Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS KECIL

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

Pembimbing:
Dr. Indah, Sp.P

Oleh :

Rr. Hanna Puspitaningrum


1820221063

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu penyakit paru


kronik yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progresif dengan sifat non reversibel atau reversibel parsial.1
Berdasarkan definisinya, PPOK merupakan penyakit yang dikarakteristikan
dengan adanya keterbatasan aliran pernapasan yang persisten, bersifat progresif dan
berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis di saluran pernapasan dan
paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. 1
Asap rokok merupakan penyebab terpenting yang dapat menimbulkan
terjadinya PPOK. Faktor sosioekonomi juga menjadi factor resiko yang berpengaruh
dan banyak ditemukan pada pekerja di pabrik yang sering terpapar gas iritan. Faktor
resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang
merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.2
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK.
PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita
PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan
produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal
nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage /
derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.3

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 79 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Penatusan no. 142
Tanggal Masuk RS : 23 April 2019
No RM : 02078570
II. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak semalam.
III. Riwayat Penyakit Sekarang
1 hari SMRS, pasien datang dengan keluhan sesak nafas setelah
membakar ban dan sampah di pekarangan rumahnya. Sesak dirasakan terus
menerus dengan skala di angka 8 untuk sesaknya. Sesak membaik dengan
bantuan oksigen dan istirahat, serta memberat jika melakukan aktifitas. Pasien
pernah mengalami hal serupa sebanyak 2x dan dirawat di rumah sakit.
Keluhan sesak sebelumnya tidak membaik dengan istirahat dan menetap saat
aktifitas maupun istirahat. Pasien dahulu adalah seorang perokok. Keluhan
batuk disangkal.

3
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat sakit paru : pernah mengalami kejadian serupa,
bekas TB Paru

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal

VI. Keadaan Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang pensiunan yang sekarang suka bekerja di
sawah untuk mengolah gabah padi. Pasien dulu merupakan pekerja di KUA
dengan lingkungan yang penuh asap rokok dan selalu meminum kopi. Pasien
juga pernah bekerja di pabrik pemintal.
Pasien merupakan perokok aktif saat usia 30-40an, tetapi 20 tahun
terakhir pasien sudah berhenti. Saat menjadi perokok akitf, pasien dapat
menghabiskan 1 bungkus rokok perhari.
Pasien juga menyangkal ada orang dekat atau tetangga yang mempunyai
keluhan serupa.

I. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : Sakit sedang, Compos mentis
B. GCS : E4V5M6
C. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit, reguler, kuat angkat (+)
Pernapasan : 20 x/menit

4
Suhu : 36.8° C
BB : 48 Kg
TB : 158 cm
IMT : 19 kg/m²
CRT : < 2 detik

D. Kepala : normochepali, simetris.


E. Mata : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).
F. Hidung : darah (-), secret (-).
G. Telinga : darah (-), secret (-).
H. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-).
I. Leher : JVP 2 cmH2O, limfonodi tidak membesar.
J. Thorax : retraksi (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tampak pembesaran
Batas Atas : linea para sternalis sinistra ICS 2
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS 4
Batas Kiri : linea midclavicula sinistra ICS 5
Auskultasi : Bunyi jantung I-II tunggal, reguler, murmur (-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : hipersonor/hipersonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan Ronki Basah (+/+)
Wheezing (- /-)
Ekspirasi memanjang (+)

5
K. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : massa (-) nyeri tekan (-) lapang perut, hepar/lien tidak
teraba, Ginjal : Nyeri ketok (-)
L. Ekstremitas
Akral hangat +/+, edema -/-

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Lengkap
Hb : 11.3 (L)
Leuko : 12.740 (H)
Ht : 34 (L)
Eri : 3.9 (L)
Trom : 207.000
MCV : 88.1
MCH : 29.1
MCHC : 33.0
RDW : 14.6 (H)
MPV : 11.8
Bas : 0.1
Eos : 0.1 (L)
Bat : 2.0 (L)
Seg : 78.4 (H)
Lim : 9.5 (L)
Mono : 9.9 (H)
Total Protein : 6.16 (L)
Albumin : 2.85 (L)
Globulin : 3.31 (H)
SGOT : 25

6
SGPT : 21
Na : 139
K : 4.9 (H)
Cl : 105
Ur/Cr : 48.90 (H)/1.94 (H)
GDS : 117

A. Foto Rontgen Thorax AP

-Trakchea deviasi ke kiri


-Cor : Apeks jantung bergeser ke laterocaudal

7
-Pulmo : Corakan vaskuler meningkat disertai blurring vascular.
Tampak bercak pada perihiler dan paracardial kanan kiri
-Tampak penebalan visura mayor
-Tampak perselubungan homogeny pada laterobasal hemithoraks kanan kiri
-Hemidiafragma kanan tertutup perselubungan homogeny
-Sinus kostofrenikus kanan kiri tumpul

Kesan:
-Mild cardiomegaly (LV)
-Gambaran edema pulmonum, DD/ bronchopneumonia
-Efusi Pleura dupleks

B. Bronkoskopi

8
III.ASSESSMENT
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Efusi Pleura
CHF

IV. PENATALAKSANAAN
1. IVFD NS 12 TPM
2. Injeksi rantin 2x50 mg
3. Injeksi Metilprednisolon 2x62.5 mg
4. Nebucombivent / 8 jam
5. PO NAC 3x200 mg
6. Injeksi Furosemide 1x1 amp
7. Injeksi Seftriaxon 2x1 gr
8. PO Retapil SR 1x1 tab PC siang
9. Spiriva 1x1 puff lanjut
10. Seretide diskus 2x250 lanjut
11. Injeksi mecobalamin 1x1 amp drip
12. Vipalbumin 2x1 kaps
13. PO Valsartan 1x160
14. PO Clopidogrel 1x70 mg
15. ISDN 3x5 mg

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.4
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh
batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

3.2 Epidemiologi
Secara global, diperkirakan sekitar 3 juta kematian disebabkan karena
PPOK pada tahun 2015 yaitu 5% dari semua kematian global pada tahun itu.
Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara berkembang. Penyebab
utama PPOK adalah paparan asap tembakau (baik merokok aktif atau perokok
pasif. Faktor risiko lain termasuk paparan polusi udara dalam ruangan dan
luar ruangan dan debu dan asap kerja (WHO,2015). Prevalens PPOK

10
diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan
hidup penduduk dunia. Menurut prediksi WHO, PPOK yang saat ini
merupakan penyebab kematian ke-4 di seluruh dunia diperkirakan pada tahun
2030 akan menjadi penyebab kematian ke-3 di seluruh dunia.5

3.3 Faktor Resiko


Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
1. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. 5

3.4 Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik
dibedakan tiga jenis emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan
meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat
kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada parucbagian bawah
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran
napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa
atau dekat pleura

11
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi
karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi,
fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas.

Konsep patogenesis PPOK

Sumber: PDPI. Klasifikasi. Dalam : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Edisi Juli 201

3.5 Klasifikasi
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak
bisa diprediksi dengan VEP1.

12
13
3.6. Diagnosis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Terdapat faktor predisposis pada masa bayi/anak, mis berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Hipersonor, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksaekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh

14
 Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing.
 Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer.
 Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
pada gagal napas kronik.

c. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % )
dan atau VEP1/KVP ( % ).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan
parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalnan penyakit
2. Darah rutin (lengkap)
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- HiperlusenRuang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar

15
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye
drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
 Normal
 Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

3.7 Diagnosa Banding 4


 Asma
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)
 Pneumotoraks
 Gagal jantung kronik
 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :
bronkiektasis, destroyed lung.

Asma PPOK SOPT


Timbul pada usia muda ++ - +
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat merokok +/- +++ -
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan mengi berulang +++ + +
Batuk kronik berdahak + ++ +
Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-
Reversibiliti obstruksi ++ - -
Variabiliti harian ++ + -
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + - ?

3.8 Penatalaksanaan PPOK


a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat

16
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang
dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
b. Antiinflamasi

17
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin, asam klavulanat, sefalosporin,
kuinolon, makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih:


- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomonas


- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti
hidup, digunakan N - asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena
akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada

18
bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan
sebagai pemberian rutin.

DAFTAR PUSTAKA

19
1. World Health Organization. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Update 2014. Geneva:
WHO Press; 2014.
2. Harrison S. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam: Longo DL,
Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, penyunting.
Harrison‟s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-18. Amerika Serikat:
McGraw-Hill; 2012. hlm. 1547-54
3. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi Akut. Diakses tanggal 16 desember 2016 di
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok-isi2.html
4. PDPI. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Penyakit Paru
Obstrukstif Kronik. 2003.
5. WHO. 2015. COPD diakses pada tanggal 16 desember 2016, available at
http://www.who.int/topics/chronic_obstructive_pulmonary_disease/en/
6. Global Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of COPD – 2016
available at http://goldcopd.org/global-strategy-diagnosis-management-
prevention-copd-2016/
7. Colice Gl. Comparing Inhaled Corticosteroids. Respiratory Care
2000;7:846- 53.
8. Nannini LJ, Poole P, Milan SJ, Kesterton A. Combined corticosteroid
and long-acting beta2-agonist in one inhaler versus inhaled
corticosteroids alone for chronic obstructive pulmonary disease

20

Anda mungkin juga menyukai