Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Citra Fitri Agustina, Sp.KJ
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Behaviour and
Psychological Symptom of Dementia (BPSD)”. Referat ini disusun untuk
memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa.
Penyusunan referat ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Citra Fitri
Agustina, Sp.KJ atas bimbingnnya selama penulis menyelesaikan referat ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan coass atas dukungan
yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….3
2.2 Epidemiologi………………………………………………………...3
2.3 Etiologi………………………………………………………………4
2.6 Tatalaksana…………………………………………………………10
2.7 Prognosis…………………………………………………………...16
KESIMPULAN………………………………………………………………..17
DAFTAR PUSTAKA…………………………..………………………...……18
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan dari peningkatan jumlah populasi lansia tersebut di Indonesia
yang mengalami BPSD selalu meningkat. Maka dari itu penulis ingin
memaparkan tulisan berupa referat yang berjudul Behavioral And Psychological
Symptoms Of Dementia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Epidemiologi
Angka untuk BPSD yang bermakna secara klinis meningkat sampai
hampir 80% untuk pasien demensia yang berada di lingkungan perawatan.
Dua penelitian berbasis populasi dari Amerika Serikat (Lyketsos et al,
2000) dan dari Inggris (Burns et al, 1990), menunjukkan angka prevalensi
yang sama, yaitu sekitar 20% untuk BPSD pada orang dengan penyakit
Alzheimer. Berbeda dengan disfungsi kognitif pada demensia yang
semakin memburuk dari waktu ke waktu, BPSD cenderung berfluktuasi,
dengan agitasi psikomotor yang paling persisten (Khairah, 2012).
Pada 2016, prevalensi demensia di seluruh dunia adalah sekitar 43,8 juta
mewakili peningkatan 117% dari tahun 1990 dan 28,8 juta tahun kehidupan
yang disesuaikan dengan kecacatan, dan itu adalah penyebab kematian kelima
terbesar di dunia. Mayoritas pasien dengan demensia mengalami BPSD di
beberapa titik: ketika individu yang tinggal di komunitas dengan demensia
telah menjalani penilaian dalam studi longitudinal, hingga 97% dipengaruhi
oleh setidaknya satu gejala, paling umum depresi atau apatis, meskipun
delusi, agitasi, dan perilaku motorik yang menyimpang (misalnya, perilaku
gelisah, perilaku berulang, berkeliaran) terjadi pada sekitar sepertiga pasien.
Tingkat keparahan gejala meningkat seiring waktu dan berkorelasi dengan
penempatan institusi. Sementara beberapa penelitian telah menandai gejala
BPSD menurut etiologi demensia, delusi tampaknya paling umum pada
penyakit Alzheimer, depresi, dan apatis pada demensia vaskular, dan
disinhibisi dan gangguan makan pada demensia frontotemporal.
2.3. Etiologi
3
Pada umumnya penyebab dari BPSD dibagi menjadi 3 faktor yaitu faktor
biologis, psikologis, dan sosial atau lingkungan.
1. Faktor Biologis
Lesi otak yang berhubungan dengan demensia dan perubahan dari
dalam transmisi saraf telah dikaitkan dengan BPSD tertentu. Efeknya
dapat dikaitkan dengan faktor biologis lain seperti faktor komorbiditas
atau yang berhubungan dengan pengobatan maupun genetik.
Beberapa penelitian neuroanatomi telah dilakukan yang
menghubungkan BPSD dengan lesi otak terkait demensia. Sebagai
contohnya, apatis dikaitkan dengan hipoperfusi pada korteks cingulate
anterior dan struktur fronto-subkortikal. Hipoperfusi pada lobus frontal
atau temporal juga ditemuka berkorelasi dengan agresi dan psikosis.
Perubahan neurotransmisi dan neuromodulasi juga ditemukan
berhubungan dengan kejadian BPSD. Perubahan aktivitas kolinergik di
korteks frontal dan temporal dapat dikaitkan dengan aktivitas motorik
yang menyimpang dan perilaku agresif, Halusinasi visual dikaitkan
dengan defisit pada korteks temporal. Agresi berhubungan dengan
penurunan dopamine pada korteks temporal. Penurunan norepinefrin
berhungan dengan perilaku agresif, demikian pula apatis berkorelasi
dengan disfungsi dopaminergik. Konsentrasi serotonin berkolerasi positif
dengan agresivitas, kecemasan, kegelisahan dan agitasi (Tible et al, 2017)
2. Faktor Psikologis
Diantara penyebab somatik BPSD yang paling sering terjadi ialah
infeksi, nyeri, ketidakseimbangan elektrolit atau gangguan metabolisme,
rentensi urin, konstipasi, serumen dan lainnya. Semua hal tersebut dapat
menyebabkan BPSD terutama rasa sakit seperti insomnia, agresivitas dan
agitasi.
Perubahan kepribadian terjadi ketika demensia berkembang. Pasien
yang telah curiga atau agresif sebelum demensia dimulai lebih
memungkinkan memiliki BPSD dibandingkan dengan mereka yang tidak
4
memiliki sifat tersebut. Namun korelasi tersebut tidak selalu ditemukan.
Penyakit kejiwaan dapat menjadi faktor risiko demensia.
5
Perilaku fisik non agresif: Perilaku verbal non agresif:
Kegelisahan umum Negativism
Mannerism berulang Tidak menyukai apapun
Mencoba mencapai tempat yang Meminta perhatian
berbeda Berkata-kata seperti bos
Menangani sesuatu secara tidak Mengeluh/melolong
sesuai Interupsi yang relevan
Menyembunyikan barang Interupsi yang irelevan
Berpakaian tidak sesuai atau
tidakberpakaian
Menghukum berulang
C. Wandering
Beberapa perilaku yang termasuk wandering, yaitu:
memeriksa (berulang kali mencari keberadaan caregiver)
menguntit
berjalan tanpa tujuan
berjalan waktu malam
aktivitas yang berlebihan
mengembara, tidak bisa menemukan jalan pulang
berulang kali mencoba untuk meninggalkan rumah.
6
didapatkan hal-hal sebagai berikut:
ledakan amarah tiba-tiba dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas dan
perilaku agresif
tidak ada hubungan yang ditemukan antara ledakan amarah dan
penampilan sikap apati, depresi, atau kegelisahan
perilaku agresif memberikan kontribusi paling banyak terkait gejala
nonkognitif dan ledakan marah tiba-tiba
reaksi bencana dapat dipicu oleh gejala kognitif dan non-kognitif,
seperti : kesalahpahaman, halusinasi, dan delusi.
7
sosial, ekspresi wajah, modulasi suara, respon emosional, dan inisiatif.
3. Kecemasan
Kecemasan dalam demensia mungkin terkait dengan manifestasi BPSD
lain atau terjadi secara independen. Pasien demensia dengan kecemasan akan
mengekspresikan keprihatinan mengenai masalah keuangan, masa depan,
kesehatan (termasuk memori mereka), kekhawatiran tentang acara
nonstressful sebelumnya, dan kegiatan seperti berada jauh dari rumah.3
Karakteristik gejala kecemasan lain dari pasien demensia adalah takut
ditinggalkan sendirian. Ketakutan ini dapat dianggap fobia apabila
kecemasan di luar batas kewajaran. Pasien dengan AD kadang-kadang
memperlihatkan fobia lainnya, seperti takut kerumunan, perjalanan, gelap,
atau aktivitas seperti mandi.
Gejala Psikotik
1. Waham
Manifestasi psikosis mencakup gejala positif (waham, halusinasi,
gangguan komunikasi, aktivitas motorik yang abnormal) dan gejala negatif
(avolition, kemiskinan isi pikiran, afek datar). Lima tipe waham terlihat pada
demensia (terutama demensia tipe Alzheimer), yaitu:
a. Barang kepunyaannya telah dicuri.
b. Rumah bukan kepunyaannya (misidentifikasi).
c. Pasangan (atau pengasuh lainnya) adalah seorang penipu (Sindrom
Capgras).
d. Pengabaian / Ditinggalkan
e. Ketidaksetiaan.
2. Halusinasi
Perkiraan frekuensi halusinasi pada demensia berkisar dari 12%-49%.
Halusinasi visual adalah yang paling umum (terjadi pada 30% pasien dengan
demensia) dan ini lebih sering terjadi pada demensia yang moderat
dibandingkan demensia ringan atau berat. Gambaran halusinasi secara umum
berupa gambaran orang-orang atau hewan-hewan. Pada demensia Lewy
8
Body, laporan frekuensi halusinasi visual sekitar 80%. Pasien demensia
juga mungkin mengalami halusinasi auditorik (sekitar 10%), namun jarang
untuk halusinasi jenis lain, seperti yang bersifat penciuman atau taktil.
3. Misidentifikasi
Misidentifikasi dalam demensia adalah kesalahan persepsi stimuli eksternal.
Misidentifikasi terdiri dari:
Kehadiran orang-orang di rumah pasien sendiri (Boarder Phantom
Syndrome)
Kesalahan identifikasi diri pasien sendiri (tidak mengenali bayangan diri
sendiri di cermin)
Kesalahan identifikasi orang lain
Kesalahan identifikasi peristiwa di televisi (pasien mengimajinasikan
peristiwa tersebut terjadi secara nyata).
2.5 Diagnosis
Tabel 2. Skala diagnostic untuk penilaian gangguan kepribadian pada pasien demensia
Skala Fokus Scoring
Montgomery-Asberg Skala untuk menilai Terdapat 10 pertanyaan
Depression Rating Scale manifestasi depresi dengan skor maksimal 60
(MADRS) point. Skor 28
menunjukan depresi berat
Pain Assessment in Skala untuk menilai nyeri Skor >2 menandakan
Advanced pada pasien demensia pasien dalam keadaan
Dementia Scale nyeri
(PAINAD)
Nurses Observation Scale Skala untuk menilai Semakin tinggi skor
of Geriatric Patients kondisi fungsional pada menandakan semakin
(NOSGER) pasien Geriatri berat gangguan
fungsional
Cohen-Mansfield Skala untuk penilaian 29 tipe perilaku agitasi
Agitation Inventory kuantitatif dan kualitatif dengan skor 1 untuk tidak
9
(CMAI) gangguan perilaku pada pernah sampai skor 7
pasien demensia untuk beberapa kali per
jam
Neuropsychiatric Peniliaian gangguan 12 area perilaku dinilai
Inventory (NPI) perilaku pada pasien secara longitudinal
demensia dan beban berkenaan dengan
pengasuh anggota frekuensi, keparahan dan
keluarga beban.
Empirical Pathology in Penilaian tingkat 25 manifestasi perilaku
Alzheimer’s Disease keparahan gangguan dan penilaian global
Rating Scale (E- perilaku pada pasien terhadap beban anggota
BEHAVE-AD) Alzheimer, serta keluarga; skala empat
penilaian beban anggota point untuk penilaian
keluarga longitudinal dari 0 (tidak
ada) sampai 3 (sekarang
dengan komponen fisik)
Diagnosis Banding
Delirium
Schizophrenia
Bipolar disorder
Major depressive disorder
Post-traumatic stress disorder
Central nervous system (CNS) neoplasm (Cloak, 2020)
10
ringan sampai sedang: apatis, depresi, ketegangan, lekas marah. Ada
temuan serupa untuk galantamine dan rivastigmine. Namun, pengobatan
agitasi pada AD oleh donepezil tampaknya tidak efisien. Sebagai
kesimpulan, inhibitor cholinesterase memiliki khasiat tertentu pada gejala
negatif. Memantine mungkin lebih efektif pada gejala positif termasuk
agitasi, delusi dan halusinasi, serta agresi pada AD sedang hingga parah.
Akhirnya, obat antidementia dapat mengurangi kejadian BPSD (Olivier,
2017).
2. Anti Psikotik
Antipsikotik belum disetujui untuk penggunaan klinis dalam demensia,
kecuali risperidon, setidaknya di beberapa negara. Dengan demikian,
dokter harus merujuk pada undang-undang negara mereka sebelum
memperkenalkan obat antipsikotik untuk mengobati BPSD. Anti-psikotik
atipikal seperti risperidone dan aripiprazole adalah di antara obat yang
paling sering diresepkan (dan mungkin terlalu sering) di BPSD. Mereka
efektif dalam pengobatan gejala psikotik, agitasi dan agresi. Efek samping
yang terkait dengan antipsikotik atipikal termasuk efek antikolinergik,
hipotensi ortostatik, kejang, sindrom metabolik, kenaikan berat badan,
gejala ekstrapiramidal, sedasi dan perpanjangan QT. Meningkatnya
kematian dan risiko insiden serebrovaskular telah menyebabkan peringatan
kotak hitam untuk penggunaan antipsikotik dalam demensia. Antipsikotik
dapat diperlukan dan membantu dalam pengobatan BPSD tertentu, tetapi
penggunaannya harus dibatasi waktu. Evaluasi berkala terhadap risiko dan
manfaat diperlukan selama pengobatan. Sementara bukti tentang
efektivitas quetiapine untuk BPSD beragam, ini banyak digunakan secara
klinis. Karena profil efek samping yang menguntungkan, terutama
mengenai tanda-tanda ekstrapiramidal, quetiapine mungkin memiliki nilai
khusus untuk BPSD, terutama pada pasien dengan Parkinson (Olivier,
2017).
11
3. Anti Depresan
Depresi dan kecemasan adalah salah satu BPSD yang paling umum dan
terapi antidepresif yang efektif dalam demensia dapat meningkatkan
kognitif dan gejala afektif serta bentuk-bentuk BPSD lainnya, seperti
agitasi dan agresivitas. SSRI memiliki toleransi yang wajar dan respons
pengobatan yang baik. Dalam demensia, SSRI (khususnya citalopram)
sama manjurnya dengan antipsikotik atipikal untuk mengobati agitasi.
SSRI dapat dikaitkan dengan efek samping yang parah seperti
perpanjangan QT dan hyponatremia (Olivier, 2017).
4. Kolinergik Inhibitor
Pedoman saat ini mendukung penggunaan ChEI untuk BPSD meskipun
ada rekomendasi yang berbeda untuk masing-masing obat tertentu.
Donepezil, galantamine, atau rivastigmine semuanya telah menunjukkan
efek sederhana pada spektrum luas dari gejala neuropsikiatrik pada AD.
Mereka harus dimulai sebelum penggunaan agen psikotropika lainnya
karena ChEI mengurangi perubahan perilaku dan meningkatkan atau
menunda penurunan kognitif dan fungsional. Gejala perilaku yang paling
mungkin membaik dengan pengobatan ChEI tampaknya apatis, depresi,
dan perilaku motorik yang menyimpang (Cerejeira, 2012).
5. Mood Stabilizer
Meskipun carbamazepine menunjukkan beberapa manfaat untuk agitasi
dalam demensia, mood stabilizer sering dikaitkan dengan efek samping
yang parah. Oleh karena itu, asam valproat tidak dianjurkan. Ada
beberapa pengalaman klinis dan bukti terbatas untuk gabapentin dan
lamotrigin dalam pengobatan BPSD (Olivier, 2017).
6. Benzodiazepine
Bukti untuk kemanjuran benzodiazepin di BPSD masih kurang.
Benzodiazepine berhubungan dengan sedasi, pusing, jatuh, kognisi yang
12
memburuk, depresi pernafasan, ketergantungan dan disinhibisi paradoks
pada orang tua. Dengan demikian mereka hanya direkomendasikan untuk
pengelolaan krisis akut, jika metode lain gagal. Penggunaannya harus
dibatasi dalam waktu dan tidak boleh ditentukan sebagai hipnosis(Olivier,
2017).
13
memperbaiki pola tidur pada pasien dengan siklus bangun tidur yang
terganggu.
2. Interaksi sosial
Interaksi satu lawan satu selama 30 menit per hari selama 10 hari telah
terbukti efektif dalam mengurangi perilaku yang mengganggu secara verbal.
Interaksi dalam bahasa ibu dan interaksi intensif yang teratur membantu
dalam orientasi realita. Sosialisasi dapat ditingkatkan dengan aktivitas
kelompok, tugas bersama dan permainan sederhana.
14
Manajemen rasa sakit yang cepat sangat membantu; periode spesifik
mengenai nyeri sangat penting dalam hal ini. Praktek hygiene saat tidur, yang
mengarah pada tidur yang cukup di malam hari diketahui dapat mengurangi
agitasi. Telah disarankan bahwa agitasi yang disebabkan oleh kelelahan dan
gangguan ritme sirkadian dapat dikurangi dengan terapi cahaya terang.
Meskipun ada beberapa bukti untuk pengaruh terapi cahaya pada aktivitas
tidur dan sirkadian, tidak mungkin untuk menyimpulkan tentang kemanjuran
terapi cahaya untuk BPSD atau tentang kepraktisan dalam pengaturan klinis
dan keamanan. Terapi musik telah terbukti efektif untuk mengurangi BPSD
pada pasien dengan demensia sedang-berat.
5. Intervensi perilaku
Metode seperti kepunahan, penguatan diferensial dan kontrol stimulus
telah digunakan selain intervensi perilaku lainnya. Penguatan termasuk
penguatan sosial, makanan, sentuhan, pergi keluar, dll. Dampak positif dari
kegiatan, rutinitas harian yang konsisten telah dilaporkan. Kegiatan fisik dan
sosial, menonton dan mendengarkan, bersama dengan penitipan anak telah
mempengaruhi BPSD, terutama perilaku gelisah. Layanan hari dewasa dapat
mendukung dengan kegiatan dan strategi perilaku yang lebih bertarget untuk
pasien dan perawat dalam mengelola BPSD. Latihan, menghilangkan
pengekangan, dan istirahat yang cukup membantu mengurangi perilaku yang
tidak pantas. Kegiatan spiritual dan keagamaan yang penting bagi pasien
membantu untuk tetap terlibat dalam pengamatan ritualistik.
15
pada kemampuan perawatan di pagi hari, dan pelatihan kegiatan sehari-hari.
Salah satu poin pembelajaran adalah berkomunikasi dengan jelas, yang
membantu pasien untuk memahami lingkungan mereka, dan ini menyebabkan
menurunnya rasa frustrasi, kemarahan dan agresi.
2.7 Prognosis
Demensia dikaitkan dengan penurunan yang signifikan dalam harapan hidup
dibandingkan dengan kontrol yang sesuai usia, dengan kelangsungan hidup
rata-rata dari diagnosis mulai dari 4,5 tahun untuk pria dengan tubuh Lewy
atau Parkinsonian demensia hingga 12 tahun untuk wanita dengan penyakit
Alzheimer. BPSD berkorelasi dengan perkembangan demensia yang lebih
cepat dan kematian dini; apakah pengobatan memiliki dampak pada
variabel-variabel ini tidak diketahui (Cloak, 2020).
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18