Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA LAPORAN KASUS,REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2018


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT :Gangguan Afektif Bipolar Tipe II

OLEH :
Nurfatriani
111 2016 2133

RESIDENPEMBIMBING :
dr. Mirna M. Zain

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Agus Japari, M.Kes, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Nurfatriani
NIM : 111 2016 2133
Judul Referat : Gangguan Afektif Bipolar Tipe II

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Makassar, ….Maret 2018

Mengetahui,
Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Agus Japari, M.Kes, Sp.KJ dr. Mirna M. Zain


LEMBAR PERSETUJUAN

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan Refarat dengan judul “Gangguan

Afektif Bipolar Tipe II”pada:

Hari :
Tanggal :
Jam :
Tempat : RSKD Provinsi Sulawesi Selatan

Makassar, ….Maret 2018

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Agus Japari, M.Kes, Sp.KJ dr. Mirna M. Zain


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
I Latar Belakang 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi 3

2.2 Epidemiologi 4
2.3 Etiologi 5
2.4 Episode Mood 7
2.3.1 Episode Hipomanik
2.3.3 Episode Depresi
2.5 Kriteria Diagnostik 10
2.6 Penatalaksanaan 11
2.7 Prognosis 13

BAB III KESIMPULAN


Kesimpulan 14

DAFTAR PUSTAKA 15
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Gangguan mood meliputi sekelompok besar gangguan dengan mood patologis serta
gangguan yang terkait mood yang mendominasi gambaran klinisnya. Istilah gangguan mood,
yang dalam edisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) sebelumnya
dikenal sebagai gangguan afektif, saat ini lebih disukai karena mengacu pada keadaan emosi
yang menetap, bukan hanya ekspresi eksternal (afektif) pada keadaan emosional sementara.1
Gangguan mood adalah sebuah sindrom yang terdiri dari sekelompok tanda dan
gejala yang bertahan selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan yang menunjukkan
penyimpangan fungsi habitual seseorang serta memiliki kecenderungan untuk remisi, sering
dalam bentuk periodik atau siklik. Orang normal memiliki variasi mood yang luas dan
memiliki berbagai ekspresi afektif. Pada gangguan mood, pengendalian hilang dan terdapat
pengalaman subjektif akan adanya penderitaan yang berat.1
Pasien yang hanya menderita episode depresif berat dikatakan memiliki gangguan
depresif berat atau depresi unipolar. Pasien dengan episode manik maupun depresif atau
pasien dengan episode manik saja disebut bipolar. Istilah mania unipolar, mania murni, atau
mania euforik kadang-kadang digunakan untuk pasien bipolar yang tidak memiliki episode
depresif. Semua gejala ini sifatnya primer, sedangkan apabila diikuti oleh kelainan psikiatri
lain atau penyakit fisik lain itu sifatnya sebagai sekunder. 1
Jumlah kejadian setiap tahun dari gangguan bipolar dalam populasi diperkirakan
antara 10-15 per 100000 di antara manusia. Angka ini lebih tinggi di kalangan wanita dan
bahkan dapat mencapai 30 per 100000 . Kondisi ini dapat mempengaruhi orang dari hampir
semua usia, dari anak-anak sampai usia lanjut. Prevalensi serupa terjadi pada pria maupun
wanita.1
Gangguan bipolar yang dikenal sebagai manic-depresive illness adalah penyakit
medis yang mengancam jiwa karena adanya percobaan bunuh diri yang cukup tinggi pada
populasi bipolar, yaitu 10-15%.2
Terdapat dua jenis gangguan mood yaitu mania dan depresi. Depresi adalah
gangguan nomor 2 di dunia yang paling “mematikan”, dan diperkirakan pada 2020 akan
menjadi “wabah” diseluruh penjuru dunia. Bunuh diri sebagai akibat dari tidak tertanganinya
pasien penderita depresi dengan baik adalah masalah utama dalam kesehatan publik.Kasus
bunuh diri juga terjadi pada remaja. Bahkan ada kecenderungan meningkat. Ini terlihat dari
data World Health Organization (WHO) di tahun 2001 yang menyebutkan bahwa angka
bunuh diri akibat depresi di Indonesia sekitar 1,6 – 1,8 orang per 100.000 penduduk,
sementara laporan WHO di tahun 2005 – 4 tahun kemudian - menyebutkan ada sekitar 24
orang dari 100.000 penduduk Indonesia. Data terakhir dari Kementerian Kesehatan RI untuk
wilayah Jakarta saja, angka kematian akibat bunuh diri karena depresi mencapai 160 orang
per tahun. Meskipun banyak faktor penyebab depresi ditengarai sebagai penyebabnya,
seperti kesulitan ekonomi, masalah keluarga, juga rasa putus asa, penelitian yang dilakukan
oleh Dr. Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago,
menemukan bahwa 9 dari 17 remaja yang meninggal akibat bunuh diri memiliki sejarah
gangguan mental. Salah satu gangguan mental yang bisa membawa seseorang menuju pada
keputusan bunuh diri adalah Bipolar Disorder (BD).3
Gangguan bipolar mempunyai prognosis yang relatif baik terutama untuk gangguan
bipolar yang bentuk klasik. Perjalanan penyakit gangguan bipolar sangat bervariasi dan
biasanya kronik. Kekambuhan yang terjadi akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan,
perkawinan bahkan meningkatkan risiko bunuh diri. Terapi yang komprehensif diperlukan
pasien untuk mencapai kembali fungsinya semula dan kualitas hidup yang tetap baik.Terapi
komprehensif meliputi farmakoterapi dan intervensi psikososial.3
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV- text revised
(DSM IV-TR), gangguan bipolar dibagi menjadi empat jenis yaitu gangguan bipolar I,
gangguan bipolar II, gangguan siklotimia, dan gangguan bipolar yang tak dapat
dispesifikasikan.4
Pada makalah ini akan dibahas secara spesifik gangguan afektif bipolar tipe II,
dimana gangguan bipolar dapat memiliki dampak besar pada kualitas hidup. Episode
hipomania dan depresif dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari. Strategi adaptasi dan
perubahan perilaku dapat membantu seseorang untuk mengelola suasana hati dan tetap
seimbang. Banyak dari mereka yang menderita GB II memerlukan pengobatan sehari-hari.
Menetapkan pengobatan dan dosis yang tepat, dan menangani efek samping dapat memberi
dampak signifikan pada penderitanya.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Gangguan bipolar yaitu gangguan mood yang kronis dan berat yang ditandai dengan
episode mania, hipomania, campuran, dan depresi. Sebelumnya, gangguan bipolar disebut
dengan manik depresif, gangguan afektif bipolar, atau gangguan spectrum bipolar.5
Gangguan bipolar, yang dalam ICD-10 diklasifikasikan ke dalam gangguan afektif
bipolar, atau Manic Depressive Ilness (MDI) adalah penyakit jiwa yang umum, parah dan
persisten. Kondisi ini merupakan tantangan seumur hidup.6
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan
pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).7
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5
bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu
seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya
stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).7
Gangguan Mood bipolar II sebenarnya cukup sering ditemukan. Ia ditandai dengan
episode berulang sindrom depresi mayor dan episode hipomanik. Hipomania yaitu keadaan
mania dengan identitas lebih rendah bila dibandingkan dengan mania (tidak memenuhi
kriteria mania).Ia disebut juga dnegan bipolaritas ringan (soft bipolarity).5
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II
dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi
mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode
hipomanik.8
2.2 EPIDEMIOLOGI

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di
dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta
terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial
dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk
jangka panjang.9

Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang


ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas
mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.9
Prevalensi Gangguan Bipolar (GB) yaitu GB I dan GB II, sepanjang kehidupan
adalah 2.1%.Dan gabungan antara angka prevalensi GB I, GB II dan siklotimia adalah
sekitar 3-4% dari seluruh populasi dunia. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan sama
besarnya terutama pada gangguan bipolar I, sedangkan pada gangguan bipolar II, prevalensi
pada perempuan lebih besar. Depresi atau distimia yang terjadi pertama kali pada
prapubertas memiliki risiko untuk menjadi gangguan bipolar.8
GB II lebih sering ditemukan pada wanita bila dibandingkan dengan laki-laki. Risiko
komorbiditasnya lebih tinggi sedangkan risiko bunuh dirinya sebanding bila dibandingkan
dengan GB I. Waktu berada dalam keadaan depresi lebih lama jika dibandingkan dengan
dalam keadaan eutimik atau hipomanik.7

2.3 ETIOLOGI
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini.Serangan virus pada
otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah
kelahiran.Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya
manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang
memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.8

Menurut Institut Nasional Kesehatan Mental Amerika Serikat (USA Government’s


National Institute of Mental Health) atau NIMH, GB tidak hanya disebabkan oleh faktor
tunggal saja, melainkan dari banyak faktor yang secara bersama-sama memicu terbentuknya
penyakit ini.Oleh karena banyaknya faktor yang terlibat, GB juga disebut dengan penyakit
multifaktor. Sebenarnya, penyebab bipolar disorder mungkin beragam antara individu yang
satu dengan yang lain. Akan tetapi, banyak penelitian yang menunjukkan kontribusi genetik
dan pengaruh lingkungan memiliki peran besar dalam penyekit ini. Berikut ini adalah
beberapa faktor yang menyebabkan GB yaitu :10

 Faktor Genetik

Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar
etiologi biologik.50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam
perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja).Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan.Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan.Keturunan pertama dari seseorang yang menderita
gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada
anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar
dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.2,10

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan


kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat.Beberapa diantaranya yang telahdiselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi
kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita
gangguan bipolar.2,10

Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.Neurotransmiter
tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan
neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase
A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-Ometiltransferase (COMT), dan serotonin
transporter (5HTT).2

Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu
gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah
neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan
neuron otak.BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak
pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF
dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif.2

 Biologis

Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar.Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual.Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan
volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan
hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan
afek).10

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak


penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.10
 Faktor Lingkungan

Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam


Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress
yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan
biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal
intraneuronal.Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam
kontak sinaptik.Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada
resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stressor eksternal.10

2.4 EPISODE MOOD

Berdasarkan definisi di atas, maka perlu kita ketahui apa yang dimaksud dengan
episode depresi mayor dan episode hipomanik pada gangguan bipolar II

2.4.1 Episode Hipomanik5

Episode hipomanik hampir sama dengan episode manik dengan perbedaan


penting yaitu derajat gejalanya tidak berat, tidak ada gejala psikotik, tidak
memerlukan perawatan, dan hendayanya tidak berat. Fungsinya mungkin saja
meningkat. Durasi episodenya lebih singkat yaitu paling sedikit 4 hari. Gejalanya
primer disebabkan oleh gangguan mood buka bersifat sekunder (disebabkan oleh
efek zat atau kondisi medik umum).Episode mirip hipomanik yang disebabkan
gangguan somatik tidak dapat dimasukkan ke dalam diagnosis GB I maupun GB
II.
Hipomania ditandai dengan peningkatan mood yang ringan, pikiran
menjadi lebih tajam, disertai peningkatan energy dan aktivitas, berlangsung
beberapa hari pada periode tertentu, tanpa adanya hendaya.Ia jarang berlanjut jadi
mania. Tilikan pada hippomania relatif baik. Hipomania dapat berulang dan ia
dapat dibedakan dengan gembira normal (gembira normal tidak berulang).
Kadang-kadang hipomania dapat diinduksi dengan antidepresan.Pada gangguan
siklotimia, terjadi pergantian antara hipomania dengan depresi ringan.
Durasi minimum hipomania kurang dari 4 hari.Karena hipomania sering
tidak dikenali oleh keluarga dan sering pula terjadi kesalahan ketika diminta
mengingat kejadian hipomania sebelumnya, bipolar II sulit didiagnosis.
Antidepresan dapat memperburuk perjalan bipolar II yaitu dapat menginduksi
hipomania, siklus cepat, dan campuran.
Karena hipomania sering dirasakan sebagai kepulihan dari depresi atau
suatu yang sangat menyenangkan, berlangsung singkat dan mood dengan ego
sintonik, seseorang dengan bipolar II jarang melaporkan keadaan ini secara
spontan.

2.4.2 Episode Depresi Mayor5

Episode depresi mayor ditandai dengan adanya perasaan sedih atau


anhedonia (tidak ada emosi positif) disertai paling sedikit empat gejala tambahan
yang bersifat pervasive (sepanjang hari, hamper setiap hari) yang berlangsung
paling sedikit dua minggu.Pada anak atau remaja, mood yang terjadi biasa bersifat
iritabel.Gejala tambahan lainnya yaitu buruknya konsentrasi, kurangnya tenaga,
rendahnya harga diri, rasa berasalah, ide-ide bunuh diri, gangguan tidur,
perubahan berat badan dan gangguan psikomotor.

2.4.2.1 Gejala7
o Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ) :
o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan.
o Rasa cepat lelah dan menurunnya aktivitas.
o Gejala lain :
o Konsentrasi berkurang
o Kepercayaan berkurang
o Merasa bersalah dan tidak berguna
o Pesimistik
o Memiliki ide membahayakan diri sendiri (bunuh diri)
o Tidak ada nafsu makan
o Gangguan tidur

2.4.2.2 Derajat7
o Episode depresif ringan
o Minimal harus ada 2-3 gejala utama depresi dan 2 gejala
lain.
o Lamanya episode minimal berlangsung selama 2 minggu
o Tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-harinya
o Episode depresif sedang
o Minimal harus ada 2-3 gejala utama dan 3 gejala lain
o Lamanya episode minimal berlangsung 2 minggu.
o Mulai mengganggu aktivitas
o Episode depresi berat
o tanpa gejala psikotik :
- Semua gejala utama dan disertai 4 gejala tambahan.
- ketidak mampuan pasien untuk menceritakan secara
rinci, misalnya adanya agitasi atau retardari
psikomotor yang mencolok.
- Lamanya berlangsung harus minimal 2 minggu
tetapi apabila onsetnya sangat cepat maka dapat
dilakukan diagnosis sebelum 2 minggu.
- Pasien sudah tidak mungkin melakukan aktivitas.
o dengan gejala psikotik :
- Memenuhi kriteria episode berat.
- waham dan halusinasi positif. Waham berupa
kemiskinan, malapetaka yang mengancam dan
pasien merasa bertanggung jawab akan hal tsb.
Halusinasi berupa auditorik atau olfatorik, halusinasi
auditorik berupa suara yang menghina atau
menuduh, sedangkan halusinasi olfaktorik berupa
pasien mencium bau kotoran atau daging
busuk.Retardasi psikomotor yang berat dapat
menuju stupor.

2.5 KRITERIA DIAGNOSTIK

Kritetia diagnostik gangguan bipolar II menentukan keparahan, frekuensi, serta


lama gejala hipomanik tertentu. Secara khusus, DSM-5 mengklasifikasikan GB II sebagai
adanya satu atau lebih episode depresi mayor dan setidaknya satu episode hypomania
tanpa adanya riwayat episode manik atau canpuran.1
o Pedoman diagnostik Hipomania F30.07
 Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania. Afek yang meninggi
atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurag-
kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas
dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia, dan
tidak disertai halusinasi atau waham.
 Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang
sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu
berat atau menyeluruh maka diagnosa mania harus ditegakkan.
o Pedoman diagnostik Depresi Mayor7
 Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ) :
o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegebiraan.
o Rasa cepat lelah dan menurunnya aktivitas.

 Gejala lain :
o Konsentrasi berkurang
o Kepercayaan berkurang
o Merasa bersalah dan tidak berguna
o Pesimistik
o Memiliki ide membahayakan diri sendiri (bunuh diri)
o Tidak ada nafsu makan
o Gangguan tidur

2.6 PENATALAKSANAAN1
 Farmakologi

Quetiapin disetujui oleh FDA untuk pengobatan episode depresi baik pada
GB I maupun GB II. Penelitian BOLDER I, dan II serta EMBOLDEN membuktikan
bahwa quetiapin monoterapi efektif dan ditoleransi dengan baik sebagai terapi
episode depresi, GB I dan II. Di bawah ini adalah obat-obat yang rekomendasi untuk
penatalaksanaan depresi akut, GB II.

Rekomendasi Terapi Depresi Akut, GB II

Lini I Quetiapin
Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan,
litium + divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan.
Lini III Antidepresan mono terapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami
hipomania)
Fokus terapi jangka panjang pada pasien dengan GB II adalah mencegah
terjadinya episode depresi.Di bawah ini adalah rekomendasi terapi rumatan pada
GB II.
Rekomendasi Terapi Rumatan GB II
Lini I Litium, lamotrigin
Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika
atipik + antidepresan, kombinasi dua dari: litium,
lamotrigin, divalproat, atau antipsikotika atipik.
Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Tidak direkomendasikan Gabapentin

 Non-Farmakologi1,3

Intervensi psikososial sangat penting pada GB.Beberapa pendekatan yang


sering dilakukan yaitu cognitive behavioral therapy, terapi keluarga, terapi
interpersonal, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologik
lainnya.Intervensi psikososial bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan.
1. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan
bipolar untuk mengubah pola pikir dan perilaku negative.
2. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini
juga memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.
3. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita
gangguan bipolar meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain
dan mengatur aktivitas harian mereka.
4. Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar
mengenai penyakit yang mereka derita beserta dengan
penatalaksanaannya. Terapi ini membantu penderita mengenali
gejala awal dari episode baik manik maupun depresi sehingga
mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin.

2.7 PROGNOSIS
Perjalanan gangguan bipolar II baru akan mulai dipelajari. Meskipun
demikian, data pendahuluan menunjukkan bahwa diagnosisnya stabil, seperti yang
ditunjukkan oleh kemungkinan tinggi bahwa pasien dengan GB II akan memiliki
diagnosis yang sama sampai lima tahun ke depan. Dengan demikian, data
menunjukkan bahwa gangguan bipolar II adalah penyakit kronik yang memerlukan
strategi pengobatan jangka panjang.1

BAB III
KESIMPULAN

I. KESIMPULAN

Gangguan mood adalah sebuah sindrom yang terdiri dari sekelompok tanda dan
gejalayang menunjukkan penyimpangan fungsi habitual seseorang serta memiliki
kecenderungan untuk remisi.Pada gangguan mood, pegendalian hilang dan terdapat
pengalaman subjektif akan adanya penderitaan yang berat.
Gangguan bipolar yaitu gangguan mood yang kronis dan berat yang ditandai dengan
episode mania, hipomania, campuran, dan depresi.Gangguan ini tersifat oleh episode berulang
(sekurang-kurangnya dua episode).Yang Khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan
sempurna antar episode.
GB juga disebut dengan penyakit multifaktor,banyak penelitian yang menunjukkan
kontribusi genetic dan pengaruh lingkungan memiliki peran besar dalam penyakit ini.
gangguan bipolar dibagi menjadi empat jenis yaitu gangguan bipolar I, gangguan
bipolar II, gangguan siklotimia, dan gangguan bipolar yang tak dapat dispesifikasikan.
DSM-5 mengklasifikasikan GB II sebagai adanya satu atau lebih episode depresi
mayor dan setidaknya satu episode hypomania tanpa adanya riwayat episode manik atau
canpuran.
Quetiapin disetujui oleh FDA untuk pengobatan episode depresi baik pada GB I
maupun GB II.Intervensi psikososial sangat penting pada GB.
Data menunjukkan bahwa gangguan bipolar II adalah penyakit kronik yang memerlukan
strategi pengobatan jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & saddock, harlock l, Kaplan MD, Benjamin D, saddock.”Sinopsis Psikiatri,


Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis”. Gangguan Mood, bab 15. Jilid I .Ed.
VII, Jakarta. Binarupa Aksara, 1997.H;777-857.
2. Fitriayah Izzatul, Margono.M Hendy. Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik
dengan Gejala Psikotik. Program Studi Psikologi Ilmu Pendidikan Universitas
Airlangga Surabaya
3. Febrian Yusianto Herditya, dkk. Studi Kualitatif Cognitive Behavioour Therapy pada
Bipolar Disorder.Surabaya,2012
4. DSM-5 Category: Bipolar and Related Disorders.
file:///D:/KLINIK/Jiwa/Bipolar%20II%20Disorder%20DSM-
5%20296.89%20(F31.81)%20-%20Therapedia.html[diakses 8 Maret 2018]
5. D.Elvira Sylvia, Hadisukanto Gitayanti. Buku Ajar PSIKIATRI Edisi kedua.Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran UI,2014
6. Soreff Stephen. Bipolar Affective Disorder. http://www.emedicine.com
[diakses 5 Maret 2018]
7. Maslim Rusdi, Dr.”Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas Dari PPDGJ-III”.
Pedoman Diagnostik : F 30-39 : gangguan suasana perasaan/mood (gangguan
afektif). Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK- UNIKA Atmajaya. 2001. H; 58-
69
8. Filaković Pavo.NEW STRATEGIES IN THE TREATMENT OF BIPOLAR
DISORDER. Clinical Hospital Center Osijek, Croatia,2011
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa
Masyarakat.
file:///D:/KLINIK/Jiwa/Kementerian%20Kesehatan%20Republik%20Indonesia.html
[Diakses 8 Maret 2018]
10. Andra. Memahami Kepribadian Dua Kutub. http://www.majalahfarmacia.com
[diakses 8 Maret 2018]

Anda mungkin juga menyukai