Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA Referat & Laporan

FAKULTAS KEDOKTERAN Kasus Oktober 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT : OBAT-OBAT ANTIDEPRESI


LAPORAN KASUS: EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK (F32.2)

Disusun Oleh:
Baru Juanna Cynthia
XC064182032

Residen Pembimbing :
dr. A. Nursabhrina. J

Supervisor Pembimbing :
dr. A. Suheyra Syauki M.kes, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Baru Juanna Cynthia

Stambuk : XC064182032

Judul Referat : Obat Antidepresan

Judul Laporan Kasus : EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK (F32.2)

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan tugas referat dan laporan kasus

dengan judul di atas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. A. Suheyra Syauki M.kes, Sp.KJ dr. A. Nursabhrina. J

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat,

anugrah, dan karunia-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan referat ini dengan baik dan

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. A.

Suheyra Syauki M.kes, Sp.KJ dan dr. A. Nursabhrina. J selaku pembimbing di Ilmu

Penyakit Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar 2019.

Saya menyadari bahwa penulisan referat saya masih kurang sempurna. Untuk itu

saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar

kedepannya saya dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan saya. Saya berharap

agar referat yang saya tulis ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-

baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Makassar, Oktober 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul...............................................................................................................i
Lembar Pengesahan.........................................................................................................ii
Kata Pengantar..................................................................................................................iii
Daftar Isi...............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
2.1 Definisi Antidepresan..............................................................................................2
2.2.Pemilihan Antidepresan..........................................................................................2
2.3 Mekanisme kerja antidepresan……………………………........................3
2.3.1. Antidepresan golongan SSRI....................................................................3
2.3.2. Antidepresan golongan trisiklik...............................................................6
2.3.3. Antidepresan golongan tetrasiklik...........................................................9
2.3.4. Antidepresan golongan MAOI..................................................................10
2.3.5. Antidepresan golongan SNRI...................................................................12
2.3.6. Antidepresan golongan atipikal................................................................14
BAB III KESIMPULAN................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................17
LAPORAN KASUS..........................................................................................................18

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan

alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan

nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak

1
berdaya, serta bunuh diri. WHO (2012) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan

keempat penyakit paling sering di dunia. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk

Indonesia sebesar 1,7 per mil. Penderita gangguan jiwa berat paling banyak terdapat di

1
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi selatan, Bali, dan Jawa.

Peningkatan penggunaan antidepresan berhubungan dengan peningkatan

pengetahuan, peningkatan kepekaan terhadap penyakit, diagnosis depresi yang lebih baik,

dan berkurangnya stigma penyakit yang melekat. Dan dapat terjadi juga karena

diperkenalkan obat antidepresan baru yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

dan Serotonin norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI), yang lebih toleransi dan memiliki

indikasi yang luas dibandingkan obat antidepresan yang telah beredar sebelumnya yaitu

trisiklik (TCA). Dalam beberapa tahun terakhir secara global, pola pengunaan antidepresan

telah berubah. Penggunaan obat – obatan konvensional seperti antidepresan Tricyclic

(TCA) dan Monoamine Oxidase Inhibitor (inhibitor MAO) secara perlahan mulai

digantikan oleh Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), Serotonin norepinephrine

2
reuptake inhibitor (SNRI), dan jenis antidepresan lainnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Antidepresan


Antidepresan adalah obat-obat yang mampu memperbaiki suasana jiwa (mood) dengan
menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung. Dahulu obat-obat ini juga
disebut thymoleptika (Yun. Thymos = suasana jiwa ; analepsis = stimulasi). Anti depresan
merupakan obat yang efektif pada pengobatan depresi, meringankan gejala gangguan
3
depresi, termasuk penyakit psikis yang dibawa sejak lahir.
Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relative salah satu atau beberapa “aminergic
neurotransmitter” (noradrenalin, serotonin, dopamine) pada celah sinaps neuron di Sistem
Saraf Pusat (khususnya pada sistem limbik) sehingga aktivitas reseptor serotonin menurun.
Disinilah peran obat anti-depresi. Mekanisme kerja obat anti-depresi pada umumnya adalah
menghambat reuptake neurotransmitter aminergik, atau menghambat penghancurannya
oleh enzim monoamine oxidase. Sehingga hasil yang diharapkan adalah terjadinya
peningkatan jumlah neurotransmitter aminergik pada celah sinaps neuron tersebut, yang
4
pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.

2.2 Pemilihan Antidepresan


Pemilihan jenis obat anti depresi tergantung pada banyak faktor, toleransi pasien
terhadap efek samping dan penyesuaian terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik
tertentu, dan jenis depresi), interaksi obat dan faktor harga. Sebaiknya dalam pemilihan
sediaan antidepressan perlu dilakukan evaluasi psikiatrik dan pemeriksaan kondisi medis
pasien secara menyeluruh. Mengingat profil efek samping, untuk penggunaan pada sindrom
depresi ringan dan sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehtaan
umum, pemilihan obat anti depresi sebaiknya mengikuti urutan (step care).
a. Step 1 : golongan SSRI
b. Step 2 : golongan trisiklik
c. Step 3 : golongan tetrasiklik, atau golongan atipikal, atau golongan MAOI

2
Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal
(meningkatkan kepatuhan mium obat, bisa digunakan pada berbagai kondisi medik),
spectrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat minimal, serta “lethal dose” yang
tinggi (>6000 mg) sehingga relatif aman.
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup (sekitar
3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan trisiklik, yang spektrum anti
depresinya juga luas tetapi efek sampingnya relatif lebih berat.
Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum antidepresi
yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan trisiklik, yang teringan
adalah golongan MAOI. Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke
MAOI membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat guna mencegah timbulnya “serotonin
5
malignat syndrome”.

2.3 Mekanisme Kerja Antidepresan


2.3.1 Antidepressan golongan SSRI
a. Mekanisme kerja
Golongan obat SSRI bekerja secara spesifik menghambat ambilan serotonin
oleh pengangkut serotonin. Pengangkut serotonin merupakan suatu glikoprotein
transmembran yang terbenam di membran ujung akson dan badan sel neuron
yang melakukan pelepasan serotonin di dalam sel. Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRI) menghambat pengangkutan dengan mengikat reseptor di luar
tempat pengikatan aktif untuk serotonin. Golongan obat ini kurang
memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik atau
6
histaminergik, sehingga efek sampingnya lebih ringan.

3
SSRI

7
Gambar 2.1 Mekanisme Kerja Antidepressan Golongan SSRI

Sesuai dengan gambar 2.1., mekanisme kerja SSRI adalah mencegah


reuptake dari serotonin, yang mengarah ke peningkatan konsentrasi
neurotransmitter di celah sinaps. Antidepresan, termasuk SSRI, biasanya butuh
waktu setidaknya 2 minggu untuk menghasilkan peningkatan yang signifikan
dalam suasana hati, dan manfaat maksimal mungkin membutuhkan sampai 12
7
minggu atau lebih.
b. Cara pemberian
Pemberian SSRI dimulai dengan dosis kecil yang ditingkatkan secara
bertahap 2-3 minggu. Reaksi optimal didapat setelah 4-6 minggu. Pada pasien
usia lanjut, disfungsi ginjal dan hepar, berikan dosis rendah. Dapat dimulai
dengan dosis tunggal 10 mg pada pagi hari. Dosis dapat ditingkatkan secar
bertahap setelah 2 minggu pemberian menjadi 20 mg, 40 mg, dan dosis maksimal
8
adalah 60 mg.
c. Efek samping
Efek sedasi, otonomik, kardiologik sangat minimal. Biasa diberikan pada pasien
usia dewasa dan usia lanjut, atau yang dengan gangguan jantung, berat badan
lebih dan keadaan lain yang menarik manfaat dari efek samping yang minimal
4
tersebut.
d. Contoh obat golongan SSRI antara lain:
 Fluoxetin
Beberapa pasien mungkin akan merasakan peningkatan energi setelah meminum
obat ini sebaiknya diberikan pada pagi hari. Sebagai antidepresan, efeknya tidak

4
segera. Biasanya butuh waktu 2-4 minggu baru menunjukkan efek. Jika obat ini
tidak menunjukkan efek dalam waktu 6-8 minggu pengobatan, mungkin dosis
obatnya harus dinaikkan, atau mungkin obatnya sebaiknya disubstitusi dengan
obat antidepresan lain. Obat ini dapat digunakan untuk penggunaan dalam waktu
9
yang lama untuk mencegah kekambuhan.
Dosis lazim: 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 40 mg/hari
Kontra Indikasi: hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,
penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat: MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti
depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma.
Perhatian: penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan
9
ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.
 Sertralin
Dosis lazim: 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 150 mg/hr.
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap sertraline.
Interaksi Obat: MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian: pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui,
9
mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.
 Citalopram
Obat ini biasanya butuh waktu 2-4 minggu baru menunjukkan efek. Jika obat ini
tidak menunjukkan efek dalam waktu 6-8 minggu pengobatan, mungkin dosis
obatnya harus dinaikkan, atau mungkin obatnya sebaiknya disubstitusi dengan
obat antidepresan lain. Obat ini dapat digunakan untuk penggunaan dalam waktu
yang lama untuk mencegah kekambuhan. Nama dagang obat ini adalah cipram
9
dan tersedia dalam sediaan tablet 20 mg.
Dosis lazim: 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat: MAO, sumatripan, simetidin.

5
9
Perhatian: kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh diri.

 Fluvoxamine
Mekanisme kerja obat ini memungkinkan efek segera dalam terapi insomnia atau
cemas. Namun sebagai antidepresan, efeknya tidak segera. Biasanya butuh waktu
2-4 minggu baru menunjukkan efek. Jika obat ini tidak menunjukkan efek dalam
waktu 6-8 minggu pengobatan, mungkin dosis obatnya harus dinaikkan, atau
mungkin obatnya sebaiknya disubstitusi dengan obat antidepresan lain. Obat ini
dapat digunakan untuk penggunaan dalam waktu yang lama untuk mencegah
kekambuhan. Nama dagang obat ini adalah luvox dan tersedia dalam sediaan
9
tablet 50 mg.
Dosis lazim: 50 mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
maksimum dosis 100 mg/hari.
Interaksi Obat: warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Perhatian: Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi MAO,
insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil dan
9
laktasi.

2.3.2 Antidepresan Trisiklik (TCA)

a. Mekanisme kerja TCA


Mekanisme kerja obat golongan ini pada umumnya ada dua, yaitu:
 Menghambat uptake neurotransmitter: TCA menghambat ambilan norepinefrin
dan serotonin ke dalam saraf presinaps terminalis.
 Menghambatan reseptor: TCA juga menghambat reseptor serotonik, adrenergik,
histaminik, dan muskarinik. Tidak diketahui jika salah satu tindakan
menghasilkan manfaat terapi TCA tersebut. Namun, aktivitas pada reseptor-
reseptor ini mungkin bertanggung jawab untuk banyak efek samping dari obat
7
ini.

6
7
Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Antidepressan Golongan TCA

Dari gambar 2.2. dapat dilihat efek obat yang menghambat neuronal uptake of
noradrenaline dan menyebabkan aktifitas antikolinergik, menghambat neuronal
uptake dari 5HT, dan juga menghambat reseptor serotonergik, α-adrenergik,
histaminik, dan muskarinik. Mekanisme kerjanya yang pasti tidak diketahui.
Antidepresan ini efeknya terlihat setelah tiga sampai empat minggu dari
7
pemberian obat.
b. Efek samping
Karena TCA menghambat neuron kolinergik pada sistem saraf, sehingga
menimbulkan efek samping antikolinergik, yaitu mulut dan kulit kering,
penglihatan kabur, konstipasi, dan susah buang air kecil. Pasien juga dapat
merasakan pusing. Pusing disebabkan oleh efek obat yang dapat menurunkan
tekanan darah sehingga menyebabkan hipotensi ortostatik. Kenaikan berat badan
juga merupakan masalah yang lain, terutama pada penggunaan Elavi
(amitriptylin), Pamelor (nortriptilin), dan sinequan (doxepin). Efek samping
laiannya adalah narrow-angle glaucoma, aritmia jantung. Pada pasien dengan

7
riwayat kejang maka TCA harus monitor karena antidepresan TCA dapat menjadi
pemicu terjadinya kejang. Secara umum, efek samping sedatif, otonomik,
kardiologik pada trisiklik relative besar sehingga sebaiknya diberikan pada pasien
4
usia muda yang lebih besar toleransi terhadap efek samping tersebut.
c. Cara pemberian
Pemberian TCA dimulai dengan dosis rendah yang ditingkatkan dengan dosis
rendah yang ditingkatkan secara bertahap setelah 7-10 hari tidak reaksi. Bila
stelah 2 minggu masih tidak ada reaksi, dosis boleh ditingkatkan lagi. Pada usia
lanjut dan pasien dengan gagal ginjal dan hepar, berikan dalam dosis kecil dan
titrasi yang lebih bertahap untuk meminimalkan toksisitas. Penghentian obat
secara mendadak dapat menyebabkan fenomena rebound pada efek samping
kolinergik, oleh karena itu turunkan dosis secara bertahap sebanyak 25-50 mg
4
setiap 3-7 hari.
d. Contoh obat golongan antidepresan trisiklik
 Amitriptilin
Efektivitas obat ini dikenal mirip dengan imipramine, yaitu dapat menunjukkan
efek segera dalam terapi insomnia atau cemas. Namun sebagai antidepresan,
efeknya tidak segera. Biasanya butuh waktu 2-4 minggu baru menunjukkan efek.
Jika obat ini tidak menunjukkan efek dalam waktu 6-8 minggu pengobatan,
mungkin dosis obatnya harus dinaikkan, atau mungkin obatnya sebaiknya
disubstitusi dengan obat antidepresan lain. Obat ini dapat digunakan untuk
penggunaan dalam waktu yang lama untuk mencegah
9
kekambuhan. Dosis: 75 – 300 mg/hari
Kontra Indikasi: penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif sumsum
tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.
Interaksi Obat: bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi, bersama
depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik opiate

8
mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk gangguan depresif saluran
napas, bersama reserpin meniadakan efek antihipertensi.
Perhatian: ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal menurun,
9
glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui, epilepsi.
 Tianeptine
Obat ini meskipun diklasifikasikan kedalam golongan trisiklik, namun secara
farmakologis sedikit berbeda. Obat ini memodulasi neurotransmisi glutamatergik
9
melalui potensiasi reseptor AMPA.
Dosis: 25 – 50 mg/hari
Kontra Indikasi: anak <15 tahun. Pemberian bersama MAOI.
Interaksi Obat: MAOI.
Perhatian: ibu hamil maupun laktasi. Pasien harus diawasi selama fase awal
pengobatan karena adanya risiko bunuh diri pada pasien depresi. Dapat
mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin. Bila terapi akan
dihentikan, turunkan dosis secara bertahap. Hentikan penggunaan obat 24-48 jam
9
sebelum pembedahan dengan anestesi umum.

2.3.3 Antidepressan Tetrasiklik


a. Mekanisme kerja
Secara umum, mekanisme kerjanya sebagai antagonis pada prasinaptic a2-
adrenergik autoreseptor dan heteroreceptor sehingga meningkatkan aktivitas
5
neurotransmisi, noradrenergik dan serotonergik.
b. Efek samping
Tetrasiklik memiliki efek yang sama dengan trisiklik, tetapi mempunyai efek
samping lebih sedikit. Efek samping yang paling sering adalah mengantuk, mulut
kering, konstipasi, dan nafsu makan meningkat, serta asthenia, agitasi, bingung,
atau pusing. Efek samping otonomik dan kardiologik relative kecil, efek sedasi
lebih kuat, dapat diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap
5
efek otonomik dan kardiologik (usia lanjut).

9
c. Contoh obat antidepressan golongan tetrasiklik
Mianserin
Mekanisme kerja obat ini memungkinkan efek segera dalam terapi insomnia
atau cemas. Namun sebagai antidepresan, efeknya tidak segera. Biasanya butuh
waktu 2-4 minggu baru menunjukkan efek. Jika obat ini tidak menunjukkan
efek dalam waktu 6-8 minggu pengobatan, mungkin dosis obatnya harus
dinaikkan, atau mungkin obatnya sebaiknya disubstitusi dengan obat
antidepresan lain. Obat ini dapat digunakan untuk penggunaan dalam waktu
9
yang lama untuk mencegah kekambuhan.
Kontra Indikasi: mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat: mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan
dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.
Perhatian: dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi, diabetes,
9
insufiensi hati, ginjal, jantung.

2.3.4 Anti depressan golongan Mono Amine Oxydase Inhibitor (MAOI)


a. Mekanisme kerja
Obat ini diserap dengan baik dengan pemberian peroral. Regenerasi enzim
bervariasi, tapi biasanya terjadi beberapa minggu setelah penghentian obat.
Dengan demikian, ketika beralih pada obat antidepresan lainnya, harus tunggu
minimal 2 minggu setelah penghentian terapi MAOI kemudian diperbolehkan
untuk mengganti obat anti-depresi. MAOI pada umumnya dimetabolisme di
7
hepar dan diekskresikan dengan cepat dalam urin.
MAOI menyebabkan peningkatan cadangan norepinefrin, serotonin, dan
dopamine di dalam neuron dan difusi selanjutnya kelebihan neurotransmitter ke
dalam ruang sinaptik. Obat ini menghambat tidak hanya MAO di otak tetapi
juga MAO dalam hati dan usus yang mengkatalisis oksidatif deaminasi obat dan
zat yang potensial beracun, seperti tyramine, yang ditemukan dalam makanan
tertentu. MAOI menunjukkan tingginya insiden interaksi obat dengan obat dan
7
interaksi obat dengan makanan.

10
Gambar 2.3 Mekanisme Kerja Antidepressan Golongan MAO Inhibitor7

Gambar 2.3. menjelaskan mekanisme kerja obat golongan MAOI. Tanpa


pemberian obat ini, MAO akan berfungsi untuk menginaktivasi monoamine
(norepinefrin, serotonin, dan dopamine) yang keluar dari vesikel sinaps. Namun
jika obat MAOI diberikan kepada pasien dengan depresi, obat ini akan bekerja
untuk mencegah proses inaktivasi monoamine dalam suatu neuron,
7
menghasilkan peningkatan neurotransmitter pada celah sinaps.

11
b. Efek samping
Akibat kenaikan monoamine di reseptor otak dan tubuh memicu aktivitas
serotonin di pusat-pusat tidur menyebabkan insomnia. Dan memicu aktivitas
yang tidak diinginkan dari norepinephrine pada otot polos pembuluh darah
menyebabkan perubahan tekanan darah. Efek samping obat ini umumnya terjadi
9
langsung, namun berangsur membaik seiring waktu.

c. Contoh obat antidepressan golongan MAOI


Moclobemid
Obat ini sebagai antidepresan, efeknya tidak segera. Biasanya butuh waktu 2-4
minggu baru menunjukkan efek. Jika obat ini tidak menunjukkan efek dalam
waktu 6-8 minggu pengobatan, mungkin dosis obatnya harus dinaikkan, atau
mungkin obatnya sebaiknya disubstitusi dengan obat antidepresan lain. Obat ini
dapat digunakan untuk penggunaan dalam waktu yang lama untuk mencegah
kekambuhan. Nama dagang obat ini adalah aurorix dan tersedia dalam sediaan
9
tablet 50 mg.
Dosis lazim: 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai
dengan 600 mg/ hari
Kontra Indikasi: hipersensitifitas terhadap moclobemid
Interaksi Obat: simetidin dapat memperpanjang metabolisme moclobemid,
memperkuat efek opium.
Perhatian: Hamil, laktasi, anak. Penderita gangguan depresif dengan agitasi dan
9
eksitasi harus diobati dengan kombinasi sedatif.

2.3.5 Antidepresan golongan Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)


a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja obat golongan SNRI ialah menghambat aktivitas
reuptake serotonin dan norepinefrin sehingga terjadi peningkatan neurotransmisi
9
serotonergik maupun noradrenergik.

12
Gambar 2.4 Mekanisme Kerja Antidepressan Golongan SNRI 9

b. Efek samping
Efek samping yang mungkin dirasakan bisa berupa sakit kepala, cemas,
insomnia, sedasi, mual, diare, penurunan nafsu makan, disfungsi seksual, dan
9
hiponatremia.
c. Contoh golongan SNRI
Venlafaxine
Mekanisme kerja obat ini sebagai antidepresan, efeknya tidak segera. Biasanya
butuh waktu 2-4 minggu baru menunjukkan efek. Jika obat ini tidak
menunjukkan efek dalam waktu 6-8 minggu pengobatan, mungkin dosis obatnya
harus dinaikkan, atau mungkin obatnya sebaiknya disubstitusi dengan obat
antidepresan lain. Obat ini dapat digunakan untuk penggunaan dalam waktu
yang lama untuk mencegah kekambuhan. Namun untuk terapi cemas
menyeluruh, setelah pemberian dosis awal, proses remisi akan terasa dan
bertahan hingga 8 minggu bahkan sampai 6 bulan. Nama dagang obat ini adalah
9
efexor-xr dan tersedia dalam sediaan kapsul 75 mg.
Dosis lazim: 150 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan hingga menjadi 375
mg/hari.

13
Kontra Indikasi: penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18
tahun.
Perhatian: riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau
sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita
9
mendapat dosis harian > 200 mg.

2.4.6 Antidepresan golongan Atipikal

a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja obat ini dapat dilihat pada gambar 2.6. Obat ini meningkatkan
proses neurotransmisi serotonin dan norepinefrin karena bekerja sebagai antagonis
pada presinaps reseptor α2. Efek anti-depresi dari obat ini juga diduga kuat dibantu
akibat sifat antagonisnya pada reseptor 5-HT2. Obat ini juga memiliki efek sedasi
7
karena berfungsi pula sebagai anti-histamin yang poten.

7
Gambar 2.6 Mekanisme Kerja Antidepresan Golongan Atipikal

b. Efek Samping
Efek samping penggunaan obat ini antara lain, efek sedasi, peningkatan berat
badan, efek antikolinergik, hipotensi, flu-like symptoms, dan gangguan fungsi
9
ginjal. Efek samping otonomik dan kardiologik relatif kecil, efek sedasi lebih
kuat, dapat diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek
4
otonomik dan kardiologik (usia lanjut).

14
c. Contoh obat golongan atipikal
Mirtazapine
Obat ini dikenal dapat menunjukkan efek segera dalam terapi insomnia atau
cemas. Namun sebagai antidepresan, efeknya tidak segera. Biasanya butuh
waktu 2-4 minggu baru menunjukkan efek. Jika obat ini tidak menunjukkan efek
dalam waktu 6-8 minggu pengobatan, mungkin dosis obatnya harus dinaikkan,
atau mungkin obatnya sebaiknya disubstitusi dengan obat antidepresan lain.
Obat ini dapat digunakan untuk penggunaan dalam waktu yang lama untuk
mencegah kekambuhan. Nama dagang obat ini adalah remeron
9
dan tersedia dalam sediaan tablet 30 mg.
Dosis lazim: 15-45 mg/hari pada malam hari.
Kontra Indikasi: pasien yang sedang mengkonsumsi obat golongan MAOI,
atau jika ada riwayat alergi mirtazapine.
Perhatian: pasien anak; pasien dengan gangguan ginjal, hepar maupun jantung;ibu
9
hamil dan menyusui.

15
BAB III

KESIMPULAN

Obat-obat antidepresan digunakan untuk mengatasi gejala depresi yang terjadi karena

rendahnya kadar serotonin di neuron pasca sinap. Secara umum, mekanisme kerja obat anti-

depresi adalah menghambat reuptake neurotransmitter aminergik, atau menghambat

penghancurannya oleh enzim monoamine oxidase. Sehingga hasil yang diharapkan adalah

terjadinya peningkatan jumlah neurotransmitter aminergik pada celah sinaps neuron yang

pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.

Golongan trisiklik dan tetrasiklik bersifat serotonergik dengan menghambat ambilan

kembali neurotransmitter yang dilepaskan dari neuron prasinaps ke celah sinaps, tetapi

ambilan kembali tersebut tidak bersifat selektif. Dengan demikian kemungkinan muncul

berbagai efek samping yang tidak diharapkan terjadi. Sementara Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja dengan cara yang sama tetapi dengan hambatan yang

bersifat selektif hanya pada neurotransmitter serotonin (5HT2).

Kelompok MAOI bekerja di presinap dengan cara menghambat enzim monoaminase

yang memecah atau memetabolisme serotonin sehingga jumlah serotonin yang dilepaskan

ke celah sinap bertambah dan dengan demikian yang diteruskan ke pasca sinap juga akan

bertambah.

Kelompok SNRI selain bekerja dengan menghambat ambilan kembali serotonin juga

menghambat ambilan kembali neurotransmitter norepineprin sehingga kadar serotonin dan

10
norepineprin pasca sinap meningkat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Marina Marcus, M. Taghi Yasamy, Mark van Ommeren, and Dan Chisholm, Shekhar
Saxena. 2012. Depression. WHO Department of Mental Health and Substance Abuse.
2. Ningtyas AR, Puspitasari IM dan Sinuraya RK, 2018. Farmakoterapi Depresi dan
Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Efikasi Antidepresan. Farmaka suplemen. Vol. 16
No. 2. Hal 186-199
3. Tjay dan Rahardja.2007 Obat-Obat Penting. Ed6. Jakarta : PT. Alex Media
Komputindo.
4. Maslim R, 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya Jakarta.
5. Antidepresant Clinical Guidelines for Antidepresan Use in Primary and Secondry Care.
Lincolnshire Partnership. 2010
6. Amir Syarif, et all, 2011. Farmakologi dan Terapi Edisi ke 5. Fakultas Kedokteran
Universitas Hindonesia
7. Whalen, Karen. 2015. Pharmacology: Sixth Edition. USA. Wolters Kluwer.
8. Mowbary,RM, Timbury,Gc, Ingram. Psikiatri: Catatan Kuliah. Jakarta: EGC.
9. Stahl SM. 2006. Stahl’s Essential Psychopharmacology Prescriber’s Guide 5th Edition.
UK: Cambridge Medicine
10. Elvira SD 2017. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ed 3.
Hal 417-419

17
LAPORAN KASUS
EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK (F32.2)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ tanggal Lahir : Cakke, 12 Januari 1982
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Lapasi pasi, Kolaka Utara

LAPORAN PSIKIATRIK
Diperoleh dari catatan medis dan autoanamnesis dari pasien itu sendiri.

I. RIWAYAT PSIKIATRI

1. Keluhan Utama

Sulit tidur
2. Riwayat Gangguan Sekarang

a) Keluhan dan Gejala

Seorang perempuan berusia 37 tahun datang ke Poli RSKD untuk pertama


kalinya, diantar saudaranya dengan keluhan sulit tidur sejak 2 bulan lalu, memberat 1
bulan terakhir. Pasien merasa tidak tenang, takut, sering merasa sedih, dan disertai
jantung berdebar-debar, dan sulit berkonsenterasi. Pasien tidak ada semangat hidup
karena putus asa memikirkan keadaannya sekarang yang tidak bisa melakukan kegiatan
seperti biasanya. Pasien mengaku terkadang ada keinginan bunuh diri tapi takut mati.
Pasien selalu merasa lemas di pagi hari sehingga tidak ada kegiatan dan tidak bisa
berkonsenterasi untuk melakukan pekerjaannya. Pasien juga merasa tidak nafsu makan
dan merasakan sakit kepala seperti ingin pecah.

Awal perubahan perilaku, beberapa bulan terakhir ini pasien memikirkan


hubungan dengan suaminya yang suka pulang larut ke rumah sehingga pasien selalu
merasa takut dan was-was. Selain itu pasien juga memikirkan anak laki-lakinya yang
lari dari pesantren. Pasien terus memikirkan hubungan dengan suaminya dan juga anak
laki-lakinya sehingga keluhan sulit tidur terus datang. Pasien sering mengonsumsi obat
paramex untuk meredakan sakit kepalanya.

b) Hendaya/disfungsi
Hendaya dalam bidang sosial ada
Hendaya dalam bidang pekerjaan ada
Hendaya dalam waktu senggang ada

c) Faktor stressor psikososial


Pasien memikirkan suaminya yang suka minum alkohol dan pulang laru malam. Selain
itu pasien merasa sedih anaknya lari dari pesantren.

d) Hubungan gangguan, sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis sebelumnya:
 Riwayat infeksi (-)
 Riwayat trauma (-)
 Riwayat kejang (-)
 Riwayat NAPZA: - alkohol (-)
- Merokok (-)
- Zat psikoaktif lain tidak ada
3. Riwayat gangguan sebelumnya:

1. Riwayat penyakit fisik: tidak ada

2. Riwayat penggunaan NAPZA: tidak ada.

3. Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya: tidak ada.

4. Riwayat kehidupan pribadi:


a) Riwayat Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir di Kolaka Utara pada tanggal 12 Januari 1982, lahir normal, cukup bulan,
dibantu oleh dukun. Riwayat ASI hingga umur 1 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan
baik. Pada saat hamil ibu pasien tidak mengalami permasalahan dan cedera kecacatan
kelahiran. Pasien merupakan anak yang diinginkan.
b) Riwayat Kanak Awal (1-3 tahun)
Perkembangan masa kanak-kanak pasien seperti berjalan dan berbicara baik.
Perkembangan bahasa dan perkembangan motorik berlangsung baik.
c) Riwayat Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pada usia 6 tahun pasien masuk SD. Pasien dapat bergaul dengan baik dengan temannya.
Pasien tinggal bersama ibu dan ayahnya, pasien mendapatkan perhatian serta kasih sayang
yang cukup dari kedua orang tuanya.
d) Riwayat Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan sekolahnya sampai jenjang SMA
e) Riwayat Masa Dewasa
 Riwayat Pendidikan: Pendidikan terakhir pasien adalah SMA
 Riwayat Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
 Riwayat Pernikahan: Pasien sudah menikah dan telah dikaruniai 2 orang anak.
 Riwayat Kehidupan Beragama: Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan

kewajiban agama dengan baik.


5. Riwayat kehidupan keluarga:
 Pasien merupakan anak ke 4 dari sepuluh bersaudara (♀,♂,♀,♀,♀,♀,♀,♀,♂,♀)
 Hubungan dengan anggota keluarga baik. Pasien tinggal bersama suami dan 2 orang

anak.
 Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga pasien tidak ada.

GENOGRAM

: Laki-laki : Gangguan Jiwa

: Perempuan : Tinggal serumah

: Pasien
6. Situasi sekarang:
Saat ini pasien tinggal bersama suami dan 2 orang anaknya. Kedua anaknya belum ada yang
menikah. Hubungan dengan suami dan anak-anaknya baik. Namun, pasien sudah jarang
bergaul dengan teman dan tetangga sekitar karena jarang ke luar rumah.
7. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya:
Pasien merasa menderita karena sulit tidur sehingga keesokan paginya pasien merasa lelah.
Pasien sering merasa tidak punya semangat hidup. Pasien menyadari dirinya sakit dan ingin
sembuh.

II. STATUS MENTAL (30/09/2019)


A. Deskripsi umum
 Penampilan : Tampak perempuan 37 tahun, wajah lebih tua dari umur
(37 tahun), memakai baju terusan merah dan jilbab merah
bata.
 Kesadaran : Komposmentis, kesan berubah
 Aktivitas psikomotor : Cukup tenang
 Pembicaraan : Spontan, lancar, intonasi pelan
 Sikap terhadap pemeriksa : Cukup kooperatif

B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatian:


 Mood : Depresif
 Afek : Depresif
 Empati : Dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (kognitif):
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan: Sesuai dengan tingkat
pendidikannya
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
 Waktu : Baik
 Orang : Baik
 Tempat : Baik
4. Daya ingat :
 Jangka panjang : Baik
 Jangka pendek : Baik
 Jangka segera : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik
D. Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi : Tidak ada visual maupun auditorik
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir:
1. Arus pikiran:
 Produktivitas : Cukup
 Kontinuitas : Relevan dan koheren
 Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa
2. Isi pikiran:
 Preokupasi : Memikirkan masalah keluarganya
 Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian impuls : Baik
G. Daya nilai:
 Norma sosial : Terganggu
 Uji daya nilai : Terganggu
 Penilaian realitas : Terganggu
H. Tilikan (insight) :
Derajat III (sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan orang lain, faktor luar, medis
atau faktor organik yang tidak diketahui).
I. Taraf dipercaya : Akurat / dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


1. Status Internus
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Komposmentis
c. Tanda vital
- Tekanan darah : 120/100 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Suhu : 36,5°C
- Pernapasan :18x/menit

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan abdomen dalam batas
normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.

2. Status Neurologi
a. GCS : E4M6V5
b. Tanda rangsang meninges : Tidak dilakukan
c. Pupil : Bulat, isokhor, diameter 2.5 mm/2.5 mm
d. Nervus kranialis : Dalam batas normal
e. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal
f. Tidak ditemukan tanda bermakna dari pemeriksaan neurologis

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Seorang pasien perempuan umur 37 tahun datang ke Poli RSKD dengan keluhan sulit
tidur kurang lebih 2 bulan yang lalu dan memberat 1 bulan terakhir. Pasien merasa tidak
tenang, takut, sering merasa sedih, dan sulit berkonsenterasi. Pasien tidak ada semangat hidup
karena putus asa memikirkan keadaannya sekarang yang tidak bisa melakukan kegiatan
seperti biasanya. Pasien mengaku terkadang ada keinginan bunuh diri tapi takut mati. Apabila
tidur sering terbangun, sulit berkonsenterasi. Selalu merasa lelah dipagi hari dan nafsu makan
berkurang. Awal perubahan perilaku akibat pasien memikirkan suaminya yang sering minum
alkohol dan pulang larut malam serta anaknya yang lari dari pesantren.

Tampak perempuan berumur 37 tahun dengan wajah lebih tua dari umurnya, memakai
baju terusan merah bata dan jilbab merah bata. Perawakan sedang, dan perawatan diri cukup.
Mood depresif, afek depresif, empati dapat dirabarasakan. Pada preokupasi pasien memikirkan
masalah keluarga yaitu suaminya yang suka pulang larut dan minum alkohol, juga anaknya
yang lari dari pesantren.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I:

Berdasarkan autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala klinis


yang bermakna yaitu pasien sulit tidur, ada sakit kepala, tidak ada semangat hidup, serta afek
depresif yang menimbulkan distress (penderitaan) berupa rasa tidak nyaman bagi diri pasien
serta terdapat hendaya (disabilitas) dalam hubungan sosial, pekerjaan dan waktu senggang
sehingga pasien dapat disimpulkan mengalami gangguan jiwa.

Pada pemeriksaan status mental tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita
sehingga pasien dikatakan mengalami gangguan jiwa non psikotik. Dari pemeriksaan fisik
tidak ditemukan tanda disfungsi otak sehingga dapat digolongkan gangguan jiwa non psikotik
non organik.

Dari autoanamnesis didapatkan afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan
berkurangnya energi pada pasien yang digambarkan melalui rasa tidak semangat dan mudah
lelah. Berkurangnya konsentrasi, tidur terganggu, nafsu makan berkurang, gejala berupa rasa
sakit kepala yang hebat. Gangguan persepsi lainnya tidak ada. Hal ini memenuhi kriteria
episode depresif.

Dari autoanamnesis serta pemeriksaan status mental, didapatkan pasien diatas memiliki
gejala-gejala pada penyakit episode depresif berat yakni memiliki 3 gejala utama dan 6
gejala tambahan. Berupa afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan karena sering
merasa murung dan banyak fikiran, merasa lemas setiap pagi, kepercayaan diri berkurang,
konsentrasi berkurang, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang. Hal tersebut menunjang
diagnosis untuk Episode Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik (F32.2).
Diagnosis Banding

a. Gangguan cemas menyeluruh (F41.1). Pasien merasakan gejala ketegangan motorik


yaitu gelisah dan sakit kepala. Pasien juga merasakan overaktivitas otonomik yaitu
merasa sesa napas, keluhan lambung (nyeri ulu hati) dan pusing kepala. Pasien tidak
menunjukkan gejala anxietas sebagai gejala primer dan gejala-gejala depresi yang
menonjol sehingga diagnosis ini disingkirkan.
b. Gangguan panik (F41.0). Pada pasien ini, terdapat gejala dimana pasien pernah
merasa seperti ingin bunuh diri. Pasien juga merasakan sesak seperti nyawanya
terlepas. Pasien tidak menunjukkan gejala cemas antisipatorik dimana disaat serangan
panik datang terdapat gejala-gejala hebat yang mendasari dan pasien cenderung
menunjukkan gejala depresi sehingga diagnosis ini disingkirkan.
c. Gangguan somatisasi (F45.0). Pada pasien ini Pada pasien ini ditemukan beberapa
gejala fisik seperti nyeri ulu hati, tengkuk terasa tegang, rasa sesak , merasakan sakit
kepala hebat. Tetapi pada pasien ini dia tidak ini mencari tahu apa penyebab gejala
fisik tersebut tetapi pasien hanya ini menghilangkan gejala depresi yang
dikeluhkannya sehingga diagnosis ini disingkirkan.

 Axis II
Berdasarkan informasi yang didapatkan, data yang diperoleh belum cukup untuk
diarahkan ke salah satu ciri khas kepribadian. Pasien cenderung pendiam.
 Axis III
Tidak ditemukan kelainan organobiologik
 Axis IV
Masalah family support group (suami dan anak)
 Axis V

GAF Scale saat ini 60-51 GCS E4M6V5

VI. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik:
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter, maka dari itu pasien memerlukan farmakoterapi.
 Psikologik:

Ditemukan adanya hendaya dalam kehidupan sehari-hari yang menimbulkan gejala psikis
sehingga pasien membutuhkan psikoterapi
 Sosiologik:
Ditemukan adanya hendaya ringan dalam penggunaan waktu senggang, hubungan sosial
dan pekerjaan maka membutuhkan sosioterapi.
VII. RENCANA TERAPI
 Psikofarmakoterapi :
- R/Fluoxetine 20 mg 1 tab/24 jam/oral/malam
- R/Alprazolam 0,5 mg ½ tab/oral/pagi-siang
- R/Lorazepam 1mg/24 jam/oral/malam
- Awasi tanda vital dan intake oral

 Psikoterapi supportif:
- Ventilasi : Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan
keinginannya sehingga pasien merasa lega.
- Konseling : Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan memahami cara
menghadapinya, serta memotivasi pasien agar tetap minum obat secara teratur.
 Sosioterapi:
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang terdekat pasien
tentang keadaan pasien agar tercipta dukungan sosial sehingga membantu proses
penyembuhan pasien sendiri.
 Terapi Kognitif Perilaku
Tujuan terapi ini untuk mengubah proses berfikir individu agar menjadi lebih rasional
agar pasien mempunyai kemampuan untuk mengenali dan kemudian mengevaluasi atau
mengubah cara berfikir, keyakinan dan perasannya (mengenai diri sendiri, masalah dan
lingkungannya) yang salah sehingga pasien dapat mengubah perilaku yang salah dengan
cara mempelajari keterampilan pengendalian diri dan strategi pemecahan masalah yang
efektif.

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia et bonam


Ad functionem : dubia et bonam
Ad sanationem : dubia et bonam
Faktor pendukung:
- Tidak terdapat kelainan organik
- Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
- Kepatuhan meminum obat dan mau menerima nasehat dokter
Faktor Penghambat:
- Suami masih sering minum alkohol
- Terkadang ada keinginan bunuh diri
- Jauh dari pusat pelayanan kesehatan jiwa

IX. PEMBAHASAN DAN DISKUSI


Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan
munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah,
gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi dan penurunan konsentrasi. Episode
depresi dapat berdiri sendiri atau menjadi bagian dari gangguan bipolar. Jika berdiri sendiri
disebut depresi unipolar. Simtom terjadi sekurang-kurangnya dua minggu dan terdapat
perubahan dari derajat fungsi sebelumnya.
Menurut PPDGJ III pada pasien depresif harus menunjukkan gejala utama:
 Afek depresif (sedih, murung, lesu, menangis-=),

 kehilangan minat dan kegembiraan

 Berkurangnya energi sehingga mudah lelah dan aktivitas berkurang.

Gejala lainnya:
 Konsentrasi dan perhatian berkurang,

 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang,

 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,

 Pandangan masa depan yang suram dan pesimis,

 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,

 Tidur terganggu,

 Nafsu makan berkurang

Berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tapi periode yang lebih pendek dapat di


benarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan status mental pasien, didapatkan gejala-gejala yang mengarah pada depresi, yaitu
gejala utama dan gejala lainnya. Seperti afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan
karena sering merasa murung dan banyak fikiran, berkurangnya energi sehingga mudah lelah,
kepercayaan diri berkurang, adanya gagasan rasa bersalah, rasa ingin bunuh diri, tidur
terganggu, nafsu makan berkurang. Sehingga menurut PPDGJ III, jika terdapat 3 gejala utama
dan minimal 4 gejala lainnya.dan tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita
sehinggadapat di kategorikan ke dalam diagnosis Episode Depresif Berat Tanpa Gejala
Psikotik (F32.2)
Pemberian Alprazolam dosis 1 mg diberikan sebagai terapi kombinasi pada pasien
depresi dengan keluhan sulit tidur. Pemilihan alprazolam adalah karena obat ini bekerja secara
cepat dan mempunyai komponen efek antidepresan. Pemberian fluoxetine pada pasien ini
adalah sebagai terapi antidepresan. Pemilihan fluoxetine sebagai terapi pasien ini adalah karena
obat ini kurang menyebabkan antikolinergik, hampir tidak menimbulkan sedasi sehingga efek
sampingnya lebih ringan dan fluoxetine memiliki masa kerja yang paling panjang (24-96 jam)
diantara golongan SSRI yang lain dan cukup diberikan sekali sehari.

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

Kriteria diagnostik

 Semua 3 gejala utama depresi harus ada


 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantarnya harus
berintensitas berat
 Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejala nya
secara rinci, dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif
berat masih dapat dibenarkan
 Episode depresif biasanya akan harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari dua minggu
 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas

Diagnosa banding dari gangguan depresi yaitu:


a) Gangguan mood disebabkan oleh kondisi medis umur
b) Gangguan mood diinduksi zat
c) Skizofrenia
d) Berduka
e) Gangguan kepribadian
f) Gangguan skizoafektif
g) Gangguan penyesuaian dengan mood depresi
h) Gangguan tidur primer
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2018. Depression. [diakses tanggal 7 September 2019]. Available from:


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/depression
2. Arozal W., Gan S. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: FKUI, 2007.
3. Kaplan, Saddock. 2010. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed. Lippincott
Wiliams And Wilkins. Philadelphia.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Jiwa. Jakarta.
5. Departemen Kesehatan RI. 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta.
6. Haeba N. 2011. Pengaruh Terapi Kognitif Perilaku Untuk Mengurangi Depresi Pada
Pecandu Cybersex.Jurnal Intervensi Psikologi. Hal: 235
LAMPIRAN WAWANCARA AUTOANAMNESIS
DM: Dokter Muda
P: Pasien
DM : Assalamualaikum selamat pagi bu. Perkenalkan saya Juanna, dokter muda yang
bertugas pagi ini. Tabe bu, ibu namanya siapa?
P :M
DM : Umurnya bu?
P : 37 tahun
DM : Ibu sudah menikah?
P : Iya sudah dok
DM : Pekerjaan ibu apa?
P : Ibu Rumah Tangga
DM : Jadi ibu ada keluhan apa?
P : Begini dok, sudah lama sekali saya susah sekali tidur kalau malam
DM : Sejak kapan bu?
P : Kurang lebih 2 bulan yang lalu dok
DM : Tiap malam ibu susah tidur atau ada hari-hari tertentu?
P : Hampir tiap malam dok, tapi semakin ku rasa tidak enak 1 bulan ini dok
DM : Selain susah tidur apa lagi yang ibu rasakan?
P : Gelisah ka dok, pokoknya tidak enak ku rasa
DM : Bisa ibu ceritakan bagaimana awal mulanya keluhan ibu?
P : Awalnya baik ji ku rasa dok tapi semenjak suamiku suka minum alkohol baru suka
pulang larut jadi tidak tenang ku rasa
DM : Sejak kapan itu bu?
P : Dua bulan terakhir ini dok
DM : Ohiya baik bu. Kalau kegiatan sehari-hari ibu selain pekerjaan rumah?
P : Begitu ji dok menyapu, mengepel, menyetrika kalau tidak adami ku kerja apalagi kalau
tidak tidurka malamnya pasti lemas terus ku rasa tapi tetap tidak bisa ka tidur
DM : Jadi ibu sekarang lebih suka diam-diam saja tinggal dirumah bu?
P : Iya dok, apalagi kalo datang ini penyakitku malaska keluar rumah
DM : Kalau dirumah seringki mondar-mandi bu?
P : Iya dok biasa ka mondar-mandir, biasa juga dikamarka sendiri tidak bicara sama
keluargaku. Lebih senangka sendiri
DM : Ohiya bu, kalo nafsu makannya gimana?
P : Malas sekali ka makan dok, tidak ada semangat ku untuk makan dok. Baru itu terus
suamiku saya pikir
DM : Iya bu itu jadi pemicu penyakitnya ibu. Terlalu banyak pikiran ta
DM : Dulu waktu ta lahir cukup bulanji bu?
P : Iya cukup bulan ji dok. 9 bulan ka dikandung ibuku
DM : ASI ibu minum atau susu formula langsung?
P : ASI dok
DM : Ibu tidak sakit-sakitan ji pas masih kecil?
P : Pernahka cacar dok waktu umur 6 tahun
DM : Kalau jatuh atau kejang pernah bu?
P : Tidak pernah ji dok
DM : Tabe bu, pendidikan terakhirta apa bu?
P : SMA dok
DM : Kalau hubungan ta sama keluarga bagaimana bu?
P : Baikji dok
DM : Hubungan ta sama suami bagaimana bu?
P : Baikji hubungan ku sama suami. Tapi itumi kupikir teruski kalau pulang larut ki
minum-minum. Mauka tegur tapi takut hubunganku rusak sama suamiku jadi tidak
berani ka tegur ki dok.
DM : Ibu berapa bersaudara bu?
P : Sepuluh bersaudara ka dok
DM : Ibu anak ke berapa?
P : Saya anak ke empat dok
DM : Coba ibu sebutkan satu-satu dari pertama saudaranya ibu laki-laki atau perempuan
P : Kakakku yang paling pertama perempuan dok. Baru kedua laki-laki, baru perempuan
lagi. Habis itu saya mi, baru 4 adikku berturut-tutrut cewe. Baru ada lagi cowo, yang
paling terakhir adikku perempuan
DM : Ibu sudah punya anak?
P : Iya sudah, 2 dok sepasang cowok cewek. Pusing ka pikirkan anakku yang pertama
dok
DM : Anak pertama ibu cowo?
P : Iya dok
DM : Ada apa dengan anaknya bu?
P : Itu anakku yang pertama kabur dari pesantren dok. Itumi suka bikin saya sedih juga
DM : Di rumah tinggal sama siapa bu?
P : Sama suami sama 2 anakku dok
DM : Oh anak ta tidak mau kembali ke pesantren bu?
P : Iya dok
DM : Baik ibu, kalau keluarganya ibu yang sama keluhannya kayak ibu sekarang?
P : Tidak ada dok
DM : Ibu pernah demam atau jatuh sebelumnya sampai muncul ini keluhannya ibu?
P : Dulu pernah pas ka kecil jatuh dari rumah ke halaman sampai tangga dibawah
DM : Selain itu ada penyakit lainnya ibu?
P : Tidak ada dok
DM : Ibu pernah merokok atau minum alkohol?
P : Tidak pernah dok
DM : Ada lagi keluhan lainnya bu?
P : Itu saja dok
DM : Ohiya bu. Terima kasih bu. Semoga cepat membaik keluhannya
P : Iya dok makasih juga dok

Anda mungkin juga menyukai