Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN

Refarat
JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN
Juni 2023
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Gangguan Afektif Bipolar

Disusun Oleh:

Anggista Dwi Maharani S

C014222162

Residen Pembimbing :
dr. Andi Soraya Walyddaini

Supervisor Pembimbing :
Dr.dr. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2023
1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Anggista Dwi Maharani Santri
Stambuk : C014222162
Judul Referat : Gangguan Afektif Bipolar

adalah benar telah menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Afektif


Bipolar” dan telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan pembimbing dan
supervisor dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, 9 Juni 2023

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr.dr. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ dr.Andi Soraya Walyddaini

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan referat yang berjudul “Gangguan Afektif Bipolar”. Referat ini
disusun untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin tahun 2023.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Saidah Syamsuddin,
Sp.KJ dan dr. Andi Soraya Walyddaini yang telah membimbing dan membantu
penulis dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
referat ini. Oleh sebab itu, penulis menerima segala kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, penulis berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan
serta semua pihak yang ingin mengetahui tentang “Gangguan Afektif Bipolar”.

Makassar, 9 Juni 2023

Anggista Dwi Maharani Santri

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii

KATA PENGANTAR........................................................................................iii

DAFTAR ISI......................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3

A. Definisi..........................................................................................................3

B. Epidemiologi.................................................................................................3
C. Etiologi..........................................................................................................4
D. Gejala Klinis.................................................................................................6
E. Diagnosis.......................................................................................................7
F. Tatalaksana..................................................................................................19
G. Prognosis......................................................................................................22

BAB III PENUTUP............................................................................................21

A. Kesimpulan...................................................................................................23
B. Saran.............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................25

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan afektif bipolar merupakan penyakit yang sudah dikenai sejak zaman
Yunani kuno. Istilah bipolar juga berasal dari bahasa Yunani kuno. Penyebutan
awalnya adalah gangguan mental yang ditemukan dalam literatur medis dari dokter
Hippocrates atau disebut sebagai "bapak kedokteran." Dia mendokumentasikan
temuannya pada dua suasana hati yang berlawanan, kini dikenal sebagai depresi dan
mania. emil krapelin seorang psikiater Jerman, menyebut bipolar sebagai manik-
depresif. la melihat adanya perbedaan antara manik- depresif dengan skizofrenia.
Awitan manik-depresif tiba-tiba dan perjalanan penyakitnya berfluktuasi dengan
keadaan yang relatif normal di antara episode, terutama di awal-awal perjalanan
penyakit. Sebaliknya, pada skizofrenia, bila tidak diobati, terdapat penurunan yang
progresif tanpa kembali ke keadaan sebelum sakit. Walaupun demikian, pada keadaan
akut kedua penyakit sering terlihat serupa yaitu adanya waham dan halusinasi.
Bipolaritas artinya pergantian antara episode manik atau hipomanik dengan depresi.
Istilah gangguan bipolar sebenamya kurang tepat karena ia tidak selalu merupakan
dua emosi yang berlawanan dari suatu waktu yang berkesinambungan. Kadang-
kadang pasien bisa memperlihatkan dua dimensi emosi yang muncul bersamaan, pada
derajat berat tertentu. Keadaan ini disebut dengan episode campuran. Sekitar 40%
pasien dengan gangguan bipolar memperlihatkan campuran emosi. Keadaan campuran
yaitu suatu kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan atau pergantian
emosi tersebut (mania dan depresi) sangat cepat sehingga disebut juga mania disforik. 1
Gangguan bipolar (GB) sering salah atau tidak terdiagnosis. Karena salah atau tidak
terdiagnosis, pengobatan GB sering tidak efektif sehingga pasien bipolar
menjadi beban bagi pasien,keluarga, hingga masyarakat. Disabilitas psikososial jangka
panjang, dan tingginya risiko bunuh diri. Sekitar 20%-50% pasien yang mulanya
didiagnosis sebagai episode depresi mayor unipolar ternyata adalah bipolar. Bila
manifestasi yang muncul adalah mania akut, penegakan diagnosisnya lebih mudah 1

1
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi.
Tingginya angka mortalitas disebabkan oleh seringnya terjadi komorbiditas antara
gangguan bipolar dengan penyakit fisik, misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit
jantung koroner, dan kanker. Komorbiditas. dapat pula terjadi dengan penyakit
psikiatrik lainnya misalnya, dengan ketergaotungan zat dan alkohol yang juga turut
berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain itu, tingginya mortalitas juga
dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita gangguan bipolar pernah
melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikit satu kali dalam kehidupannya. Oleh
karena itu, penderita Gangguan bipolar harus diobati dengan segera dan mendapat
penanganan yang tepat.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan suasana perasaan yang


ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana
afek pasien dan tingkat aktivitas jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi).3

B. Epidemiologi

Data WHO (2017) menunjukkan gangguan bipolar mempengaruhi sekitar


60 juta orang di seluruh dunia. Sekitar 1 dari setiap 100 orang dewasa terkena
gangguan bipolar pada beberapa titik dalam kehidupan mereka. Biasanya dimulai
antara usia 15 sampai 19 tahun dan jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Pada
laki- laki dan perempuan mempunyai kemungkinan sama untuk terkena
gangguan bipolar Anak-anak juga dapat mengalami gangguan bipolar, penyakit
ini biasanya berlangsung seumur hidup.

Lebih dari 1% penduduk dunia mengalami gangguan afektif bipolar. Studi


epidemiologi menunjukkan prevalensi seumur hidup sekitar 1% untuk bipolar
tipe I pada populasi umum. prevalensi bipolar tipe I di AS ditemukan 1%,
sedikit lebih tinggi dari negara lain. Tidak jelas apakah perbedaan disebabkan
oleh kriteria diagnostik yang lebih ketat yang digunakan atau perbedaan
sebenarnya dalam tingkat bipolar di seluruh negara dan kelompok etnis. Di
Inggris, Survei Morbiditas Psikiatri Dewasa 2014 baru-baru ini menemukan
prevalensi seumur hidup dari kemungkinan bipolar adalah 2%. Di Indonesia
sendiri, jumlah penderita bipolar mencapai 72.860 jiwa.

3
Gangguan afektif bipolar menempati 0,3% - 1,5% dari keseluruhan jumlah
penyakit kejiwaan. Manifestasi gangguan afektif bipolar lebih banyak ditemukan
pada usia remaja akhir dan dewasa muda. Prevalensi gangguan bipolar I
menunjukkan data yang sama besar antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan
pada gangguan bipolar tipe II, menunjukkan prevalensi pada perempuan lebih
besar daripada laki-laki. Provinsi Nangroe Aceh Darusalam dan Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah provinsi dengan jumlah pengidap bipolar terbanyak . 3,4,5

C. Etiologi

Sebelumnya virus dianggap sebagai factor penyebab terjadinya bipolar


namun seiring dengan perkembangan penalitian diduga penyebab gangguan
bipolar akibat akibat interaksi dari faktor genetik, lingkungan, dan neurokimia
memiliki peran besar dalam penyakit ini. Berikut ini adalah beberapa faktor yang
menyebabkan gangguan bipolar yaitu :

1. Faktor Genetik

Banyak lokus genetik penting telah diidentifikasi menjadi risiko


gangguan bipolar. Studi telah mengidentifikasi polimorfisme dalam kode gen
untuk faktor neurotropik yang diturunkan dari otak (BDNF) yang terkait dengan
bipolar. BDNF diduga terlibat dalam patogenesis bipolar serta menjadi
biomarker aktivitas penyakit yang potensial. Asosiasi dengan catechol- O -
methyl transferase (COMT) dan transporter monoamine juga telah diamati. Gen
untuk subunit saluran kalsium bergerbang tegangan seperti CACNA1C terletak
dekat dengan polimorfisme nukleotida tunggal juga memiliki hubungan dengan
bipolar, serta protein yang terlibat dalam pensinyalan sel seperti ODZ4, dan gen
yang mengkode subunit reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA). 6

Ditemukan pula bahwa terdapat hubungan antara keluarga tingkat


pertama (first degree relatives) dengan risiko seseorang untuk menderita
gangguan afektif bipolar. Kemungkinan seseorang untuk mengalami gangguan

4
afektif bipolar mencapai 8 hingga 9 kali lebih besar bila memiliki saudara yang
menderita gangguan afektif bipolar, bahkan lebih tinggi daripada risiko
penularan genetik dari ibu maupun ayah. Mekanisme yang diduga terlibat
adalah herediter Non-Mendel, yaitu pewarisan mitokondria berperan dalam
kompleks genetik yang terjadi pada gangguan afektif bipolar.7

2. Faktor Prenatal
Infeksi virus pada masa prenatal telah terlibat dalam sejumlah penyakit
mental termasuk bipolar. Salah satu agen infeksius yang dihubungkan dengan
infeksi masa prenatal yaitu Infeksi Toxoplasma gondii. T. gondii diduga dapat
menyebabkan perubahan pada metabolisme dopamin sehingga mengakibatkan
peningkatan produksi dopamine di otak.8
Mekanisme lain pada masa prenatal yang juga dihubungkan dengan
gangguan afektif bipolar adalah komplikasi obstetri, prematuritas janin, dan
stressor serta gaya hidup ibu saat mengandung. Hanya saja, hasil penelitian
yang ditemukan tidak begitu substansial dan mekanisme yang terlibat belum
diketahui secara jelas.9

3. Faktor Lingkungan

Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa lingkungan memegang


peranan yang penting dalam perkembangan gangguan bipolar. Gangguan bipolar
dapat dipicu stressor lingkungan sekitar, stress yang dialami dapat memicu
peningkatan hormone kortisol dalam tubuh sehingga akan menyebabkan
perubahan pada fungsi otak dan juga komunikasi. Pada orang yang mengalami
gangguan bipolar, hormone kortisol akan tetap tinggi meskipun stress tidak ada.10
Selain itu, peristiwa-peristiwa pencetus juga bisa membuat gangguan
bipolar. Seperti kehidupan yang penuh tekanan, ada kehilangan dalam keluarga,
pekerjaan ataupun dari kelahiran anak hingga pindah. Peristiwa-peristiwa yang
penuh tekanan ini dapat menyebabkan timbulnya gejala-gejala ganguan bipolar.11

4. Faktor Neuroanatomis

Beberapa studi pencitraan menunjukkan bagaimana otak orang dengan


bipolar berbeda dari otak orang yang sehat atau dari otak orang yang mengalami
gangguan kejiwaan yang lain. Sebagia contoh, salah satu studi dengan
menggunakan MRI menemukan bahwa pola perkembangan otak pada anak
dengan bipolar ternyata mirip dengan gangguan pada anak dengan “gangguan
dengan hendaya multi-dimensional), sebuah gangguan yang menimbulkan gejala
yang saling tumpang-tindih dalam satu dan lain hal dengan gangguan bipolar dan
skizofrenia. Ini menunjukkan bahwa pola umum dari perkembangan otak dapat
berkaitan dengan resiko umum untuk ketidakstabilan alam perasaan.12
Kelainan pada struktur otak juga dianggap dapat menjadi penyebab
penyakit ini. Ketika datang untuk mencari tahu persis apa yang diwariskan,
sistem neurotransimitter telah menerima banyak perhatian sebagai kemungkinan
penyebab dari gangguan bipolar. Tingkat rendah atau tinggi dari neurotransmitter
tertentu seperti serotonin, norepinefrin atau dopamine juga terlibat.
Ketidakseimbangan zat-zat ini adalah masalah karena masing-masing jumlah
neurotransmitter tidak saling terkait. Namun, perubahan pada sensitivitas reseptor
pada sel saraf yang mungkin menjadi masalah.13

D. Gejala Klinis

Major Depresive Disorder

Pada episode depresif gangguan bipolar dapat mengganggu kehidupan pribadi


pasien, keluarga pasien. Dan juga dapat menimbulkan gangguan emosional yang
hebat sehingga dapat mengancam keselamatan diri, orang lain, dan
lingkungannya.

Pada episode depresi yang dialami oleh pasien, akan timbul gejala depresi
antara lain adalah penurunan mood yang persisten, perubahan pola tidur
(insomnia atau hipersomnia), peningkatan atau penurunan nafsu makan atau berat
badan, kelelahan dan tidak bersemangat, perasaan bersalah dan tidak berharga,
sulit berkonsentrasi atau membuat keputusan, pikiran mengenai kematian
ataupun bunuh diri yang berulang. 14

Manic Episode
Episode manik biasanya terjadi secara tiba-tiba, dan gejala meningkat
selama beberapa hari. Seperti perilaku aneh, halusinasi, dan delusi paranoid,
kecenderungan untuk melepaskan pakaian di tempat umum, mengenakan
pakaian dan perhiasan dengan warna shining dalam kombinasi yang freak, dan
kurangnya perhatian terhadap hal kecil (misalnya, lupa menutup telepon), pasien
bertindak impulsif dan pada saat yang sama merasa memiliki keyakinan dan
tujuan, peningkatan mood yang seperti euphoria atau irritable yang persisten,
peningkatan kepercayaan diri yang berlebihan, penurunan kebutuhan untuk tidur,
lebih banyak bicara daripada biasanya, agitasi psikomotor, flight of ideas atau
pikiran seperti berlomba-lomba, sulit memfokuskan pikiran15

Hypomanic Episode

Perbedaan anatara episode mania dengan hipomania adalah derajatnya yang


tidak begitu berat, sehingga pasien tidak perlu dirawat, tidak ada gejala psikotik,
dan hendaya yang dialami tidak begitu berat. Ada peningkatan mood

tapi tidak signifikan, berlangsung beberapa hari berturut-turut hampir setiap


hari. Pada episode hipomania tidak ada kerusakan yang nyata dalam fungsi sosial
atau pekerjaan, tidak ada delusi, dan tidak ada halusinasi. Beberapa pasien
mungkin lebih produktif dari biasanya, namun 5% sampai 15% pasien dapat
dengan cepat beralih ke episode manik

E. Diagnosis

Diagnosis klinis gangguan afektif bipolar dapat ditegakkan dengan kriteria


diagnosis Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III atau
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM)-5.16

PPDGJ-III

Gangguan afektif bipolar (F31) ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan
energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
afek disertai pengurangan energi danaktivitas (depresi).16

Khas pada gangguan ini adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung
antara 2 minggu sampai 4 – 5 bulan, episode depresi cendrung berlangsung lebih
lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa
hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk
penegakkan diagnosis). 16

Berikut penggolongan diagnosis berdasarkan PPDGJ-III: 16

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik Untuk

menegakkan diagnosis pasti:

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0);


dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

c) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan dejala
psikotik (F30.2); dan
d) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif


ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala
Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif


berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
depresif, atau campuran di masa lampau

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif


berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
depresif, atau campuran di masa lampau

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran

Untuk menegakkan diagnosis pasti:

a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan


depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar
dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu);
b) dan harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Kini dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-
kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran)

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya

F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

DSM-V
Gangguan Bipolar I

Untuk diagnosia gangguan bipolar I, perlu untuk memenuhi kriteria berikut


untuk episode mania. Episode mania mungkin telah didahului oleh dan dapat diikuti
oleh episode hipomania atau depresi berat. 16

1. Episode Mania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terus
menerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan
energi yang tidak disengaja dan terus-menerus meningkat, yang
berlangsung minimal 1 minggu dan paling banyak, hampir setiap hari
(atau durasi jika perlu dirawat di rumah sakit).

10

b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas,


tiga (atau lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah
tersinggung) hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan
yang nyata dari perilaku yang biasa:
 Harga diri meningkat atau berlebihan.
 Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat setelah
tidur hanya 3 jam).
 Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus
berbicara.
 Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
 Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang
dilaporkan atau diamati.
 Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial,
di tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik
(aktivitas tanpa tujuan).
 Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau
investasi bisnis yang bodoh).
c. Gangguan mood cukup parah sehingga menyebabkan kerusakan
yang ditandai pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan
rawat inap untuk mencegah bahaya pada diri sendiri atau orang lain,
atau ada ciri-ciri psikotik.

d. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya.
Catatan: Kriteria A-D merupakan episode mania. Setidaknya satu
episode mania seumur hidup diperlukan untuk diagnosis gangguan
bipolar I.

11

2. Episode Hipomania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan
terusmenerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan
aktivitas dan energi yang tidak normal dan terus-menerus meningkat,
berlangsung paling tidak 4 hari berturut-turut dansebagian besar hari,
hampir setiap hari.
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas,
tiga (atau lebih) dari gejala berikut empat (jika mood hanya mudah
tersinggung) hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan
yang nyata dari perilaku yang biasa:
 Harga diri meningkat atau berlebihan.
 Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa telah beristirahat
setelah tidur hanya 3 jam).
 Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus
berbicara.
 Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
 Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang
dilaporkan atau diamati.
 Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial,
di tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik
(aktivitas tanpa tujuan).
 Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau investasi
bisnis yang bodoh).
c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yangtidak
seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.
d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang
lain.

12

e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang


ditandai pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap.
Jika ada fitur psikotik, episode tersebut menurut definisi mania.
f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat) atau kondisi medis lainnya. Episode hipomania
lengkap yang muncul selama pengobatan antidepresan (misalnya,
pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut pada tingkat
sindrom sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah
bukti yang cukup untukdiagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati
diindikasikan sehingga satu atau dua gejala (terutama pada mudah
tersinggung, gelisah, atau agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak
dianggap memadai untuk diagnosis episode hipomania, atau juga
indikasi diatesis bipolar.

Catatan: Kriteria A-F merupakan episode hipomania. Episode hipomania


umum terjadi pada kelainan bipolar II namun tidak diperlukan untuk
diagnosis gangguan bipolar I.

3. Depresi Berat
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2
minggu yang sama dan merupakan perubahan dari fungsisebelumnya.
Setidaknya salah satu gejalanya adalah (1) tekanan pada mood atau (2)
kehilangan minat atau kesenangan. Catatan: tidak disertakan gejala yang
jelas terkait dengan kondisi medis lainnya.
 Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, terasa sedih, kosong,
atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya,
tampak menangis). Catatan: Pada anak-anak dan remaja, bisa jadi mood
yang mudah tersinggung.
 Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas
sepanjang hari atau setiap hari.

13

 Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet


atau kenaikan berat badan (misalnya perubahan lebihdari 5% berat
badan dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan
hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak, pertimbangan
kegagalan untuk membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.
 Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
 Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati
oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif dari kegelisahan atau
perasaan lambat).
 Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
 Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).
 Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-
ragu, hampir setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti
yang diamati oleh orang lain).
 Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide
bunuh diri berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri
atau rencana spesifik untuk melakukan bunuhdiri.
b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara
klinis di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lainnya.

Catatan: Kriteria A-C merupakan episode depresi berat. Epidemi


depresi berat sering terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan
untuk diagnosis gangguan bipolar I.

Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya,


kehilangan, kehancuran finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit

14

medis serius atau cacat) dapat mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang
kehilangan, susah tidur, nafsu makan yang buruk,dan penurunan berat badan.
Dalam Kriteria 1, yang mungkin menyerupai episode depresi. Meskipun
gejala seperti itu dapat dimengerti atau dianggap sesuai dengan kerugian,
adanya episode depresi berat selain respons normal terhadap kerugian yang
signifikan juga harus dipertimbangkan secara hatihati. Keputusan ini mau
tidak mau memerlukan penilaian klinis berdasarkan sejarah individu dan
norma budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks kerugian.

Kriteria telah terpenuhi setidaknya satu episode mania (Kriteria A- D


di atas). Terjadinya episode mania dan depresi berat tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan schizoafektif, skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan delusional, atau spektrum skizofreniaspesifik dan
tidak ditentukan lainnya dan gangguan psikotik lainnya.

Gangguan Bipolar II

Untuk diagnosa gangguan bipolar II, perlu untuk memenuhi kriteria berikut untuk
episode hipomania, episode depresi berat yang tengah terjadi maupun yang telah
lama dialami. 16

1. Hipomania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan
terusmenerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan
aktivitas dan energi yang tidak normal dan terus-menerus meningkat,
berlangsung paling tidak 4 hari berturut-turut dansebagian besar hari,
hampir setiap hari.

b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas,


tiga (atau lebih) dari gejala berikut empat (jika mood hanya mudah
tersinggung) hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan
yang nyata dari perilaku yang biasa:
 Harga diri meningkat atau berlebihan.
 Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa telah beristirahat
setelah tidur hanya 3 jam).
15

 Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus


berbicara.
 Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
 Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang
dilaporkan atau diamati.
 Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial,
di tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik
(aktivitas tanpa tujuan).
 Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi
konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam
pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau
investasi bisnis yang bodoh).
c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelasyang tidak
seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.
d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang
lain.
e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang
ditandai pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap.
Jika ada fitur psikotik, episode tersebut menurut definisi mania.
f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat) atau kondisi medis lainnya. Episode hipomania
lengkap yang muncul selama pengobatan antidepresan (misalnya
pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut pada tingkat
sindrom sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah
bukti yang cukup untukdiagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati
diindikasikan sehingga satu atau dua gejala (terutama pada mudah
tersinggung, gelisah, atau agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak
dianggap memadai untuk diagnosis episode hipomania, atau juga
indikasi diatesis bipolar.

16

Catatan: Kriteria A-F merupakan episode hipomania. Episode hipomania


umum terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk
diagnosis gangguan bipolar I.

2. Depresi Berat
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2
minggu yang sama dan merupakan perubahan dari fungsisebelumnya.
Setidaknya salah satu gejalanya adalah (1) tekanan pada mood atau (2)
kehilangan minat atau kesenangan. Catatan: tidak disertakan gejala yang
jelas terkait dengan kondisi medis lainnya.
 Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, terasa sedih, kosong,
atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukanoleh orang lain
(misalnya, tampak menangis). Catatan: Pada anak-anak dan remaja,
bisa jadi mood yang mudah tersinggung.
 Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas
sepanjang hari atau setiap hari.
 Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet
atau kenaikan berat badan (misalnya perubahan lebih dari 5% berat
badan dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan
hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak, pertimbangan
kegagalan untuk membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.
 Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
 Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati
oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif dari kegelisahan atau
perasaan lambat).
 Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
 Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).

17

 Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-


ragu, hampir setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti
yang diamati oleh orang lain).
 Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide
bunuh diri berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri
atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara
klinis di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lainnya.

Catatan: Kriteria A-C merupakan episode depresi berat. Epidemi


depresi berat sering terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan
untuk diagnosis gangguan bipolar I.

Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya,


kehilangan, kehancuran finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit
medis serius atau cacat) dapat mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang
kehilangan, susah tidur, nafsu makan yang buruk,dan penurunan berat
badan. Dalam Kriteria 1, yang mungkin menyerupai episode depresi.
Meskipun gejala seperti itu dapat dimengerti atau dianggap sesuai dengan
kerugian, adanya episode depresi berat selain respons normal terhadap
kerugian yang signifikan juga harus dipertimbangkan secara hatihati.
Keputusan ini mau tidak mau memerlukan penilaian klinis berdasarkan
sejarah individu dan norma budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks
kerugian.

Kriteria telah terpenuhi setidaknya satu episode mania (Kriteria A-


D di atas). Terjadinya episode mania dan depresi berat tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan schizoafektif, skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan delusional, atau spektrum skizofreniaspesifik dan
tidak ditentukan lainnya dan gangguan psikotik lainnya.17

18

F. Tatalaksana
1. Farmakologi

Manajemen farmakologis pada penderita gangguan afektif bipolar secara


umum terbagi dua, yaitu fase akut dan fase pemeliharaan. Terapi fase akut fokus
terhadap episode akut (mania, hipomania atau depresi) yang dialami. Sedangkan
terapi pemeliharaan fokus dalam mencegah rekurensi dari episode akut
tersebut.17

Mood stabilizer

Pilihan pertama yang digunakan dalam mengobati gangguan bipolar


ialah mood stabilizer seperti lithium, divalproex, karbamazepin dan lamotrigin 18.

Antipsikotik

Semua antipsikotik atipikal memiliki beberapa efikasi untuk gangguan


bipolar karena adanya efek antimania. Antipsikotik yang digunakan diantaranya
risperidone, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripiprazole, lurasidone dan
asenapine 18

Antidepresan

Penggunaan antidepresan sebagai monoterapi berkaitan dengan


peningkatan resiko episode mania pada pasien bipolar. Namun, tidak terdapat
adanya resiko episode mania pada pasien yang menggunakan antidepresan
bersamaan dengan mood stabilizer 18

Terapi utama untuk episode mania pada ganggun bipolar ialah agen
mood stabilizer atau antipsikotik, atau kombinasi keduanya. Sedangkan, terapi
utama yang digunakan untuk episode depresi pada penderita bipolar ialah agen
mood stabilizer atau antipsikotik tertentu. Antidepresan dapat digunakan
bersama mood stabilizer untuk mengurangi resiko terjadinya perubahan suasana
hati menjadi mania dansetelah pasien gagal merespon terapi dengan mood
stabilizer.

19

Lini Pertama

Lithium, quetiapine, divalproex dan lamotrigine merupakan monotherapi


terbaik berdasarkan uji klinis, data administrasi, dan pengalaman klinis yang
mendukung penggunaannya sebagai terapi lini pertama untuk perawatan
pemeliharaan gangguan bipolar. Data terbaru menunjukkan bahwa asenapine
efektif dalam mencegah episode manik dan depresi, dan dengan demikian
direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama.
Aripiprazole oral juga direkomendasikan sebagai monoterapi lini
pertama mengingat kemanjurannya dalam mencegah suasana hati atau episode
manik serta profil keamanan / tolerabilitasnya, meskipun belum terbukti efektif
dalam mencegah depresi. Terapi kombinasi tambahan yang disertakan sebagai
garis pertama termasuk terapi tambahan quetiapine dengan lithium/divalproex
yang telah menunjukkan kemanjuran dalam mencegah episode suasana hati,
manik atau depresi. Aripiprazole ditambah lithium/divalproex juga harus
dianggap sebagai pilihan lini pertama.

Lini Kedua

Meskipun olanzapine efektif dalam mencegah episode suasana hati,


manik atau depresi, itu dianggap sebagai pengobatan lini kedua karena masalah
keamanan seperti sindrom metabolik. Biweekly long-acting injectable
risperidone monoterapi atau terapi tambahan telah menunjukkan kemanjuran
dalam mencegah suasana hati atau episode manik, tetapi tidak memiliki
kemanjuran yang jelas dalam pencegahan episode depresi dalam uji coba ini.
Selanjutnya, ada kecenderungan untuk superioritas terapi tambahan risperidone
oral pada 6 bulan dalam mencegah episode suasana hati dan dalam mencegah
mania tetapi tidak depresi. Carbamazepine belum dinilai dalam uji coba
terkontrol placebo besar, tetapi uji coba komparator aktif mendukung
kemanjurannya. Paliperidone lebih efektif daripada plasebo dalam mencegah
suasana hati atau episode manik tetapi kurang efektif daripada olanzapine.

Terapi tambahan oral ziprasidone telah terbukti efektif dalam mencegah


suasana hati atau episode manik,
20

meskipun ada data yang saling bertentangan (positif dan negatif) untuk
pengobatan akut. Ada kecenderungan untuk superioritas terapi tambahan
lurasidone dalam mencegah episode suasana hati (tetapi tidak episode manik
atau depresi secara individual) dalam percobaan terkontrol dengan pemisahan
yang signifikan dari plasebo dalam mencegah episode suasana hati pada mereka
dengan episode depresi indeks. Dengan demikian, terapi tambahan lurasidone
mungkin sesuai bagi mereka yang menanggapiobat ini selama episode depresi
indeks.

Lini Ketiga

Ada kecenderungan untuk kombinasi aripiprazole dengan lamotrigine


dibandingkan dengan monoterapi lamotrigine dalam mencegah mania; dengan
demikian, kombinasi ini dapat memberikan profilaksis tambahan untuk pasien
pada monoterapi lamotrigine dalam mencegah kekambuhan manik. Clozapine
dan gabapentin juga dapat menjadi perawatan tambahan yang berguna bagi
pasien yang tidak lengkap menanggapi terapi lini pertama atau kedua.
Kombinasi olanzapine / fluoxetine tampaknya menjaga stabilitas suasana hati
selama periode 6 bulan pada pasien dengan depresi bipolar yang merespons
secara akut kombinasi ini.

Fase pemeliharaan bertujuan untuk mencegah kambuh, mengurangi


gejala subthreshold, meningkatkan fungsi sosial, mengurangi resiko bunuh diri,
dan ketidakstabilan mood. Untuk terapi pemeliharaan, pilihan yang sering
digunakan adalah lithium, lamotrigine, olanzapine, aripiprazole, questiapine,
dan ziprasidone yang dikombinasi dengan lithium atau valproate.17

2. Psikososial
Secara umum, klinisi di berbagai belahan dunia meyakini bahwa terapi
farmakologis yang dikombinasikan dengan psikoterapi memberikan hasil
yang lebih efektif dalam pengobatan gangguan afektif bipolar.

21

Terapi psikososial yang dianggap efektif untuk penderita gangguan afektif


bipolar adalah psikoterapi individual dan terapi berkelompok (support
group). Komponen dalam terapi psikososial mencakup edukasi terkait
penyakit yang diderita, pemecahan masalah, manajemen stress
berkelanjutan, anjuran dalam kepatuhan pengobatan, perbaikan gaya
hidup (meminimalkan konsumsi alkohol dan obat- obatan, olahraga,
waktu tidur dan bangun), serta manajemen diri. Psikoterapi lain yang
mendukung adalah psikoterapi kognitif spesifik pada gangguan bipolar
danterapi ritme sosial dan interpersonal. Kombinasi terapi psikososial dan
farmakoterapi telah dibuktikan dapat menurunkan angka kekambuhan
episode mood secara signifikan.18

G. Prognosis

Prognosis penderita gangguan bipolar dianggap kurang baik dibandingkan


dengan penderita gangguan depresi non bipolar. Hal ini disebabkan karena
terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi kekambuhan episode mania
dan depresi, walaupun frekuensi episode klinis akan cenderung berkurang
seiring dengan terapi, namun kemungkinan remisi parsial masih lebih rendah
daripada kemungkinan kekambuhan episode klinis yang berulang. Sepertiga
pasien dari seluruh penderita gangguan afektif bipolar mengalami gejala yang
kronis sehingga kualitas hidupnya19

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan afektif bipolar merupakan penyakit kronik episodic berupa
gangguan mood berulang yang terdiri dari episode depresi dan mania atau
hipomania, yang disertai dengan episode mood yang membaik secara sempurna
yang disebut eutimia. Berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ-III, gangguan
afektif bipolar terdiri dari Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Hipomanik
Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik, Gangguan
Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik, Gangguan Afektif
Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang, Gangguan Afektif Bipolar,
Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik, Gangguan Afektif Bipolar,
Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik, Gangguan Afektif Bipolar,
Episode Kini Campuran, Gangguan Afektif Bipolar Kini dalam Remisi, Gangguan
Afektif Bipolar Lainnya, dan Gangguan Afektif Bipolar YTT.

Penyebab terjadinya gangguan bipolar bersifat multifaktorial seperti faktor


genetik, faktor biokimiawi, faktor neuroanatomi, dan faktor psikososial. Gangguan
afektif bipolar dapat ditangani dengan terapi farmakologi dan intervensi psikososial.
Pilihan farmakologi yang digunakan dalam manajemen gangguan afektif bipolar
adalah mood stabilizer, antipsikotik atipikal, dan antidepresan.

B. Saran
Penelitian lebih lanjut dan pengayaan kepustakaan akan sangat dibutuhkan
untuk mendalami patomekanisme yang mendasari serta penemuan terapi terbaru
yang jauh lebih efektif untuk perjalanan klinis jangka panjang gangguan afektif
bipolar.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Muneer A. Mixed States in Bipolar Disorder: Etiology, Pathogenesis and


Treatment. Chonnam Med J. 2017 Jan;53(1):1-13.
2. Forty L, Ulanova A, Jones L, Jones I, Gordon-Smith K, Fraser C, Farmer A,
McGuffin P, Lewis CM, Hosang GM, Rivera M, Craddock N. Comorbid
medical illness in bipolar disorder. Br J Psychiatry. 2014 Dec;205(6):465-72
3. Grade I, Berk M, Birmaher B, et al. Bipolar Disorder. The Lancet. 2015 Sep
18;387(10027):1561-1572.
4. Rowland TA, Marwaha S. Epidemiology and risk factors for bipolar disorder.
Ther Adv Psychopharmacol. 2018 Apr 26;8(9):251-269.
5. Yatham LN, Kennedy SH, Parikh SV, Schaffer A, Bond DJ, Frey BN, Sharma
V, Goldstein BI, Rej S, Beaulieu S, Alda M. Canadian Network forMood and
Anxiety Treatments (CANMAT) and International Society for Bipolar
Disorders (ISBD) 2018 guidelines for the management of patients with bipolar
disorder. Bipolar disorders. 2018 Mar;20(2):97-170.
6. Bobo WV. The diagnosis and management of bipolar I and II disorders:
clinical practice update. InMayo Clinic Proceedings 2017 Oct 1 (Vol. 92, No.
10, pp. 1532-1551). Elsevier.
7. Harrison PJ, Cipriani A, Harmer CJ, Nobre AC, Saunders K, Goodwin GM,
Geddes JR. Innovative approaches to bipolar disorder and its treatment.
Annals of the New York Academy of Sciences. 2016 Feb;1366(1):76.

8.Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI.
Jakarta. p.

9.Rowland TA, Marwaha S. Epidemiology and risk factors for bipolar


disorder. Ther Adv Psychopharmacol. 2018 Apr 26;8(9):251-269.

10.Özdemir O, COŞKUN S, Mutlu EA, ÖZDEMİR PG, Atli A, Yilmaz E, KESKİN


S. Family history in patients with bipolar disorder. Archives of Neuropsychiatry.
2016 Sep;53(3):276.

24
11.Rowland TA, Marwaha S. Epidemiology and risk factors for bipolar disorder.
Therapeutic advances in psychopharmacology. 2018 Sep;8(9):251-69.
12.Ayano G. Bipolar Disorder: A Concise Overview of Etiology, Epidemiology
Diagnosis and Management: Review of Literatures. Symbiosis Open Access
Journal of Psychology. 2016;3(1):1-8.
13. Elsevier Point of Care. Clinical Overview Bipolar Disorder.Elsevier. Updated
September 29, 2022.
https://www.clinicalkey.com/#!/content/clinical_overview/67-s2.0-7a27f11d-
0277-4550-95ff-f941ff23d0ec
14.Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI.
Jakarta
8. Ayano G. Bipolar Disorder: A Concise Overview of Etiology, Epidemiology
Diagnosis and Management: Review of Literatures. Symbiosis Open Access
Journal of Psychology. 2016;3(1):1-8.
9. Bobo WV. The diagnosis and management of bipolar I and II disorders: clinical
practice update. InMayo Clinic Proceedings 2017 Oct 1 (Vol. 92, No. 10, pp.
1532-1551). Elsevier.
10. Shen YC. Treatment of acute bipolar depression. Tzu-Chi Medical Journal.
2018 Jul;30(3):141.
11. McCormick U, Murray B, McNew B. Diagnosis and treatment of patients
with bipolar disorder: A review for advanced practice nurses. Journal of the
American Association of Nurse Practitioners. 2015 Sep;27(9):530-42.
12. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry.11th ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer; 2015. 358, 372-3 p.
13. Elsevier Point of Care. Clinical Overview Bipolar Disorder.Elsevier. Updated
September 29, 2022. https://www.clinicalkey.com/#!/content/clinical_overview/

14. Sarafino and Smith. (2014). Health psychology: biopsychosocial interactions


eighth edition. United States of America: Wiley.

25
15. Kaplan & Sadock, 2015. Synopsis Of Psychiatry: Behavioral
Scienes/Cinical/Psychiatri-Elevent Edition

16. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, DSM-5,
ICD-11. 3rd ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;
2019. 61-3, 231-5 p.

17. Shen YC. Treatment of acute bipolar depression. Tzu-Chi Medical Journal. 2018
Jul;30(3):141.

18. McCormick U, Murray B, McNew B. Diagnosis and treatment of patients with


bipolar disorder: A review for advanced practice nurses. Journal of the American
Association of Nurse Practitioners. 2015 Sep;27(9):530-42.

19. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry.11th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2015. 358, 372-3 p.

26

Anda mungkin juga menyukai