Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Anemia Hemolitik Auto Imun (AIHA)

Disusun Oleh :

Putu Rika Desyanti Handayani

21710064

Dosen Pembimbing :

dr. Kysdarmanto, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

RSUD NGANJUK

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Anemia Hemolitik Auto Imun (AIHA)

Disusun Oleh :

Putu Rika Desyanti Handayani

21710064

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Telah dinyatakan lulus oleh :

Pembimbing

dr. Kysdarmanto, Sp.PD

SMF Ilmu Penyakit Dalam


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat
dan karunia – Nya, penulisan dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Anemia
Hemolitik Auto Imun” dengan baik dan tepat waktu. Laporan Kasus ini menjadi salah satu tugas
kepaniteraan klinik dari SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Nganjuk.

Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, penulis ingin mengucapkan termakasih yang
sebesar – besarnya kepada dr. Kysdarmanto, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan Laporan Kasus ini dan teman – teman
sejawat serta berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan Laporan Kasus ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, penulis membuka diri atas kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan tugas ini. Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan bersama.

Nganjuk, 1 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3
2.1 Definisi..............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.....................................................................................................3
2.3 Patogenesis........................................................................................................3
2.4 Klasifikasi..........................................................................................................4
2.5 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................5
2.6 Diagnosis Banding.............................................................................................7
2.7 Diagnosis...........................................................................................................8
2.8 Tatalaksana......................................................................................................10
2.9 Komplikasi.......................................................................................................14
BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

Anemia hemolitik auto imun (AIHA) merupakan sebuah kelainan yang


dikarakteristikkan dengan adanya reaksi autoantibodi yang diproduksi sistem imun tubuh
sendiri yang menyerang langsung sel darah merah sehingga mengalami lisis. AIHA
diklasifikasikan kedalam tiga tipe, yaitu tipe hangat, yang disebabkan oleh adanya reaksi
hemolisis ekstravaskular yang bersuhu tinggi yang dimediasi oleh IgG, kurang lebih 75%
kasus AIHA, tipe dingin, disebabkan oleh adanya reaksi hemolisis intravaskular bersuhu
rendah yang dimediasi oleh komplemen, kurang lebih 15% kasus AIHA dan tipe
campuran (<5%). Sedangkan, berdasarkan ada atau tidaknya penyakit yang mendasari
AHAI dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Penyebab AIHA bermacam-
macam, umumnya idiopatik (50%), sindrom limfoproliferatif (20%), penyakit autoimun
seperti systemic lupus erythematosus (SLE) (20%) hingga infeksi dan tumor.
Pada kondisi anemia berat yang membutuhkan transfusi, kadang donor darah
yang cocok sangat sulit untuk didapatkan. Seorang klinisi sering dihadapkan pada situasi
yang sulit dimana pasien dengan kondisi anemia yang berat dan calon donor darah tidak
cocok. Tindakan transfusi darah dengan donor yang inkompatibel sering terpaksa
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien. Kesalahan tersering dalam manajemen
pasien dengan AIHA adalah keraguan klinisi untuk memberikan transfusi darah karena
aspek keamanan dan efektifitasnya
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. N
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Dsn Plosorejo
Pekerjaan : Petani
Suku / Bangsa : Jawa / WNI
Tanggal MRS : 23 / 12 / 2021
Tanggal KRS : 29 / 12 / 2021

2.2 Anamnesis (Autoanamnesa)


Keluhan Utama :
Nyeri perut kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan nyeri perut kiri sejak 1 minggu yang lalu, lemas, disertai kepala
pusing terasa seperti berputar, pasien merasakan mual, dan sempat muntah 2 kali sebelum
dibawa ke IGD RSUD Nganjuk. Pasien juga tidak mau makan. BAB dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Anemia
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak didapati
Riwayat Pengobatan :
Tidak didapati
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Composmentis (GCS 456)
Tanda – Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 121 / 78 mmHg
b. Nadi : 140x / menit
c. Suhu : 36,5oC
d. RR : 21x / menit
e. SpO2 : 99%
f. Berat Badan : 46 kg
g. Tinggi Badan : 156 cm

Status Lokalis

a. Kepala : A/I/C/D : +/-/-/-


b. Leher : Tidak tampak massa, trakea ditengah, tidak ada pembesaran KGB
c. Thorax
1. Jantung
a) Inspeksi :
Pulsasi iktus cordis tidak tampak
b) Palpasi :
Iktus cordis teraba di apeks ICS V midclavicula line sinistra, Trill tidak teraba.
c) Perkusi :
Batas Kanan Atas : ICS II parasternal line dextra
Batas Kanan Bawah : ICS IV parasternal line dextra
Batas Kiri Atas : ICS II parasternal sinistra
Batas Kiri Bawah : ICS V midclavicula line sinistra
d) Auskultasi :
Katup aorta : Tidak ditemukan murmur
Katup Pulmonal : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Katup Trikuspid : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Katup Mitral : murmur (-)
2. Paru – paru
a) Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
b) Palpasi : Vocal fremitus simetris
c) Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
3. Abdomen
a) Inspeksi : Flat
b) Palpasi : Nyeri tekan (+) hipocondrium sinistra, hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
c) Perkusi : Timpani pada seluruh region abdomen
d) Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
2.4 Planning Diagnosis
a. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

Darah Lengkap
Leukosit 5,54 3,6 – 11,0
Neutrofil 71,8 50 – 70
Limfosit 22,1 25 – 40
Monosit 5,0 2–8
Eosinofil 0,4 2–4
Basofil 0,7 0–1
Eritrosit 0,81 3,8 – 5,2
Hemoglobin 2,3 11,7 – 15,5
Hematokrit 8,0 35 – 45
MCV 98,0 80 – 100
MCH 28,1 26 – 34
MCHC 28,6 32 – 36
Trombosit 172 150 – 400
RDW – CV 23,6 11,5 – 14,5
MPV 8,06 7,2 – 11,1
PCT 0,14
NLR 3,25 < 3,13

Serologi
Antigen SARS – CoV – 2 Negatif

Kimia Klinik
Diabetes
Glukosa Sewaktu 105 70 – 120
Fungsi Ginjal
BUN 5 8 – 18
Kreatinin 0,65 0,57 – 1,11
Fungsi Hati
AST (SGOT) 51,0 5,0 – 34,0
ALT (SGPT) 54,4 0,0 – 55,0
Elektrolit
Natrium (Na) 132 135 – 147
Kalium (K) 3,4 3,5 – 5
Kalsium Ion (Ca++) 1,15 1 – 1,15

Immunologi
ANA 127 Positif : >/= 40
Negatif : < 40

Feses Lengkap
Telur Tidak ditemukan telur dan NEGATIF
larva cacing
2. Foto Thorax

Radiologi
Foto Thorax PA Cor : Ukuran normal
Pulmo : Corakan bronchovasculer normal
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Diafragma Normal
Sistema tulang baik
Soft tissue baik

2.5 Daftar Masalah


a. Anamnesis
1. Nyeri perut kiri
2. Pusing
3. Mual
4. Muntah
b. Pemeriksaan Fisik
1. Anemis
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Lengkap
a) Neutrofilia
b) Limfositosis
c) Eritrositosis
d) Hb
e) Hematokrit
f) MCHC
g) RDW – CV
2. Kimia Klinik
a) BUN
b) SGOT
c) SGPT
3. Elektrolit
a) Hiponatremia
b) Hipokalemia
4. Immunologi
a) ANA Test : Positif
2.6 Diagnosis Banding
a. Anemia gravis
b. Anemia Defisiensi Besi
c. Anemia Hemolitik Auto Imun (AIHA)
2.7 Planning
a. Coomb Test
b. USG hepar
c. Feses Lengkap
d. ANA Test
e. Albumin dan Globulin
2.8 Monitoring
a. Hb serial post transfusi
2.9 Diagnosis
a. Anemia Hemolitik Auto Imun ec SLE
b. Hiponatremia
c. Hipokalemia
d. Hepatitis non spesifik
2.10 Terapi
a) Infus PZ 0,9% 20 tpm
b) Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam
c) Injeksi Methylprednisolone 125 mg / 24 jam
d) Injeksi Diphenhidramine 1 amp / 12 jam
e) Folavit 1 x 1 tab
f) Day D3 1000 1 x 1 tab
g) Episan syrup 3 x CI
h) Tranfusi PRC 2 kolf / hari sampai Hb ≥ 10

Follow Up

Tanggal Subjective Objective Assesment Planning


23/12/202 Pasien nyeri perut TD : 121 / 78 Anemia Gravis a) Infus PZ 0,9% 20
1 kiri sejak 1 minggu Nadi : 140x tpm
yang lalu, kepala Suhu : 36,5 b) Injeksi Ranitidin 1
pusing, mual (+), RR : 21x amp / 12 jam
muntah (+) 2x, SpO2 : 99% c) Injeksi
lemas, susah makan Hb : 2,3 Methylprednisolon
e 125 mg / 24 jam
d) Injeksi
Diphenhidramine 1
amp / 12 jam
e) Tranfusi PRC 2
kolf
f) Cek Albumin
g) Pasien MRS
24/12/202 Pasien nyeri perut TD : 120 / 70 Anemia Gravis a) Infus PZ 0,9% 20
1 (-), mual (+), Nadi : 95x tpm
muntah (-), lemas, Suhu : 36,5 b) Injeksi Ranitidin 1
sudah bias makan RR : 18x amp / 12 jam
SpO2 : 99% c) Injeksi
Albumin : 3,8 Methylprednisolon
(Normal) e 125 mg / 24 jam
d) Injeksi
Diphenhidramine 1
amp / 12 jam
e) Folavit 1 x 1 tab
f) Day D3 1000 1 x 1
tab
g) Episan syrup 3 x CI
h) Tranfusi PRC 2
kolf
i) Ana Test dan Feses
Lengkap

25/12/202 Pasien nyeri perut TD : 120 / 70 Anemia Gravis a) Infus PZ 0,9% 20


1 (-), mual (-), lemas Nadi : 95x tpm
(+) Suhu : 36,5 b) Injeksi Ranitidin 1
RR : 18x amp / 12 jam
SpO2 : 99% c) Injeksi
Feses : Telur Methylprednisolon
cacing (-), e 125 mg / 24 jam
Amoeba (-) d) Injeksi
Diphenhidramine 1
amp / 12 jam
e) Tranfusi PRC 6
kolf

26/12/202 Pasien lemas TD : 120 / 75 Anemia Gravis a) Infus PZ 0,9% 20


1 Nadi : 85x tpm
Suhu : 36,5 b) Injeksi Ranitidin 1
RR : 18x amp / 12 jam
SpO2 : 99% c) Injeksi
Hb : 8,2 Methylprednisolon
e 125 mg / 24 jam
d) Injeksi
Diphenhidramine 1
amp / 12 jam

27/12/202 Pasien lemas TD : 122 / 78 Anemia Gravis a) Infus PZ 0,9% 20


1 Nadi : 95x tpm
Suhu : 36,5 b) Injeksi Ranitidin 1
RR : 18x amp / 12 jam
SpO2 : 99% c) Injeksi
Methylprednisolon
e 125 mg / 24 jam
d) Injeksi
Diphenhidramine 1
amp / 12 jam
e) Tranfusi PRC 4
kolf

28/12/202 Pasien lemas TD : 122 / 78 Anemia Gravis a) Infus PZ 0,9% 20


1 Nadi : 95x tpm
Suhu : 36,5 b) Injeksi Ranitidin 1
RR : 18x amp / 12 jam
SpO2 : 99% c) Injeksi
Hb : 10 Methylprednisolon
e 125 mg / 24 jam
d) Injeksi
Diphenhidramine 1
amp / 12 jam

29/12/202 Pasien lemas TD : 122 / 78 Anemia a) Folavit 1 x 1 tab


1 Nadi : 95x Hemolitik Auto b) D3 1000 1 x 1 tab
Suhu : 36,5 Imun (AIHA) c) Methylprednisolone
RR : 18x ec SLE 16mg 3 x 1 tab
SpO2 : 99% d) Sucralfat Syrup 3 x
ANA Test : CI
127 (Positif) e) Pasien KRS
BAB III

PEMBAHASAN

Manifestasi klinis dari AIHA umumnya akan terlihat perlahan beberapa bulan hingga
tahunan bergantung pada keparahan anemia yang diderita penderitanya, dari asimtomatik yang
terkompensasi dengan retikulositosis dengan hiperbilirubinemia ringan hingga hemolisis
fulminan dengan jaundice, hepatosplenomegali, takikardi dan angina. Manifestasi klinis tersebut
juga dibedakan berdasarkan adanya penyakit dasar dan derajat hemolisis yang bergantung pada
tipe autoantibodi. Pasien dengan reaksi hangat IgM dilaporkan cenderung memiliki keparahan
hemolisis yang tinggi dan angka mortalitasnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan AIHA tipe
dingin. Derajat anemia umumnya bergantung pada kemampuan kompensasi tubuh dengan
peningkatan kadar retikulosit dan pada pasien dengan retikulositopenia umumnya memiliki
keadaan klinis yang lebih buruk dan memerlukan transfusi sel darah merah yang sesuai.

Diagnosis AIHA dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan utama lemas pada seluruh tubuh.
Lemas berlangsung sepanjang hari, memberat ketika beraktivitas dan tidak menghilang setelah
pasien beristirahat. Manifestasi klinis AIHA tidak jauh berbeda dengan manifestasi anemia
lainnya, pasien akan memberikan klinis khas anemia seperti lemas pada seluruh tubuh,
konjungtiva anemis, kulit pucat, serta pada anemia hemolitik bisa juga didapatkan ikterus dan
pembesaran pada organ retikuloendothelial sistem (RES) seperti limpa dan hepar, dan
pemeriksaan serologis yang membuktikan adanya antibody anti – eritrosit yang dapat terdeteksi
dengan Direct Antiglobulin Test (DAT) atau Coomb Test. Pemeriksaan ini menggunakan darah
pasien yang dicampur dengan antibodi kelinci yang melawan IgG atau C3 manusia. Hasil tes
positif menunjukkan adanya aglutinasi antara antibodi penderita atau eritrosit yang diliputi
komplemen dengan serum anti-IgG atau anti-C3. Pada pemeriksaan lebih lanjut akan dilihat
apakah aglutinasinya dengan anti-IgG (pada AIHA warm type) atau anti-C3 (pada AIHA cold
type

Pada Ny. N, ditemukan gejala klinis khas Anemis, seperti badan lemas, dan konjungtiva
yang pucat, tetapi, pada Ny. N tidak didapatkan icterus dan pembesaran limfa maupun
pembesaran hepar. Pada pasien terdapat gejala tambahan seperti nyeri pada area hipocondrium
sinistra, dan mual muntah.

Pendekatan tatalaksana AIHA meliputi pengobatan medikamentosa. Pada pengobatan


medikamentosa pasien ini, diberikan cairan PZ 0,9 % perhari. Pasien ini juga diberikan transfusi
PRC sampai Hb 10 g/dL. Transfusi sebaiknya dilakukan dengan pengawasan dan dianjurkan
pada anemia yang mengancam nyawa dan umumnya pada warm type diberikan ketika Hb kurang
dari 5 g/dL. Penelitian pada 75-96% pasien AIHA akan berespon pada steroid (1 mg/kg/hari
prednison atau steroid jenis lain yang ekuivalen dibagi dalam beberapa dosis) sebagai agen
imunosupresan. Umumnya tubuh akan memberikan respon 2-3 minggu pengobatan. Pada pasien
ini diberikan dosis steroid Methylprednisolon (MP) 1x125 mg. Prednison 1 mg/kg/hari
merupakan pengobatan AIHA lini pertama. Pasien juga mendapat injeksi golongan H2RA yaitu
Ranitidin 1 amp 50 mg dan antihistamin Diphenhydramine 10mg/ml.

Pada pasien ditemukan hiponatremia dan hypokalemia. Hiponatremia dapat


dikategorikan menjadi ringan, sedang, dan berat. Kategori ringan yaitu kadar natrium plasma 130
– 135 mmol/L, kadar natrium 125 – 129 mmol/L merupakan kategori sedang, dan kadar natrium
<125 mmol/L merupakan kategori berat. Pada Ny.N ditemukan kadar natrium plasma 132
mmol/L, dimana itu termasuk dalam kategori hiponatremia ringan. Tatalaksana hiponatremia
apabila dalam kategori berat dan ditemukan gejala yang berat seperti muntah, gagal jantung dan
pernapasan, somnolen, kejang, dan koma (GCS < 8) :

a. satu jam pertama dilakukan pemberian cepat 150 ml infus saline hipertonik 3% (NaCl
3%) membutuhkan waktu sekitar 20 menit.
b. Dilakukan pemeriksaan kadar natrium plasma setelah 20 menit, sementara mengulang
pemberian 150 ml infus NacCl 3% dalam 20 menit berikutnya.
c. Diulang dua kali lagi atau kadar natrium plasma mencapai target kenaikan yaitu 5
mmol/l.
d. Jika gejala membaik setelah kenaikan kadar natrium plasma 5 mmol/L pada satu jam
pertama, infus NaCl 3 % dihentikan, dan diganti dengan cairan saline 0,9 % sampai
pengobatan spesifik terhadap penyebab dimulai. Membatasi kenaikan kadar natrium
plasma sampai total 10 mmol/L dalam 24 jampertama, dan tambahan kenaikan 8 mmol/L
dalam setiap 24 jam berikutnya sampai kadar natrium plasma mencapai 130 mmol/L.
Pemeriksaan kadar natrium plasma setiap 6 dan 12 jam serta selanjutnya dilakukan setiap
hari sampai kadar natrium plasma stabil dibawah pengobatan.
e. Jika tidak ada perbaikan gejala setelah peningkatan kadar natirum plasma 5 mmol/L
dalam satu jam pertama, melanjutkan NaCl 3% yang bertujuan untuk menaikkan kadar
natrium plasma 1 mmol/L/jam. Menghentikan infus NaCl 3% jika gejala membaik, kadar
natrium plasma meningkat 10 mmol/L atau kadar natrium plasma mencapai 130 mmol/L.
Memeriksan kadar natrium plasma setiap 4 jam selama infus NaCl 3% dilanjutkan.

Pada pasien juga didapatkan hypokalemia. Nilai noermal kalium plasma adalah 3,5 – 4,5
mEq/:. Disebut hypokalemia apabila kadar kalium plasma <3,5 mEq/L. Dapat terjadi akibat
redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis
kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hypokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (qQRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot
skeletal, polyuria, dan intoleransi glukosa. Terapi hypokalemia dengan infus potasium klorida
(KCl) sampai 10 mEq/jam untuk mild hypokalemia yaitu kadar kalium plasma > 2 mEq/l atau
infus potassium klorida (KCl) sampai 40 mEq/jam dengan monitoring EKG untuk hypokalemia
berat yaitu kadar kalium plasma <2 mEq/L.

Rumus untuk menghitung deficit kalium : K = K1 – (K0 x 0,25 x BB)

Keterangan : K = kalium yang dibutuhkan

K1 = Serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = Berat badan (kg)


BAB IV

KESIMPULAN

Diagnosis AIHA dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan utama lemas pada seluruh tubuh.
Lemas berlangsung sepanjang hari, memberat ketika beraktivitas dan tidak menghilang setelah
pasien beristirahat. Manifestasi klinis AIHA tidak jauh berbeda dengan manifestasi anemia
lainnya, pasien akan memberikan klinis khas anemia seperti lemas pada seluruh tubuh,
konjungtiva anemis, kulit pucat, serta pada anemia hemolitik bisa juga didapatkan ikterus dan
pembesaran pada organ retikuloendothelial sistem (RES) seperti limpa dan hepar. pemeriksaan
serologis yang membuktikan adanya antibody anti – eritrosit yang dapat terdeteksi dengan Direct
Antiglobulin Test (DAT) atau Coomb Test.

Tindakan transfusi darah dengan donor yang inkompatibel sering terpaksa dilakukan
untuk menyelamatkan nyawa pasien. Pada pengobatan medikamentosa pasien ini, diberikan
cairan PZ 0,9 % perhari. Pasien ini juga diberikan transfusi PRC sampai Hb 10 g/dL,
Methylprednisolon (MP) 1x125 mg, injeksi golongan H2RA yaitu Ranitidin 1 amp 50 mg dan
antihistamin Diphenhydramine 10mg/ml. Pasien diizinkan keluar rumash sakit (KRS) pada
tanggal 29 Desember 2021, dan pengobatan lanjutan yang diberikan adalah Folavit 1x 1 tablet
perhari, D3 1000mg 1 x 1 tablet per hari, Methylprednisolone 16 mg diberikan 3 x 1 tablet
perhari, dan Sucralfat syrup 3 x 1 sendok makan perhari.
DAFTAR PUSTAKA

Deborah, Natasha. 2017. Seorang Perempuan 21 Tahun Dengan Autoimmune Hemolytic Anemia
(AIHA) dan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Jurnal Agromed Unila : 4 (1) : 43 – 47.

Gustia, Herlinda. 2019. Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA). Jurnal Ilmu Penyakit Dalam FK
Unri.

Tamia, Yossa. 2021. Penyakit Ginjal Polikistik Disertai Anemia Hemolitik Autoimun. Jurnal
Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma : 10 (1).

Anda mungkin juga menyukai