PENDAHULUAN
Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang: merasa sehat dan bahagia, mampu
menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya (yaitu dapat
berempati dan tidak secara apriori bersikap negative terhadap orang atau kelompok lain yang
berbeda), dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.1
Saat ini gangguan psikotik masih menjadi masalah di Indonesia. Menurut penelitian
WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai tiga permil
penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada
sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan
perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat
karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur.
Sisa yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu
pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan
menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik (skizofrenia)
dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini sekarang menjadi stigma
masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi sekarang situasi sudah berbeda, tidak
semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan psikotiknya dirawat,
sedang yang tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan dalam bentuk perawatan
jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang menunjukkan perilaku yang membahayakan diri
atau membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang pasien
dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan psikiatrik tidak
terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit Umum pun ada pelayanan
psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni pelayanan integrasi dan konsultasi psikiatri di
RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada belum memadai sesuai kebutuhan.
Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam pencegahan,
deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari gangguan psikotik ini. Penulis berusaha untuk
menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami melalui tinjauan pustaka dalam
referat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau
aneh.2
Gangguan psikotik adalah semua kondisi yg menunjukkan adanya hendaya berat
dalam kemampuan daya nilai realitas, baik dalam perilaku individu dlm suatu saat maupun
perilaku individu dalam perjalanannya mengalami hendaya berat kemampuan daya nilai
realitas ( perlu dipertimbangkan faktor budaya ).3
Bukti langsung hendaya daya nilai realitas terganggu misal adanya ;
1. waham, halusinasi tanpa tilikan akan sifat patologinya;
2. adanya perilaku yg demikian kacau ( grossly disorganized ) misalnya bicara yg
inkoheren, perilaku agitasi tanpa tujuan, disorientasi pd delirium dst;
3. adanya kegagalan fungsi sosial dan personal dgn penarikan diri dari pergaulan
sosial dan tidak mampu dlm tugas pekerjaan sehari-hari.
Gangguan psikotik adalah gangguan mental yang ditandai dengan kerusakan
menyeluruh dalam uji realitas seperti yang ditandai dengan delusi, halusinasi, bicara inkohern
yang jelas, atau perilaku yang tidak teratur atau mengacau, biasanya tanpa ada kewaspadaan
pasien terhadap inkomprehensibilitas dalam tingkah lakunya.4
2.3. Epidemiologi
Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu
sampai tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta,
maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu
pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak semua bisa
dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000
3
tempat tidur. Sisa yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya
perlu pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga
akan menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas. Pada zaman pemerintahan kolonial
Belanda semua pasien psikotik (skizofrenia) dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup
(dibuat koloni). Hal ini sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila.
Tetapi sekarang situasi sudah berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang
fase aktif gangguan psikotiknya dirawat, sedang yang tenang dipulangkan namun masih
dalam pengawasan dalam bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang
menunjukkan perilaku yang membahayakan diri atau membahayakan lingkungannya, dan
mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya,
meskipun terbatas. Perjalanan psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada,
tetapi di Rumah Sakit Umum pun ada pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater.
Yakni pelayanan integrasi dan konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang
ada belum memadai sesuai kebutuhan.2
2.3. Etiologi Gangguan Psikotik
Penyebab utama dari gangguan psikotik biasanya tidak bersumber dari satu faktor
saja. Gangguan jiwa disebabkan oleh faktor- faktor pada ketiga unsur berikut yang terus
menerus saling mempengaruhi, yaitu:
1. Faktor Biologis
- Anatomi
Gangguan psikotik dapat terjadi jika terdapat gangguan- gangguan
pada otak. Otak pada manusia terdiri dari empat lobus (lobus frontalis,
temporalis, parietalis dan osipitalis) yang mempunyai fungsinya masingmasing. 4
Adanya gangguan pada lobus frontalis dapat menyebabkan perubahan
aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian, dan emosi
yang tidak stabil dan superficial. 4
Fungsi utama dari lobus frontalis adalah bahasa ingatan, dan emosi.
Lesi pada lobus ini akan menyebabkan fungsi terganggu. Contoh afek pada
gangguan lobus temporalis adalah afasia, amnesia agnosia dan dapat pula
terjadi gangguan psikosensorik seperti halusinasi dan ilusi. 4
Pada lobus parietalis, efek gangguan yang dapat dilihat misalnya
afasia, kesulitan menghitung atau menulis.
Lobus osipitalis merupakan lobus sensoris utama untuk input visual, dan
lesi pada lobus tersebut menyebabkan berbagai gejala visual seperti
aleksia, agnosia warna dan halusinasi. 4
-
Neurotransmitter
Terdapat hipotesis Dopamin yang menyatakan bahwa gangguan
psikotik yang terjadi pada seseorang diakibatkan oleh karena adanya
overaktivitas pada jalur- jalur tersebut:
a. Mesolimbik dopamine pathways
Jalur ini terdiri dari neuron dopamin dari daerah tegmental ventral di
batang otak yang melepaskan dopamin ke nukleus akumben di daerah
limbik. Sistem ini mengatur jalur imbalan dan proses emosional dan
berhubungan dengan gejala positif skizofrenia. 1
b. Mesokortikal dopamine pathways
Jalur ini terdiri dari neuron dopamin dari daerah tegmental ventral dan
substansia nigra. Neuron daerah ventral tegmental disertakan dalam
rilis sistem dopamin mesocortical ke korteks prefrontal dan mengatur
daerah yang terlibat dalam proses kognitif (yaitu korteks prefrontal
dorsal lateral yang mengatur fungsi eksekutif). Neuron di substansia
nigra dopamin dirilis ke ganglia basal dan mengatur daerah- daerah
yang terlibat dengan kontrol motorik. Sistem mesokortikal dikaitkan
dengan gejala- gejala negatif skizofrenia. 5
2. Faktor Genetik
5
menghasilkan respon yang bermakna. Informasi dari indera masuk ke otak di daerah sensorik
primer. Mereka memproses informasi dan mengirimkannya ke daerah-daerah sekunder
dimana informasi itu ditafsirkan. Aktivitas spontan di daerah sensorik primer dapat
menghasilkan halusinasi yang disalahartikan oleh daerah sekunder sebagai informasi dari
dunia nyata.
Sebagai contoh, PET scan atau fMRI dari seseorang yang mengaku sebagai
mendengar suara-suara dapat menunjukkan aktivasi di korteks pendengaran primer, atau
bagian otak yang terlibat dalam persepsi dan pemahaman berbicara.
Tersier korteks otak mengumpulkan penafsiran dari cortexes sekunder dan
menciptakan sebuah pandangan dunia yang koheren itu. Sebuah studi yang menyelidiki
perubahan-perubahan struktural dalam otak orang dengan psikosis menunjukkan ada
pengurangan materi abu-abu yang signifikan dalam gyrus medial temporal yang tepat,
frontalis lateral yang temporal, dan inferior, dan di cingulate korteks bilateral orang sebelum
dan setelah mereka menjadi psikotik.
Temuan seperti ini telah memicu perdebatan tentang apakah psikosis itu sendiri
menyebabkan kerusakan otak dan apakah perubahan eksitotoksik berpotensi merusak otak
berhubungan dengan panjang dari episode psikotik. Penelitian terbaru telah menyarankan
bahwa hal ini tidak terjadi meskipun penyelidikan lebih lanjut masih berlangsung.
Studi dengan kekurangan indera telah menunjukkan bahwa otak tergantung pada
sinyal dari dunia luar untuk berfungsi dengan baik. Jika aktivitas spontan di otak tidak
diimbangi dengan informasi dari indra, kerugian dari realitas dan psikosis mungkin terjadi
sudah setelah beberapa jam.
Fenomena serupa paranoid pada orang tua ketika mendengar penglihatan, miskin dan
memori menyebabkan orang menjadi abnormal curiga terhadap lingkungan. Di sisi lain,
kerugian dari realitas juga dapat terjadi jika aktivitas kortikal spontan meningkat sehingga
tidak lagi diimbangi dengan informasi dari indra. Reseptor 5-HT2A tampaknya menjadi
penting untuk ini, karena obat yang mengaktifkan mereka menghasilkan halusinasi.
Namun, fitur utama dari psikosis bukan halusinasi, tetapi ketidakmampuan untuk
membedakan antara rangsangan internal dan eksternal. Kerabat dekat untuk pasien psikotik
mungkin mendengar suara-suara, tapi karena mereka sadar bahwa mereka tidak nyata mereka
dapat mengabaikan mereka, sehingga halusinasi tidak mempengaruhi persepsi realitas
mereka. Oleh karena itu mereka tidak dianggap sebagai psikotik.
Psikosis telah secara tradisional dikaitkan dengan dopamin neurotransmitter. Secara
khusus, hipotesis dopamin psikosis telah berpengaruh dan menyatakan bahwa hasil psikosis
dari overactivity dari fungsi dopamin di otak, khususnya di jalur mesolimbic.
Dua sumber utama bukti yang diberikan untuk mendukung teori ini adalah bahwa
reseptor dopamin D2 memblokir obat (misalnya, antipsikotik) cenderung mengurangi
intensitas gejala psikotik, dan bahwa obat yang meningkatkan aktivitas dopamin (seperti
amfetamin dan kokain) dapat memicu psikosis di beberapa orang.
Namun, bukti meningkat dalam waktu belakangan ini telah menunjuk kemungkinan
disfungsi neurotransmitter glutamat excitory, khususnya, dengan aktivitas reseptor NMDA.
Teori ini diperkuat oleh fakta bahwa antagonis reseptor NMDA disosiatif seperti ketamin,
PCP dan dekstrometorfan / detrorphan (pada overdosis besar) menginduksi keadaan psikotik
yang lebih mudah daripada stimulan dopinergic, bahkan pada "normal" dosis rekreasi.
Gejala-gejala keracunan disosiatif juga dianggap cermin gejala skizofrenia, termasuk
gejala psikotik negatif, lebih erat dari psikosis amphetamine. Psikosis yang diinduksi
disosiatif terjadi secara lebih handal dan diprediksi daripada psikosis amphetamine, yang
biasanya hanya terjadi dalam kasus-kasus overdosis, penggunaan jangka panjang atau dengan
kurang tidur, yang secara independen dapat menghasilkan psikosis. Obat antipsikotik baru
yang bertindak pada reseptor glutamat dan yang sedang menjalani uji klinis. Hubungan antara
dopamin dan psikosis umumnya diyakini menjadi kompleks. Sementara reseptor dopamin D2
menekan aktivitas adenilat siklase, reseptor D1 meningkat itu. Jika D2-blocking obat
diberikan dopamin diblokir tumpah ke reseptor D1.
2.5. Klasifikasi
Gejala Karakteristik : Dua (atau lebih) poin berikut, masing masing terjadi dalam
porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang bila berhasil diobati) :
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara kacau (sering melantur atau inkoherensi)
(4) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik
B.
(5) Gejala negative, yaitu afektif mendatar, alogia, atau kehilangan minat
Disfungsi social/okupasional : selama satu porsi waktu yang signifikan sejak awitan
gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh di bawah tingkatan yang telah
dicapai sebelum awitan (atau apabila awitan terjadi pada masa kanak kanak atau
remaja, kegagalan mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau
C.
dalam bentuk yang lebih lemah (cth, keyakinan aneh, pengalaman perceptual yang tidak
D.
lazim)
Ekslusi gangguan mood dan skizoafektif : Gangguan skizoafektif dan gangguan mood
dengan cirri psikotik telah disingkirkan baik karena (1) tidak ada episode
depresif,manic, atau campuran mayor yang terjadi bersamaan denga gejala fase aktif,
maupun (2) jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relative
E.
F.
langsung suatu zat(cth obat yang disalahguakan,obat medis) atau kondisi medis umum
Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive : jika terdapat riwayat gangguan
autistic atau gangguan perkembangan pervasive lainnya, diagnosis tambahan
skizofrenia hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang prominen juga terdapat
selama setidaknya satu bulan(atau kurang bila telah berhasil diobati)
Tipe Katatonik
Tipe skizofrenia yang gambaran klinisnya didominasi setidaknya dua hal berikut :
(1) Imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan dengan katalepsi (termasuk fleksibilitas
serea) atau stupor
(2) Aktivitas motorik yang berlebihan (yaitu yang tampaknya tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi stimulus eksternal)
(3) Negativism ekstrim (resistensi yang tampaknya tak bermotif terhadap semua instruksi
atau dipertahankannya suatu postur rigid dari usaha menggerakkan) atau mutisme
(4) Keanehan gerakan volunteer sebagaimana diperlihatkan oleh pembentukkan postur
(secara volunteer menempatkan diri dalam postur yang tidak sesuai atau bizar),
gerakan stereotipi, menerisme prominen, atau menyeringai secara prominen
(5) Ekolalia atau ekopraksia
Tipe tak Terdiferensiasi
Tipe skizofrenia yang gejalanya memenuhi Kriteria A, namun tidak ,memenuhi criteria tipe
paranois,hebefrenik, atau katatatonik.
Tipe Residual
Tipe Skizofrenia yang memenuhi criteria sebagai berikut
A. Tidak ada waham, halusinasi, bicara kacau yang prominen, serta perilaku sangat
kacau atau katatonik
B. Terdapat bukti kontinu adanya gangguan sebagaimana diindikasikan oleh adanya
gejala negative atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada Kriteria A untuk
skizofrenia, yang tampak dalam bentuk yang lebih lemah (cth keyakinan yang aneh,
pengalaman perceptual tak lazim)
b. Gangguan Skizotipal
Tidak terdapat onset yang pasti dan perkembangan serta perjalanannya
biasanya menyerupai gangguan kepribadian.
11
psikotik)
hanya
satu
orang,
waham
tersebut
terinduksi
a. Episode Manik
Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan
dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat
keparahan.
b. Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya 2 episode)
dimana afek
14
2. Waham
Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari seseorang.
Meskipun salah tetapi individu itu percaya betul, sulit dikoreksi oleh orang lain, isi
pikir bertentangan dengan kenyataan, dan isi pikir terkait dengan pola perilaku
individu. Seorang pasien dengan waham curiga, maka pola perilaku akan
menunjukkan kecurigaan terhadap perilaku orang lain, lebih-lebih orang yang belum
dikenalnya. Bisa terjadi kecurigaan kepada orang sekitarnya akan meracuni atau
membunuh dia. Akibat waham curiga ini pada orang yang sebelumnya bersifat
emosional agresif. Ia bisa membunuh orang karena wahamnya kalau tidak dibunuh, ia
akan dibunuh. Atau ia akan diracuni dan dibuat celaka oleh orang yang dibunuhnya.
3. Halusinasi
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan. Pasien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tak ada sesuatu
rangsang pada kelima indera tersebut.
Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99 %). Pasien
psikotik yang nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi tersebut dianggap real
dan tak jarang ia bereaksi terhadap halusinasi dengar. Bila halusinasi berisi perintah
untuk membunuh ia pun akan melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi
pada pasien psikotik yang membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang
memerintah untuk bunuh diri tak jarang pasien pun akan bunuh diri.
4. Illusi
Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien melihat tali
bisa ditafsirkan sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi pada panas yang tinggi dan
15
16
Pedoman Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai
berikut :
Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima
oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni
oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh
orang lain)
Gangguan berpikir (tampak dari pembicaraan yang tidak nyambung atau aneh)
17
Keyakinan yang aneh dan tidak masuk akal sepert : memiliki kekuatan
supranatural, merasa dikejar-kejar, merasa menjadi orang hebat/terkenal
Keluhan fisik yang tidak biasa/aneh seperti : merasa ada hewan atau objek
yang tak lazim di dalam tubuhnya
Untuk lebih jelasnya mengenai psikotik kronik, disini dapat dijelaskan melalui
skizofrenia Dimana Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada
orang yang mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan
pemahaman diri buruk. Gejala klinis dari skizofrenia dapat dilihat di bawah ini:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
18
jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
19
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial.2
20
BAB III
PENUTUP
c. adanya kegagalan fungsi sosial dan personal dgn penarikan diri dari pergaulan
sosial dan tidak mampu dlm tugas pekerjaan sehari-hari.
Banyak faktor yang menyebabkan gangguan psikotik yaitu: Faktor psikodinamik yang
harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan psikotik ini adalah stresor pencetus dan
lingkungan
interpersonal,
pemeriksaan
pasien
psikotik
harus
mempertimbangkan
kemungkinan bahwa gejala psikotik adalah disebabkan oleh kondisi medis umum (sebagai
contohnya, suatu tumor otak) atau ingesti zat (sebagai contohnya, phencyclidine), Zat
psikoaktif adalah penyebab yang umum dari sindroma psikotik. Zat yang paling sering
terlibat adalah alkohol, halusinogen indol sebagai contohnya, lysergic acid diethylamid
(LSD) amfetamin, kokain. Mescalin, phencyclidine (PCP), dan ketamin. Banyak zat lain,
termasuk steroid dan thyroxine, dapat disertai dengan halusinasi akibat zat.
Prognosis gangguan psikotik yaitu berdasarkan: onset akut dengan factor pencetus
yang jelas, riwayat hubungan social dan pekerjaan yang baik (Premorbid), adanya gejala
afekstif (depresi), sudah menikah, banyak simptom positif, kebingungan, tension, cemas
hostilitas
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 13
2. Nurmah, Islamiyah N, dkk. Psikotik dan Skizofrenia. 12 April 2011. Diunduh dari:
http://id.scribd.com/doc/74666207/PSIKOTIK-lengkap
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2.
Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. Hal 147-16
4. Tirtakusuma A, Nugraha A, dkk. Bisikan Gaib. 29 Februari 2012. Diunduh dari:
http://id.scribd.com/doc/83142602/4/Menjelaskan-definisi-gangguan-psikotik
5. News Medical. Apa Penyebab Psikosis. 1 November 2012. Diunduh dari:
http://www.news-medical.net/health/What-Causes-Psychosis-(Indonesian).aspx
6. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2.
Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. Hal 169-187
7. News Medical.
http://www.news-medical.net/health/Psychosis-Pathophysiology-(Indonesian).aspx
8. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 38
9. Hawari HD. Pendekatan holistic pada gangguan jiwa skizofrenia. Edisi ke-2. Cetakan
3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
10. Maramis WF. Ilmu kedokteran jiwa. Cetakan 6. Jakarta: Airlangga University Press,
1994
22