Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Oleh:

Elisa Putri Reza Delvita


Zusnita Putri Mala Hayati
Disky Fahroza Fonna Bebby Balqis
Ilham Ristananda Natasya Putri

Pembimbing:
dr. Juwita Saragih, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Epilepsi”.
Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa
umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalankan Kepaniteraan
Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Juwita Saragih, SpKJ yang telah
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis mengharapkan
saran yang membangun dari semua pihak terhadap laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Banda Aceh,12 Desember2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
2.1 Definisi...............................................................................................
2.2 Etiologi...............................................................................................
2.3 Klasifikasi............................................................................................
2.4 Patofisiologi ........................................................................................
2.5 Gambaran Klinis .................................................................................
2.6 Diagnosis Epilepsi...............................................................................
2.7 Tatalaksana.........................................................................................
2.8 Prognosis ............................................................................................
BAB III KESIMPULAN ...............................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan manik-depresi, yaitu gangguan


pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan
dan proses berfikir, disebut bipolar karena penyakit ini hanya didominasi fluktuasi dua
kutub, yakni kondisi manik dan depresi, penyebab pasti dari gangguan bipolar belum
diketahui secara tepat. Gangguan bipolar dianggap sebagai penyakit genetik yang
kompleks yang mempengaruhi lingkungan dan disebabkan oleh berbagai kelainan
neurobiologic.diperkirakan beberapa faktor dapat dapat menjadi penyebab terjadinya
seseorang mendapat gangguan bipolar, antara lain : factor genetic, biokimia, dan
lingkungan.
Setidaknya 1% orang menderita bipolar disorder tipe 1 pada populasi umum,
sebuah penelitian yang diadakan di utara dan selatan America didapatkan prevalensi dari
bipolar tipe 1 adalah sebanyak 1,06%, dan 1,57 untuk bipolar tipe 2, prevalensi yang sama
juga ditemukan di Negara, Inggris, Jerman, dan Italy, serta prevalensi di Negara-negara
Afrika sebanyak 0,1-1,83%.Usia rata-rata dari onset bipolar adalah pada awal 20an,
meskipun pada beberapa sumber disebutkan antara 20-30 tahun.
Berdasarkan DSM-IV-TR klasifikasi gangguan bipolar dibagi kepada empat, yaitu
: Gangguan Bipolar 1, gangguan bipolar 2, gangguan siklotimia, gangguan bipolar yang
tidak terinci

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi
Bipolar disorder, juga disebut dengan kelainan manik-depresi, adalah suatu kelainan
otak yang menyebabkan perubahan abnormal pada mood, energy, level aktivitas, dan
kemampuan untuk menjalani aktivitas sehari-hari.
Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan manik-depresi, yaitu gangguan pada
fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan dan
proses berfikir, disebut bipolar karena penyakit ini hanya didominasi fluktuasi dua kutub,
yakni kondisi manik dan depresi

2.2.Etiologi
Penyebab pasti dari gangguan bipolar belum diketahui secara tepat. Gangguan bipolar
dianggap sebagai penyakit genetik yang kompleks yang mempengaruhi lingkungan dan
disebabkan oleh berbagai kelainan neurobiologic .

1) Faktor genetik
Sebanyak 80%-90% pasien dengan gangguan bipolar memiliki riwayat keluarga yang juga
memiliki gangguan mood (misal, gangguan bipolar, depresi, siklotimia atau dysthymia).
Keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan bipolar memiliki prevalensi sebesar
15%-35% berawal dari gangguan mood dan5%-10% memiliki risiko langsung mengalami
gangguan bipolar.
Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar 1 pada kedua
saudara kembar monozigot adalah 33% -90% dan untuk gangguan depresif berat, angka
kejadian pada kedua saudara kembar monozigot adalah 50%. Pada kembar dizygot
angkanya berkisar 5% -25% untuk menderita gangguan bipolar I dan 10% - 25% untuk
penderita gangguan depresif berat . Penelitian lain menyebutkan bahwa antara 4% sampai

5
24% dari mereka yang memiliki keluarga dengan bipolar I juga akan mungkin mengalami
bipolar. Untuk bipolar II, pengaruh faktor ini lebih rendah, dimana individu yang memiliki
orang tua atau saudara didiagnosis dengan bipolar II hanya berisiko sekitar 1% sampai 5%
untuk mengalami ganggaun mood.

2) Faktor biokimia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit
amin biogenic di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis pada pasien gangguan
mood. Amin biogenic (Norepinefrin dan serotonin) merupakan dua neutransmiter yang
paling berperan dalam patofisiologis gangguan mood . Apabila Norepinefrin (NE) dan
epinefrin mengalami penurunan kadar NE dan epinefrin menyebabkan depresi, sebaliknya
peningkatan kadar keduanya menyebabkan mania. Serotonin merupakan neurotransmiter
aminergic yang paling sering dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin
dapatmenyebabkan depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Selain kedua senyawa diatas,
ada dopamine yang memiliki peranan dalam depresi dan mania pula. Data menunjukkan
aktivitas dopamine yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania.
Ketidakseimbangan hormonal dan gangguan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal
yang terlibat dalam homeostatis dan respon stress juga dapat berkontribusi pada gambaran
klinis gangguan bipolar (Ikawati, 2011).
3) Faktor lingkungan
Telah lama diamati bahwa peristiwa yang menyebabkan stress sering mendahului
episode pertama dan dapat meningkatkan serta memperpanjang waktu pemulihan dari
gangguan mood. Kehamilan juga merupakan stress tertentu untuk wanita dengan riwayat
penyakit mania-depresif dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya psikosis
postpartum.

6
2.3 Hubungan genetic dengan Bipolar

Keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki kemungkinan
50% menderita gangguan psikiatrik lain, pada orang kembar menunjukkan hubungan 33-
90% menderita BP 1 dari saudara kembar yang identic.

Cardno dan kawan-kawan berdasarkan penelitian yang dilakukan di London


mengatakan bahwa skizofrenia, skizoafektif dan juga sindrom manik memiliki kaitan erat
dengan genetic, suatu studi tentang ekspresi gen juga menunjukkan orang dengan
gangguan bipolar mengalami penurunan yang sama dalam ekspresi gen hubungan
oligodendrosit-myelin dan abnormalitas substansia nigra di daerah otak

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan


kromosom 18 dan 22, namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan lokus
mana yang bertanggung jawab dalam timbulnya gangguan tersebut, beberapa diantaranya
yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan
21q22

Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu
gen yang mengekspresikan Brain Derived Neurothropic Factor (BDNF). BDNF adalah
neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan
perlindungan otak, BDNF juga disuga memilikim peranan dalam pengaturan mood, gen
yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13

2.4 Epidemiologi

Sebuah studi epidemiologi mengatakan bahwa setidaknya 1% orang menderita BD


tipe 1 pada populasi umum, sebuah studi cross-sectional mengadakan sebuah survey di 11
negara didapatkan prevalensi dari spectrum bipolar adalah 2,4%, dimana prevalensi
bipolar 1 sebanyak 0,6% dan 0,4 untuk bipolar tipe 2, sebuah penelitian yang diadakan di
utara dan selatan America didapatkan prevalensi dari bipolar tipe 1 adalah sebanyak

7
1,06%, dan 1,57 untuk bipolar tipe 2, prevalensi yang sam juga ditemukan di Negara,
Inggris, Jerman, dan Italy, serta prevalensi di Negara-negara Afrika sebanyak 0,1-1,83%.

Usia rata-rata dari onset bipolar adalah pada awal 20an, meskipun pada beberapa
sumber disebutkan antara 20-30 tahun. Sebuah studi cohort menyebutkan usia rata-rata
pada onset bipolar adalah 15-24 dan 45-54 tahun, bagaimanapun onset usia pada
gangguan bipolar sangat sulit dipastikan.

Sebuah studi menginvestigasi angka kejadian bipolar berdasarkan status


sosioekonomi, didapatkan hasil yang inkonsisten,

2.5 Klasifikasi
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua epidose)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri
dari peningkatan afek disertai penambahan energid an aktivitas (mania atau hipomania),
dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energu dan aktivitas
(depresi).

Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai denga tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-
5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode
itu srringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penih stress atau trauma mental lain
(adanya stress yang tidak esensial untuk penegakan diagnosis). Termasuk : gangguan atau
psikosis manik-depresif

Tidak termasuk : gangguan bipolar, episode manik tunggal.

 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik


Untuk menegakkan diagnostik pasti :

8
- episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
- harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau

 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa gejala psikotik


Untuk menegakkan diagnostik pasti :

- Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau

 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik


Untuk menegakkan diagnosis pasti :

- Episode yang sekarang harus memenuhi krieria untuk mania dengan gejala
psikotik
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau

 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan Atau Sedang


Untuk menegakkan diagnosis pasti :

- Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
ataupun sedang
- Harus atau sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran dimasa lampau

 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

9
Untuk menegakkan diagnosis pasti :

- Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa
gejala psikotik
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau

 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala


Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti :

- Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
degan gejala psikotik
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau

 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran


Untuk menegakkan diagnosis pasti :

- Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan


depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania
dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar episode penyakit yang
sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu)
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau

 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi

10
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, depresif atau campuran)
 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
 Gangguan Afektif Bipolar YTT

Berdasarkan DSM-IV-TR klasifikasi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

 Gangguan bipolar I
Gangguan perasaan sangat mengganggu sehingga penderita kesulitan mengikuti
sekolah atau pekerjaan, dan pertemanan. Ketika dalam kondisi mania, penderita ini
sering dalam kondisi “berat” dan berbahaya. Ditandai oleh satu atau lebih episode
manik atau campuran yang biasanya disertai oleh episode-episode depresi mayor;
 Gangguan bipolar II
Pada Tipe II, kondisi perasaan tidak seberat Tipe I sehingga penderita masih bisa
berfungsi melaksanakan kegiatan harian rutin. Penderita mudah tersinggung.
Ketika perasaan “naik”, penderita hanya mencapai tingkat hipomania. Pada Tipe
II, kondisi depresi biasanya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan kondisi
hipomania-nya. Gambaran utama ditandai oleh terjadinya satu atau lebih episode
depresi mayor yang disertai oleh paling sedikit satu episode hipomanik;
 Gangguan Siklotimik
Merupakan bentuk ringan dari Gangguan jiwa bipolar. Kondisi mania dan depresi
bisa mengganggu, namun tidak seberat pada Gangguan Bipolar I dan Tipe II.
Ditandai paling sedikit dua tahun dari sejumlah periode waktu gejala hipomanik
yang tidak memenuhi kriteria episode manik dan sejumlah periode gejala depresif
yang tidak memenuhi kriteria depresif mayor;
 Gangguan bipolar yang tidak terinci
Gangguan ini mencakup gambaran bipolar yang tidak memenuhi kriteria di atas

11
2.6 Patofisiologi
Berikut beberapa pendapat tentang proses terjadinya bipolar disorder

1. Disfungsi pada aksis HPA


Pasien dengan bipolar disorder memiliki aksis HPA yang hiperaktif yang dapat
menyebabkan kadar tinggi dari kortisol, dimana hal yang paling berperan dalam
mengontrol respon dari kortisol adalah glucocorticoid reseptor, dimana dia akan
mengikat mengikat jormon yang ada di sitosol dan kemudian mengangkutnya ke
nucleus yang mana nanti akan berfungsi sebagai transcription factor, aksi oleh GR ini
ditentukan oleh besar dan kuatnya dari kompleks molecular yang mengandung
beberapa protein pengantar dan kofaktor, termasuk FK506 binding protein 51
(FKBP51), dimana paparan jangka panjang dari glukokortikoid dapat mengakibatkan
terjadinya metilasi pada DNA terutama pada gen FKBP51, dimana pada banyak
penelitian telah dilaporkan bahwa pasien dengan bipolar disorder mengalami metilasi
pada DNA mereka, namun teori dari disfungsi HPA ini belum sepenuhnya dapat
dipahami pada saat ini, tentang bagaimana peranannya menyebabkan penyakit pada
subjek, peran krusial dari GR dapat dilihat pada skema berikut:

12
2. Faktor Imunologis
a. Immune-inflamatory imbalance
Pada pasien dengan bipolar, perubahan mood pada setiap episode dipengaruhi oleh
respon terhadap inflamasi, seperti yang telah dilaporkan pada beberapa studi,
terdapat bukti bahwa pada pasien dengan bipolar disorder terdapat peningkatan
kadar dari: proinflamatory cytokines (PIC) dan C-reaktif protein pada darah tepi.
Hal ini didukung oleh bukti pada pemberian mood stabilizer didapatkan hasil
penurunan kadar dari PIC.
PIC bersama dengan beberapak kemokin dan cell adhesion molecule akan
berdifusi kedalam otak selanjutnya akan memacu terjadinya neuroinflamasi dan
juga aktivasi lebih lanjut dari aksis HPA

13
b. IL-6 trans-signaling in mood disorders
IL-6 adalah suatu sitokin yang memiliki banyak peranan, mulai dari regenerasi dan
memeperbaiki elemen-elemen seluler hingga memperkuat respon pada cedera pada
beberapa cedera jaringan. Beberapa studi menyebutkan peningkatan kadar IL-6 di
sirkulasi selama episode mood akut pada setiap polaritas.
IL-6 mendapat akses keotak melalui sirkulasi, diotak microglia dan astrosit juga
akan mensekresi IL-6 secara local, yang mana nantinya IL-6 akan diikat oleh
reseptornya IL-6R, selanjutnya complex IL-6 dan IL-6R akan terikat pada
glycoprotein kedua gp 130
Oleh karena fenomena ini, proses inflamasi dapat memebrikan efek pada seluruh
organ pada tubuh.

3. Stress Oksidatif
Hal yang akan dibahas pada bagian ini adalah formasi yang tidak sesuai dari radikal
bebas, yaitu yang berperan pada system ini adalah Reactive Oxygen Species (ROS).
Pada kadar konsentrasi yang rendah ROS memiliki peranan peranan penting di
Central Nervous System (CNS), terutama dalam menentukan nasib sebuah sel neuron
apakah akan tumbuh/berkembang atau akan mengalami apoptosis, pada keadaan kadar
ROS yang tinggi akan meningkatkan kerentanan terjadinya cedera pada jaringan otak,
hal ini, yang nantinya akan memiliki peranan penting dalam timbulnya gejala psikiatri
seperti: skizofrenia, major depresif disorder, bipolar disorder dll

14
2.7 Kriteria Diagnostik
American Psychiatric Association telah mengeluarkan kriteria untuk menegakkan
diagnose bipolar yang tertuang dalam Diagnostic and Statistical manual of Mental
Disorders (DSM).

• Gangguan bipolar tipe I. Setidaknya mempunyai satu fase (episode) mania atau
satu episode campuran. Penderita bipolar mungkin mengalami depresi berat
(major depression) namun mungkin juga tidak karena gejala gangguan bipolar
bervariasi antara satu orang dengan lainnya. Ada beberapa sub-kategori
tergantung tanda dan gejalanya.

15
• Gangguan bipolar tipe II. Setidaknya mempunyai satu fase (episode) depresi dan
satu episode hipomania (namun tidak mania penuh atau campuran/ mixed
episode). Ada beberapa sub-kategori tergantung tanda dan gejalanya.
Gangguan jiwa bipolar tipe II mempunyai gejala yang mengganggu atau
membuat sipenderita mengalami kesulitan dalam beberapa area
kehidupannya, seperti dalam hal kerja dan hubungan social.
• Gangguan cyclothymic. Penderita mengalami beberapa episode hipomania dan
episode depresi, namun tidak pernah mengalami episode mania (full manic)
atau depresi berat (major depression) atau episode campuran. Diagnosa
cyclothymic disorder ditegakkan bila penyakit berlangsung selama 2 tahun
atau lebih (setahun pada anak anak dan remaja). Selama masa itu, gejala tidak
pernah hilang setidaknya selama 2 bulan. Gejala menimbulkan kesulitan atau
gangguan dalam kehidupan yang bersangkutan, misalnya dalam masalah
sekolah atau hubungan social.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang :

1. Darah lengkap
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai
penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat
mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah
merah dan sel darah putih untuk mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat
menyebabkan peningkatan sel darah putih yang reversibel.
2. Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic, terutama
dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat
bermanifestasisebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium dapat berakibat
pada masalah ginjal dan gangguan elektrolit. Kadar natrium rendah dapat berakibat

16
pada peningkatan kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining
kandidat untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium, mengecek
elektrolit merupakan indikasi.
3. Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang berkaitan
dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid, yang
dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi. Beberapa
antidepresan, seperti nortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena itu,
mengecek kadar kalsium sangat penting.
4. Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil dari tidak
makan. Kadar protein rendah, menyebabkan peningkatan bioavailabilitas beberapa
medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki sedikit protein untuk diikat
5. Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang
berkontribusi pada perubahan mood secara cepat.
6. Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium dapat
mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat meningkat.

7. Skrining zat dan alkohol


Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan sebagai
mania atau depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan kokain dapat
timbul sebagai mania, dan penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai
depresi.
8. EKG

17
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat berefek
pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat berakibat pada
perubahan reversibel flattening atau inversi pada T wave pada EKG.
9. EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar :
 EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan masalah
neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan kejang dan tumor otak.
 Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk mendeterminasi
timbulnya dan durasi kejang.
 Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG sebagai indikasi
efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik, penemuan abnormal dari EEG dapat
memprediksi respons dari asam valproate.
 Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan, terutama antidepresan.

2.9Tatalaksana
Pengobatan gangguan bipolar memerlukan waktu lama. Penderita gangguan
bipolar tetap perlu minum obat meskipun perasaannya sudah membaik.

Perawatan di rumah sakit. Penderita gangguan bipolar memerlukan perawatan di


rumah sakit bila perilakunya membahayakan diri sendiri atau sekitar, adanya gejala
psikosis (tidak berdasar realita), atau ada upaya bunuh diri.

-Pengobatan awal. Sering penderita bipolar harus minum obat, kemudian pengobatan
jangka panjang disesuaikan dengan perkembangan penyakitnya.

-Pengobatan lanjutan. Penderita gangguan bipolar biasanya memerlukan pengobatan


jangka panjang. Berhenti minum obat sering menyebabkan penderita kambuh.

-Pengobatan kecanduan obat terlarang. Penderita gangguan bipolar yang menderita


kecanduan alkohol atau obat terlarang perlu diobati agar gangguan bipolarnya bisa
dikendalikan.

18
PSIKOFARMA :

Ada berbagai macam obat untuk gangguan bipolar. Bila satu jenis obat tidak
cocok, masih ada jenis lain yang mungkin akan lebih sesuai. Kadang dokter
mengkombinasikan beberapa obat untuk mendapatkan manfaat yang maksimal. Obat
untuk gangguan bipolar antara lain berupa obat untuk menstabilkan suasana hati (mood)
sehingga tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi, dan obat lain untuk mengendalikan
kecemasan (anxiety) dan depresi. Ada beberapa jenis obat untuk obat gangguan bipolar,
yaitu:

Lithium (Lithobid, dll) merupakan obat untuk menstabilkan suasana hati (mood
stabilizer) yang efektif dan sudah dipergunakan selama bertahun-tahun. Pada pemberian
lithium, pemeriksaan darah secara periodik diperlukan karena lithium dapat menyebabkan
gangguan kelenjar thyroid atau ginjal. Efek samping yang sering muncul adalah: mulut
kering, gangguan pencernaan dan gelisah.

Anticonvulsants. Obat yang mentsabilkan suasana hati (mood stabilizer) dalam


kelompok ini antara lain: valproic acid (Depakene, Stavzor), divalproex (Depakote) and
lamotrigine (Lamictal). Obat asenapine (Saphris) bisa dipakai untuk mengobati episode
campuran (mixed episode). Efek samping tergantung obat yang diminum, antara lain
berupa: pusing, penambahan berat badan dan perasaan mengantuk (drowsiness). Beberapa
jenis anticonvulsant bisa mengakibatkan efek samping lebih serius seperti bercak bercak
merah di kulit, gangguan darah dan gangguan liver.

Antipsikotik.Beberapa obat antipsikotik seperti aripiprazole (Abilify), olanzapine


(Zyprexa), risperidone (Risperdal) dan quetiapine (Seroquel) bisa diberikan pada
penderita gangguan bipolar yang tidak cocok dengan obat dari kelompok anticonvulsants.
Satu satunya obat antipsikotik yang dianjurkan oleh FDA (Badan Pengawasan Obat dan
Makanan, Amerika) untuk gangguan bipolar adalah quetiapine, namun dokter tetap dapat
meresepkan obat yang lain. Efek samping yang timbul tergantung obat yang dipakai,
namun yang sering muncul adalah: penambahan berat badan, penglihatan kabur, gemetar

19
(tremor), mengantuk dan detak jantung yang cepat. Pada anak anak penambahan berat
badan sering jadi keluhan. Obat antipsikotik sering mengganggu kemampuan mengingat
(memory) dan gangguan perhatian (atensi) dan gerakan spontan otot wajah dan anggota
badan.

Obat anti depresi. Tergantung gejala yang ada, dokter kemungkinan akan memberi
obat anti depresi. Pada beberapa kasus, pemberian anti depresi pada penderita gangguan
bipolar bisa memicu timbulnya gejala mania. Namun hal ini bisa dihindari bila obat anti
depresi diberikan bersamaan dengan obat penstabil suasana hati (mood stabilizer). Efek
samping paling sering dari anti depresi adalah menurunnya dorongan seksual dan
kesulitan orgasme. Beberapa obat anti depresi kuno, seperti golongan tricyclic dan MAOI
dapat menyebabkan efek samping yang fatal sehingga memerlukan monitor secara ketat.

Symbiax. Merupakan campuran obat anti depresi fluoxetine dan obat anti psikotik
olanzapine. Campuran tersebut bekerja sebagai anti depresi dan mood stabilizer. Efek
sampingnya berupa penambahan berat badan, peningkatan nafsu makan, dan rasa
mengantuk. Obat ini juga menimbulkan efek samping berupa penurunan dorongan seksual
seperti pada obat anti depresi.

PSIKOTERAPI

Psikoterapi merupakan salah satu komponen penting dari pengobatan gangguan jiwa
bipolar. Psikoterapi untuk gangguan jiwa bipolar meliputi:

1. Cognitive behavior therapy (CBT) (terapi perilaku kognitif). CBT merupakan salah
stau model psikoterapi yang sering diterapkan pada penderita gangguan jiwa bipolar.
Fokus dari CBT adalah mengidentifikasi semua pola pikir dan perilaku negatif dan menata
ulang dengan pola pikir dan perilaku yang positif (sehat). CBT bisa mengidentifikasi
pemicu gangguan bipolar dan memperkuat kemampuan dalam mengatasi stress dan hal
hal yang tidak menyenangkan hati.

20
2.Psychoeducation. Penyuluhan tentang gangguan bipolar sehingga si penderita dan
keluarganya bisa memahami gangguan bipolar secara lebih baik sehingga bisa bekerja
sama dalam pemulihan penyakit dengan lebih baik pula.

3.Family therapy (terapi keluarga). Terapi keluarga diberikan kepada keluarga sebagai
keseluruhan utamanya untuk menciptakan suasana yang tidak menekan (stress). Dalam
terapi keluarga diajarkan bagaimana komunikasi yang baik, menyelesaikan konflik dan
memecahkan masalah.

4.Group therapy (terapi kelompok). Terapi dalam kelompok sesama penderita depresi.
Dalam terapi ini sesama penderita bisa saling belajar.

5.Terapi lainnya. Terapi lainnya antara lain terapi untuk mendeteksi gejala yang
memburuk (prodrome detection), interpersonal and social rhythm therapy, dll.

6.Electroconvulsive therapy (ECT)

ECT adalah terapi dengan menyalurkan arus listrik kedalam otak.Hingga sekarang, belum
diketahui secara jelas menkanisme kerjanya, namun ECT terbukti efektif pada gangguan
bipolar atau bila pemberian obat tidak bisa memberikan efek positif. Efek samping ECT
adalah kebingungan yang dialami beberapa menit hingga beberapa jam setelah mendapat
CT. Kadang ingatan atau memori juga bisa hilang, meskipun sifatnya hanya sementara.
Kadang penderita bipolar perlu dirawat di rumah sakit, utamanya bila si penderita tidak
bisa merawat dirinya sendiri atau membahayakan diri sendiri atau orang orang dekatnya.
Perawatan di rumah sakit akan membuat penderita tenang, bisa mengendalikan suasana
hatinya.

7.Metode lain

Pendekatan lain yang masih baru adalah dengan transcranial magnetic stimulation. Kabel
kabel dipasang di kepala bagian depan untuk mengantarkan aliran magnetic ke otak.

21
Pengobatan ini juga hanya diberikan pada penderita depresi kronis yang tidak mempan
obat.

Pengobatan pada anak dan remaja

Pengobatan pada anak dan remaja memakai pendekatan yang sama dengan penderita
dewasa. Hanya saja riset pengobatan gangguan bipolar pada anak anak masih sangat
terbatas. Selain obat obatan, anak anak dan remaja dengan gangguan bipolar juga
memerlukan psikoterapi atau konseling.

2.10 Prognosis
Gangguan bipolar memiliki tingkat yang cukup signifikan untuk morbiditas dan
mortilitas. Di Amerika Serikat selama bagian awal 1990-an, sekitar 25%-50% dari orang-
orang dengan gangguan bipolar usaha bunuh diri, dan 11% benar-benar melakukan bunuh
diri. Pasien dengan Bipolar I (satu atau lebih episode mania atau campuran) memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan depresi. Dalam 2 tahun pertama
setelah episode awal, 40-50% dari pasien mengalami serangan mania. Hanya 50-60% dari
pasien dengan BPI (Bipolar I) yang mendapat litium untuk mengontrol gejala mereka.
Kira-kira 7% dari pasien tersebut mengalami gejala tidak terulang, 45% dari pasien
mengalami episode lebih dari satu dan 40% terus memiliki gangguan persisten. Sering
kali, pergantian antara episode depresi dan mania dipercepat dengan usia.
Faktor yang memperburuk prognosis :

1) Riwayat pekerjaan yang buruk / kemiskinan

2) Disertai dengan penyalahgunaan alkohol

3) Disertai dengan gejala psikotik

4) Gejala depresi lebih menonjol (Stephen, 2012)

22
2.9 Komplikasi

Karena perubahan suasana hati yang berhubungan dengan gangguan bipolar, individu
dengan kondisi tersebut dapat memiliki masalah dengan tugas sehari-hari yang normal dan
rutinitas. Orang dengan gangguan bipolar dapat mengalami komplikasi fisik, sosial, dan
interpersonal.

Banyak penyakit cenderung hidup berdampingan dengan gangguan bipolar dan dapat
membuat diagnosis atau pengobatan sulit. Kondisi ini termasuk
- anoreksia
- bulimia
- attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
- gangguan kecemasan, seperti gangguan stres pasca-trauma (PTSD), fobia sosial, dan
gangguan kecemasan umum

Peningkatan Risiko
Orang dengan gangguan bipolar juga berisiko lebih tinggi untuk penyakit atau kondisi
berikut
- migren
- alergi serbuk bunga
- psorias
- eksim
- hipotiroidisme
- asma
- diabetes
- penyakit jantung
- kegemukan
- epilepsy

Komplikasi sosial atau interpersonal

23
Masalah-masalah berikut ini biasanya terkait dengan atau akibat dari gangguan bipolar
- pembolosan
- kesulitan atau kegagalan tampil di sekolah atau di tempat kerja
- masalah hubungan
- sering ada masalah dengan hukum
- kesulitan keuangan

Penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya juga umum dan berhubungan dengan
peningkatan jumlah rawat inap, memburuknya jalannya gangguan bipolar, dan
keberhasilan pengobatan yang lebih rendah. Meskipun gejala menghilang secara
signifikan antara episode, sebanyak 60 persen orang dengan gangguan bipolar tidak
kembali ke tingkat yang berfungsi penuh dan mengalami kesulitan interpersonal, sekolah,
atau bekerja bahkan ketika mereka tidak manik atau depresi. Sebagian besar orang dengan
bipolar disorder II kembali ke tingkat yang berfungsi penuh antara episode.

Gangguan bipolar sering menimbulkan komplikasi berupa:

• Masalah terkait kepada kecanduan alcohol atau narkoba.

• Masalah hokum

• Masalah keuangan.

• Permasalahan hubungan sosial

• Isolasi dan hidup menyendiri

• Kinerja buruk di sekolah atau ditempat kerja.

• Sering bolos kerja atau sekolah.

• Bunuh diri

24
BAB V

KESIMPULAN

Gangguan bipolar adalah gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan


terjadinya perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir,
pengobatan yang digunakan pada gangguan ini selain menggunakan psikofarmaka
juga dapat dilakukannya psikoterapi pasien dengan bipolar disorder, untuk prognosis
bipolar tipe I (satu atau lebih episode mania atau campuran) memiliki prognosis yang
lebih buruk daripada pasien dengan depresi

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Muneer A. The Neurobiology Of Bipolar Disorder: An Integrated Approach,


Chonnam Medical Journal, 2016; 18-37
2. Ayano G, Bipolar Disorder: A Concise Overview Of Etiology, Epidemiology,
Diagnosis And Management: Review Of Literatures, SOJ Psychol, 2016; 1-8
3. Sartika M, Gangguan Afektif Bipolar, Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Jakarta,
2015; 2-5
4. Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat
antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2010. h. 3-32.
5. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan’s and sadock’s synopsis of psychiatry behavioral
sciences and clinical psychiatry. 10th edition. Philadelphia: Lippincott William and
Wilkins; 2007.p.527-62.
6. American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of patients with
bipolar disorder. 2nd edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 20 April 2013.
7. Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari
emedicine.medscape.com, 24 April 2013.
8. Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dariwww.umm.edu,
24 April 2013.
9. Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2010. hlm.197-208
10. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan
diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2001.
Elsevier, 2012. Bipolar Disorder. American Journal
lvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.
11. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis. Edisi Ketujuh. Jilid Dua. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.

26
12. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta:
FK Unika Atma Jaya; 2007
13. Merck Manuals: The Merck Manual for Healthcare Professionals. Bipolar 2016.
Mood disorders. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-IV-
TR. 4th ed. Arlington, Va.: American Psychiatric Association; 2000

Moosavi SM, Ahmadi M, Monajemi MB. Risperidone versus risperidoneplus sodium


valproat for treatment of bipolar disorder, double-blind, clinical-trial. 2014
National Institute of Mental Health. Bipolar disorder. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan
sadock Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta: Penerit Buku EGC; 2010.
Soreff S. Bipolar affective disorder. 2012

27

Anda mungkin juga menyukai