HIPOMANIA
Oleh:
Hilma Nazaruddin
2107501010024
Pembimbing:
dr. Juwita Saragih, Sp.KJ (K)
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Hipomania”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW
yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa, Rumah Sakit Jiwa Aceh. Ucapan
terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada dr. Juwita
Saragih, Sp.KJ (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis
dalam penulisan referat ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya
dan ilmu kesehatan jiwa khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk referat ini.
Penulis,
Hilma Nazaruddin
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tersebut tidak dapat lagi dilakukan maka individu itu dapat dikatakan mengalami
gangguan mental.4
Gangguan suasana perasaan (mood/affek disorder) merupakan hal yang
umum dan lazim. Gangguan ini terbanyak ditemukan baik di pelayanan kesehatan
mental maupun dalam praktek dokter medis umum. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, diperkirakan 9-26% wanita dan 5-
12% pria pernah mengalami depresi yang gawat didalam kehidupan mereka.
Gangguan suasana perasaan itu sendiri didefinisikan sebagai perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek biasanya kea rah depresi dengan atau tanpa ansietas yang
menyertainya atau ke ararh elasi (suasana perasaan yang meningkat). Apabila
perubahan ini terjadi secara bergantian maka disebut unipolar, sedangkan apabila
terjadi secara bersamaan disebut bipolar. Perubahan afek ini biasanya disertai
dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkatan aktivitas.1,2
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan suasana
perasaan antara lain faktor biologi termasuk didalamnya faktor genetik. Menurut
penelitian, anak dari pasien bipolar kemungkin 18 kali lebih besar terkena gangguan
suasana perasaan. Selain itu faktor biologis lainnya yang menjadi penyebab adalah
neurotransmitter, endokrin, ritme tidur, dan aktifitas otak. Faktor psikologis dan
faktor sosial juga dapat mempengaruhi angka kejadian terjadinya gangguan suasana
perasaan seseorang.8
Sebagian besar orang yang mengalami manik, setidaknya sekali dalam
hidup mereka di lain waktu akan memiliki gangguan depresi. Kombinasi dari dua
episode, yang berada di kutub yang berlawanan dari suasana hati, disebut gangguan
bipolar atau gangguan afektif bipolar. Jarang terjadi, beberapa orang menunjukkan
fitur dari kedua manik dan depresi pada saat yang sama. Mereka hiperaktif
sementara juga mengalami suasana hati yang depresi. Pasien tersebut dikatakan
memiliki gangguan afektif campuran.7
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
4
Mendelian – Single Major Locus
Serotonin
Serotonin telah menjadi Neurotransmiter amina biogenik yang paling
sering dikaitkan dengan depresi, identifikasi beberapa subtipe serotonin dapat
26
meningkatkan mood . Ketika neurotransmiter serotonin ini dilepaskan ke
sinaps, maka saat itulah pompa bekerja me-reuptake beberapa neurotransmiter
sebelum mencapai neuron postsinaptik. Hasil studi sebelumnya menunjukkan
bahwa gejala depresi pada riwayat keluarga yang memiliki depresi disebabkan
karena pengurangan triptofan, dimana triptofan merupakan prekursor utama
seretonin. Efek ini tidak diamati di antara orang-orang yang tidak memiliki
riwayat depresi pribadi atau keluarga. Kelainan bipolar sangat sering dikaitkan
5
dengan berkurangnya sensitivitas reseptor serotonin (Kring et al., 2012). Alur
metabolisme 5-HT melibatkan deliminasi oksidarif oleh MAO, kemudian
aldehid dirubah menjadi asam 5-hidroksiindol asetat (5-HIAA) oleh aldehid
dehidrogenase7.
Dopamin
Data menunjukkan bahwa aktivitas dopamin dapat dikurangi dalam depresi
dan meningkat pada mania.26 Dopamin disekresikan oleh neuron-neuron yang
berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada regio striata
ganglia basalis. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tirosin,
amfetamin, dan bupropion, mengurangi gejala depresi. Dua teori baru tentang
dopamin dan depresi adalah bahwa jalur dopamin mesolimbik mungkin tidak
berfungsi dalam depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif dalam depresi
26
. Fungsi dopamin adalah sebagai agen inhibisi. Dopamin bersifat inhibisi pada
beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area. Pasien gangguan bipolar
apabila terjadi penurunan dopamin akan menyebabkan terjadinya episode depresi,
sebaliknya peningkatan dari dopamin akan menyebabkan terjadinya episode
mania.26
6
Gambar 2.3 Proyeksi dopaminergik utama dalam CNS.26
Norepinefrin
Otak mengandung sistem saraf yang terpisah. Otak menggunakan tiga
katekolamin berbeda yaitu dopamin, norepinefrin, dan epinefrine. Setiap sistem
secara anatomis berbeda dan melayani terpisah, peran fungsional dalam bidang
persarafan7,8. Derajat CSF dari metabolit amina menunjukkan penurunan
norepinefrin dan / atau fungsi 5-HT dalam depresi.8 Keduareseptor D1 dan D2
memodulasi pelepasan NE dan epinepfrine.8 Dalam beberapa kasus kesehatan,
bahwa pada orang depresi terjadi pengurangan jumlah neurotransmiter tertentu
(monoamina seperti norepinefrin).9 Ada jumlah NE dalam jumlah yang relatif
besar hipotalamus dan di bagian tertentudari sistem limbik, seperti nukleus pusat
amigdala dan dentate gyrus hippocampus.8
7
pada serotonergik neuron yang berfungsi untuk mengatur jumlah serotonin yang
dilepaskan.26
GABA merupakan hasil dari sintesis glutamat yang di katalis oleh GAD
(Glutamat dekarboksilase).11 Setelah terjadinya eksositosis, GABA akan
berdifusi dari presinap menuju celah sinap dan berikatan dengan reseptornya
8
kemudian GABA akan direuptake menuju presinap dan diuptake menuju glia
oleh GAT-1/2/3, peningkatan uptake akan mengakibatkan penurunan GABA
pada celah sinap, efek dari penurunan GABA akan memicu terjadinya gangguan
bipolar dengan episode depresi.12,35,36
9
Neurotransmiter dan sistem pensinyalan intraneuronal, perubahan yang
mungkin termasuk kehilangan neuron dan pengurangan berlebihan dalam portal
sinaptik. Akibatnya, seseorang memiliki risiko lebih tinggi mengalami episode
gangguan mood berikutnya.26 Meningkatnya jumlah peristiwa hidup yang penuh
tekanan sebelum kekambuhan memiliki efek rumit dan bukan efek presipitasi
pada depresi meskipun memiliki peran dalam episode mania. Stres yang
meningkat pada periode awal perkembangan mungkin lebih penting dalam
depresi.8,33
Faktor Personal
Pada dasarnya semua manusia, memiliki pola kepribadian yang
menjadikannya depresi. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu OCD,
histrionik mungkin memiliki risiko depresi lebih tinggi daripada orang-orang
dengan gangguan kepribadian antisosial atau paranoid. Itu dapat menggunakan
proyeksi dan mekanisme pertahanan eksternal lainnya untuk melindungi diri
dari kemarahan dalam diri mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa stres
yang dirasakan pasien sebagai refleksi negatif pada dirinya lebih cenderung
menghasilkan depresi. Selain itu, pemicu stres yang tampak ringan bagi orang
lainjustru sangat berdampak menghancurkan pasien.26
2.4 Patofisiologi
Tiga neurotransmiter paling banyak telah dipelajari dalam hal
kemungkinan terjadinya gangguan mood: norepinefrin, dopamin, dan serotonin
10
. Neurotransmisi dopaminergik adalah salah satu dari banyak neuorotransmisi
yang berpengaruh dan berkaitan langsung pada kejadian mood pasien dengan
gangguan bipolar, dengan terjadinya penurunan dopamin akan menyebabkan
terjadinya episode depresi. Sedangkan, peningkatan dari dopamin akan
menyebabkan terjadinya episode mania.26 Mania dan depresi juga keduanya
dikaitkan dengan kadar serotonin rendah.13,33
celah Sinaps yang mana merupakan ruang antara akson satu neuron dan dendrit
11
Gambar 2.6 Perubahan fungsional otak pada orang dengan gangguan
bipolar15
Keterangan :
Area otak yang terkait dengan kontrol kognitif, yang bermanifestasi mengurangi
responsif, diberi label biru. Sebaliknya, area otak limbik dan para-limbik yang
terlibat dalam regulasi emosional, terkait dengan respons kesuburan, diberi label
dengan warna merah.
Gambar 2.7 Kondisi normal saraf glial (A) & Kondisi inflamasi
peripheral sarafglial (B)15
Keterangan:
Gambar A. Saraf glial berperan dalam mengoptimalkan fungsi sistem saraf
pusat. Terdapat tiga jenis sel glial diantaranya mikroglia, oligodendrosit, dan
astroglia. Mikroglia memiliki peran dalam sistem proteksi/kekebalan (1),
12
menangkap respon inflamasi perifer. Oligodendrosit memiliki peran untuk
mengoptimalkan sinyal neuronal dengan cara membentuk benang-benang
myelin (2). Astrosit menjalankan tugasnya dengan mempertahanankan sawar
darah otak dan sebagai gap neurovaskular (3), perlindungan sinapsi neuron (4)
dengan membuang ion berlebih, pelepasan ATP untuk mengurangi pelepasan
glutamat (5), menstabilkan mikrogliamelalui pelepasan ATP, GABA, TGFb (6),
membantu siklus melalui BDNF dan GDNF ke neuron, mikroglia, dan
oligodendrosit (7), GDNF yang dilepas juga mendukung fungsi astrosit (8).15
13
penambahan penekanan sintesis BDNF dan aktivasi proapoptosis. Asam kuinolat
merupakan agonis NMDA yang selanjutnya dapat mempotensiasi eksitasi.
Selanjutnya, sitokin proinflamasi mengganggu sistem 5HT dan dopamin,
selanjutnya mengganggu sinyal monoamin.15,31
Hypomanic Episode
Episode hipomania tidak ada kerusakan yang nyata dalam fungsi sosial
atau pekerjaan, tidak ada delusi, dan tidak ada halusinasi. Beberapa pasien
mungkin lebih produktif dari biasanya, namun 5% sampai 15% pasien dapat
dengan cepat beralih ke episode manik.16 Mood yang elevasi, ekspansif, dan
iritabel merupakan ciri khas dari episode manik. Elevasi ditandai dengan
euforia, mudah tersinggung, berkurang kebubutuhan tidur, dan kecenderungan
megambil risiko, bicara lebih banyak. Grandiositas atau meningkatnya
kepercayaan diri, seperti kecenderungan menggunakan pakaian dengan warna
cerah dan perhiasan berlebihan, atau kombinasi yang aneh. Bertindak impulsif,
bersamaan dengan perilaku yang mengarah ke tujuan. Biasanya sering
disibukkan dengan ide agama, politik, keuangan, seksual, atau penganiayaan
yang dapat berkembang menjadi sistem delusi yang kompleks.16,17,31
• Mood, Afek, dan Perasaan. Pasien manik biasanya euforik, tapi mereka
mungkin juga iritabel, khususnya ketika muncul mania. Pasien ini juga
memiliki toleransi rendah terhadap frustasi, yang dapat mengarahkan ke
14
rasa marah dan bermusuhan. Pasien manik dapat labil secara emosi, berganti
dari tertawa ke iritabilitas ke depresi dalam hitungan menit atau jam.18
• Pembicaraan. Pasien manik tidak dapat disela ketika meraka sedang
berbicara, dan mereka sering menjadi/dianggap pengganggu bagi orang-
orang di sekeliling mereka. Pembicaraan mereka sering terganggu. Ketika
mania menjadi lebih intens, pembicaraan menjadi semakin keras, semakin
cepat, dan sulit diartikan, kemudian diisi dengan lelucon, sajak, bermain
dengan kata-kata, serta tidak relevan ketika keadaan mania semakin
meningkat. Masih pada tingkat aktivitas yang lebih besar, asosiasi menjadi
longgar, kemampuan untuk berkonsentrasi memudar, serta flight of ideas,
word salad, dan neologisme timbul. Pada cetusan manik akut, pembicaraan
dapat benar-benar inkoheren dan tidak dapat dibedakan dengan orang
dengan skizofrenia.18,30
• Gangguan persepsi. Waham timbul pada 75% pasien manik. Waham
manik yang kongruen mood sering berkenaan dengan kemakmuran,
kemampuan yang luar biasa, atau kekuatan. Waham bizar dan tidak
kongruen mood dan halusinasi juga terjadi pada mania.18,30
• Pikiran. Isi pikir pasien mania mencakup tema kepercayaan diri dan
membesarkan diri. Pasien manik sering mudah teralih perhatiannya, dan
dungsi kognitif pada keadaan manik ditandai dengan arus gagasan yang
tidak tertahan dan dipercepat.18,30
• Penilaian dan Tilikan. Gangguan dalam penilaian merupakan tanda khas
pasien manik. Mereka dapat melanggar hukum dalam hal kartu kredit,
aktivitas seksual, serta keuangan dan kadang-kadang melibatkan keluarga
mereka di dalam kehancuran keuangan mereka. Pasien manik juga memiliki
sedikit tilikan terhadap gangguan mereka.18,30
• Taraf dapat Dipercaya. Pasien manik dikenal tidak dapat dipercaya
informasinya. Oleh karena berbohong dan menipu lazim pada mania, klinisi
yang tidak berpengalaman mungkin mengobati pasien manik dengan sikap
meremehkan yang tidak sesuai.18,30
15
2.6 Diagnosis
B. Menurut DSM V
• Mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap, selama periode
tertentu, berlangsung paling sedikit satu minggu (atau waktunya
bisa kurang dari satu minggu bila dirawat inap).36
• Selama periode gangguan mood tersebut, tiga (atau lebih), gejala di
bawah ini menetap dengan derajat berat yang bermakna : 36
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
16
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya
tidur 3 jam )
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk
tetap berbicata
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya
berlomba
5. Distrakbilitas (perhatian mudah terlalih kepada stimulus
eksternal yang tidak relevan atau tidak penting)
6. Meningkatnya aktivitas yan bertujuan (sosial, perkerjaan,
sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor
7. Keterlbatan yang berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan yang berpotensi merugikan (inventasi bisnis
yang kurang perhitungkan, hubungan seksual yang sembrono,
atau terlalu boros )
• Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya
yang jelas dalam fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasa
dilakukan, hubungan dengan orang lain, atau memerlukan
perawatan untuk menghindari melukai diri sendiri atau orang lain,
atau dengan gambaran psikotik
• Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat(misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi
lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya hipertiroid).
Episode Hipomania
a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terus-
menerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan
energi yang tidak normal dan terus-menerus meningkat, berlangsung paling
tidak 4 hari berturut-turut dan sebagian besar hari, hampir setiap hari.19,20
b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut empat (jika mood hanya mudah tersinggung)
hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari
17
perilaku yang biasa:19,20
1. Harga diri meningkat atau berlebihan.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa telah beristirahat setelah
tidur hanya 3 jam).
3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.
4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan
atau diamati.
18
Catatan: Kriteria a-f merupakan episode hipomania. Episode hipomania
umum terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk
diagnosis gangguan bipolar I.
2.7 Tatalaksana
19
2.7.3 Terapi Farmakologi
Pengobatan bentuk mania dan hipomania yang lebih ringan jelas belum
dipelajari secara memadai, meskipun secara umum diasumsikan bahwa apa yang
berhasil untuk mania harus bekerja untuk hipomania juga; namun, keputusan klinis
umumnya dibuat berdasarkan kerangka rasio manfaat:risiko, dan oleh karena itu
diperlukan lebih banyak studi headto-head dan uji coba spesifik pada subpopulasi
ini. Mania psikotik telah dipelajari dengan lebih baik, dan sebagian besar laporan
percobaan memberikan analisis terpisah untuk pasien psikotik versus nonpsikotik.
Akhirnya, mania campuran juga telah dipelajari dalam beberapa percobaan, dan
mungkin merespon lebih baik terhadap valproat, antipsikotik atipikal—atau
kombinasi keduanya—daripada terapi tradisional lainnya, namun tetap menjadi
tantangan, terutama karena tingginya risiko beralih ke depresi.28,29
20
integratif, menangani masalah-masalah mendesak dan akut sambil tetap menjaga
perspektif jangka panjang dan hasil fungsional. Untuk alasan ini, pengobatan mania
harus selalu memperhitungkan masalah jangka panjang, termasuk tidak hanya
penilaian cross-sectional tetapi juga polaritas episode yang dominan, dan prinsip-
prinsip umum sebagaimana ditentukan dalam decalogue untuk pengelolaan
gangguan bipolar sebagai berikut:34,35,36
Obat yang paling banyak digunakan dalam keadaan akut adalah lithium,
beberapa antikonvulsan (valproate, carbamazepine), antipsikotik standar
(misalnya, haloperidol, chlorpromazine), antipsikotik atipikal (misalnya,
quetiapine, olanzapine, risperidone, ziprasidone, aripiprazole, clozapine), dan
benzodiazepin. (misalnya, lorazepam, clonazepam). Pilihan pengobatan awal
dipengaruhi oleh riwayat pengobatan pasien saat ini dan sebelumnya, kebutuhan
untuk resolusi agitasi dan agresi yang cepat, karakteristik episode manik, dan
adanya siklus cepat, serta kemauan pasien sendiri untuk menerima pengobatan
tertentu. terapi dan rute pemberian. Bila memungkinkan, terapi oral harus
ditawarkan terlebih dahulu, tetapi injeksi intramuskular merupakan alternatif jika
terapi oral tidak dapat diberikan dengan andal.33
21
Konsensus yang diterbitkan, pedoman klinis, dan algoritme pengobatan
menunjukkan beberapa perbedaan dalam rekomendasi mereka untuk pengobatan
lini pertama dan kedua mania akut. Meskipun mayoritas mendukung penggunaan
monoterapi dengan litium, valproat, dan dalam beberapa kasus olanzapine dan
antipsikotik lainnya pada mania ringan hingga sedang, ada peningkatan pengakuan
bahwa sejumlah besar pasien akhirnya akan menerima dua atau lebih obat.32
Litium
Lithium telah digunakan dalam pengobatan mania bipolar akut selama lebih
dari 50 tahun, dan telah menunjukkan keunggulan dibandingkan plasebo dalam
beberapa uji klinis terkontrol. Di penelitian ini, persentase pasien yang
menunjukkan setidaknya perbaikan sedang setelah 2 sampai 3 minggu pengobatan
berkisar antara 40% sampai 80%. Lithium tampaknya paling efektif pada pasien
dengan mania klasik (euforia), sementara tingkat respons relatif buruk pada
keadaan campuran atau siklus cepat.34
22
kombinasi lebih unggul daripada monoterapi untuk kontrol cepat gejala manik.
Sebaliknya, dua studi double-blind gagal menunjukkan keunggulan lithium plus
antipsikotik (haloperidol atau pimozide) dibandingkan antipsikotik saja dalam
pengobatan mania akut. Litium juga ditemukan dapat ditoleransi dengan baik
dalam kombinasi dengan antipsikotik atau antikonvulsan.31
Antikonvulsan
Valproat
Pertama kali sodium valproat digunakan untuk pengobatan mania akut dan
pencegahan gangguan mood bipolar. Terutama berguna pada pasien yang sulit
sembuh dengan litium. Kisaran dosis biasanya 1000-3000 mg/hari (tingkat darah
terapeutik adalah 50-125 mg/ml). Memiliki onset of action yang lebih cepat
daripada litium, oleh karena itu, dapat digunakan dalam perawatan mania secara
efektif.31
Karbamazepin
Onset of action obat lebih cepat dibandingkan dengan litium, namun lebih
lambat dibandingkan valproat. Kisaran dosis karbamazepin adalah 600-1600
mg/hari (tingkat darah terapeutik adalah 4-12 mg/ml). Penggunaan karbamazepin
dalam pengobatan gangguan bipolar baru-baru ini menurun, sebagian karena
potensinya dengan interaksi obat lain. Karbamazepin dapat digunakan untuk
mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis. Efek samping umumnya
tidak lebih besar dan terkadang kurang dari yang terkait dengan litium.
Karbamazepin dapat digunakan sendiri atau, pada pasien sulit sembuh, dapat
dikombinasikan dengan litium atau dengan asam valproat. Penggunaan
karbamazepin sebagai penstabil mood mirip dengan penggunaannya sebagai
antikonvulsan.32
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Klaus, F., et al. (2020). Loss aversion and Risk Aversion in Non-Clinical
Negative Symptoms and Hypomania. Frontiers in Psychiatry, pp. 11
2. Putra, Hendrikus Gede Surya Adhi. (2014). Gangguang Afektif Bipolar Mania
dengan Psikotik: Sebuah Laporan Kasus.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/do wnload/8514/6375.
3. Ahuja, Niraj. 2011. A Short Text Book Psychiatry Seventh Edition. India:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
4. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder Edition (DSM-V). Washington: American Psychiatric
Publishing.
5. Amsterdam, JD., 2020. Efficacy and safety of long-term Fluoxetine versus
lithium monotherapy of bipolar II disorder: a randomized, double-blind,
placebo- substitution study. The American Journal of Psychiatry. DOI:
10.1176/appi.ajp.2009.09020284
6. Bengesser SA, Lackner N, Birner A, Fellendorf FT. 2019. Peripheral markers
of oxidative stress and antioxidative defense in euthymia of bipolar disorder—
Gender and obesity effects. J Affect Disord 172:367–374
7. Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., Buxton, I., 2010. Goodman & Gilman:
Manual Farmakologi dan Terapi (Sukandar, E.Y. Trans). Jakarta: EGC.
8. Chisholm-Burns M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone P.M.,
Kolesar,J.M. and Dipiro J.T., 2016. Pharmacotherapy Principles and Practice.
Mc Graw-Hill Companies, New York.
9. Ciraulo, D., Shader, R., & GreenBlatt, D. 2020. Clinical Pharmacology and
Therapeutics of Antidepressants. Pharmacotherapy of Depression, 33-123.
10. Detke H. C., Delbello M. P., Landry J., dan Usher R. W. 2018.
Olanzapine/Fluoxetine Combination in Children and Adolescents With Bipolar
I Depression: A Randomized, Double-Blind, Placebo-Controlled Trial. J Am
Acad Child Adolesc Psychiatry. Vol. 54, No. 3:217–224.
25
11. Ferrari, AJ., 2018. A systematic review of the global distribution and
availability of prevalence data for bipolar disorder. Elsevier. DOI:
10.1016/j.jad.2010.11.007
12. Flemming, Kelly., 2018. Mayo Clinic Neurology Board Review: Basic
Sciences and Psychiatry for Initial Certification. New York: Mayo Clinic
Scientific Press
13. Gao, K., 2017. Treatment-emergent mania/hypomania during antidepressant
monotherapy in patients with rapid cycling bipolar disorder. Wiley. DOI:
10.1111/j.1399-5618.2008.00637.x
14. Gonzalez-Pinto A., Vieta E., Reed C., Novick D., Barraco A., Aguado J., dan
haro J. M. 2018. Efectiveness of Olanzapine Monotherapy and Olanzapine
Combination Treatment in The Long Term Following Acute Mania – Result of
a Twi Year Observational Study in Bipolar Disorder. Journal of Affective
Disorder. No. 131:320-329.
15. Ikawati, Z., 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta:
Bursa Ilmu.Jiwo, T., 2012. Gangguan jiwa bipolar: Panduan bagi pasien,
keluarga dan teman dekat. Purworejo: Pusat Pemulihan dan Pelatihan Bagi
Penderita Gangguan Jiwa.
16. Katzung, et al 2012. Basic & Clinical Pharmacology Twelfth Edition. United
States: The McGraw-Hill Companies, Inc. Kring, A.M., Johnson, S.L.,
Davisonm, G.C., and Neale, J..M., 2012. Abnormal Psychology Twelfth
Edition. United States: John Wiley & Sons, Inc.
17. Maletic, V dan Raison C. 2014. Integrated Neurobiology Of Bipolar Disorder.
USA: Frontiers in psychiatry. DOI: 10.3389/fpsyt.2014.00098 Volume 5 : 98
18. Mauri M. C., Palleta S., Maffini M., Colasanti A., Dragogna F., Di Pace C.,
dan Altamura A. C. 2020. Clinical Pharmacology of Atypical Antipsychotics:
An Update. EXCLI Journal. No. 13: 1163-1191.
19. McCance, K., Huether, S., 2019. Pathophysiology : The Biologic Basis For
Disease In Adults and Children Seventh Edition. Canada: Elsevier Inc.
20. Mental Health. 2020. Bipolar Disorder. http://www.mentalhealth.gov/what-to-
look-for/mood-disorders/bipolar-disorder/index.html.
26
21. Mintz, D. 2015. Bipolar Disorder: Overview, Diagnostic Evaluation and
Treatment.http://www.austenriggs.org/sites/default/files/resources/Bipolar%2
0Disorder_Mintz_PDF.pdf.
22. Neal, M.J., 2012. Medical Pharmacology At a Glance (Surapsari, J. Trans).
Jakarta: Erlangga.
23. NIMH (National Institute of Mental Health), 2016. Bipolar Disorder in Adults.
United States.
24. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar), 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
25. Rothschild, AJ., 2012. The Evidence Based Guide to Antidepressant
Medications. London: American Psychiatric Publishing.
26. Sadock, B., Sadock, V., & Ruiz, P. (2015). Synopsis of Psychiatry Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. New York: Artists Rights Society.
27. Shah N., Grover S., dan Rao G. P. 2017. Clinical Practice Guidlines for
Management of Bipolar Disorder. Indian J. Psychiatry. No. 59:51-66.
28. Stahl, S. M. (2013). Stahl’s Essential Psychopharmacology Neuroscientific
Basis and Practical Application fourth edition. New York: Cambrige Medicine
Press.
29. Strakowski S. M., Adler C. M., Almeida J., Altshuler L. L., Blumberg H. P.,
ChangK. D., et al. 2012 The functional neuroanatomy of bipolar disorder: a
consensus model. Bipolar Disord. No. 14:313–325.
30. Tasman, A., Kay, J., Lieberman, JA., 2015. Psychiatry Fourth Edition. United
Kingdom: Wiley.
31. Taylor, E.H., 2006. Atlas of Bipolar Disorder. United Kingdom: Taylor &
Francis Group.
32. Trevor, AJ., Katzung, BG., 2013. Katzung & Trevors's Pharmacology
Examination & Board Review. United States : McGraw-Hill Education.
33. Videbeck, Sheila L. 2011. Psychiatric–Mental Health Nursing 5th
Edition.China: Wolters Kluwer Health & Lippincott Williams & Wilkins
34. Wells, B., Dipiro, J., Dipiro, C., & Schwinghammer, T. (2015).
Pharmacotherapy Handbook. In B. Wells, Psychiatric Disorder (pp. 694-711).
United State Of America: McGraw-Hill Education
27
35. WHO (World Health Organization). 2018. Mental disorders:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/.
36. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJIII) di
Indonesia III, Cetakan I. Departemen Kesehatan R.I., DirektoratJendral
Pelayanan Medik.
28