esofagus dan intraesophageal infusion melalui jalur vagal
eferen. Keadaan lain yang dapat meningkatkan tekanan sfingter atas
esofagus yaitu saat melakukan inspirasi, glossopharyngeal breathing
dan saat melakukan valsava.
Relaksasi dan pembukaan sfingter atas esofagus dapat terjadi saat
deglutisi, ruminasi, regurgitasi dan cegukan, hal ini disebabkan akibat
terjadinya hambatan pada lower motor neuron di batang otak yang
mempersarafi sfingter atas esofagus yang dibantu oleh posisi elevasi
laring kearah anterosuperior .

Etiologi
Menurunnya tekanan sfingter esofagus inferior
karena :
hiatus hernia
diet (lemak, coklat, mint, produk susu, dll),
tembakau, alkohol
obat-obatan (teofilin, nitrat, dopamine, narkotik,
dll).
Motilitas esofagus yang abnormal karena
penyakit neuromuskular, laringektomi, etanol.
Penurunan resistensi mukosa karena
radioterapi rongga mulut, radioterapi esofagus,
xerostomia.
Penurunan salivasi
Pengosongan lambung yang tertunda/lambat
karena obstruksi, diet (lemak), tembakau, dan
alkohol.
Peningkatan tekanan intraabdominal karena
kehamilan, obesitas, makan yang berlebihan,
minuman karbonasi.
Hipersekresi asam lambung atau pepsin karena
stress, obat-obatan, alkohol, diet.

Manifestasi Klinis
Disfonia / Suara serak / Suara parau
Batuk
Globus faringeus
Sensasi merasakan adanya benjolan didalam tenggorok yang
disertai dengan disfagia dan odinofagia. Sensasi bersifat
persisten.
Throat clearing / mendehem
Disfagia
Odinofagia / Nyeri tenggorokan
Mukus Tenggorok Berlebih Wheezing
Laringospasme
Halitosis

GERD vs LPR
GERD LPR
Heartburn
+ -
Esofagitis
+ Jarang
Laringitis
- (kecuali sangat parah) Selalu laringitis posterior
Perubahan Suara
- +
Abnormalitas Spincter
LES UES
Refluks
Nokturnal/saat berbaring Siang hari/saat berdiri
Patofisiologi
Patofisiologi refluks gastro-esofago-laringofaring terjadi karena rusaknya sistem
pertahanan fisiologis yang dapat mencegah masuknya cairan asam lambung ke dalam
saluran pernafasan atas yaitu sfingter bawah esofagus, fungsi motorik dari mukosa
esofagus, resistensi mukosa esofagus dan sfingter atas esofagus.
Terdapat dua teori yang mendominasi bagaimana asam lambung dapat memprovokasi
gejala dan tanda klinis kelainan ekstraesofageal.
Trauma langsung asam-pepsin ke laring dan jaringan sekitarnya.
Asam di distal esofagus
2 proses akan menstimulasi refleks yang dimediasi nervus vagus + inflamasi
jaringan laring bronkokonstriksi, statsis mukosa berdehem (chronic throat
clearing) + batuk dan memprovokasi lesi mukosa.
Tingkat keasaman juga mempengaruhi dimana pH 0-4 yang paling berbahaya. Episode
refluks asam yang lemah (pH 4-7) tanpa gejala dan tanda klinis tapi dapat
mengiritasi mukosa laring yang sensitif. Epitel respiratori bersilia yang terdapat di
laring lebih sensitif terhadap asam, pepsin yang teraktivasi dan garam empedu dari
pada mukosa esofagus.
Diagnosis
Anamnesis
Keluhan
Menurut survey American Bronchoesophageal Association keluhan
yang tersering throat clearing (98%), batuk yang terus
mengganggu (97%), perasaan mengganjal di tenggorok (95%) dan
suara parau / serak (95%).
Gejala Klinis
Untuk penilaian atas gejala pasien dengan penyakit refluks
laringofaring sembilan komponen indeks gejala yang dikenal
dengan indeks gejala refluks ( Reflux Symptom Index = RSI) oleh
Belafsky.
Skala untuk setiap komponen bervariasi dari nilai 0 (tidak
mempunyai keluhan) sampai dengan nilai 5 (keluhan berat) dengan
skor total maksimum 45 dan RSI dengan nilai > 13 dicurigai penyakit
refluks laringofaring

Belafsky Reflux Symptom Index
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis yang sering ditemukan pada penyakit refluks
laringofaring adalah laringitis posterior dengan eritema, edema
dan penebalan dinding posterior dari glottis. Tanda-tanda lain
adalah granuloma pita suara, contact ulcer, stenosis subglottis .
Laringoskopi
Tanda nonspesifik iritasi dan inflamasi laring biasanya ditemukan.
Meskipun bukan tanda patognomonik, tetapi penebalan, edema,
dan kemerahan yang terkonsentrasi di laring posterior atau
posterior laringitis merupakan temuan yang umum.
Contact granuloma
Tepi medial pita suara tampak terdapat indentasi linear
pseudosulkus

Untuk memeriksa keadaan patologis laring setelah terjadinya
refluks laringofaring. Belafsky juga memperkenalkan skor
Reflux Finding Score (RFS) yang merupakan delapan skala
penilaian dalam menentukan beratnya gambaran kelainan
laring yang dilihat dari pemeriksaan nasofaringolaringoskopi.
Skala ini bervariasi dari nilai 0 (tidak ada kelainan) sampai
dengan nilai maksimum 26 ( nilai yang terburuk) dan RFS > 7
yang dianggap tidak normal.
Belafsky Reflux Finding Score

Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Ph
Pemeriksaan pH 24 jam dipertimbangkan sebagai tes yang
paling dapat dipercaya sebagai tes untuk refluks laringofaring.
Dua buah elektroda dimasukkan secara intranasal dan
diletakkan 5 cm diatas sfingter bawah esofagus dan 0,5-2 cm
diatas sfingter atas esophagus
Standar baku emas untuk diagnosis refluks laringofaring
Kontroversi
Sensitivitas dari tes ini hanya 50-60%.
12% dari pasien THT tidak dapat bertoleransi dengan
prosedur pemeriksaan pH.
Modifikasi diet dapat menimbulkan hasil negatif palsu pada
pemeriksaan pH.
Pemeriksaan pH ini sangat mahal dan terbatas.
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Tes PPI
Terapi empirik dengan proton pump inhibitor (PPI) disarankan
sebagai tes yang ideal tidak invasif, simpel dan juga dapat
memberikan efek terapi.
Tes PPI dengan pemberian omeprazole 40 mg perhari selama
14 hari mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang sama
dengan pemeriksaan pH metri 24 jam
Komplikasi
Airway obstruction
Laryngospasm
Paradoxical vocal fold motion
Granuloma
Stenosis
Laryngeal carcinoma
Tatalaksana
Edukasi pasien dan perubahan gaya hidup
Penurunan berat badan
Menghentikan kebiasaan merokok
Menghindari alkohol
Membatasi konsumsi coklat, makanan berlemak, buah-buahan asam, minuman
berkarbonasi, makanan pedas, anggur merah, kafein, dan makan terlalu malam
Mengkonsumsi obat-obatan secara teratur dan tepat waktu (30-60 menit sebelum
makan untuk PPI)

Medikamentosa
PPI: Omeprazole, Lansoprazole
H2-receptor blocker: Ranitidine, Cimetidine
Prokinetic agents: Tegaserod, Metoclopramide, Domperidone
Mucosal cytoprotectants: Sucralfat

Pembedahan
Fundoplikasi, komplet (Nissen atau Rosetti) atau parsial (Toupet atau Bore)
Laparoskopi
Bertujuan untuk mengembalikan kompetensi LES dan mengurangi episode refluks

Algoritma
Prognosis
Tujuan dari pengobatan LPR adalah meredakan gejala dan
menjaga agar efek refluks terkontrol dengan diet dan
medikamentosa.
Apabila diet dan medikamentosa tidak berhasil, maka
dibutuhkan rujukan ke dokter spesialis.
Pada umumnya, prognosis LPR baik apabila gaya hidup sehat
dapat diterapkan dan pengobatan dilakukan secara teratur.
Namun, apabila LPR tidak terdiagnosis atau gagal terapi, dapat
terjadi komplikasi seperti edema pita suara, ulkus pita suara,
pembentukan massa di tenggorokan, perburukan asma,
emfisema, dan bronkitis.
LPR yang tidak teratasi juga dapat berperan dalam
pembentukan kanker pada daerah pita suara.

Anda mungkin juga menyukai