Anda di halaman 1dari 25

A.

PENDAHULUAN
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang jarang didapat namun
progresif oleh karena peningkatan resistensi vaskuler pulmonal
yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh
karena peningkatan afterload ventrikel kanan (1).
Hipertensi pulmonal primer adalah penyakit langka yang tidak
diketahui etiologinya, sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah
komplikasi dari berbagai penyakit paru, jantung dan kondisi
extrathoracic. Penyakit paru obstruktif kronik, disfungsi ventrikel kiri
dan gangguan yang terkait dengan hypoxemia sering mengakibatkan
hipertensi pulmonal (2).
Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda
dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan
dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus
per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit
sampai timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk
hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health; bila
tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau “mean”
tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat atau
lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan
valvular pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung
kongenital dan tidak adanya kelainan paru (1).
Hipertensi pulmonal (Pulmonary hypertension) atau selanjutnya
disebut hipertensi paru adalah jenis penyakit fatal yang menyerang
banyak orang pada usia produktifnya. Angka kejadian
pada perempuan dua setengah kali lipat dibanding laki-laki. Pada
kasus hipertensi paru primer, penyakit ini diturunkan, atau terkait
faktor genetik. Meski diakui, meluasnya penyakit hipertensi paru saat
ini kurang diketahui, namun diperkirakan sekitar 1-2 juta orang per
tahun terdiagnosis menderita penyakit ini. Bahkan, angka yang
sebenarnya diprediksi lebih tinggi mengingat diagnosis penyakit ini
masih minim (3).

A. DEFINISI
Hipertensi pulmonal adalah suatu gangguan kardio-paru
dimana terjadi peningkatan rata-rata tekanan arteri pulmonalis / mean
pulmonary artery pressure (mPAP) ⩾ 25 mmHg saat istirahat, yang
dapat menyebabkan gagal jantung kanan dan akhirnya kematian.
Tekanan arteri pulmonalis tinggi tersebut terjadi karena saluran (arteri
pulmonalis) yang membawa darah dari jantung ke paru
menyempit/menebal, sehingga jantung kanan harus bekerja ekstra
keras untuk memompa darah tersebut menuju paru (4, 5).
Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer
dan sekunder. Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal
yang tidak diketahui penyebabnya sedangkan hipertensi pulmonal
sekunder adalah hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh kondisi
medis lain.

B. ETIOLOGI
Hipertensi pulmonal sebelumnya dibagi menjadi 2 kategori,
hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder,
berdasarkan etiologi diidentifikasi.
1. Group 1, pulmonary arterial hypertension (PAH) dengan 2 sub-
kelompok
a. Subgroup 1, pasien dengan sporadic dan keluarga hipertensi
arteri pulmonal idiopatik (IPAH)
b. Subgroup 2, kondisi yang diketahui lokalisasi lesi kecil arteriola
paru, termasuk penyakit pembuluh darah kolagen (scleroderma
/ Crest sindrom), congenital kiri ke kanan shunts,
portopulmonary hipertensi, paru terkait HIV hipertensi,
hipertensi paru-paru bayi baru lahir, dan obat diinduksi
(misalnya anorexigens) hipertensi pulmonal.
2. Group 2, hipertensi vena pulmonal: Kelompok ini terdiri dari infark
sisi kiri dan penyakit katup dan ekstrinsik kompresi dari pembuluh
darah paru (misalnyatumor) dan paru-paru penyakit veno-oklusi.
3. Group 3, hipertensi pulmonal yang terkait dengan penyakit paru-
paru dan / atau hypoxemia: Kelompok ini terdiri dari penyakit yang
menyebabkan oksigenasi arteri tidak memadai. 3 kelompok utama
adalah yang disebabkan oleh penyakit paru-paru (misalnya,
PPOK, penyakit paru-paru interstisial), gangguan pernapasan
(misalnya, OSA, alveolar hipoventilasi gangguan), dan
jangka panjang paparan ketinggian tinggi.
4. Group 4, hipertensi paru kronis akibat thrombotic dan / atau
penyakit emboli, dengan 2 sub-kelompok
a. Subgroup 1, kronis hipertensi trotromboemboli paru (CTEPH)
dari proksimal arteri.
b. Subgroup 2, embolisms paru-paru distal dalam arteri, yang
mungkin disebabkan oleh thrombosis, tumor, parasit, in situ
thrombosis, atau penyakit sel sabit.
5. Group 5, hipertensi pulmonal akibat efek langsung pembuluh
darah paru: kelompok ini terdiri dari penyakit radang paru
mempengaruhi pembuluh darah termasuk schitosomiasis,
sarcoidosis, histocytocic X, dan fibrosing mediastinitis (1).

C. PATOFISIOLOGI
Pada Hipertensi Pulmonal Primer (HPP), vaskuler paru adalah
target eklusif penyakit, meskipun patogenesisnya masih spekulatif.
Dunia luas mendukung teori bahwa orang-orang tertentu memiliki
predisposisi untuk terjadinya hipertensi pulmonal primer (IPAH),
dimana pada orang tersebut beberapa rangsangan dapat mengawali
berkembangannya arteriopati, remodeling dinding vaskuler,
vasokonstriksi dan trombosis insitu. Hanya sebagian kecil kelompok
dengan resiko tinggi (Penyakit vaskuler kolagen, hipertensi portal,
infeksi HIV dan obat-obat penekan nafsu makan) dapat menimbulkan
gambaran klinis yang sama dengan HPP.
Kejadian HPP dalam suatu keluarga menunjukan kepekaan
genetik. Bentuk kelainan bawaan adalah autosomal dominan dengan
ratio wanita dan pria 2 banding 1. Meskipun melibatkan gen dalam
familial HPP belum dapat diidentifikasi, kemungkinan lokasi pada
tangan panjang dari kromosom 2 q31. Vasokonstriksi dan hipertrofi
media terjadi pada awal HPP. Keadaan ini adalah sekunder terhadap
kerusakan sel endotel, yang menyebabkan berkurangnya produksi
“endothelium drived vasodilator” atau meningkatkan vasokonstriktor.
Kerusakan saluran ion pada sel otot polos arteri pulmonalis
berperanan penting dalam regulator kontraksi dan proliferasi otot
polos vaskuler. Vasokonstriksi akan diikuti oleh proliferasi dan fibrosis
intima, trombosis insitu, dan perubahan fleksogenik. Peningkatan
ekspresi vaskuler endothelial growth factor (VEGF), suatu mitogen sel
endotel spesifik yang dihasilkan oleh makrofak dan otot polos
vaskuler, berperan dalam remodeling vaskuler.
1. Ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktif
a. Prostasiklin dan Tromboksan A2
Prostasiklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam
arakidonat utama selsel endotel dan sel-sel otot polos. Prostasiklin
merupakan vasodilator poten, menghambat agregasi trombosit
dan antiproliferatif, sedangkan tromboksan A2 merupakan
vasokonstriktor poten. Pada hipertensi pulmonal keseimbangan
kedua molekul ini lebih banyak pada tromboksan A2. Prostasiklin
sintase adalah enzim yang merangsang produksi prostasiklin,
jumlahnya menurun pada arteri-arteri pulmonal pada pasien
hipertensi pulmonal terutama HPP.
b. Endotelin-1
Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu vasokonstriktor poten dan
memiliki aktifitas mitogenik pada sel-sel otot polos arteri.
Peningkatan kadar ET-1 plasma dan dinding vaskuler pada pasien
IPAH. Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu asam amino peptide yang
dihasilkan oleh enzim konverting endothelium pada sel-sel
endotel. Kadar endotelin meningkat pada pasien PAH dan
klirennya berkurang pada vaskuler paru. Endotelin beraksi pada 2
reseptor yang berbeda. Reseptor ETA pada sel otot polos
vaskuler dan Reseptor ETB pada sel otot polos vaskuler dan sel
endotel vaskuler paru. Kedua reseptor menyebabkan proliferasi
sel otot polos vaskuler. Kadar ET-1 Plasma berkorelasi dengan
beratnya PAH dan prognosis.
c. Nitrik Oksida
Nitric oxide (NO) adalah vasodilator poten, penghambat
aktivasi platelet dan penghambat proliferasi sel otot vaskuler. NO
dihasilkan sel endotel dari arginin oleh NO sintase, menimbulkan
efek vasodilatasi melalui mekanisme yang komplek dengan
cGMP. cGMP mengaktifkan cGMP kinase, menyebabkan
terbukanya kanal K+ membran sel, sehingga ion K+ keluar,
membran depolarisasi dan menghambat kanal Ca2+. Menurunnya
Ca2+ masuk dan menurunnya pelepasan Ca2+ sarkoplasma
menyebabkan vasodilatasi. Phosphodiesterase-5 (PDE-5), salah
satu enzim PDE yang memecah cGMP. Pasien dengan HPP
terbukti menurunnya NO sintase, sehingga timbul vasokonstriksi
dan proliferasi sel. NO berkontribusi dalam menjaga fungsi dan
struktur vaskuler dalam keadaan normal.
d. Serotonin
Serotonin (5-hydroxytryptamine=5-HT) adalah vasokonstriktor
yang meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos.
Peningkatan serotonin plasma telah dilaporkan pada pasien HPP,
yang menyebabkan vasokonstriksi. Mekanisme seretonergik yang
berimplikasi pada PAH. Konsumsi dekfenfluramin, terjadi
peningkatan release serotonin dan terhambat reuptake oleh
platelet.
e. Adrenomedulin
Adrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis,
meningkatkan aliran darah paru dan disintesa sel-sel paru normal.
Kadar dalam plasma meningkat pada pasien HPP, kadar
adrenomedulin plasma berkorelasi dengan tekanan rata-rata
atrium kanan, tahanan vaskuler paru, dan tekanan arteri paru rata-
rata.
f. Vasoactive Intestinal Peptide
Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) merupakan vasodilator
sistemik poten, menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan
vaskuler pulmonal pada rabbit dan manusia, juga menghambat
aktifasi platelet, dan proliferasi sel otot polos. Studi baru baru ini
melaporkan penurunan kadar VIP pada pasien HP.
g. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
Hipoksia akut dan kronik, produksi VEGF meningkat dan yang
mana reseptornya, VEGF reseptor-1 dan VEGF-2 pada paru-paru.

2. Hubungan Dengan Lingkungan


a. Hipoksia
Hipoksia menginduksi vasodilatasi vena-vena sistemik tetapi
menginduksi vasokonstriksi pada vaskuler paru. Respon vaskuler
paru terhadap hipoksia berbeda dengan sirkulasi sistemik untuk
mengoptimalkan hubungan antara ventilasi dan perfusi. Hipoksia
akut diregulasi oleh produk-produk endotel (seperti endotelin-1
dan serotonin) dan memediasi perubahan aktivitas kanal ion pada
selsel otot polos arteri paru. Hipoksia akut menyebabkan
perubahan yang reversible pada tonus vaskuler paru, sedangkan
hipoksia kronik menyebabkan remodeling struktur, proliferasi sel-
sel otot polos vaskuler, migrasi dan peningkatan deposisi matrik
vaskuler.
b. Anoreksigen
Hubungan antara anoreksigen dan hipertensi pulmonal
awalnya diobservasi pada tahun 1960an saat epidemik HPP di
Eropa karena pemakaian aminorex fumarate. Studi hipertensi
(IPPHS) mendemonstrasikan hubungan kuat antara HAP dan obat
anoreksik. Derifat Fenfluramine adalah suatu inhibitor poten
uptake serotonin (5-HT). Aminorex fumarate (2-amino-5-phenyl-2-
Oxazoline, derivat katekolamin), aksinya meliputi pelepasan
norepinephrine pada ujung saraf bebas dan meningkatkan kadar
serotonin serum. Sehingga terjadi proliferasi atau pertumbuhan
sel-sel otot polos arteri paru. Penggunaan obat ini meningkatkan
kasus HPP, tergantung dosis dan lama pemakaian.
c. Methamphetamine dan Cocaine
Methamphetamine dan cocain dilaporkan meningkatkan insiden
hipertensi pulmonal. Pada studi autopsi 20 perokok cocain berat, 4
(20%) paru menunjukkan hipertropi medial arteri paru. Mekanisme
terjadinya hipertrofi arteri ini masih belum jelas.

3. Hubungan Dengan Kelainan Genetik


2 gen dalam kelompok reseptor famili TGF-b mempunyai
hubungan yang kuat dengan familial hipertensi pulmonal. Gen
bone morphogenetic receptor type 2 (BMPR2), memodulasi
pertumbuhan sel-sel vaskuler dengan mengaktivasi jalur
intraseluler. Dalam keadaan normal BMP menekan pertumbuhan
sel otot polos vaskuler. Lebih dari 45 mutasi yang berbeda
BMPR2 telah diidentifikasi pada familial hipertensi arterial
pulmonal. BMPR2 adalah suatu komponen reseptor pada sel otot
polos vaskuler heteromerik, bagian dari transforming growth
factor. Mutasi eksonik pengkodean gen BMPR2, yang
berpengaruh pada suatu aberasi transduksi sinyal pada sel otot
polos vaskuler paru sehingga menimbulkan proliferasi sel. Mutasi
BMPR2 telah diidentifikasi 50%-90% pasien dengan diagnosis
HAPF, 25% pada pasien HPP dan 15 % pada pasien HAP
sehubungan penggunaan fenfluramine. Jenifer R et al
menemukan bahwa 27 % pasien HPP dengan mutasi BMPR2. R.
Souza et al, 2008, pasien dengan mutasi BMPR2 signifikan lebih
cepat timbul gejala dibandingkan dengan tanpa mutasi BMPR2
(5).

D. FAKTOR RESIKO
Dari klasifikasi yang telah digambarkan pada etiologi jelas
bahwa berbagai faktor resiko dapat berkembang menjadi hipertensi
pulmonal berat dan oleh karenanya dapat dianjurkan skrining dari
bagian populasi terpilih untuk terjadinya hipertensi pulmonal atau
penyakit vascular pulmonal.

E. GEJALA KLINIK
Hipertensi pulmonal sering muncul dengan gejala nonspesifik.
Gejala-gejala ini seringkali sulit untuk dipisahkan sehubungan dengan
penyebab apakah dari paru atau dari jantung (primer atau sekunder).
Gejala yang paling umum adalah dyspnea, kelelahan, dan sinkop
yang merefleksikan ketidakmampuan untuk meningkatkan curah
jantung selama aktivitas. Mekanisme tidak jelas, tetapi nyeri dada
angina mungkin disebabkan oleh peregangan arteri pulmonalis atau
iskemia ventrikel kanan.

F. DIAGNOSIS (5)
Untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal, dokter dapat melakukan satu
atau lebih tes untuk mengevaluasi kerja jantung dan paru pasien. Hal
ini termasuk X-ray didaerah dada untuk menunjukkan pembesaran
dan ketidaknormalan pembuluh paru-paru, echocardiogram yang
menunjukkan visualisasi jantung, mengukur besar ukuran jantung,
fungsi dan aliran darah, dan mengadakan pengukuran tidak langsung
terhadap tekanan pembuluh paru.
a. Pemeriksaan non invasive
Pertama kali memcurigai hipertensi pulmonal primer, harus
lakukan pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk
mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal, disamping
untuk menentukan beratnya atau prognosis. Baru-baru ini suatu
consensus merekomendaasikan pemeriksaan untuk hipertensi
pulmonal primer, yaitu:
1) Ekokardiografi
Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal,
untuk diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi.
Ekokardiografi adalah modalitas diagnostic untuk evaluasi
atau eklusi penyebab hipetensi pulmonal sekunder (seperti
gagal ventrikel kiri, penyakit jantung katup, penyakit jantung
congenital dengan shunt sistemik pulmonal dan disfungsi
diastolic ventrikel kiri). Ekokardiografi saja tidak cukup adekuat
untuk konfirmasi definitive ada atau tidaknya hipertensi
pulmonal, untuk itu direkomendasikan untuk kateterisasi
jantung.
2) Tes Berjalan 6 menit
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk
keterbatasan fungsional pasien HP adalah dengan tes
ketahanan berjalan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai
pengukur kapasitas fungsional pasien dengan sakit jantung,
memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan
secara luas dalam penelitian untuk evaluasi pasien HP yang
diterapi. 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian.
3) Tes latihan Kardiopulmonal (CPET)
Suatu tes noninvasive. Pemeriksaan ini juga prognostik yang
signifikan, karena mengukur performen kardiovaskuler dan
ventilator saat aktifitas. Menariknya, tekanan darah sistolik
menunjukan prediktor independen kematian pasien HP yang
tidak diobati, dengan SBP < 120 mmHg berkorelasi dengan
kematian yang tinggi dibandingkan dengan SBP > 120 mmHg.
Miyamota and colleagues membandingkan kedua cara
penilaian diatas 6MWT dan CPET dalam suatu kohor 27
pasien HPP, mereka menemukan suatu korelasi yang bagus
antara konsumsi oksigen maksimum dan ketahanan 6MWT.
Maka meskipun 6MWT tes latihan yang submaksimal, tetapi
ditoleransi oleh mayoritas pasien HPP dan berkorelasi dengan
tes latihan maksimal. Pada pasien dengan HAP, CPET dapat
mengukur beratnya HAP dengan menilai gangguan
kardiovaskuler dan inefisiensi ventilasi. Penurunan konsumsi
oksigen (peak VO2) dan meningkatnya inefisiensi ventilasi
adalah proporsi beratnya HP, merefleksikan ketidakmampuan
pasien HAP secara adekuat meningkatkan aliran darah paru
selama aktifitas.
4) Tes Fungsi Paru
Pengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat istrahat, volume
ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum
(MVV), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar
efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen penting
dalam pemeriksaan HP, yang dapat mengidentifikasi secara
signifikan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor
kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara
kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan
penurunan volume paru pada HP.
5) Radiografi Toraks
Karena radiografi torak adalah noninvasif dan tidak mahal,
pasien dengan sesak yang tidak jelas biasanya di skrining
dengan radiografi torak. Ro torak sama pentingnya sebagai
first-line tes skrining pada pasien PAH untuk melihat
penyebab sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan
kongesti vena-vena paru. Hampir 85 % terdapat kelainan
Radiografi torak pada HP, seperti pembesaran ventrikel kanan
dan/atau atrium kanan, dilatasi arteri pulmonal. Tapi tidak
biasanya abnormalitas yang spesifik pada HPP.
6) Elektrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering
menunjukan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain
ventrikel kanan, dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga
memiliki nilai prognostik. Kelainan EKG saja bukanlah
indikator yang sensitif untuk penyakit vaskuler paru.
Penggunaan perubahan EKG sebagai marker progresi
penyakit dan atau respon terapi belum ada dilaporkan.
7) CT Scan Resolusi Tinggi
CT scan dilakukan hanyalah untuk membedakan apakah
primer atau sekunder. Tanpa zat kontras, untuk menilai
parenkim paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau penyakit
interstisial. Dengan zat kontras untuk deteksi dan atau melihat
penyakit tromboemboli paru.

b. Pemeriksaan Invasif
1) Tes Latihan Kardiopulmonal (CPET)
Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik
pulmonal adalah gold standard untuk konfirmasi PAH. Dengan
definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan PAP 25 mHg pada
saat istrahat, atau 􀎵 30 mmHg pada saat aktifitas. Kateterisasi
membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti
penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk
prognostik hipertensi pulmonal. Tabel 5. Pengukuran
Kateterisasi Jantung Kanan Pada Pasien PAHkutip 10
Hemodinamik adalah prognostik untuk HPP, nilai prognostik
pengukuran hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka
harapan hidup 50 bulan bila tidak mendapat terapi vasodilator,
sedangkan bila RAP 20 mmHg harapan hidupnya kurang dari 3
bulan.
2) Tes Vasodilator
Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi
pasien HAP, pasien yang respon dengan vasodilator terbukti
memperbaiki survival dengan menggunakan blok kanal kalsium
(CCB) jangka panjang. Definisi respon (European Society of
Cardiology consensus) adalah penurunan rata-rata tekanan
arteri pulmonal paling < 10 mm Hg dengan peningkatan kardiak
output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan
apakah pasien bisa diterapi dengan CCB oral. Rich et al 1992,
mempelajari 64 pasien HPP dengan nifedipin oral (20 mg) atau
diltiazem (60 mg), penurunan 20% mPAP dan PVR. Groves et
al, 1993, mempelajari respon akut epoprostenol iv pada 44
pasien HPP, peningkatan 14% HR, 5% penurunan mPAP, 47%
penigkatan CO, dan 32% penurunan PVR. Respon dengan
epoprostenol iv juga dapat memprediksi respon dengan CCB
oral. Sitbon et al mengevaluasi 35 pasien terhadap respon
vasodilator epoprostenol iv, penurunan 30% PVR. Sitbon 1998,
melaporkan hasil tes NO inhalasi (10 ppm) 33 pasien,
penurunan mPAP dan PVR 20%. 10 dari 33 pasien yang
respon akut positif juga respon dengan CCB, pasien yang tidak
respon akut dengan NO juga tidak respon dengan CCB.
3) Biopsi Paru
Jarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien hipertensi
pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila pasien yang diduga
HPP, dengan pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis
definitif.

c. Pemerikasaan Laboratorium
Pasien-pasien yang diduga hipertensi pulmonal harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium standar untuk dispnea, yang meliputi
pemeriksaan analisa gas darah, pemeriksaan kimia dan darah
lengkap. Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada pasien dengan
faktor resiko. Dilaporkan bahwa hipertensi pulmonal sehubungan
dengan infeksi HIV 100 kali lebih sering dibandingkan dengan
HPP. Tes fungsi hati juga harus dilakukan untuk eklusi suatu
hipertensi portopulmonal disamping untuk pemberian terapi.
Biomarkers
Biomarker serum yang telah dipelajari dalam menilai prognosis
HPP adalah atrial naturetic peptide (ANP), brain naturetic peptide
(BNP), dan katekolamin. Nagaya dan kolega mempelajari 63
pasien HPP antara 1994-1999; ANP dan BNP plasma rendah
pada kontrol dan meningkat sesuai fungsional klas pada pasien
dengan HPP. ANP dan BNP juga berkorelasi dengan mRAP,
mPAP, CO, and TPR. Penelitian tambahan, setelah 3 bulan terapi
dengan prostasiklin, 53 pasien terjadi penurunan BNP yang
berkorelasi dengan penurunan RVEDP dan TPR.

G. KOMPLIKASI (6)
Hipertensi pulmonal dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan lainnya jika tidak segera ditangani. Beberapa komplikasi
yang dapat muncul adalah:
1. Aritmia atau gangguan irama jantung, hal ini terjadi karena jantung
bekerja keras memompa darah melalui pembuluh darah yang
tersumbat. Kondisi ini dapat menimbulkan gejala berupa sakit
kepala, jantung berdebar, dan pingsan, bahkan dapat berakibat
fatal.
2. Pembesaran dan gagal jantung kanan (cor pulmonale), kondisi ini
juga diakibatkan oleh jantung yang harus bekerja keras untuk
memompa darah melewati pembuluh darah paru-paru yang
tersumbat atau menyempit.
3. Penggumpalan darah, gumpalan darah yang dapat terbentuk pada
aliran darah yang menyempit sehingga semakin membuat
pembuluh darah menyempit.
4. Pendarahan pada paru-paru, kondisi ini dapat membahayakan
nyawa, dengan gejala berupa batuk berdarah.
H. PENATALAKSANAAN

Gambar 1 : Algoritma diagnosis Hipertensi pulmonal (1)


Gambar 2 : pengukuran secara umum pengobatan Hipertensi Pulmonal menurut Mclaughlin
dan McGoon (1)
Gambar 3: Algoritma Pengobatan Hipertensi Pulmonal menurut Mclaughlin dan McGoon (1)
I. TERAPI TANPA OBAT (7)
sebagian penderita hipertensi pulmonal dapat menjalani prosedur
operasi untuk mengatasi gejala yang terjadi. Operasi yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Endarterektomi paru, tindakan ini dilakukan untuk menghilangkan
gumpalan darah di arteri pulmonal. Prosedur ini dilakukan pada
penderita hipertensi pulmonal dan emboli paru.
2. Ballon pulmonary angioplasty, prosedur ini dilakukan untuk
mengembalikan kelancaran aliran darah ke paru-paru. Pada
prosedur ini, balon kecil ditempatkan dan dikembangkan beberapa
saat pada arteri untuk membuka hambatan aliran darah di arteri
pulmonal.
3. Septostomi atrium, dilakukan untuk mengatasi gejala yag tidak
dapat dikendalikan dengan pemberian obat. Pada prosedur ini,
dokter melakukan bedah jantung terbuka untuk membuat celah
antara serambi kiri dan kanan jantung untuk melonggarkan
tekanan pada sisi kanan jantung, dengan demikian jantung dapat
memompa darah secara lebih efisien. Namun, prosedur ini dapat
menimbulkan komplikasi serius, misalnya gangguan irama jantung
(aritmia)
4. Transplantasi paru-paru atau jantung-paru, jika hipertensi pulmonal
sudah sangat parah, maka pulihan yang dapat dilakukan adalah
transplantasi. Resiko terbesar dari transplantasi adalah penolakan
terhadap organ yang ditransplantasi sehingga terjadi reaksi
peradangan yang serius.

J. TERAPI OBAT (7)


Obat untuk hipertensi pulmonal merupakan obat-obatan yang
bertugas mengurangi tekanan darah pada paru-paru. Obat tersebut
digunakan untuk menangani hipertensi paru-paru dengan mekanisme
yang berbeda-beda untuk mengurangi tekanan darah arteri paru-paru.
Obat untuk hipertensi pulmonal meliputi :
1. Pengobatan Utama
a. Fosfodiesterase Inhibitor. Sildenafil (revatio, Viagra) dan
taladafil (cialis, adcirca), sildenafil bekerja dengan merelaksasi
dinding arteri sehingga menyebabkan penurunan resistensi dan
tekanan arteri dan pada akhirnya akan mengurangi beban kerja
dari ventrikel kanan jantung dan memperbaiki gejala gagal
jantung.
b. Prostacyclins. Beraprost, Iloprost.

2. Pengobatan Tambahan
a. Calcium Channel Blockers dosis tinggi. Obat-obatan ini
membantu merilekskan otot pada dinding pembuluh darah,
meliputi Amlodipin (Norvasc), diltiazem (Cardizem, Tiazac) dan
nifedipine (Adalat, Procardia). Calcium Channel Blockers
bekerja efektif, namun hanya beberapa orang dengan
hipertensi paru yang merespon obat-obatan ini.
b. Diuretik. Obat-obatan ini dapat mengeluarkan kelebihan cairan
pada tubuh dan mengurangi jumlah beban kerja pada jantung.
Diuretic juga bisa digunakan untuk membatasi menumpuknya
cairan pada paru.
c. Antikoagulan. Obat ini dapat membantu mencegah
pembekuan darah pada arteri kecil paru-paru. Karena
mencegah pengentalan darah, antikoagulan meningkatkan
resiko komplikasi pendarahan.
d. Digoxin, untuk membantu fungsi pompa jantung
e. Oksigen, digunakan terutama untuk pasien dengan saturasi
oksigen dalam darah < 90
K. FORMULARIUM (8)
1. Sildenafil
Mekanisme kerja
Dengan merelaksasikan dinding arteri sehingga menyebabkan
penurunan resistensi dan tekanan arteri dan pada akhirnya akan
mengurangi beban kerja dari ventrikel kanan jantung dan
memperbaiki gejala gagal jantung.

Farmakokinetik
Sildenafil dengan dosis yarian yang direkomendasikan sebesar 25-
100 mg/hari memberikan onset sekitar 1 jam dengan durasi kerja
yang pendek. Absorpsi sildenefil berkurang secara signifikan dari
saluran cerna dengan adanya bahan makanan berlemak. Semua
inhibitor fosfodiesterase dikatabolisme melalui hati oleh enzim
sitokrom P450 3A4 dan sebagian kecil melalui isoenzim lain pada
enzim sitokrom tersebut. Sildenefil dieksresikan terutama melalui
feses dan sebagian kecil melalui urin.

Interaksi
Penggunaan bersamaan dengan senyawa nitrat organic dapat
mengakibatkan hipotensi berat

Kontraindikasi
Meningkatkan efek hipotensif pada pasien yang sedang dalam
terapi senyawa organonitrat, hipersensitif, pasien dengan resiko
serangan jantung.

Efek samping
Sakit kepala, wajah pucat, dyspepsia, Infark miokard, henti
jantung, aritmia ventrikulus,
2. Beraprost (Dorner)
Mekanisme kerja
Bekerja sebagai vasodilator yang menurunkan curah jantung dan
ini mengurangi beban ventrikel kanan, menghambat progresivitas
gagal jantung kanan, memperbaiki toleransi olahraga dan
meningkatkan harapan hidup.

Farmakokinetik
Tmax : 1,42 jam
Cmax : 0,44 ng/mL
T1/2 : 1,11 jam
Konsentrasi plasma max : 0,3-0,5 ng/mL
Metabolism :sedikit dimetabolisme oleh
CYP2C8 dan tidak dimetabolisme
oleh isoform CYP lainnya
Eksresi : diekskresikan melalui urinsebagai
konjugat glukuronida

Peringatan
Meningkatkan resiko perdarahan pada kondisi menstruasi,
pengobatan sebaiknya dihentikan jika terjadi efek samping yang
bermakna secara klinis, lansia, menyusui, anak

Interaksi
Meningkatkan resiko perdarahan pada penggunaan bersama
dengan antikoagulan (misalnya warfarin), antiplatelet (misalnya
asetosal, tiklodipin), fibrinolitik (misalnya urokinase), peningkatan
efek penurunan tekanan darah pada penggunaan bersama dengan
golongan prostaglandin I2.
Efek samping
Perdarahan, syok, pneumonia interstisial, gangguan fungsi hati,
angina pectoris, infark miokard, reaksi hipersensitivitas, sakit
kepala, pusing, hot flushes, diare, mual, nyeri abdomen, anoreksia,
peningkatan bilirubin, AST, ALT, LDH, trigliserida.

Dosis
Dosis awal 60mcg sehari dalam 3 dosis terbagi, sesudah makan,
dapat ditingkatkan hingga maksimum 180 mcg dalam 3-4 dosis
terbagi.

3. Iloprost (Ventavis)
Mekanisme kerja
Sebagai vasodilator yang bekerja mengendurkan dan melebarkan
pembuluh darah (arteri) di paru-paru untuk memudahkan aliran
darah.

Farmakokinetik
Cmax : 100-200 pg/mL
Distribusi : volume distribusi steady-state setelah infuse IV:
0,7-0,8 L/kg, pengikatan protein : 60% terutama
albumin.
Metabolism :dimetabolisme terutama menjadi tetranor-iloprost
melalui ß-oxidation rantai samping karboksil.
Eksresi : 80% diekresikan di urin, 20% dalam empedu

Peringatan
Hipertensi paru tidak stabil dengan gagal jantung kanan yang
lanjut, hipotensi, infeksi paru akut, kerusakan hati, gagal ginjal
yang memerlukan dialysis.
Interaksi
Heparin, kumarin, asam asetilsalisilat, AINS, tiklodipin, klopidogrel,
dan glikoprotein IIb/IIIa antagonis

Kontaindikasi
Kehamilan dan menyusui, ulkus peptic aktif, perdarahan
intracranial, penyakit jantung koroner berat atau angina tidak stabil,
infark miokard dalam 6 bulan terakhir, gagal jantung
dekompensasi, aritmia berat.

Efek samping
Sakit kepala, vasodilatasi, peningkatan batuk, mual, nyeri
rahang/trimus, pusing, hipotensi, sinkop, dispnea, diare, iritasi
mulut dan lidah, ruam kulit,

Dosis
Melalui inhalasi 2,5-5 mcg, 6-9 kali sehari, dapat ditambah
tergantung respond an tolerabilitas

L. DAFTAR PUSTAKA
1. Trenton D, Nauser MD. Diagnosis and Treatment of Pulmonary
Hypertension. http//www.American family physician.com. diakses
Desember 2018.
2. Hipertensi Pulmonal. http//www.dpress.com/2009/02/01/. Diakses
Desember 2018
3. Sudoyo Aru W dkk.Hipertensi Pulmonal Primer Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta. 2007
4. Jutant EM. Pulmonary hypertension: definition, classification and
treatments [abstract]. Medline 2016;2:53-64
5. https://manafners.files.wordpress.com/2011/05/hipertensi-
pulmonal.doc
6. Komplikasi dan pencegahan hipetensi pulmonal.
https://www.alodokter.com/hipertensi-pulmonal/komplikasi-
pencegahan. diakses pada desember 2018.
7. Yayasan Hipertensi Paru Indonesia. Pengobatan Hipertensi Paru.
https://www.hipertensiparu.org/pengobatan-hipertensi-paru.
diakses pada Desember 2018
8. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Informatorium Obat
Nasional Indonesia. Sagung Seto, Jakarta.
TUGAS MATA KULIAH
FARMASI RUMAH SAKIT
“HIPERTENSI PULMONAL”

OLEH

VEVI
NPM 2018000110
KELAS C

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
2018

Anda mungkin juga menyukai