Disusun Oleh :
Rr. Hanna Puspitaningrum
1820221063
Pembimbing:
dr. Yaniar Mulyantini, SpKJ
LAPORAN KASUS
SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK
Disusun oleh:
Rr. Hanna Puspitaningrum
1820221063
Pembimbing
1
BAB I
PENDAHULUAN
Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang: merasa sehat dan bahagia,
mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya (yaitu dapat berempati dan tidak secara apriori bersikap negative terhadap
orang atau kelompok lain yang berbeda), dan mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain.1
Saat ini gangguan psikotik masih menjadi masalah di Indonesia. Menurut
penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai
tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30
juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari
penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus
dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan
psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak terawat
berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang
seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan
menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik
(skizofrenia) dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini
sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi
sekarang situasi sudah berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka
yang fase aktif gangguan psikotiknya dirawat, sedang yang tenang dipulangkan
namun masih dalam pengawasan dalam bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah
pasien-pasien yang menunjukkan perilaku yang membahayakan diri atau
membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang
pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan
psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit
Umum pun ada pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni
2
pelayanan integrasi dan konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater
yang ada belum memadai sesuai kebutuhan.
Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam
pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari gangguan psikotik ini.
Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk
dipahami melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat
bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1 Definisi
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak
mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat
halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh.2
Gangguan psikotik adalah semua kondisi yg menunjukkan adanya
hendaya berat dalam kemampuan daya nilai realitas, baik dalam perilaku
individu dlm suatu saat maupun perilaku individu dalam perjalanannya
mengalami hendaya berat kemampuan daya nilai realitas ( perlu
dipertimbangkan faktor budaya ).3
Bukti langsung hendaya daya nilai realitas terganggu misal adanya ;
waham, halusinasi tanpa tilikan akan sifat patologinya;
adanya perilaku yg demikian kacau ( grossly disorganized )
misalnya bicara yg inkoheren, perilaku agitasi tanpa tujuan,
disorientasi pd delirium dst;
adanya kegagalan fungsi sosial dan personal dgn penarikan diri
dari pergaulan sosial dan tidak mampu dlm tugas pekerjaan sehari-
hari.
Gangguan psikotik adalah gangguan mental yang ditandai dengan
kerusakan menyeluruh dalam uji realitas seperti yang ditandai dengan
delusi, halusinasi, bicara inkohern yang jelas, atau perilaku yang tidak
3
teratur atau mengacau, biasanya tanpa ada kewaspadaan pasien terhadap
inkomprehensibilitas dalam tingkah lakunya.4
4
1. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
a. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering.
Hamper 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup
mereka.3 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, dimana
adanya gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal).
Tabel 1. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Skizofrenia.4
A. Gejala Karakteristik : Dua (atau lebih) poin berikut, masing – masing terjadi
dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang bila
berhasil diobati) :
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara kacau (sering melantur atau inkoherensi)
(4) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik
(5) Gejala negative, yaitu afektif mendatar, alogia, atau kehilangan minat
B. Disfungsi social/okupasional : selama satu porsi waktu yang signifikan sejak
awitan gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi utama, seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh di
bawah tingkatan yang telah dicapai sebelum awitan (atau apabila awitan
terjadi pada masa kanak – kanak atau remaja, kegagalan mencapai tingkat
pencapaian interpersonal, akademik, atau okupasional yang diharapkan ).
C. Durasi : tanda kontiyu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala(atau kurang
bila berhasil diobati) yang memenuhi criteria A (gejala fase aktif) dan dapat
mencakup periode gejala prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat
bermanifestasi sebagai gejala negative saja atau dua atau lebih gejala yang
terdaftar dalam Kriteria A yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah (cth,
keyakinan aneh, pengalaman perceptual yang tidak lazim)
D. Ekslusi gangguan mood dan skizoafektif : Gangguan skizoafektif dan
gangguan mood dengan cirri psikotik telah disingkirkan baik karena (1)
tidak ada episode depresif,manic, atau campuran mayor yang terjadi
bersamaan denga gejala fase aktif, maupun (2) jika episode mood terjadi
selama gejala fase aktif, durasi totalnya relative singkat dibandingkan durasi
periode aktif dan residual.
E. Eklusi kondisi medis umum/zat : gangguan tersebut tidak disebabkan oleh
fisiologis langsung suatu zat(cth obat yang disalahguakan,obat medis) atau
kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive : jika terdapat riwayat
gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasive lainnya, diagnosis
tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang
prominen juga terdapat selama setidaknya satu bulan(atau kurang bila telah
5
berhasil diobati)
Tipe Paranoid
Tipe Skizofrenia yang memenuhi criteria berikut
A. Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang
sering
B. Tidak ada hal berikut ini yang prominen: bicara kacau, perilaku kacau atau
katatatonik, atau afek datar atau tidak sesuai.
Tipe Hebefrenik (Disorganized)
Tipe skizofrenia yang memenuhi criteria berikut
A. Semua hal di bawah ini prominen
(1) Bicara kacau
(2) Perilaku kacau
(3) Afek datar atau tidak sesuai
B. Tidak memenuhi criteria tipe katatonik
Tipe Katatonik
Tipe skizofrenia yang gambaran klinisnya didominasi setidaknya dua hal berikut :
(1) Imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan dengan katalepsi (termasuk
fleksibilitas serea) atau stupor
(2) Aktivitas motorik yang berlebihan (yaitu yang tampaknya tidak bertujuan
dan tidak dipengaruhi stimulus eksternal)
(3) Negativism ekstrim (resistensi yang tampaknya tak bermotif terhadap
semua instruksi atau dipertahankannya suatu postur rigid dari usaha
menggerakkan) atau mutisme
(4) Keanehan gerakan volunteer sebagaimana diperlihatkan oleh
pembentukkan postur (secara volunteer menempatkan diri dalam postur
yang tidak sesuai atau bizar), gerakan stereotipi, menerisme prominen,
atau menyeringai secara prominen
(5) Ekolalia atau ekopraksia
b. Gangguan Skizotipal
6
Tidak terdapat onset yang pasti dan perkembangan serta
perjalanannya biasanya menyerupai gangguan kepribadian.
7
Gangguan psikotik yang tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia
atau untuk gangguan afektif yang bertipe psikotik, dan gangguan-
gangguan yang psikotik yang tidak memenuhi criteria gejala untuk
gangguan waham menetap.
8
Terbagi atas (i)Skilotimia, ciri esensialnya adalah ketidak-stabilan
menetap dari afek(suasana perasaan), meliputi banyak periode
depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang
cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi criteria gangguan
afektif bipolar. (ii)Distimia, cirri esensialnya ialah afek depresif
yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau jarang sekali
cukup parah untuk memenuhi criteria gangguan depresif berulang
ringan atau sedang.
f. Gangguan Suasana Perasaan Lainnya
Kategori sisa untuk gangguan suasana perasaan menetap yang
tidak cukup parah atau tidak berlangsung lama untuk memenuhi
criteria skilotimia dan distimia.
9
gangguan jiwa berat keadaan tersebut dilewatkan dengan banyak
melamun, malas, bahkan kadang-kadang perawatan diri sehari-hari
dilalaikan seperti makan, minum, mandi, dan ibadah.
Waham
Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari
seseorang. Meskipun salah tetapi individu itu percaya betul, sulit dikoreksi
oleh orang lain, isi pikir bertentangan dengan kenyataan, dan isi pikir
terkait dengan pola perilaku individu. Seorang pasien dengan waham
curiga, maka pola perilaku akan menunjukkan kecurigaan terhadap
perilaku orang lain, lebih-lebih orang yang belum dikenalnya. Bisa terjadi
kecurigaan kepada orang sekitarnya akan meracuni atau membunuh dia.
Akibat waham curiga ini pada orang yang sebelumnya bersifat emosional
agresif. Ia bisa membunuh orang karena wahamnya kalau tidak dibunuh, ia
akan dibunuh. Atau ia akan diracuni dan dibuat celaka oleh orang yang
dibunuhnya.
Halusinasi
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan.
Pasien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tak ada sesuatu rangsang pada kelima indera tersebut.
Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99 %).
Pasien psikotik yang nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi
tersebut dianggap real dan tak jarang ia bereaksi terhadap halusinasi
dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk membunuh ia pun akan
melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi pada pasien
psikotik yang membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang
memerintah untuk bunuh diri tak jarang pasien pun akan bunuh diri.
Illusi
Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien
melihat tali bisa ditafsirkan sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi
10
pada panas yang tinggi dan disertai kegelisahan, dan kadang-kadang
perubahan kesadaran (delirium). Illusi juga sering terjadi pada kasus-kasus
epilepsi (khususnya epilepsi lobus temporalis), dan keadaan-keadaan
kerusakan otak permanen.
Misalnya seorang petinju di Malang terungkap di pengadilan ia menderita
epilepsi. Ia membunuh anaknya sendiri yang masih tidur di kasur dengan
parang, karena menganggap anaknya adalah seekor kucing yang sedang
tidur. Juga kasus seorang ibu yang menyiram anak balitanya dengan air
panas di Semarang beberapa waktu yang lalu, dan akhirnya si anak
meninggal dunia. Ia melihat dan merasa menyiram hewan.
11
lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau
memukul tanpa alasan
Pedoman Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut
adalah sebagai berikut :
Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan :
misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat
sesuatu yang tidak ada bendanya)
Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat
diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya
bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari
televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)
Agitasi atau perilaku aneh (bizar)
Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)
12
Keluhan fisik yang tidak biasa/aneh seperti : merasa ada hewan
atau objek yang tak lazim di dalam tubuhnya
Bermasalah dalam melaksanakan pekerjaan atau pelajaran
Untuk lebih jelasnya mengenai psikotik kronik, disini dapat dijelaskan
melalui skizofrenia Dimana Skizofrenia adalah gangguan psikotik
yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat menilai
realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk. Gejala klinis dari
skizofrenia dapat dilihat di bawah ini:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas):
a. “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ;
atau
“thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
b. “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota
gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
“delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya
bersifatmistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik:
suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
13
mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau
jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu
bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan
yang tidak relevan, atau neologisme;
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara
yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak
wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
14
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik (prodromal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.2
II. 5 Epidemiologi
Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam
masyarakat berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Misalnya Jawa
Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada sebanyak
30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan
perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak
semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di
Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak terawat berada
dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang
seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan
menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas. Pada zaman
pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik (skizofrenia)
dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini
sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila.
Tetapi sekarang situasi sudah berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di
RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan psikotiknya dirawat, sedang yang
tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan dalam bentuk
perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang menunjukkan
perilaku yang membahayakan diri atau membahayakan lingkungannya,
dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang pasien dapat beradaptasi
dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan psikiatrik tidak
terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit Umum
pun ada pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni
15
pelayanan integrasi dan konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah
psikiater yang ada belum memadai sesuai kebutuhan.2
II. 6 Patofisiologi7
Gambar otak pertama dari sebuah individu dengan psikosis selesai
sejauh kembali sebagai 1935 dengan menggunakan teknik yang disebut
pneumoencephalography (prosedur yang menyakitkan dan sekarang usang
di mana cairan serebrospinal dikeringkan dari seluruh otak dan digantikan
dengan udara untuk memungkinkan struktur otak untuk menunjukkan
lebih jelas pada gambar sinar-X).
Tujuan dari otak adalah untuk mengumpulkan informasi dari tubuh
(nyeri, kelaparan, dll), dan dari dunia luar, menafsirkannya dengan
pandangan dunia yang koheren, dan menghasilkan respon yang bermakna.
Informasi dari indera masuk ke otak di daerah sensorik primer. Mereka
memproses informasi dan mengirimkannya ke daerah-daerah sekunder
dimana informasi itu ditafsirkan. Aktivitas spontan di daerah sensorik
primer dapat menghasilkan halusinasi yang disalahartikan oleh daerah
sekunder sebagai informasi dari dunia nyata.
Sebagai contoh, PET scan atau fMRI dari seseorang yang mengaku
sebagai mendengar suara-suara dapat menunjukkan aktivasi di korteks
pendengaran primer, atau bagian otak yang terlibat dalam persepsi dan
pemahaman berbicara.
Tersier korteks otak mengumpulkan penafsiran dari cortexes
sekunder dan menciptakan sebuah pandangan dunia yang koheren itu.
Sebuah studi yang menyelidiki perubahan-perubahan struktural dalam otak
orang dengan psikosis menunjukkan ada pengurangan materi abu-abu
yang signifikan dalam gyrus medial temporal yang tepat, frontalis lateral
yang temporal, dan inferior, dan di cingulate korteks bilateral orang
sebelum dan setelah mereka menjadi psikotik.
Temuan seperti ini telah memicu perdebatan tentang apakah
psikosis itu sendiri menyebabkan kerusakan otak dan apakah perubahan
eksitotoksik berpotensi merusak otak berhubungan dengan panjang dari
16
episode psikotik. Penelitian terbaru telah menyarankan bahwa hal ini tidak
terjadi meskipun penyelidikan lebih lanjut masih berlangsung.
Studi dengan kekurangan indera telah menunjukkan bahwa otak
tergantung pada sinyal dari dunia luar untuk berfungsi dengan baik. Jika
aktivitas spontan di otak tidak diimbangi dengan informasi dari indra,
kerugian dari realitas dan psikosis mungkin terjadi sudah setelah beberapa
jam.
Fenomena serupa paranoid pada orang tua ketika mendengar
penglihatan, miskin dan memori menyebabkan orang menjadi abnormal
curiga terhadap lingkungan.
Di sisi lain, kerugian dari realitas juga dapat terjadi jika aktivitas
kortikal spontan meningkat sehingga tidak lagi diimbangi dengan
informasi dari indra. Reseptor 5-HT2A tampaknya menjadi penting untuk
ini, karena obat yang mengaktifkan mereka menghasilkan halusinasi.
Namun, fitur utama dari psikosis bukan halusinasi, tetapi
ketidakmampuan untuk membedakan antara rangsangan internal dan
eksternal. Kerabat dekat untuk pasien psikotik mungkin mendengar suara-
suara, tapi karena mereka sadar bahwa mereka tidak nyata mereka dapat
mengabaikan mereka, sehingga halusinasi tidak mempengaruhi persepsi
realitas mereka. Oleh karena itu mereka tidak dianggap sebagai psikotik.
Psikosis telah secara tradisional dikaitkan dengan dopamin
neurotransmitter. Secara khusus, hipotesis dopamin psikosis telah
berpengaruh dan menyatakan bahwa hasil psikosis dari overactivity dari
fungsi dopamin di otak, khususnya di jalur mesolimbic.
Dua sumber utama bukti yang diberikan untuk mendukung teori ini
adalah bahwa reseptor dopamin D2 memblokir obat (misalnya,
antipsikotik) cenderung mengurangi intensitas gejala psikotik, dan bahwa
obat yang meningkatkan aktivitas dopamin (seperti amfetamin dan kokain)
dapat memicu psikosis di beberapa orang.
Namun, bukti meningkat dalam waktu belakangan ini telah
menunjuk kemungkinan disfungsi neurotransmitter glutamat excitory,
khususnya, dengan aktivitas reseptor NMDA. Teori ini diperkuat oleh
17
fakta bahwa antagonis reseptor NMDA disosiatif seperti ketamin, PCP dan
dekstrometorfan / detrorphan (pada overdosis besar) menginduksi keadaan
psikotik yang lebih mudah daripada stimulan dopinergic, bahkan pada
"normal" dosis rekreasi.
Gejala-gejala keracunan disosiatif juga dianggap cermin gejala
skizofrenia, termasuk gejala psikotik negatif, lebih erat dari psikosis
amphetamine. Psikosis yang diinduksi disosiatif terjadi secara lebih handal
dan diprediksi daripada psikosis amphetamine, yang biasanya hanya
terjadi dalam kasus-kasus overdosis, penggunaan jangka panjang atau
dengan kurang tidur, yang secara independen dapat menghasilkan psikosis.
Obat antipsikotik baru yang bertindak pada reseptor glutamat dan yang
sedang menjalani uji klinis. Hubungan antara dopamin dan psikosis
umumnya diyakini menjadi kompleks. Sementara reseptor dopamin D2
menekan aktivitas adenilat siklase, reseptor D1 meningkat itu. Jika D2-
blocking obat diberikan dopamin diblokir tumpah ke reseptor D1.
II. 7 Penatalaksanaan
i. Farmakoterapi
Pada keadaan gawat darurat, seorang pasien yang teragitasi
parah harus diberikan suatu obat antipsikotik secara intramuskular.
Walaupun percobaan klinik yang dilakukan secara adekuat dengan
sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi berpendapat
bahwa obat antipsikotik adalah obat terpilih untuk gangguan
delusional. Pasien gangguan delusional kemungkinan menolak
medikasi karena mereka dapat secara mudah menyatukan pemberian
obat ke dalam system wahamnya. Dokter tidak boleh memaksakan
medikasi segera setelah perawatan di rumah sakit, malahan, harus
menggunakan beberapa hari untuk mendapatkan rapport dengan
pasien. Dokter harus menjelaskan efek samping potensial kepada
pasien, sehingga pasien kemudian tidak menganggap bahwa dokter
berbohong.
18
Riwayat pasien tentang respon medikasi adalah pedoman yang
terbaik dalam memilih suatu obat. Seringkali, dokter harus mulai
dengan dosis rendah ― sebagai contoh, haloperidol (haldol) 2 mg ―
dan meningkatkan dosis secara perlahan-lahan. Jika pasien gagal
berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam percobaan
selama enam minggu, antipsikotik dari kelas lain harus dicoba.
Beberapa peneliti telah menyatakan bahwa pimozide (Orap)
mungkin efektif dalam gangguan delusional, khususnya pada pasien
dengan waham somatik. Penyebab kegagalan obat yang tersering
adalah ketidakpatuhan, dan kemungkinan tersebut harus
diperhitungkan.
Jika pasien tidak mendapatkan manfaat dari medikasi
antipsikotik, obat harus dihentikan. Pada pasien yang berespon
terhadap antipsikotik, beberapa data menyatakan bahwa dosis
pemeliharaan adalah rendah. Walaupun pada dasarnya tidak ada data
yang mengevaluasi penggunaan antidepresan, lithium (Eskalith),
atau antikonvulsan ― sebagai contohnya, carbamazepine (Tegretol)
dan valproate (Depakene) ― di dalam pengobatan gangguan
delusional, percobaan dengan obat-obat tersebut mungkin diperlukan
pada pasien yang tidak responsif terhadap obat antipsikotik.
Percobaan dengan obat-obat tersebut harus dipertimbangkan jika
seorang pasien memiliki ciri suatu gangguan mood atau suatu
riwayat keluarga adanya gangguan mood.
Dua kelas utama obat yang harus dipertimbangkan di dalam
pengobatan gangguan psikotik singkat adalah obat antipsikotik
antagonis reseptor dopamine dan benzodiazepine. Jika dipilih suatu
antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi ― sebagai contohnya,
haloperidol (Haldol) ― biasanya digunakan. Khususnya pada pasien
yang berada dalam resiko tinggi untuk mengalami efek samping
ekstrapiramidal (sebagai contohnya, orang muda), suatu obat
antikolinergik kemungkinan harus diberikan bersama-sama dengan
antipsikotik sebagai profilaksis terhadap gajala gangguan pergerakan
19
akibat medikasi. Selain itu, benzodiazepine dapat digunakan dalam
terapi singkat psikosis. Walaupun benzodiazepine memiliki sedikit
kegunaan atau tanpa kegunaan dalam pengobatan jangka panjang
gangguan psikotik, obat dapat efektif untuk jangka singkat dan
disertai dengan efek samping yang lebih jarang daripada antipsikotik.
Pada kasus yang jarang benzodiazepine disertai dengan peningkatan
agitasi, dan pada kasus yang lebih jarang lagi, dengan kejang putus
obat (withdrawal seizure), yang biasanya hanya terjadi pada
penggunaan dosis tinggi terus menerus. Penggunaan obat lain dalam
terapi gangguan psikotik singkat, walaupun dilaporkan di dalam
laporan kasus, belum didukung oleh penelitian skala besar. Tetapi,
medikasi hipnotik seringkali berguna selama satu sampai dua
minggu pertama setelah resolusi episode psikotik. Pemakaian jangka
panjang medikasi harus dihindari dalam pengobatan gangguan ini.
Jika medikasi pemeliharaan diperlukan, klinisi harus
mempertimbangkan ulang diagnosis.
ii. Psikoterapi
Secara umum tujuan psikoterapi adalah untuk memperkuat
struktur kepribadian, mematangkan kepribadian, memperkuat ego,
meningkatkan citra diri, memulihkan kepercayaan diri yang
semuanya itu untuk mencapai kehidupan yang berarti dan
bermanfaat.
a. Psikoterapi supportif
Untuk memberi dukungan, semangat, dan motivasi agar
penderita tidak merasa putus asa dan semngat juang dalam
menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun
b. Psikoterapi re-edukatif
Untuk memberi pendidikan ulang yang maksudnya
memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga
dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan
20
lama dengan baru sehingga penderita lebihadaptif terhadap dunia
luar.
c. Psikoterapi re-konstruktif
Untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi pribadi yang utuh seperti semula
sebelum sakit.
d. Psikoterapi kognitif
Untuk memulihkan kembali daya kognitif (daya piker dan
daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan
nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang
boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan sebagainya.
e. Psikoterapi psiko-dinamik
Psiko-dinamik adalah suatu pendekatan konseptual yang
memandang proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi
kuantitas-kuantitas energy psikik yang berlangsung intra-
individual (antar bagian-bagian struktur psikik) dan inter-
individual (antar orang).8
Untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan
upaya untuk mencari jalan keluarnya. Diharapkan penderita dapat
memahami kelebihan dan kelemahan dirinya dan mampu
menggunakan mekanisme pertahanan diri dengan baik.
f. Psikoterapi perilaku
Untuk memulihkan gangguan prilaku yang terganggu
menjadi prilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri).
Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar penderita
mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari baik dirumah, disekolah dan lingkungan sosialnya.
g. Psikoterapi keluarga
Untuk memulihkan hubungan penderita dengan
keluarganya diharapkan keluarga dapat memahami mengenai
21
gangguan jiwa skizofrenia dan dapat membantu mempercepat
proses penyembuhan penderita.
iii. Psikososial
Diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak
kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul (silaturahmi/sosialisasi)
iv. Psikospiritual9
D.B. Larson, dkk (1992) dalam penilitiannya sebagaimana
termuat dalam “Religious Commitment and Health” (APA, 1992),
menyatakan antara lain bahwa agama (keimanan) amat penting
dalam meningkatkan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia
sedang sakit serta mempercepat penyembuhan selain terapi medis
yang diberikan. Synderman (1996) menyatakan bahwa terapi medis
tanpa agama (doa), tidak lengkap; sebaliknya agama (doa) saja tanpa
terapi medis, tidak efektif.
II. 8 Prognosis10
a. Prognosis kearah baik
i. Onset akut dengan factor pencetus yang jelas
ii. Riwayat hubungan social dan pekerjaan yang baik (Premorbid)
iii. Adanya gejala afekstif (depresi)
iv. Subtipe paranoid
v. Subtipe katatonik
vi. Sudah menikah
vii. Banyak simptom positif
viii. Kebingungan
ix. Tension, cemas hostilitas
b. Prognosis kearah buruk
i. Onset perlahan-lahan dengan factor pencetus tidak jelas
ii. Riwayat hubungan social dan pekerjaan buruk (premorbid)
iii. Menarik diri, tingkah laku yang artristik
22
iv. Tipe hebepenik dan tipe tak tergolongkan
v. Belum manikah
vi. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
vii. Adanya gejala neurologik
viii. Banyak simptom negatif
ix. Tidak ada gejala afektif atau hostilitas yang jelas
II. 9 Pencegahan9
Perkembangan kepribadian seseorang manusia itu ditentukan oleh
interaksi dari 4 pilar; yaitu organobiologik, psiko-edukatif, psikososial dan
psikoreligius. Hal ini sesuai dengan batasan sehat oleh WHO (1984) yaitu
sehat fisik, sehat jiwa/mental, sehat social, dan sehat spiritual yang juga
diadopsi oleh APA (American Psychiatric Associatiom, 1992)
a) Organobiologik
Menghindari kemungkina adanya factor genetic (turunan),
maka perluditeliti riwayat atau silsilah keluarga.
Menghindari adanya kemungkinan factor epigenetic, maka
hendaknya selama kehamilan seorang ibu perlu mendapatkan
perawatan yang baik agar tidak terjadi gangguan pada
perkembangan otak janin.
b) Psiko-edukatif
Pendidikan anak hendaknya sedemikian rupa sehingga
dapat dihindari terbentuknya sifat atau cirri kepribadian yang
rawan atau rentan bagi terjadinya gangguan skizofrenia, misalnya
yang tergolong kepribadian promorbid (kepribadian paranoid,
schizoid, skizotipal dan ambang).
c) Psiko-religius
Setiap manusia (meskipun ia seorang atheis sekalipun) pada
hakekatnya ada kebutuhan dasar kerohanian. Setiap orang
membutuhkan rasa aman, tenang, tentram, terlindungi; bebas dari
rasa cemas, ketakutan, depresi, stress, dan lain sebagainya. Bagi
mereka yang beragama kebutuhan rohani ini dpat diperoleh lewat
23
agama; namun bagi mereka yang sekuler dan mengingkarinya,
menempuh lewat penyalahgunaan NAZA ataupun jalur lainnya.
d) Psikososial
Dalam kehidupan sehari-hari anak tumbuh kembang di tiga
tempat, yaitu di rumah (Keluarga), di sekolah (lembaga
pendidikan) dan di lingkungan masyarakat sosialnya. Kondisi
social di masing-masing tempat tersebut akan berinteraksi satu
dengan lainnya dan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Maka
untuk mencegahnya kita harus menciptakan keluarga yang
harmonis, lembaga pendidikan yang baik dan lingkungan
pergaulan social yang sehat.
BAB III
PENUTUP
24
adanya perilaku yg demikian kacau ( grossly disorganized )
misalnya bicara yg inkoheren, perilaku agitasi tanpa tujuan,
disorientasi pd delirium dst;
adanya kegagalan fungsi sosial dan personal dgn penarikan diri
dari pergaulan sosial dan tidak mampu dlm tugas pekerjaan sehari-
hari.
Banyak faktor yang menyebabkan gangguan psikotik yaitu: Faktor
psikodinamik yang harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan psikotik ini
adalah stresor pencetus dan lingkungan interpersonal, pemeriksaan pasien psikotik
harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa gejala psikotik adalah disebabkan
oleh kondisi medis umum (sebagai contohnya, suatu tumor otak) atau ingesti zat
(sebagai contohnya, phencyclidine), Zat psikoaktif adalah penyebab yang umum
dari sindroma psikotik. Zat yang paling sering terlibat adalah alkohol, halusinogen
indol sebagai contohnya, lysergic acid diethylamid (LSD) – amfetamin, kokain.
Mescalin, phencyclidine (PCP), dan ketamin. Banyak zat lain, termasuk steroid
dan thyroxine, dapat disertai dengan halusinasi akibat zat.
Prognosis gangguan psikotik yaitu berdasarkan: onset akut dengan factor
pencetus yang jelas, riwayat hubungan social dan pekerjaan yang baik
(Premorbid), adanya gejala afekstif (depresi), sudah menikah, banyak simptom
positif, kebingungan, tension, cemas hostilitas
DAFTAR PUSTAKA
25
2. Nurmah, Islamiyah N, dkk. Psikotik dan Skizofrenia. 12 April 2011.
Diunduh dari: http://id.scribd.com/doc/74666207/PSIKOTIK-lengkap
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Edisi ke-2. Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010.
Hal 147-16
4. Tirtakusuma A, Nugraha A, dkk. Bisikan Gaib. 29 Februari 2012.
Diunduh dari: http://id.scribd.com/doc/83142602/4/Menjelaskan-definisi-
gangguan-psikotik
5. News Medical. Apa Penyebab Psikosis. 1 November 2012. Diunduh dari:
http://www.news-medical.net/health/What-Causes-Psychosis-
(Indonesian).aspx
6. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Edisi ke-2. Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010.
Hal 169-187
7. News Medical. Psikosis Patofisiologi. 1 November 2012. Diunduh dari:
http://www.news-medical.net/health/Psychosis-Pathophysiology-
(Indonesian).aspx
8. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 38
9. Hawari HD. Pendekatan holistic pada gangguan jiwa skizofrenia. Edisi ke-
2. Cetakan 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006
10. Maramis WF. Ilmu kedokteran jiwa. Cetakan 6. Jakarta: Airlangga
University Press, 1994
26