DISUSUN OLEH :
Baru Juanna Cynthia (XC064182032)
SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Yulius Patimang, Sp,A, Sp.JP(K),FIHA
Supervisor Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Unstable Angina Pectoris (UAP)”
Kami menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan laporan kasus
selanjutnya.Terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. RB
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamian : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lombok No.13 Makassar
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri Dada
1
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit jantung tidak ada
- Riwayat keluarga dngan diabetes mellitus tidak ada
- Riwayat keluarga dengan hipertensi tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok 40 tahun, 1 hari 2 bungkus rokok
- Riwayat penggunaan minuman beralkohol tidak ada
b. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 75 kali per menit/regular/kuat angkat
Pernapasan : 20 kali permenit
2
Suhu : 36,6oC
d. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak terdapat kelainan dinding dada,
tidak ada kelainan bentuk (diameter laterolateral lebih besar dari
anteroposterior)
Palpasi : tidak terdapat massa tumor, nyeri tekan tidak ada, vocal fremitus
sama kuat.
Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar setinggi ICS 5 dextra
Auskultasi : Bunyi pernafasan vesicular, bunyi tambahan ronchi-/-,wheezing -/-
e. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis jantung tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS 5 di parasternalis kanan, dan batas
jantung kiri di ICS 6 linea axillaris anterior. Batas jantung atas ICS
2
Auskultasi : SI / SII murni regular, murmur tidak ada.
f. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, mengikuti gerak napas, tidak terdapat ascites
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
3
Palpasi : tidak terdapat massa tumor, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani (+) kesan normal
g. Pemeriksaan Ektremitas
Akral dingin, edema (-), CRT <2 detik, ulkus (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (8 Agustus 2019)
4
1 Ureum 22 10-50 Mg/dl
2 Kreatinin 0,88 L (<1,3); P( <1,1) Mg/dl
FUNGSI HATI
1 SGOT 17 <38 U/L
2 SGPT 16 <41 U/L
Penanda Jantung
1 CK 32,15 L(<190);P(<167) U/L
2 CK-MB 9,5 <25 U/L
IMUNOSEROLOGI
Imunoserologi lain
1 Troponin I <1,5 L = 17-50 Ng/ml
P = 8-29
Elektrolit
1 Natrium 142 136-145 Mmol/l
2 Kalium 3,9 3,5-5,1 Mmol/l
3 Klorida 106 97-111 Mmol/l
b. Elektrokardiogram
Gambaran EKG 1 (8 Agustus 2019)
5
Ritme : sinus ritme
Heart Rate : 73 kali per menit
Regularitas : Reguler
Axis : Normoaxis
Gelombang P : Normal, durasi 0,08 detik
PR interval : Normal, durasi 0.16 detik
Gelombang Q : Tidak tampak Q patologis
QRS Kompleks : Normal, durasi 0,06 detik
Segmen ST : tampak qST elevasi pada VI-V2
Gelombang T : Tidak tampak kelainan
c. Echocardiogram
6
- Cor: kesan normal, aorta dilatasi
- Tulang-tulang intak
Kesan:
- Dilatatio aortae
VI. DIAGNOSIS
VII. TERAPI
- Istirahat ditempat tidur
- Anti agregasi platelet: Aspilet 80 mg/24 jam/oral
- Anti agregasi platelet: Clopidogrel 75 mg/24 hours/oral
- Statin: Simvastatin 40 mg / 24 jam / oral
- B-blocker : Bisoprolol 1,25 mg/24 jam/oral
- ISDN 5 mg/sublingual (jika nyeri dada)
- Anti koagulan : Lovenox 60mg/12 jam/subkutan
- Lanzoprazole 30 mg/24 jam/ intravena
- Betahistine 60 mg/8 jam/ oral
- Ondansetron 4 mg/8 jam/ intravena (terapi dimulai pada tanggal 9/8/2019)
7
VIII. RESUME
Laki-laki 64 tahun datang dengan keluhan nyeri dada pasien dialami
sejak Keluhan nyeri dada pasien dialami sejak 2 hari sebelum masuk IGD
PJT. Nyeri lebih berat dirasakan pada malam hari dan paling berat dirasakan
pada tadi malam (10 jam sebelum masuk RS) disertai keringat dingin. Nyeri
berlangsung > 20 menit dan dirasakan seperti tertekan dan tembus
kebelakang, nyeri juga dirasakan menjalar keleher dirasa seperti tercekik.
Mual ada, muntah ada sejak pagi hari frekuensi 3x isi sisa makanan, sesak
ada. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal, riwayat CAD
disangkal.
8
BAB II
DISKUSI KASUS
A. Pendahuluan
Nyeri dada adalah gejala non-Spesifik yang dapat ditimbulkan oleh penyebab
jantung atau non-Jantung. Istilah angina biasanya diperuntukkan untuk sindrom nyeri
yang timbul dari dugaan adanya iskemia miokard.
Istilah awal angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu dan
dimaksudkan untuk menandakan keadaan sedang antara infark miokard dan tingkat
angina stabil yang lebih kronis. Istilah lama, angina preinfark, menyatakan tujuan
klinis berupa intervensi untuk mengecilkan resiko infark miokard atau kematian.
Pasien dengan kondisi ini juga telah dikelompokkan menurut kondisi mereka, hasil
tes diagnostik, atau pengobatan dari waktu ke waktu; kategori-kategorinya termasuk
angina onset baru, angina terakselerasi, angina istirahat (angina rest), angina
postinfark awal, dan angina postrevaskularisasi awal.
Meskipun definisi dan etiologi angina tidak stabil bisa luas, interaksi keterkaitan
antara plak aterosklerotik terganggu (disrupted atherosclerotic plaque) dan trombi
berlapisan hadir dalam banyak kasus angina tidak stabil, dengan defisit hemodinamik
konsekuen atau mikroembolisasi. Ini berbeda dari angina stabil, di mana penyebab
khas yang mendasari adalah stenosis koroner tetap (fixed) dengan aliran darah
terganggu dan lambat, pertumbuhan plak progresif yang memungkinkan untuk
berkembangnya sesekali aliran kolateral.
Penyebab lain angina, seperti kardiomiopati obstruktif hipertrofik (HOCM) atau
penyakit mikrovaskuler (sindrom X), menyebabkan iskemia melalui mekanisme yang
berbeda dan dianggap entitas yang terpisah.(1)
B. Definisi
Angina pektoris atau angina adalah gejala dari nyeri dada atau tekanan yang
terjadi saat jantung tidak menerima cukup darah dan oksigen untuk memenuhi
kebutuhannya. Secara umum, angina hasil dari plak yang terbuat dari lemak kolesterol
atau bangunan lainnya di arteri koroner. Akumulasi plak ini dikenal sebagai penyakit
arteri koroner (CAD). Ketika plak menumpuk di dalam arteri yang cukup koroner
9
seseorang, darah mengalir melewati plak berkurang, merampas otot jantung nutrisi
yang dibutuhkan dan oksigen. Akibatnya, gejala angina dapat terjadi. Angina adalah
lebih mungkin terjadi ketika jantung bekerja lebih keras dan membutuhkan aliran
darah tambahan, seperti selama aktivitas fisik atau stres emosional (American College
of Cardiology Foundation).(1)
Angina tidak stabil atau Unstable Angina Pectoris (UAP) merupakan tipe dari
sindroma koroner akut yang disebabkan oleh obstruksi koroner parsial yang
menyebabkan ketidaseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen sel miokard tidak
seimbang. Angina tidak stabil memberikan gambaran klinis dan patofisiologi yang
mirip dengan Non-ST-segment elevation Miocard Infarct (NSTEMI), sehingga
penatalakasanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis UAP ditegakkan jika pasien
dengan manifestasi klinis Typical Angina disertasi gambaran depresi segmen ST dan
atau T inversi pada EKG, dan tidak ada peningkatan biomarker jantung (14).
C. Faktor Risiko
Tidak dapat dimodifikasi
a. Umur
Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum umur 40 tahun,
sedangkan mulai usia 40-60 tahun insiden miokard infark meningkat 5 kali lipat.
Hal ini terkait dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis yang semakin
besar, terkait dengan deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin
menurun seiring dengan bertambahnya umur. (11)
b. Jenis kelamin
Laki-laki usia 35-44 tahun memiliki kecenderungan 5-6 kali dibanding
perempuan untuk terkena penyakit jantung koroner. Namun, setelah wanita
menopause, insidensi terjadinya hampir sama. Dengan asumsi faktor esterogen
pada wanita yang mempengaruhi kadar lipid, dengan menurunkan kadar LDL-C,
meningkatkan HDL-C serta trigliserida. Disparitas ini akan berkurang seiring
dengan pertambahan usia, dengan wanita 10 tahun kemudian. Walaupun begitu
10
wanita cenderung lebih mendapati PJK yang lebih kompleks karena pertambahan
umur yang lebih tua disertai lebih banyak faktor komorbiditas (11).
c. Genetik
Terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas arteria brakhialis,
pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan tunika media(11).
Dapat dimodifikasi
a. Merokok
Perokok memiliki efek yang luas dan signifikasn sebagai faktor risiko dimana ahli
bedah umum menyatakan “penyebab penyakit dan kematian yang paling dapat
dicegah di United stases”. Perokok meningkatkan risiko penyakit jantung koroner
untuk dirinya sendiri. Ketika ia berinteraksi dengan faktor-faktor lain, secara besar
juga meningkatkan risiko. Merokok meningkatkan tekanan darah, menurunkan
toleransi latihan dan meningkatkan tendensi darah untuk menggumpal. Merokok
juga menyebabkan peningkatan risiko dari kejadian berulang penyakit jantung
koroner setelah operasi bypass. Perokok merupakan faktor risiko yang sangat
penting pada laki-laki dan perempuan. Menghasilkan risiko relative lebih besar
pada orang yang dibawah umur 50 dibanding diatas 50 tahun. Perempuan yang
merokok dan menggunakan kontrasepsi oral memiliki faktor risiko akan penyakit
jantung koroner dan stroke dibandingkan perempuan yang tidak merokok namun
menggunakan kontrasepsi oral. Merokok juga menurunkan HDL, sehingga pada
pasien yang memiliki riwayat keluarga penyakit jantung terlihat memiliki risiko
lebih tinggi (12).
b. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolesmia memungkinan timbulnya
aterosklerosis dan berkaitan dengan proliferasi sel otot polos pembuluh darah
arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, fosfolipid, peningkatan kadaar
LDL-C dan kadar HDL-C yang rendah (12).
c. Dislipidemia
Dislipidemia dengan batas atas LDL-C 130-159 mg/dl dan tinggi apabila
mencapai >160 mg/dldan kadar HDL-C rendah (<40 mg/dl. Risiko aterogenik
yaitu kadar tinggi kolesterol LDL yang dapat teroksidasi dan menimbulkan
deposisi di sirkulasi pembuluh darah. Sedangkan kadar kolesterol HDL yang
11
rendah dapat meningkatkan resiko karena faktor protektif dari HDL yang rendah
seiring dengan kadarnya yang kurang (12).
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskuler dan telah
menunjukkan asosiasi yang sangat kuat dengan resistensi insulin. Penurunan berat
badan dapat memperbaiki risiko kardiovaskuler, menurunkan konsentrasi insulin
dan meningkatkan sensitivitas insulin. Obesitas dan resistensi insulin juga
memiliki hubungan dengan faktor risiko lainnya, termasuk tekanan darah tinggi
(12).
e. Hipertensi
Tekanan darah yang terlalu tinggi dalam waktu yang lama, dapat merusak
pembuluh darah dan kolestrol LDL mulai berakumulasi dalam tunika intima
dalam dinding arteri. Hal ini menyebabkan beban kerja dari sistem sirkulasi
meningkat dan efisiensinya menurun (12).
Pada pasien hipertensi dengan hiperaktif saraf simpatik akan mempercepat proses
aterosklerosis dengan memperburuk resistensi insulin, melalui vasokonstriksi
simpatis pada ekstraksi glukosa dalam sel otot skelet, resistensi insulin melalui
beta-adenoreseptor, dan vascular rarefaction akibat semakin kecilnya lumen
vaskuler akibat hipertrofi vascular. Hiperaktivitas simpatetik sendiri juga
berkontribusi pada angka kejadian kematian tiba-tiba, spasme koroner, dan
thrombosis koroner. Salah satu faktor utama yang menyebabkan terbentuknya
aterosklerosis pada pasien hipertensi juga adanya stress mekanik. Stres mekanik
ini terdiri dari tiga dimensi gaya : shear stress, tekanan transmural, dan wall stress.
Shear stress memiliki peranan dalam aktivasi angiotensin II pada pasien
hipertensi sejak cultured sel endotel terpapar dengan shear stress akan memiliki
ekspresi gen ACE lebih tinggi. Tekanan transmural membuat “total tekanan” pada
sel endotel in vitro dan sel vaskuler, yang menyebabkan produksi dan
pertumbuhan dari sel-sel halus, yang dapat menyebabkan peningkatan pelepasan
faktor stimulasi dari DNA dan sintesis protein, peregangan sel otot polos akan
meningkatkan aktivitas ACE dan pertumbuhan sel, yang pada akhirnya
menyebabkan hipertrofi sel (13).
12
f. Kurangnya aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang kurang adalah salah satu faktor yang dapat diubah dari faktor
risiko mayor dalam terjadinya resistensi insulin dan penyakit jantung. Latihan dan
menurnkan berat badan dapat mencegah atau menunda onset dari diabetes
mellitus tipe 2, menurunkan tekanan darah, dan membantu menurunkan risiko
serangan jantung dan stroke. Untuk kesehatan jantung, American Heart
Association merekomendasikan :
Paling tidak aktivitas aerobic dengan inensitas sedang selama 30 menit,
paling kurang 5 hari dalam seminggu. Sehingga total perminggunya 150
menit atau
Paling tidak 25 menit aktivitas aerobic kuat selama 3 hari dalam seminggu.
Sehingga total perminggunya 75 menit atau kombinasi dengan intensitas
sedang-kuat aktivitas aerobic dan aktivitas penguatan otot dengan
intensitas sedang hingga berat selama 2 hari per minggu untuk menambah
kebugaran (12).
D. Klasifikasi
Angina diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu angina stabil dan angina tidak
stabil. Angina stabil merupakan hasil dari akumulasi bertahap dari plak di arteri
koroner. Karena hal ini meningkatkan akumulasi, gejala angina mulai terjadi dalam
pola yang diprediksi selama atau setelah latihan fisik atau stres emosional. Pola
terprediksi dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan, atau bahkan bertahun-
tahun. Jenis-jenis kegiatan yang dapat menyebabkan angina stabil termasuk berjalan
ke atas bukit atau tangga, melakukan pekerjaan rumah tangga, mengalami stres
emosional yang parah atau kecemasan, berhubungan seks, paparan suhu dingin, atau
konsumsi makanan berat. Meskipun gejala cukup mengganggu, penderita biasanya
tidak menunjukkan bahwa serangan jantung sudah dekat.
Angina tidak stabil hasil dari pecahnya plak secara tiba-tiba, yang menyebabkan
akumulasi cepat trombosit di situs pecah dan peningkatan mendadak dalam obstruksi
aliran darah di arteri koroner. Akibatnya, gejala angina tidak stabil terjadi tiba-tiba,
sering kali dalam cara yang tak terduga atau tidak terduga. Gejala-gejala mungkin
13
baru, lama, lebih berat, atau terjadi dengan tenaga sedikit atau tidak ada. Angina tidak
stabil juga mungkin kurang responsif terhadap obat nitrogliserin dari angina stabil.
Angina tidak stabil adalah keadaan darurat medis. Dicentang, akumulasi trombosit
dan obstruksi aliran darah dapat mengakibatkan serangan jantung. Ini risiko serangan
jantung tetap bahkan jika gejala angina tidak stabil mengurangi atau menghilang. Jadi,
jika terjadi angina tidak stabil, mencari perhatian medis segera sangat penting.
Angina Mikrovaskular atau Angina Sindrom X ditandai dengan nyeri dada yang
menyerupai angina, namun penyebabnya berbeda. Penyebab angina mikrovaskular
masih belum diketahui secara pasti, namun tampaknya merupakan akibat dari
buruknya fungsi pembuluh darah yang menyempit pada jantung, lengan, dan kaki.
Karena angina mikrovaskular tidak ditandai dengan penyumbatan arteri, membuatnya
lebih sulit untuk dikenali dan didiagnosa, namun prognosisnya sangat baik.(1)
1) Klasifikasi Braunwald
Klasifikasi Braunwald secara konseptual berguna karena faktor-faktornya
pada gambaran klinis (baru atau progresif vs angina istirahat), konteks (infark primer,
sekunder, atau pasca-miokard), dan intensitas terapi antianginal.(1)
A Sekunder
B Primer
14
Faktor-faktor yang C Post-infark
mempercepat secara
klinis
3 Terapi maksimal
3) Etiologi
Faktor-faktor yang terlibat dalam etiologi angina tidak stabil adalah sebagai
berikut: ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai, gangguan plak dan ruptur, trombosis,
vasokonstriksi, dan aliran siklis. Iskemia miokard angina tidak stabil, seperti semua
iskemia jaringan, akibat dari kebutuhan yang berlebihan atau tidak memadainya suplai
15
oksigen, glukosa, dan asam lemak bebas. Kebutuhan oksigen miokard meningkat dapat
disebabkan oleh hal berikut: demam, takiaritmia (misalnya fibrilasi atrium, atau
berdebar), hipertensi malignansi, tirotoksikosis, pheokromositoma, penggunaan kokain,
pemakaian amfetamin, stenosis aorta, stenosis aorta supravalvular, kardiomiopati
obstruktif, aortovenous shunts, output tinggi, kegagalan kongestif. Penurunan suplai
oksigen dapat disebabkan oleh hal berikut: anemia, hipoksemia, polisitemia, dan
hipotensi.
Akumulasi makrofag sarat lemak dan sel otot polos, yang disebut sel busa, terjadi
dalam masa plak aterosklerotik. The low-density lipoprotein cholesterol (LDL-C) yang
teroksidasi dalam sel busa merupakan sitotoksik, prokoagulan, dan kemotaksis. Ketika
plak aterosklerotik berkembang, produksi protease makrofag dan elastasis neutrofil pada
plak dapat menyebabkan penipisan selubung fibromuskular yang melingkupi inti lipid.
Peningkatan ketidakstabilan plak ditambah dengan aliran darah bergeser dan stres dinding
sekeliling menyebabkan plak robek atau pecah, terutama di penghubung selubung
fibromuskular dan dinding pembuluh darah.
16
trombin merupakan agonis kuat untuk aktivasi platelet lebih lanjut, dan menstabilkan
trombi dengan mengkonversi fibrinogen fibrin.
Para trombus nonocclusive dari angina tidak stabil bisa menjadi transiently atau
terus-menerus oklusif. Tergantung pada durasi oklusi, adanya pembuluh kolateral, dan
daerah miokardium perfusi, angina tidak stabil berulang, NQMI, atau Q - gelombang
dapat mengakibatkan infark.
4) Patofisiologi
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak menetap
akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard. Beberapa keadaan
yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun bersamasama yaitu :
1. Faktor di luar jantung. Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan
cadangan aliran koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia,
tirotoksikosis dan pemakaian obatobatan simpatomimetik dapat meningkatkan
kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan
dan suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat
menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.
17
penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan
gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan
oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme
pembuluh darah.
4. Trombosis arteri coroner. Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah
yang sklerotik sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas
menjadi mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
Trombosis akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
18
5. Pendarahan plak atheroma. Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh
darah kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyebabkan penyempitan arteri koroner.
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis kelamin dan riwayat penyakit
dalam keluarga.
19
2. Faktor risiko yang dapat diubah : Merokok, hiperlipidemi, hipertensi, obesitas
dan DM.(3)
5) Diagnosis
i. Riwayat
Pasien dengan angina tidak stabil mewakili populasi heterogen. Oleh karena
itu, dokter harus memperoleh riwayat terfokus gejala pasien dan faktor-faktor risiko
koroner dan segera meninjau EKG untuk mengembangkan stratifikasi risiko awal.
(Lihat Prognosis.)
Diseksi aorta
Bocor atau pecah aneurisma toraks
Perikarditis dengan tamponade
Emboli paru
Pneumotoraks
Angina tidak stabil berbeda dari angina stabil dalam ketidaknyamanan
biasanya lebih intens dan mudah terprovokasi, dan ST-segmen depresi atau elevasi
pada EKG dapat terjadi. Jika tidak, manifestasi dari angina tidak stabil adalah mirip
dengan kondisi lain dari iskemia miokard, seperti angina stabil kronis dan infark
miokard.
20
epigastrium, dan / atau lengan atau lengan (biasanya sebelah kiri). Sensasi ini
biasanya melibatkan kurang rahang bawah, leher, atau bahu. Gejala yang terkait
penting dapat dispnea, kelelahan umum, diaforesis, mual dan muntah, gejala seperti
flu, dan, kurang umum, ringan atau sakit perut.(4)
Titik belok untuk infark miokard atau kematian dimulai pada Skor Risiko
TIMI 3. Oleh karena itu, pasien dengan skor 3-7 harus dipertimbangkan untuk
penggunaan intravena glikoprotein IIb / IIIa agen, heparin (berat molekul rendah atau
terpecah), dan kateterisasi jantung dini (lihat Pengobatan dan Manajemen).
21
biasanya menanggapi nitrogliserin dan dosis tinggi, dan kadang-kadang bahkan
ganda, kalsium channel blocker terapi.(5)
v. Elektrokardiografi
Baris pertama penilaian pada setiap pasien dengan angina tidak stabil
dicurigai adalah EKG 12-lead, yang harus diperoleh dalam waktu 10 menit dari
kedatangan pasien ke gawat darurat. Akurasi diagnostik EKG ditingkatkan jika
menelusuri sebelum tersedia untuk perbandingan.
22
Baru atau reversibel ST-segmen deviasi 0,5 mm atau lebih dari awal telah
dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi (15,8% vs 8,2%) dari 1-tahun kematian
atau infark miokard dalam penelitian TIMI-III EKG Registry Tambahan.(5)
23
viii. Ekokardiografi
Jika tersedia secara cepat, ekokardiografi dapat memberikan evaluasi cepat
fungsi ventrikel kiri untuk prognosis (yang buruk ketika fraksi ejeksi ventrikel kiri
adalah < 40%) atau untuk diagnosis, seperti ketika baru segmental dinding gerakan
kelainan yang terdeteksi (misalnya , sakit dada pasca infark atau
postrevascularization di mana dasar fungsi ventrikel kiri yang diketahui). Namun,
perlu diingat bahwa infark kecil mungkin tidak terwujud pada echocardiogram
tersebut.(5,6)
24
b. Penanganan
1. Tirah baring
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi. Suplemen oksigen dapat diberikan
pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi
O2 arteri.
5. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikanpada pasien yang tidak responsif dengan
25
terapi tiga dosis NTG sublingual.Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid
dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
6. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagipasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. (15)
Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah, dapat diberikan pada
Kemungkinan/Definitif SKA sesegera mungkin/di layanan primer sebelum dirujuk.
26
Terapi lainnya
Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:
Anti Iskemia
Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika
terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapatindikasi kontra.
Penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama. Penyekat beta juga
diindikasikanuntuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak adaindikasi
kontra. Pemberian penyekat beta pada pasien denganriwayat pengobatan penyekat beta
kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip
≥III. Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam praktek klinik dapat dilihat pada
tabel 12.
b. Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri sehingga konsumsi
oksigen miokardium berkurang. Efeklain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah
koroner baik yang normalmaupun yang mengalami aterosklerosis.
27
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam faseakut dari
episode angina.
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik<90 mmHg atau
>30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat(<50 kali permenit), takikardia
tanpa gejala gagal jantung, atau infarkventrikel kanan.
28
pada UAP danNSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang dengan
penyekatbeta dalam mengatasi keluhan angina.
Antiplatelet
i. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontradengan dosis
loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100mg setiap harinya untuk jangka
panjang, tanpa memandang strategipengobatan yang diberikan.
ii. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegeramungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontraseperti risiko perdarahan
berlebih.
29
iv. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12bulan sejak
kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis.
vii. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untukpasien yang dijadwalkan
menerima strategi invasif ketika tidak bisamendapatkan ticagrelor.
viii. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari)perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko
perdarahan yang meningkat.
ix. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu
menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu
dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 harisetelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secaraklinis memungkinkan, kecuali bila
terdapat risiko kejadian iskemik yangtinggi.
30
Antikogulan. Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi anti platelet secepat
mungkin.
4. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.
5. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparintidak tersedia.
31
Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkanmodifikasi diet,
inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)harus diberikan pada
semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yangtelah menjalani terapi
revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya
dimulai sebelum pasien keluar rumahsakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar
kolesterol LDL <100 mg/dL. Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL
mungkinuntuk dicapai. (15)
6) Prognosis
Pertanda klinis (Selain dari berbagai pertanda klinis yang umum seperti
usia lanjut, adanya diabetes, gagal ginjal dan penyakit komorbid lain, prognosis
pasien dapat diperkirakan melalui presentasi klinis ketika pasien tiba. Adanya
gejala saat istirahat memberikan prognosis yang buruk. Selain itu, nyeri yang
berkelanjutan atau sering serta adanya takikardia, hipotensi dan gagal jantung
juga merupakan pertanda peningkatan risiko dan memerlukan diagnosis dan
penanganan segera).(9,10)
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Lie K.L becker A.E : Claasification of Angina in what is Angina? AB. Hasale
Sweden,1983.
2. Stone GW, Maehara A, Lansky AJ, de Bruyne B, Cristea E, Mintz GS, et al. A
prospective natural-history study of coronary atherosclerosis. N Engl J Med. Jan
20 2011;364(3):226-35.
3. Jackson G.: Ische heart disease clinical & management in cardiovascular
update, update Publications, England, 1984.
33
Infarction (Updating the 2007 Guideline): A Report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. Circulation. Mar 28 2011;
10. Yetty H.S : Angina Pektoris Tak Stabil : Prognosis, Insiden infark dan
Tingkat Kemaian, Fakultas pascasarjana, UI, 1989.
11. Price, E et al. 2012. Characteritics and Outcome in Acute Coronary Syndrome
Patients with and without Established Modifiable Cardiovascular Risk Factors :
Insight from the Nationwide AMIS Plus Registry 1997-2010. Cardiology; 121 :
228-236.
12. American Heart Association. 2015. Acute Coronary Syndrome (last reviewed
July 2015).
13. Picariello, C et al. 2011. The Impact of Hypertension on Patients with Acute
Coronary Syndromes. Hindawi International Journal Hypertension : 563657.
PMCID : PMC3124673
14. Lilly LS. 2011. Pathophysiology of Heart Disease 5th ed. Baltimore: Lippincott
Williams Wilkins
15. Indonesia PDSK. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 2015;3.
34