Pembimbing :
Disusun Oleh :
Yara Cantika
1810221028
Oleh :
Yara Cantika
1810221028
Ambarawa, 2018
Dokter pembimbing
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
penyayang, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Tn, S, Usia 55 tahun dengan Retensi
Urin et causa Hiperplasia Prostat dan Vesikolitiasis”. Laporan kasus ini dibuat
untuk memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah.
Ambarawa, 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit bidang urologi yang paling sering terjadi di indonesia adalah ISK,
Hiperplasia prostat, dan batu saluran kemih. Hiperplasia prostat merupakan suatu
kondisi yang berkaitan dengan penuaan yang pertama kali muncul saat usia laki-
laki di atas 40 tahun. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun dapat mengurangi
kualitas hidup penderita.
Pembesaran prostat ini akan merangsang kandung kemih sehingga kandung
kemih sering berkontraksi meski belum penuh. Apabila kandung kemih sudah
terdekompensasi, akan terjadi residual urin. Residu yang statis ini akan menjadi
faktor risiko dari batu saluran kemih (Saputra et al., 2016).
Berdasarkan penjelasan diatas maka saya membuat laporan kasus tentang
pasien retensi urin et causa hiperplasia prostat dan vesikolitiasis.
BAB II
LAPORAN KASUS
II.2 Subjektif
II.2.1 Keluhan Utama
Pasien tidak dapat buang air kecil.
II.2.2 Keluhan Penyerta
Kencing berwarna merah dan nyeri ketika buang air kecil.
II.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien tidak dapat buang air kecil sejak 6 hari SMRS, pasien tidak dapat
buang air kecil. Awalnya sejak 6 bulan yang lalu pasien merasakan pipis berwarna
merah disertai gumpalan darah dan ketika buang air kecil terasa nyeri, pasien
menyatakan buang air kecil menetes dan perlu mengejan. Pasien sudah mencoba
mengobati ke RS KS 5 hari sebelum masuk RSUD Ambarawa, di RS tersebut
dilakukan pemasangan kateter dan USG abdomen. Pasien belum sempat bertemu
dokter urologinya. Pasien memutuskan pulang keesokan harinya.
II.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Trauma, Hipertensi, Kolesterol, dan DM disangkal.
II.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dan riwayat penyakit dan
keganasan lainnya disangkal.
II.2.6 Sosial Ekonomi
1. Pekerjaan : Montir Bengkel
2. Pendidikan : SMK
3. Gaya Hidup : Merokok (-)
4. Cara Bayar : Awal masuk menggunakan BPJS Non-PBI lalu
diganti menjadi Umum kesan ekonomi baik.
II.3 Objektif
II.3.1 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4M6V5
3. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Heart Rate : 80 x/menit
c. Respiratory Rate : 20 x/menit
d. Temperature : 36,5°C
e. SPO2 : 98%
4. Status Generalis :
a. Kepala : Mesocephal
b. Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
c. Hidung : Nasal Discharge (-/-), Nafas Cuping Hidung (-/-)
d. Mulut : Bibir Pucat (-), Bibir Sianosis (-)
e. Telinga : Discharge (-/-)
f. Leher : Pembersaran KGB (-)
g. Thoraks : Dalam Batas Normal
h. Abdomen :
Inspeksi : Datar, Darm Contour, (-) Darm Steifung (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Supel, Nyeri Tekan (-)
Perkusi : Timpani (+), Pekak Hepar (+)
i. Genitalia : Terpasang Kateter Produksi 600cc/4 jam warna kemerahan
j. Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Anemis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Capillary refill <1 detik <1 detik
Kesan :
Mild Hepatomegaly dengan parenkim homogen
Multiple lesi hiperekhoik dengan acoustic shadow di dalamnya (Ukuran
terbesar ±2,44) DD/ Calcified mass, Multiple Veskolitiasis disertai
blood clot
Pembesaran Prostat (Volume ±45,7cc) dengan struktur balon kateter
pada uretra pars prostatica
Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ-organ intraabdominal
lainnya.
Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi
maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi.
Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya
BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim
aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia
pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosterone diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan
untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan
konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan
potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan,
bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan
menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol
pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi
penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan
penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan
hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormone estrogen
oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan
bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen. Testosteron yang
dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh
globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2%
dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk
ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk
kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha
reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan
reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian
hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi
nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada
chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan
menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan
kelenjar prostat.
Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat. Pada berbagai penelitian, didapatkan ternyata ada
hubungan antara pertumbuhan sel epitel dan sel stroma prostat.
Differensiasi dan perkembangan sel epitel prostat dikontrol secara tidak
langsung oleh androgen dependent mediator yang dihasilkan oleh stroma.
Androgen dependent mediator mempunyai nama lain Stromal Growth
Faktor. Growth Faktor ini akan berikatan dengan GF reseptor pada sel
stroma dan epitel. Selanjutnya terjadi pertumbuhan sel prostat. Growth
Faktor yang diketahui adalah, Epitelial GF (EGF), Insulin GF (IGF),
Fibroblast GF (FGF), Keratinosit GF (KGF), Transforming GF β (TGF-β).
EGF, IGF, FGF dan KGF diketahui memiliki aktivitas merangsang
terjadinya mitosis pada sel epitel. Sedangkan TGF-β memiliki aktivitas
menghambat aktivitas mitosis. Pada BPH diduga aktivitas EGF, IGF, FGF
dan KGF lebih tinggi daripada TGF-β.
d. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra,
hanya saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk
stent ada yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang
diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis
indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau
bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika
diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu
alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah
benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter
pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi
infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara
apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi
yang lebih invasif. Bentuk lain ialah adanya mesh dari logam yang juga
dipasang di uretra pars prostatika dengan kateter pendorong.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien ini didiagnosis sebagai Retensi Urin e.c Hiperplasia Prostat dan
Vesikolitiasis. Vesikolitiasis yang terbentuk dikarenakan adanya sumbatan pada
traktus urinarius akibat hiperplasia prostat. Cairan urin yang tersisa dalam vesika
urinaria pasien ditambah stasis yang lama terjadilah pengendapan yang
menyebabkan terbentuknya batu buli. Terapi suportif awal yang dilakukan adalah
pemasangan kateter yang bertujuan untuk mengevakuasi cairan urin dalam buli
yang menumpuk sehingga kegawat daruratan urologi dapat teratasi. Kemudian
dilakukan tindakan operatif prostatektomi dan juga ekstraksi batu buli untuk
membebaskan sumbatan pada traktus urinarius. Setelah tindakan operasi pasien
merasa lebiih baik dan diijinkan pulang pada hari ke 5 post operatif.
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, R, V et al., 2016, ‘Kejadian Batu Saluran Kemih pada Pasien Benign
Prostate Hyperplasia (BPH) Periode Januari 2013-Desember 2015 di RSUP
Kariadi Semarang’, Jurnal Kedokteran Diponegoro
Sjamsuhidajat, R, W, de Jong, 2017, Buku Ajar Ilmu Bedah : Masalah
pertimbangan Klinis Bedah dan Metode Pembedahan, Sistem Organ dan
Tindak Bedahnya, Ed. ke-4, Jakarta : EGC
Tanto, C, et al., 2014, Kapita Selekta Kedokteran, Ed. Ke-4, Jakarta : Media
Aesculapius
Tortora, GJ dan Derrickson, B 2014, Principles of anatomy & physiology, 14th ed,
Wiley, USA