Prinsip terapi dalam penanganan pyopneumotoraks adalah evakuasi cairan dan udara
secepatnya, baik dengan cara aspirasi maupun pemasangan selang WSD (water sealed drainage)
dan pleurodesis. Sedangkan terapi lainnya tergantung dari penyakit paru yang mendasari atau
menyertai. Proses pleurodesis yakni pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi
dialirkan ke luar secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500
mg tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis kemudian
kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi yang tersisa.Selang kemudian dicabut.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pyopneumotoraks meliputi hemopneumothorax, bronchopleural fistula,
pneumomediastinum, pneumothorax kronik (paru gagal untuk mengembang kembali).
a. Hemopneumotoraks
Efusi pleura terjadi pada 15-20% pasien dengan hidropneumotoraks. Sekitar 5% pasien
dengan pneumotoraks juga mengalami hemotoraks dengan sejumlah darah yang dijumpai pada
ruang pleura. Mekanisme perdarahan yang terjadi yaitu perdarahan dari adeshi vascular antara
pleura visceral dan parietal. Manifestasinya tergantung pada jumlah darah yang hilang selama
kelainan ini terjadi. Tatalaksana yang dapat dilakukan meliputi torakostomi untuk drainase
hemothorax dan re-expansi paru-paru.
b. Bronchopleural fistula
Bronchopleural fistula dapat terjadi pada pasien-pasien dengan pneumotoraks spontan (3-
4%), namun lebih sering terjadi pada pasien dengan pneumothoraks spontan sekunder. Kebocoran
udara persisten yang terjadi setelah dilakukan drainase toraks untuk pneumothorax merupakan
tanda klinis awal dari komplikasi ini. Keadaan ini dapat ditangani dengan torakotomi, penutupan
fistula dan pleurodesis.
c. Pneumotoraks kronik
Chest tube digunakan pada kasus pneumotoraks untuk membantu re-expansi paru. Namun
pada beberapa kasus, prosedur ini dapat gagal. Penebalan pada korteks visceral pleura
menghambat terjadinya re-expansi paru. Prosedur medis untuk kondisi ini yaitu torakotomi dan
dekortikasi