Oleh:
Anatasia Agatha Yull
CX 065172011
Pembimbing:
dr. A. Fatimah Y.
Supervisor:
dr. Kristian Liaury, Ph.D, Sp.KJ
i
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : XC065172011
Supervisor Pembimbing,
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Hari : Jum’at
Jam : 13.00
Mengetahui,
Supervisor Pembimbing
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PEGESAHAN……………………………………………………………. ii
I. IDENTITAS PASIEN…………………………………………………………………… 1
VIII. PROGNOSIS……………………………………………………………………........11
iv
REFERAT ..........................................................................................................................26
v
LAPORAN KASUS
GANGGUAN ANXIETAS YTT (F41.9)
6
AUTOANAMNESA I (Tanggal 1 Februari 2018)
Pukul : 13.00 WITA, Pasien berada di poli RS UNHAS
Tampak seorang laki-laki dengan wajah sesuai umur, berkumis, perawakan cukup besar,
memakai baju berwarna biru berlengan pendek, celana jeans biru muda dengan robekan di
bagian bawah sebelah kirinya, warna kulit sawo matang, terdapat bekas luka di lengan kanan
pasien, perawatan diri cukup baik.
7
BAGIAN PSIKIATRI REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2018
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT:
SKIZOFRENIA DAN FARMAKOLOGIKAL TERAPI
DISUSUN OLEH:
Anatasia Agatha Yull
C111 13 029
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. A. Fatimah Y.
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Kristian Liaury, Ph.D, Sp.KJ
8
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : XC 065172011
9
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau pecah dan
phren yang berarti jiwa. Terjadi pecahnya/ ketidakserasian antara afek, kognitif, dan perilaku.
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta
disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi
kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul
inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri,
ambivalensi dan perilaku bizar. Kesadaran dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang dikemudian hari. Skizofrenia
adalah gangguan yang berlangsung selama minimal 6 bulan dan mencakup setidaknya 1
bulan gejala fase aktif.1
Pengobatan pasien skizofrenia saat ini sudah mengalami banyak kemajuan. Hal ini
didukung dengan adanya perkembangan dalam terapi psikofarmaka dan psikososial. Target
terapipun sudah berpindah, dari hanya mengendalikan gejala psikosis menjadi perbaikan
fungsi dan sosial serta pekerjaan. Pemberian terapi psikofarmaka pada skizofrenia biasa
diberikan antipsikotik, baik golongan pertama maupun kedua.3
10
BAB II
PEMBAHASAN
Gangguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut
(kronis dan menahun). Oleh karenanya terapi skizofrenia memerlukan waktu relative lama,
berbulan bahkan bertahun. Hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin
kekambuhan (relapse). Perkembangan didalam metode terapi penderita skizofrenia dan juga
penderita psikosis lainnya sudah maju, sehingga penderita tidak lagi mengalami pemasungan
atau perawatan dirumah sakit jiwa. Terapi yang komprehensif dan holistik atau terpadu
dewasa ini sudah dikembangkan sehingga penderita skizofrenia tidak lagi mengalami
diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang
dimaksud adalah:2,3,5
Terapi Farmakologi
11
(chlorpromazine 100mg). Penggolongan yang kedua lebih banyak digunakan terutama pada
praktek sehari-hari untuk kepentingan klinis. Antipsikotik golongan pertama bekerja sebagai
antagonis reseptor dopamine di otak, terutama pada sistem nigrostriatal, mesolimbokortikal
dan tuberoinfundibuler.3
Obat antipsikotik golongan kedua berkerja dengan berikatan pada reseptor serotonin
2A (5-HT 2A) dan dopamine (D2). Mekanisme kerja di jalur dopamine mesolimbic dan
nigrostriatal yang cenderung lemah membuat efek samping pyramidal yang ditimbulkan lebih
rendah dibanding antipsikotik golongan pertama. Namun penelitian yang dilakukan
menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan efektifitas antara antipsikotik golongan pertama
dan kedua, kecuali klozapine sehingga ia dijadikan pilihan pada kasus skizofrenia yang
resisten.3
Fase Akut
Pada fase ini penggunaan obat antipsikotik perlu ditetapkan tujuannya, seperti untuk
mengurangi gejala positif, negatif, ide atau perilaku bunuh diri, perilaku kekerasan atau
agitasi. Sebelum pemberian antipsikotik sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Obat yang biasa diberikan berupa injeksi, yang tersedia baik dari golongan antipsikotik
pertama atau kedua. Obat injeksi antipsikotik pertama yang sering tersedia yaitu haloperidol
dan chlorpromazine. Pemberian antipsikotik golongan pertama sering digunakan untuk
mengatasi agitasi akut dengan kerja obat yang cepat. Namun penggunaan obat golongan
pertama sering timbul efek samping, misalnya dystonia akut dan pemanjangan QTc. Pada
obat injeksi antipsikotik golongan kedua efek samping akut yang mungkin timbul lebih
ringan dibanding golongan pertama. Obat injeksi antipsikotik kedua yang tersedia adalah
sediaan olanzapine dan aripriprazole. Pemberian injeksi yang dilakukan umumnya diberikan
secara intra muscular. Untuk penggunaan obat antipsikotik oral dapat diberikan baik
golongan pertama maupun kedua. Pemberian dosis dimulai dengan dosis rendah yang
kemudian ditingkatkan untuk mendapat dosis terapetik yang sesuai. Pemantauan efek
samping obat juga perlu diperhatikan, evaluasi sekitar 2-4 minggu, agar tidak menimbulkan
efek tidak nyaman.
12
Fase Stabilisasi
Pada fase ini bertujuan untuk mempertahankan remisi gejala, meminimalisasi resiko
atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan
(recovery). Pemberian obat antipsikotik, baik golongan pertama atau kedua, diberikan dengan
dosis efektif minimal. Hal ini ditujukan untuk tetap dapat mengendalikan gejala namun tidak
menimbulkan efek samping sehingga kepatuhan pasien untuk minum obat dapat
dipertahankan. Untuk kasus yang pertama konsensus menyatakan obat antipsikotik pada fase
stabilisasi sebaiknya diberikan selama 2 tahun. Sedangkan pada kasus yang berulang
diberikan hingga 5 tahun.
Obat antipsikotik juga terdapat dalam sediaan injeksi jangka panjang (long acting).
Pemberian obat dalam sediaan ini membantu untuk memastikan bahwa kepatuhan untuk
berobat lebih dapat diawasi dibanding dengan sediaan oral. Saat ini tersedia dari golongan
pertama (fluphenazin dan haloperidol) dan golongan kedua (risperidone dan paliperidone).3
13
Panduan Penggunaan Antipsikotik Pada Skizofrenia3
14
Obat Anti-Psikosis7,8
Stelosis Tab 5 mg
Tab 1,5mg
Lodomer Tab 2 -5 mg
15
2 Clozapine Clozaril Tab 25 – 100mg 150 – 600 mg/h
Remital Tab 5 – 10 mg
Olandoz Tab 5 – 10 mg
Onzapin Tab 5 – 10 mg
16
Vial 9,75mg/1,3ml 7,50mg/ml (im)
dapat diulang tiap 2
jam (max
29,25mg/h)
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai
membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter
pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala
tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan)
dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi
dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau
untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan
sebaiknya dilakukan “lacage lambung” bila obat belum lama dimakan.7
17
Interaksi Obat7
Pengaturan Dosis7
ECT adalah suatu bentuk terapi fisik yang masih sering digunakan oleh psikiater
dengan menggunakan suatu alat yang menghantarkan arus listrik pada elektroda dan dipasang
pada kepala sehingga menyebabkan konvulsi. Semakin banyak ditemukan bukti tentang
efektivitas ECT dalam membantu mengatasi gejala skizofrenia yang tidak respon terhadap
psikoterapi atau antidepresan, namun ECT juga mengundang banyak kontroversi karena efek
samping yang ditimbulkannya.
Efek samping yang sering berhubungan dengan ECT adalah konvulsi, delirium,
gangguan daya ingat, dan aritmia jantung ringan. Kehilangan daya ingat adalah masalahan
utama yang berhubungan dengan ECT. Gangguan daya ingat akibat efek samping ECT pada
pasien skizofrenia.
Daya ingat (memori) adalah proses penyimpanan semua jenis material selama
berbagai periode waktu dan melibatkan bentuk respon yang berlainan. Daya ingat dibagi atas
beberapa jenis antara lain daya ingat segera (immediate memory), daya ingat baru saja (recent
18
memory), dan daya ingat jauh (remote memory). Pasca terapi ECT dapat terjadi gangguan
daya ingat pada kejadian yang baru terjadi, sedangkan ingatan jangka panjang tetap utuh.
Berdasarkan hasil penelitian, ECT dapat menurunkan kemampuan immediate dan recent
memory, dan tidak berpengaruh terhadap remote memory. Kemampuan immediate memory
dapat pulih sebelum 48 jam dan kemampuan recent memory belum dapat pulih setelah 48
jam.
19
BAB III
KESIMPULAN
Dengan pengobatan skizofrenia pasien yang maksimal akan akan didapatkan hasil
yang lebih baik. Sangat penting untuk membawa sedini mungkin anggota keluarga yang
menunjukkan pola pikir, perasaan dan perilaku yang tidak wajar. Dalam pengalaman praktek
sehari-hari masih saja ada salah anggapan (stigma) bahwa orang yang datang berobat ke
psikiater itu pastilah menderita gangguan jiwa, padahal kenyataannya tidaklah demikian.
Bahkan dengan obat jenis anti skizofrenia generasi kedua khasiatnya dapat mengatasi, tidak
hanya terhadap gejala positif skizofrenia tetapi juga fungsi kognitif yang amat penting bagi
penderita agar kembali menjalankan fungsi kehidupannya sehari-hari.
20
DAFTAR PUSTAKA
21