Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN KARDIOLOGI & LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN VASKULAR Agustus 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

UNSTABLE ANGINA PECTORIS

DISUSUN OLEH :
Baru Juanna Cynthia (XC064182032)

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Yulius Patimang, Sp,A, Sp.JP(K),FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Baru Juanna Cynthia


NIM : XC064182032
Judul Laporan Kasus : Unstable Angina Pectoris (UAP)

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Kardiologi dan


Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 17 Agustus 2019

Supervisor Pembimbing,

dr. Yulius Patimang, Sp,A, Sp.JP(K),FIHA

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Unstable Angina Pectoris (UAP)”

Sepanjang penyusunan laporan kasus ini, beberapa pihak-pihak yang memberikan


kontribusi baik sumbangan waktu, ide, tenaga, dan dukungan sehingga makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, tidak ada yang dapat kami sampaikan kecuali rasa
terima kasih mendalam kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada
pembimbing kami, dr. Yulius Patimang, Sp.A, Sp.JP(K),FIHA

Kami menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan laporan kasus
selanjutnya.Terima kasih.

Makassar, 17 Agustus 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv
BAB I.................................................................................................................................1
LAPORAN KASUS ..........................................................................................................1
BAB II ...............................................................................................................................9
DISKUSI KASUS .............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................33

iv
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. RB
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamian : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lombok No.13 Makassar

Tanggal Masuk : 8 Agustus 2019 Jam 10:00


No. RM : 891912
Unit Kerja : HCU PJT

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri Dada

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan nyeri dada pasien dialami sejak 2 hari sebelum masuk IGD PJT.
Nyeri lebih berat dirasakan pada malam hari dan paling berat dirasakan pada
tadi malam (10 jam sebelum masuk RS) disertai keringat dingin. Nyeri
berlangsung > 20 menit dan dirasakan seperti tertekan dan tembus
kebelakang, nyeri juga dirasakan menjalar keleher dirasa seperti tercekik.
Mual ada, muntah ada sejak pagi hari frekuensi 3x isi sisa makanan, sesak
ada. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal. Riwayat merokok
ada 40 tahun, 1 hari 2 bungkus rokok. BAK dan BAB lancar.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat nyeri dada pernah dirasakan sebelumnya, nyeri mereda setelah beristirahat
- Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal
- Riwayat displidemia disangkal

1
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit jantung tidak ada
- Riwayat keluarga dngan diabetes mellitus tidak ada
- Riwayat keluarga dengan hipertensi tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok 40 tahun, 1 hari 2 bungkus rokok
- Riwayat penggunaan minuman beralkohol tidak ada

III. FAKTOR RISIKO


a. Dapat dimodifikasi
- Riwayat merokok
b. Tidak dapat dimodifikasi
- Usia 64 tahun
- Jenis kelamin laki-laki

IV. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
Sakit sedang/gizi Normal/ Compos Mentis (E4M6V5)
Berat Badan : 66 kg
Tinggi Badan : 173 cm
Indeks Massa Tubuh : 22,07 kg/m2 (Normal)

b. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 75 kali per menit/regular/kuat angkat
Pernapasan : 20 kali permenit

2
Suhu : 36,6oC

c. Pemeriksaan kepala dan Leher


Rambut : Tidak ada alopesia
Mata : Anemis (-), Ikterik (-), pupil isokor (d=2 mm ODS)
Wajah : Tidak terdapat nyeri tekan pada sinus frontalis dan maksillaris
Bibir : Sianosis (-)
Mulut : Lidah Kotor (-), Tonsil T1-T1
Leher : JVP R+3 cm H2O, limfadenopati dan pembesaran kelenjar tiroid
tidak ada, kaku kuduk (-)

d. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak terdapat kelainan dinding dada,
tidak ada kelainan bentuk (diameter laterolateral lebih besar dari
anteroposterior)
Palpasi : tidak terdapat massa tumor, nyeri tekan tidak ada, vocal fremitus
sama kuat.
Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar setinggi ICS 5 dextra
Auskultasi : Bunyi pernafasan vesicular, bunyi tambahan ronchi-/-,wheezing -/-

e. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis jantung tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS 5 di parasternalis kanan, dan batas
jantung kiri di ICS 6 linea axillaris anterior. Batas jantung atas ICS
2
Auskultasi : SI / SII murni regular, murmur tidak ada.

f. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, mengikuti gerak napas, tidak terdapat ascites
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

3
Palpasi : tidak terdapat massa tumor, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : Timpani (+) kesan normal

g. Pemeriksaan Ektremitas
Akral dingin, edema (-), CRT <2 detik, ulkus (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (8 Agustus 2019)

N Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


o
HEMATOLOGI
Hematolgi Rutin
1 WBC 9,71 4,00-10,0 10^3/ul
2 RBC 4,55 4,00-6,00 10^6/ul
3 HGB 13,8 12,0-16,0 gr/dl
4 HCT 39,4 37,0-48,0 %
5 MCV 86,6 80,0-97,0 fL
6 MCH 30,3 26,5-33,5 Pg
7 MCHC 35,0 31,5-35,0 gr/dl
8 PLT 353 150-400 10^3/ul
Koagulasi
1 PT 10,2 10-14 Detik
2 INR 0,98 --
3 APTT 27,3 22,0-30,0 Detik
KIMIA DARAH
Glukosa
1 GDS 96 140 Mg/dl
FUNGSI GINJAL

4
1 Ureum 22 10-50 Mg/dl
2 Kreatinin 0,88 L (<1,3); P( <1,1) Mg/dl
FUNGSI HATI
1 SGOT 17 <38 U/L
2 SGPT 16 <41 U/L
Penanda Jantung
1 CK 32,15 L(<190);P(<167) U/L
2 CK-MB 9,5 <25 U/L
IMUNOSEROLOGI
Imunoserologi lain
1 Troponin I <1,5 L = 17-50 Ng/ml
P = 8-29
Elektrolit
1 Natrium 142 136-145 Mmol/l
2 Kalium 3,9 3,5-5,1 Mmol/l
3 Klorida 106 97-111 Mmol/l

b. Elektrokardiogram
Gambaran EKG 1 (8 Agustus 2019)

5
 Ritme : sinus ritme
 Heart Rate : 73 kali per menit
 Regularitas : Reguler
 Axis : Normoaxis
 Gelombang P : Normal, durasi 0,08 detik
 PR interval : Normal, durasi 0.16 detik
 Gelombang Q : Tidak tampak Q patologis
 QRS Kompleks : Normal, durasi 0,06 detik
 Segmen ST : tampak qST elevasi pada VI-V2
 Gelombang T : Tidak tampak kelainan

Kesimpulan: Irama sinus, HR73x/menit, normoaxis,


qST elevasi V1-V2.

c. Echocardiogram

Tidak ada pemeriksaan

d. Foto Thorax (8 Agustus 2019)

Foto Thorax AP:

- Corakan broncovaskular dalam batas normal

- Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru

6
- Cor: kesan normal, aorta dilatasi

- Kedua sinus dan diafragma baik

- Tulang-tulang intak

- Jaringan lunak sekitar kesan baik

Kesan:

- Dilatatio aortae

- Pulmo dalam batas normal

VI. DIAGNOSIS

UNSTABLE ANGINA PECTORIS

VII. TERAPI
- Istirahat ditempat tidur
- Anti agregasi platelet: Aspilet 80 mg/24 jam/oral
- Anti agregasi platelet: Clopidogrel 75 mg/24 hours/oral
- Statin: Simvastatin 40 mg / 24 jam / oral
- B-blocker : Bisoprolol 1,25 mg/24 jam/oral
- ISDN 5 mg/sublingual (jika nyeri dada)
- Anti koagulan : Lovenox 60mg/12 jam/subkutan
- Lanzoprazole 30 mg/24 jam/ intravena
- Betahistine 60 mg/8 jam/ oral
- Ondansetron 4 mg/8 jam/ intravena (terapi dimulai pada tanggal 9/8/2019)

7
VIII. RESUME
Laki-laki 64 tahun datang dengan keluhan nyeri dada pasien dialami
sejak Keluhan nyeri dada pasien dialami sejak 2 hari sebelum masuk IGD
PJT. Nyeri lebih berat dirasakan pada malam hari dan paling berat dirasakan
pada tadi malam (10 jam sebelum masuk RS) disertai keringat dingin. Nyeri
berlangsung > 20 menit dan dirasakan seperti tertekan dan tembus
kebelakang, nyeri juga dirasakan menjalar keleher dirasa seperti tercekik.
Mual ada, muntah ada sejak pagi hari frekuensi 3x isi sisa makanan, sesak
ada. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal, riwayat CAD
disangkal.

Riwayat merokok ada 40 tahun, 1 hari 2 bungkus rokok. Riwayat


PJK tidak ada, hipertensi dan diabetes disangkal.
Dari pemeriksaan fisik diperoleh pasien sadar penuh (Compos mentis),
sakit sedang, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 75 kali permenit/regular/kuat
angkat, pernapasan 20 kali per menit, suhu 36,6OC dan kesan gizi Normal.
Dari pemeriksaan Kepala dalam batas normal. Pemeriksaan leher didapatkan
JVP R+3 cm H2O, dan tidak diperoleh pembesaran kelenjar. Pemeriksaan
toraks perkusi batas paru hepar dalam batas normal, batas jantung kiri pada
ICS 6 linea axillaris anterior. Pemeriksaan abdomen dalam batas normal. Serta
pemeriksaan ekstremitas tidak ditemukan kelainan.
Hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh WBC 9,71x10^3/ul, RBC
4,55x10^3/ul, HGB 13,8 g/dl, PLT 353 x10^3/ul, INR 0,98, GDS 96 mg/dl,
HS Tropinin I <1,5ng/l. Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan kesan qSt
elevasi V1-V2.

8
BAB II
DISKUSI KASUS

A. Pendahuluan
Nyeri dada adalah gejala non-Spesifik yang dapat ditimbulkan oleh penyebab
jantung atau non-Jantung. Istilah angina biasanya diperuntukkan untuk sindrom nyeri
yang timbul dari dugaan adanya iskemia miokard.
Istilah awal angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu dan
dimaksudkan untuk menandakan keadaan sedang antara infark miokard dan tingkat
angina stabil yang lebih kronis. Istilah lama, angina preinfark, menyatakan tujuan
klinis berupa intervensi untuk mengecilkan resiko infark miokard atau kematian.
Pasien dengan kondisi ini juga telah dikelompokkan menurut kondisi mereka, hasil
tes diagnostik, atau pengobatan dari waktu ke waktu; kategori-kategorinya termasuk
angina onset baru, angina terakselerasi, angina istirahat (angina rest), angina
postinfark awal, dan angina postrevaskularisasi awal.
Meskipun definisi dan etiologi angina tidak stabil bisa luas, interaksi keterkaitan
antara plak aterosklerotik terganggu (disrupted atherosclerotic plaque) dan trombi
berlapisan hadir dalam banyak kasus angina tidak stabil, dengan defisit hemodinamik
konsekuen atau mikroembolisasi. Ini berbeda dari angina stabil, di mana penyebab
khas yang mendasari adalah stenosis koroner tetap (fixed) dengan aliran darah
terganggu dan lambat, pertumbuhan plak progresif yang memungkinkan untuk
berkembangnya sesekali aliran kolateral.
Penyebab lain angina, seperti kardiomiopati obstruktif hipertrofik (HOCM) atau
penyakit mikrovaskuler (sindrom X), menyebabkan iskemia melalui mekanisme yang
berbeda dan dianggap entitas yang terpisah.(1)

B. Definisi

Angina pektoris atau angina adalah gejala dari nyeri dada atau tekanan yang
terjadi saat jantung tidak menerima cukup darah dan oksigen untuk memenuhi
kebutuhannya. Secara umum, angina hasil dari plak yang terbuat dari lemak kolesterol
atau bangunan lainnya di arteri koroner. Akumulasi plak ini dikenal sebagai penyakit
arteri koroner (CAD). Ketika plak menumpuk di dalam arteri yang cukup koroner

9
seseorang, darah mengalir melewati plak berkurang, merampas otot jantung nutrisi
yang dibutuhkan dan oksigen. Akibatnya, gejala angina dapat terjadi. Angina adalah
lebih mungkin terjadi ketika jantung bekerja lebih keras dan membutuhkan aliran
darah tambahan, seperti selama aktivitas fisik atau stres emosional (American College
of Cardiology Foundation).(1)

Angina tidak stabil atau Unstable Angina Pectoris (UAP) merupakan tipe dari
sindroma koroner akut yang disebabkan oleh obstruksi koroner parsial yang
menyebabkan ketidaseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen sel miokard tidak
seimbang. Angina tidak stabil memberikan gambaran klinis dan patofisiologi yang
mirip dengan Non-ST-segment elevation Miocard Infarct (NSTEMI), sehingga
penatalakasanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis UAP ditegakkan jika pasien
dengan manifestasi klinis Typical Angina disertasi gambaran depresi segmen ST dan
atau T inversi pada EKG, dan tidak ada peningkatan biomarker jantung (14).

C. Faktor Risiko
Tidak dapat dimodifikasi

a. Umur
Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun demikian jarang timbul penyakit serius sebelum umur 40 tahun,
sedangkan mulai usia 40-60 tahun insiden miokard infark meningkat 5 kali lipat.
Hal ini terkait dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis yang semakin
besar, terkait dengan deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin
menurun seiring dengan bertambahnya umur. (11)
b. Jenis kelamin
Laki-laki usia 35-44 tahun memiliki kecenderungan 5-6 kali dibanding
perempuan untuk terkena penyakit jantung koroner. Namun, setelah wanita
menopause, insidensi terjadinya hampir sama. Dengan asumsi faktor esterogen
pada wanita yang mempengaruhi kadar lipid, dengan menurunkan kadar LDL-C,
meningkatkan HDL-C serta trigliserida. Disparitas ini akan berkurang seiring
dengan pertambahan usia, dengan wanita 10 tahun kemudian. Walaupun begitu

10
wanita cenderung lebih mendapati PJK yang lebih kompleks karena pertambahan
umur yang lebih tua disertai lebih banyak faktor komorbiditas (11).
c. Genetik
Terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas arteria brakhialis,
pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan tunika media(11).

Dapat dimodifikasi

a. Merokok
Perokok memiliki efek yang luas dan signifikasn sebagai faktor risiko dimana ahli
bedah umum menyatakan “penyebab penyakit dan kematian yang paling dapat
dicegah di United stases”. Perokok meningkatkan risiko penyakit jantung koroner
untuk dirinya sendiri. Ketika ia berinteraksi dengan faktor-faktor lain, secara besar
juga meningkatkan risiko. Merokok meningkatkan tekanan darah, menurunkan
toleransi latihan dan meningkatkan tendensi darah untuk menggumpal. Merokok
juga menyebabkan peningkatan risiko dari kejadian berulang penyakit jantung
koroner setelah operasi bypass. Perokok merupakan faktor risiko yang sangat
penting pada laki-laki dan perempuan. Menghasilkan risiko relative lebih besar
pada orang yang dibawah umur 50 dibanding diatas 50 tahun. Perempuan yang
merokok dan menggunakan kontrasepsi oral memiliki faktor risiko akan penyakit
jantung koroner dan stroke dibandingkan perempuan yang tidak merokok namun
menggunakan kontrasepsi oral. Merokok juga menurunkan HDL, sehingga pada
pasien yang memiliki riwayat keluarga penyakit jantung terlihat memiliki risiko
lebih tinggi (12).
b. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolesmia memungkinan timbulnya
aterosklerosis dan berkaitan dengan proliferasi sel otot polos pembuluh darah
arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, fosfolipid, peningkatan kadaar
LDL-C dan kadar HDL-C yang rendah (12).
c. Dislipidemia
Dislipidemia dengan batas atas LDL-C 130-159 mg/dl dan tinggi apabila
mencapai >160 mg/dldan kadar HDL-C rendah (<40 mg/dl. Risiko aterogenik
yaitu kadar tinggi kolesterol LDL yang dapat teroksidasi dan menimbulkan
deposisi di sirkulasi pembuluh darah. Sedangkan kadar kolesterol HDL yang

11
rendah dapat meningkatkan resiko karena faktor protektif dari HDL yang rendah
seiring dengan kadarnya yang kurang (12).
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskuler dan telah
menunjukkan asosiasi yang sangat kuat dengan resistensi insulin. Penurunan berat
badan dapat memperbaiki risiko kardiovaskuler, menurunkan konsentrasi insulin
dan meningkatkan sensitivitas insulin. Obesitas dan resistensi insulin juga
memiliki hubungan dengan faktor risiko lainnya, termasuk tekanan darah tinggi
(12).

e. Hipertensi
Tekanan darah yang terlalu tinggi dalam waktu yang lama, dapat merusak
pembuluh darah dan kolestrol LDL mulai berakumulasi dalam tunika intima
dalam dinding arteri. Hal ini menyebabkan beban kerja dari sistem sirkulasi
meningkat dan efisiensinya menurun (12).
Pada pasien hipertensi dengan hiperaktif saraf simpatik akan mempercepat proses
aterosklerosis dengan memperburuk resistensi insulin, melalui vasokonstriksi
simpatis pada ekstraksi glukosa dalam sel otot skelet, resistensi insulin melalui
beta-adenoreseptor, dan vascular rarefaction akibat semakin kecilnya lumen
vaskuler akibat hipertrofi vascular. Hiperaktivitas simpatetik sendiri juga
berkontribusi pada angka kejadian kematian tiba-tiba, spasme koroner, dan
thrombosis koroner. Salah satu faktor utama yang menyebabkan terbentuknya
aterosklerosis pada pasien hipertensi juga adanya stress mekanik. Stres mekanik
ini terdiri dari tiga dimensi gaya : shear stress, tekanan transmural, dan wall stress.
Shear stress memiliki peranan dalam aktivasi angiotensin II pada pasien
hipertensi sejak cultured sel endotel terpapar dengan shear stress akan memiliki
ekspresi gen ACE lebih tinggi. Tekanan transmural membuat “total tekanan” pada
sel endotel in vitro dan sel vaskuler, yang menyebabkan produksi dan
pertumbuhan dari sel-sel halus, yang dapat menyebabkan peningkatan pelepasan
faktor stimulasi dari DNA dan sintesis protein, peregangan sel otot polos akan
meningkatkan aktivitas ACE dan pertumbuhan sel, yang pada akhirnya
menyebabkan hipertrofi sel (13).

12
f. Kurangnya aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang kurang adalah salah satu faktor yang dapat diubah dari faktor
risiko mayor dalam terjadinya resistensi insulin dan penyakit jantung. Latihan dan
menurnkan berat badan dapat mencegah atau menunda onset dari diabetes
mellitus tipe 2, menurunkan tekanan darah, dan membantu menurunkan risiko
serangan jantung dan stroke. Untuk kesehatan jantung, American Heart
Association merekomendasikan :
 Paling tidak aktivitas aerobic dengan inensitas sedang selama 30 menit,
paling kurang 5 hari dalam seminggu. Sehingga total perminggunya 150
menit atau

 Paling tidak 25 menit aktivitas aerobic kuat selama 3 hari dalam seminggu.
Sehingga total perminggunya 75 menit atau kombinasi dengan intensitas
sedang-kuat aktivitas aerobic dan aktivitas penguatan otot dengan
intensitas sedang hingga berat selama 2 hari per minggu untuk menambah
kebugaran (12).

D. Klasifikasi

Angina diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu angina stabil dan angina tidak
stabil. Angina stabil merupakan hasil dari akumulasi bertahap dari plak di arteri
koroner. Karena hal ini meningkatkan akumulasi, gejala angina mulai terjadi dalam
pola yang diprediksi selama atau setelah latihan fisik atau stres emosional. Pola
terprediksi dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan, atau bahkan bertahun-
tahun. Jenis-jenis kegiatan yang dapat menyebabkan angina stabil termasuk berjalan
ke atas bukit atau tangga, melakukan pekerjaan rumah tangga, mengalami stres
emosional yang parah atau kecemasan, berhubungan seks, paparan suhu dingin, atau
konsumsi makanan berat. Meskipun gejala cukup mengganggu, penderita biasanya
tidak menunjukkan bahwa serangan jantung sudah dekat.

Angina tidak stabil hasil dari pecahnya plak secara tiba-tiba, yang menyebabkan
akumulasi cepat trombosit di situs pecah dan peningkatan mendadak dalam obstruksi
aliran darah di arteri koroner. Akibatnya, gejala angina tidak stabil terjadi tiba-tiba,
sering kali dalam cara yang tak terduga atau tidak terduga. Gejala-gejala mungkin

13
baru, lama, lebih berat, atau terjadi dengan tenaga sedikit atau tidak ada. Angina tidak
stabil juga mungkin kurang responsif terhadap obat nitrogliserin dari angina stabil.
Angina tidak stabil adalah keadaan darurat medis. Dicentang, akumulasi trombosit
dan obstruksi aliran darah dapat mengakibatkan serangan jantung. Ini risiko serangan
jantung tetap bahkan jika gejala angina tidak stabil mengurangi atau menghilang. Jadi,
jika terjadi angina tidak stabil, mencari perhatian medis segera sangat penting.

Angina Mikrovaskular atau Angina Sindrom X ditandai dengan nyeri dada yang
menyerupai angina, namun penyebabnya berbeda. Penyebab angina mikrovaskular
masih belum diketahui secara pasti, namun tampaknya merupakan akibat dari
buruknya fungsi pembuluh darah yang menyempit pada jantung, lengan, dan kaki.
Karena angina mikrovaskular tidak ditandai dengan penyumbatan arteri, membuatnya
lebih sulit untuk dikenali dan didiagnosa, namun prognosisnya sangat baik.(1)

1) Klasifikasi Braunwald
Klasifikasi Braunwald secara konseptual berguna karena faktor-faktornya
pada gambaran klinis (baru atau progresif vs angina istirahat), konteks (infark primer,
sekunder, atau pasca-miokard), dan intensitas terapi antianginal.(1)

Tabel 1. Klasifikasi Braunwald Angina Tidak Stabil


Karakteristik Kategori Detail

Keparahan I Gejala pada saat


beraktifitas

II Gejala subakut pada saat


istirahat (2-30 hari
sebelumnya)

III Gejala akut pada saat


istirahat (dalam waktu 48
jam sebelumnya)

A Sekunder

B Primer

14
Faktor-faktor yang C Post-infark
mempercepat secara
klinis

Terapi selama gejala 1 Tanpa pengobatan


berlangsung
2 Terapi angina biasa

3 Terapi maksimal

2) Klasifikasi Canadian Cardiovascular Society


Sistem penilaian Canadian Cardiovascular Society pada angina yang terkait
usaha yang berhubungan dengan angina adalah banyak digunakan karena
merupakan klasifikasi sederhana dan praktis yang sering digunakan untuk
menggambarkan keparahan gejala. Sistem penilaiannya adalah sebagai berikut:

Grade I - Angina dengan pengerahan tenaga yang berat, cepat, atau


berkepanjangan (aktivitas fisik biasa seperti naik tangga tidak memprovokasi
angina).

Grade II - Sedikit terbatasnya aktivitas biasa (Angina terjadi dengan


postprandial, berjalan menanjak, atau cepat; ketika berjalan lebih dari 2 blok dari
permukaan tanah atau berjalan menaiki lebih dari 1 tangga; selama stres emosional,
atau pada jam-jam awal setelah bangun tidur).

Grade III - Ditandai dengan keterbatasan aktivitas biasa (Angina terjadi


dengan berjalan 1-2 blok atau mendaki tangga pada kecepatan yang normal).

Grade IV - Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa


rasa tidak nyaman (nyeri saat istirahat terjadi).(1)

3) Etiologi

Faktor-faktor yang terlibat dalam etiologi angina tidak stabil adalah sebagai
berikut: ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai, gangguan plak dan ruptur, trombosis,
vasokonstriksi, dan aliran siklis. Iskemia miokard angina tidak stabil, seperti semua
iskemia jaringan, akibat dari kebutuhan yang berlebihan atau tidak memadainya suplai

15
oksigen, glukosa, dan asam lemak bebas. Kebutuhan oksigen miokard meningkat dapat
disebabkan oleh hal berikut: demam, takiaritmia (misalnya fibrilasi atrium, atau
berdebar), hipertensi malignansi, tirotoksikosis, pheokromositoma, penggunaan kokain,
pemakaian amfetamin, stenosis aorta, stenosis aorta supravalvular, kardiomiopati
obstruktif, aortovenous shunts, output tinggi, kegagalan kongestif. Penurunan suplai
oksigen dapat disebabkan oleh hal berikut: anemia, hipoksemia, polisitemia, dan
hipotensi.

Penyebab di atas harus diselidiki karena sebagiannya adalah reversibel. Misalnya,


anemia akibat perdarahan gastrointestinal kronis tidak jarang pada pasien usia lanjut. Hal
ini dapat hidup berdampingan dengan penyakit arteri koroner. Namun, pasien tidak dapat
mengambil manfaat atau mungkin dirugikan oleh pengobatan seperti antikoagulan dan
obat antiplatelet. Penghindaran atau pengobatan penyakit yang mendasarinya adalah yang
terpenting.

Akumulasi makrofag sarat lemak dan sel otot polos, yang disebut sel busa, terjadi
dalam masa plak aterosklerotik. The low-density lipoprotein cholesterol (LDL-C) yang
teroksidasi dalam sel busa merupakan sitotoksik, prokoagulan, dan kemotaksis. Ketika
plak aterosklerotik berkembang, produksi protease makrofag dan elastasis neutrofil pada
plak dapat menyebabkan penipisan selubung fibromuskular yang melingkupi inti lipid.
Peningkatan ketidakstabilan plak ditambah dengan aliran darah bergeser dan stres dinding
sekeliling menyebabkan plak robek atau pecah, terutama di penghubung selubung
fibromuskular dan dinding pembuluh darah.

Kebanyakan pasien dengan sindrom koroner akut telah mengurangi transien


berulang suplai darah koroner karena vasokonstriksi dan pembentukan trombus di lokasi
ruptur plak aterosklerosis. Peristiwa ini terjadi karena agregasi trombosit episodik dan
interaksi yang kompleks antara dinding pembuluh darah, leukosit, trombosit, dan
lipoprotein aterogenik.

Paparan komponen subendothelial memprovokasi adhesi trombosit dan aktivasi.


Kemudian agregat dalam menanggapi kolagen dinding pembuluh terkena atau agregat
lokal (misalnya, tromboksan, adenosin difosfat) platelet. Trombosit juga melepaskan zat
yang mempromosikan vasokonstriksi dan produksi trombin. Dalam cara reciprocating,

16
trombin merupakan agonis kuat untuk aktivasi platelet lebih lanjut, dan menstabilkan
trombi dengan mengkonversi fibrinogen fibrin.

Para trombus nonocclusive dari angina tidak stabil bisa menjadi transiently atau
terus-menerus oklusif. Tergantung pada durasi oklusi, adanya pembuluh kolateral, dan
daerah miokardium perfusi, angina tidak stabil berulang, NQMI, atau Q - gelombang
dapat mengakibatkan infark.

Vasospasme, diprovokasi oleh baik ergonovine atau asetilkolin, merupakan


temuan umum pada pasien dengan sindrom koroner akut, khususnya pada pasien Taiwan
dan Jepang. Meskipun berkorelasi dengan nyeri dada, apakah ini hiperreaktivitas koroner
menyebabkan sindrom koroner akut atau hanya merupakan temuan terkait tidak
diketahui.

Sindrom koroner akut mungkin melibatkan gumpalan dalam fluks (yaitu,


membentuk dan memperbesar, chipping-off dan embolizing). Ini pembentukan bekuan
dinamis dan / atau lisis, dari waktu ke waktu, dalam hubungannya dengan vasoreactivity
koroner dan perlawanan di tempat tidur mikrovaskuler, menyebabkan intermiten dan
alternating (atau siklus) oklusi dan aliran.(2)

4) Patofisiologi

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak menetap
akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard. Beberapa keadaan
yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun bersamasama yaitu :

1. Faktor di luar jantung. Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan
cadangan aliran koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia,
tirotoksikosis dan pemakaian obatobatan simpatomimetik dapat meningkatkan
kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan
dan suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat
menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.

2. Sklerotik arteri coroner. Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan


cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang
lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat

17
penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan
gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan
oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme
pembuluh darah.

3. Agregasi trombosit. Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan


stasis aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang
akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah.

Gambar 1. Patogenesis Atheroskelorosis

4. Trombosis arteri coroner. Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah
yang sklerotik sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas
menjadi mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
Trombosis akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.

18
5. Pendarahan plak atheroma. Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh
darah kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyebabkan penyempitan arteri koroner.

6. Spasme arteri coroner. Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya


aliran koroner karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyebab
ATS. Spame dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis
pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan
arteri, pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh
darah.

Gambar 2. Proses Rupturnya Plak Atheroma


Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses aterosklerosis antara
lain adalah :

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis kelamin dan riwayat penyakit
dalam keluarga.

19
2. Faktor risiko yang dapat diubah : Merokok, hiperlipidemi, hipertensi, obesitas
dan DM.(3)

5) Diagnosis

i. Riwayat
Pasien dengan angina tidak stabil mewakili populasi heterogen. Oleh karena
itu, dokter harus memperoleh riwayat terfokus gejala pasien dan faktor-faktor risiko
koroner dan segera meninjau EKG untuk mengembangkan stratifikasi risiko awal.
(Lihat Prognosis.)

Awalnya mendapatkan sejarah untuk menentukan apakah bukti angina hadir,


dan kemudian bertujuan untuk mengidentifikasi apakah stabil atau tidak stabil.

ii. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik biasanya tidak sensitif atau spesifik untuk angina tidak
stabil sebagai sejarah atau tes diagnostik. Sebuah pemeriksaan fisik biasa-biasa saja
tidak jarang. Lakukan penilaian cepat tanda-tanda vital pasien ', dan melakukan
pemeriksaan jantung. Diagnosis tertentu yang harus eksplisit dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:

 Diseksi aorta
 Bocor atau pecah aneurisma toraks
 Perikarditis dengan tamponade
 Emboli paru
 Pneumotoraks
Angina tidak stabil berbeda dari angina stabil dalam ketidaknyamanan
biasanya lebih intens dan mudah terprovokasi, dan ST-segmen depresi atau elevasi
pada EKG dapat terjadi. Jika tidak, manifestasi dari angina tidak stabil adalah mirip
dengan kondisi lain dari iskemia miokard, seperti angina stabil kronis dan infark
miokard.

Angina dapat mengambil banyak bentuk, dan penyelidikan harus diarahkan


tidak hanya memicu nyeri dada tetapi juga rasa tidak nyaman dan frekuensi, lokasi,
pola radiasi, dan mempercepat dan mengurangi faktor. Nyeri iskemik dapat
bermanifestasi sebagai berat, sesak, sakit, kepenuhan, atau pembakaran dada,

20
epigastrium, dan / atau lengan atau lengan (biasanya sebelah kiri). Sensasi ini
biasanya melibatkan kurang rahang bawah, leher, atau bahu. Gejala yang terkait
penting dapat dispnea, kelelahan umum, diaforesis, mual dan muntah, gejala seperti
flu, dan, kurang umum, ringan atau sakit perut.(4)

iii. Trombolisis pada Skor Risiko Myocardial Infarction


Skor TIMI Risiko untuk angina tidak stabil / NSTEMI saat ini instrumen-
terbaik divalidasi prognostik yang cukup sederhana untuk digunakan dalam suasana
gawat darurat. Gradien dari infark miokard, iskemia berulang parah, atau kematian
agak proporsional dengan Skor Risiko TIMI (lihat grafik di bawah), meskipun
prognosis yang buruk tampaknya dikurangi dengan menggunakan strategi
antitrombotik baru.

Trombolisis di Myocardial Infarction (TIMI) Risiko Skor, meskipun


prognosis yang buruk tampaknya dikurangi dengan menggunakan strategi
antitrombotik baru.

Titik belok untuk infark miokard atau kematian dimulai pada Skor Risiko
TIMI 3. Oleh karena itu, pasien dengan skor 3-7 harus dipertimbangkan untuk
penggunaan intravena glikoprotein IIb / IIIa agen, heparin (berat molekul rendah atau
terpecah), dan kateterisasi jantung dini (lihat Pengobatan dan Manajemen).

Kehadiran salah satu variabel-variabel berikut merupakan 1 poin, dengan


jumlah yang merupakan skor risiko pasien pada skala 0-7:

 Berusia 65 tahun atau lebih


 Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
 Dikenal stenosis koroner 50% atau lebih
 Peningkatan jantung penanda serum
Setidaknya 3 faktor risiko untuk penyakit arteri koroner (termasuk diabetes
melitus, perokok aktif, riwayat keluarga penyakit arteri koroner, hipertensi, dan
hiperkolesterolemia). Pada gejala angina (2 atau lebih peristiwa angina dalam 24
jam terakhir).

Deviasi ST pada EKG Varian (Prinzmetal) angina ditandai dengan transien


ST-segmen elevasi dan dapat melibatkan beberapa wilayah arteri koroner. Pasien

21
biasanya menanggapi nitrogliserin dan dosis tinggi, dan kadang-kadang bahkan
ganda, kalsium channel blocker terapi.(5)

iv. Studi Darah Lainnya


Penghitungan CBC membantu dalam menyingkirkan anemia sebagai
penyebab sekunder dari sindrom koroner akut. Leukositosis memiliki nilai
prognostik dalam pengaturan infark miokard akut.

Tutup pemantauan tingkat potasium dan magnesium sangat penting pada


pasien dengan sindrom koroner akut karena tingkat rendah mungkin
mempengaruhi mereka untuk aritmia ventrikel. Rutin pengukuran kadar kalium
serum dan koreksi yang cepat direkomendasikan.

Tingkat kreatinin juga diperlukan, terutama jika dianggap kateterisasi


jantung. Penggunaan N-asetilsistein dan hidrasi yang cukup dapat membantu
mencegah bahan kontras nefropati. Interleukin 6 adalah penentu utama dari
protein fase-akut reaktan dalam hati, dan amiloid Sebuah serum merupakan
reaktan fase akut. Ketinggian salah satu dari ini dapat prediksi dalam menentukan
peningkatan risiko hasil yang merugikan pada pasien dengan angina tidak stabil.(5)

v. Elektrokardiografi
Baris pertama penilaian pada setiap pasien dengan angina tidak stabil
dicurigai adalah EKG 12-lead, yang harus diperoleh dalam waktu 10 menit dari
kedatangan pasien ke gawat darurat. Akurasi diagnostik EKG ditingkatkan jika
menelusuri sebelum tersedia untuk perbandingan.

Tertinggi berisiko temuan EKG (ST-segmen elevasi atau baru kiri-blok


cabang berkas) memerlukan triase untuk terapi revaskularisasi segera. Gelombang T
yang memuncak juga bisa menandakan infark miokard awal.

Tingkat berikutnya pasien berisiko tinggi termasuk orang-orang dengan


depresi ST lebih besar dari 1 mm pada EKG. Sekitar 50% dari pasien dengan temuan
ini telah nekrosis miokard subendocardial. Kehadiran ST-segmen depresi
menandakan relatif tinggi di rumah sakit, 30-hari, dan 1-tahun tingkat kematian
terlepas dari tingkat biomarker jantung.

22
Baru atau reversibel ST-segmen deviasi 0,5 mm atau lebih dari awal telah
dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi (15,8% vs 8,2%) dari 1-tahun kematian
atau infark miokard dalam penelitian TIMI-III EKG Registry Tambahan.(5)

Berikut perbedaan tampilan EKG infark miokardium pada UAP/NSTEMI


dan STEMI:

Gambar 3. Kelainan EKG pada UA dan NSTEMI

vi. Wellens Syndrome


Wellens sindrom ini juga disebut sebagai sindrom koroner LAD gelombang
T kriteria Sindrom meliputi karakteristik perubahan gelombang T;. Riwayat nyeri
dada angina; normal atau peningkatan kadar enzim minimal jantung, dan akhirnya,
EKG tanpa gelombang Q, tanpa ST elevasi yang signifikan, dan normal prekordial
R-gelombang kemajuan. Pengakuan elektrokardiografi kelainan ini adalah sangat
penting, karena sindrom ini merupakan tahap preinfarction dari penyakit arteri
koroner yang sering berkembang menjadi infark dinding anterior menghancurkan.(6)

vii. Radiografi Dada


Lakukan radiografi dada untuk mengevaluasi pasien untuk tanda-tanda gagal
jantung kongestif dan untuk penyebab lain dari gejala dada seperti pneumotoraks,
infeksi paru atau massa, hipertensi pulmonal, dan pelebaran mediastinum.(5,6)

23
viii. Ekokardiografi
Jika tersedia secara cepat, ekokardiografi dapat memberikan evaluasi cepat
fungsi ventrikel kiri untuk prognosis (yang buruk ketika fraksi ejeksi ventrikel kiri
adalah < 40%) atau untuk diagnosis, seperti ketika baru segmental dinding gerakan
kelainan yang terdeteksi (misalnya , sakit dada pasca infark atau
postrevascularization di mana dasar fungsi ventrikel kiri yang diketahui). Namun,
perlu diingat bahwa infark kecil mungkin tidak terwujud pada echocardiogram
tersebut.(5,6)

ix. Magnetic Resonance Imaging


MRI mapan dan mampu mendeteksi sesedikit parut 1%, yang merupakan
faktor prognostik yang kuat [10, 11]. MRI juga mapan untuk deteksi dan karakterisasi
komplikasi infark miokard. MRI mungkin menemukan kelainan gerakan dinding dan
infark terjawab oleh ekokardiografi karena resolusi yang lebih tinggi dan cakupan
penuh dari MRI, ekokardiografi drop out dari paru-paru atau tulang rusuk, dan
ketergantungan sudut echocardiography, yang mungkin kehilangan daerah yang
terkena, seperti puncak nyata.(5,6,7,8)

x. Latihan Pengujian (Tread Mill)


Pengujian latihan tidak biasanya dilakukan pada fase akut angina tidak stabil
atau pada subyek dengan angina istirahat terakhir. Namun, subyek dalam aktivitas
penyakit yang menjadi dikendalikan setelah beberapa hari terapi medis dapat dengan
aman menjalani tes stres sebelum dikeluarkan dari rumah sakit.

Bila mungkin, pengujian predischarge adalah khusus untuk minggu


pengujian untuk bulan berikutnya debit karena tidak ada nilai prognostik yang hilang
dengan pengujian awal dan karena proporsi yang relatif tinggi Adverse Cardiac
Events terjadi lebih awal daripada kemudian.(7)

xi. Enzim Marker


Enzim LDH, CPK dan CK-MB Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK
dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-
MB merupakan enzim yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat
terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim
(7)
secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA.

24
b. Penanganan

Tindakan Umum Dan Langkah Awal

Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segeramenetapkan


diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penangananselanjutnya. Yang dimaksud
dengan terapi awal adalah terapi yang diberikanpada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum
ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah
Morfin, Oksigen,Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua
atau bersamaan.

1. Tirah baring

2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi. Suplemen oksigen dapat diberikan
pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi
O2 arteri.

3. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidakdiketahui


intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A).

4. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan


dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMIyang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik

b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosispemeliharaan


75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapireperfusi
menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADPyang dianjurkan
adalah clopidogrel)

5. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikanpada pasien yang tidak responsif dengan

25
terapi tiga dosis NTG sublingual.Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid
dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti

6. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagipasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. (15)

Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah, dapat diberikan pada
Kemungkinan/Definitif SKA sesegera mungkin/di layanan primer sebelum dirujuk.

26
Terapi lainnya
Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:

Anti Iskemia

a. Penyekat Beta (Beta blocker).

Keuntungan utama terapi penyekatbeta terletak pada efeknya terhadap reseptor


beta-1 yang mengakibatkanturunnya konsumsi oksigen miokardium. Terapi hendaknya
tidak diberikanpada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikuler yang
signifikan,asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan
kasus,preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi.

Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika
terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapatindikasi kontra.
Penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama. Penyekat beta juga
diindikasikanuntuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak adaindikasi
kontra. Pemberian penyekat beta pada pasien denganriwayat pengobatan penyekat beta
kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip
≥III. Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam praktek klinik dapat dilihat pada
tabel 12.

b. Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri sehingga konsumsi
oksigen miokardium berkurang. Efeklain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah
koroner baik yang normalmaupun yang mengalami aterosklerosis.

27
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam faseakut dari
episode angina.

2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjutsebaiknya


mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal3 kali pemberian,
setelah itu harus dipertimbangkan penggunaannitrat intravena jika tidak ada
indikasi kontra.
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, atau hipertensi dalam
48 jam pertama UAP/NSTEMI.Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak
boleh menghalangipengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti
penyekatbeta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I).

4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik<90 mmHg atau
>30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat(<50 kali permenit), takikardia
tanpa gejala gagal jantung, atau infarkventrikel kanan.

5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsiinhibitor


fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam48 jam. Waktu yang tepat
untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan. (PERKI,
2015)

c. Calcium channel blockers (CCBs). Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek


vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atauAV Node. Sebaliknya
verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SANode dan AV Nodeyang menonjol
dan sekaligus efek dilatasi arteri. SemuaCCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi
koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin,
merupakan obat pilihanuntuk mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan CCB

28
pada UAP danNSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang dengan
penyekatbeta dalam mengatasi keluhan angina.

1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien yang


telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta.
2. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI denganindikasi
kontra terhadap penyekat beta.
3. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai pengganti
terapi penyekat beta.
4. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik.
5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak
direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta.

Antiplatelet

i. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontradengan dosis
loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100mg setiap harinya untuk jangka
panjang, tanpa memandang strategipengobatan yang diberikan.

ii. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegeramungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontraseperti risiko perdarahan
berlebih.

iii. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikanbersama DAPT


(dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambatreseptor ADP)
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahansaluran cerna atau ulkus
peptikum, dan perlu diberikan pada pasiendengan beragam faktor risiko seperti
infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun,serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau
steroid.

29
iv. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12bulan sejak
kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis.

v. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadianiskemik


sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengandosis loading 180
mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberiandilakukan tanpa memandang
strategi pengobatan awal. Pemberianini juga dilakukan pada pasien yang sudah
mendapatkan clopidogrel(pemberian clopidogrel kemudian dihentikan)

vi. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa


menggunakanticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75
mgsetiap hari.

vii. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untukpasien yang dijadwalkan
menerima strategi invasif ketika tidak bisamendapatkan ticagrelor.

viii. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari)perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko
perdarahan yang meningkat.

ix. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu
menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu
dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 harisetelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secaraklinis memungkinkan, kecuali bila
terdapat risiko kejadian iskemik yangtinggi.

x. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau


dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman.

xi. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX-2


selektif dan NSAID non-selektif ).

Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa


memperdulikanjenis stent.(15)

30
Antikogulan. Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi anti platelet secepat
mungkin.

1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yangmendapatkan terapi


antiplatelet.

2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan daniskemia, dan


berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.

3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko


yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan
bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang
mendapatkan penghambat reseptor GP IIb/IIIa) perlu diberikan saat IKP.

4. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.

5. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparintidak tersedia.

6. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasiperlu


dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit.

7. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan.

31
Statin

Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkanmodifikasi diet,
inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)harus diberikan pada
semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yangtelah menjalani terapi
revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya
dimulai sebelum pasien keluar rumahsakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar
kolesterol LDL <100 mg/dL. Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL
mungkinuntuk dicapai. (15)

6) Prognosis
Pertanda klinis (Selain dari berbagai pertanda klinis yang umum seperti
usia lanjut, adanya diabetes, gagal ginjal dan penyakit komorbid lain, prognosis
pasien dapat diperkirakan melalui presentasi klinis ketika pasien tiba. Adanya
gejala saat istirahat memberikan prognosis yang buruk. Selain itu, nyeri yang
berkelanjutan atau sering serta adanya takikardia, hipotensi dan gagal jantung
juga merupakan pertanda peningkatan risiko dan memerlukan diagnosis dan
penanganan segera).(9,10)

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Lie K.L becker A.E : Claasification of Angina in what is Angina? AB. Hasale
Sweden,1983.

2. Stone GW, Maehara A, Lansky AJ, de Bruyne B, Cristea E, Mintz GS, et al. A
prospective natural-history study of coronary atherosclerosis. N Engl J Med. Jan
20 2011;364(3):226-35.
3. Jackson G.: Ische heart disease clinical & management in cardiovascular
update, update Publications, England, 1984.

4. Ong P, Athanasiadis A, Hill S, Vogelsberg H, Voehringer M, Sechtem U.


Coronary artery spasm as a frequent cause of acute coronary syndrome: The
CASPAR (Coronary Artery Spasm in Patients With Acute Coronary Syndrome)
Study. J Am Coll Cardiol. Aug 12 2008;52(7):523-7.
5. Scirica BM, Moliterno DJ, Every NR, Anderson HV, Aguirre FV, Granger CB,
et al. Differences between men and women in the management of unstable angina
pectoris (The GUARANTEE Registry). The GUARANTEE Investigators. Am J
Cardiol. Nov 15 1999;84(10):1145-50.
6. GRACE, Global Registry of Acute Coronary Events. Available at
http://www.outcomes-umassmed.org/grace/. Accessed November 14, 2011.
7. Lupón J, Valle V, Marrugat J, Elosua R, Serés L, Pavesi M, et al. Six-month
outcome in unstable angina patients without previous myocardial infarction
according to the use of tertiary cardiologic resources. RESCATE Investigators.
Recursos Empleados en el Síndrome Coronario Agudo y Tiempos de Espera. J
Am Coll Cardiol. Dec 1999;34(7):1947-53.
8. Kwong RY, Sattar H, Wu H, et al. Incidence and prognostic implication of
unrecognized myocardial scar characterized by cardiac magnetic resonance in
diabetic patients without clinical evidence of myocardial infarction. Circulation.
Sep 2 2008;118(10):1011-20.
9. [Guideline] Wright RS, Anderson JL, Adams CD, Bridges CR, Casey DE Jr,
Ettinger SM, et al. 2011 ACCF/AHA Focused Update of the Guidelines for the
Management of Patients With Unstable Angina/Non-ST-Elevation Myocardial

33
Infarction (Updating the 2007 Guideline): A Report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. Circulation. Mar 28 2011;
10. Yetty H.S : Angina Pektoris Tak Stabil : Prognosis, Insiden infark dan
Tingkat Kemaian, Fakultas pascasarjana, UI, 1989.

11. Price, E et al. 2012. Characteritics and Outcome in Acute Coronary Syndrome
Patients with and without Established Modifiable Cardiovascular Risk Factors :
Insight from the Nationwide AMIS Plus Registry 1997-2010. Cardiology; 121 :
228-236.
12. American Heart Association. 2015. Acute Coronary Syndrome (last reviewed
July 2015).
13. Picariello, C et al. 2011. The Impact of Hypertension on Patients with Acute
Coronary Syndromes. Hindawi International Journal Hypertension : 563657.
PMCID : PMC3124673
14. Lilly LS. 2011. Pathophysiology of Heart Disease 5th ed. Baltimore: Lippincott
Williams Wilkins
15. Indonesia PDSK. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 2015;3.

34

Anda mungkin juga menyukai