Anda di halaman 1dari 15

Abstrak

Pendahuluan
Tuberkulosis paru (TB) BTA negatif atau Smear-Negative Pulmonary
Tuberkulosis (SNPT) merupakan 30-60% dari semua kasus TB paru. Angka
kematian pada pasien ini dapat mencapai sekitar 25% pada populasi dengan
angka kejadian infeksi HIV yang tinggi dan 10-20% kematian akibat TB
disebabkan oleh TB paru BTA negatif ini.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat retrospekif yang bertujuan untuk
menilai karakteristik pasien BTA negatif berdasarkan gambaran epidemiologi,
klinis, dan radiologi serta membandingkannya dengan pasien yang didiagnosis
sebagai TB paru BTA positif. Semua pasien dewasa yaitu berumur diatas 18 tahun
dengan kultur positif untuk Mycobacterium tuberkulosis dan didiagnosis dengan
TB paru dimasukkan sebagai sampel dalam penelitian ini
Hasil
Sebanyak 198 pasien yang memenuhi kriteria inklusi (kultur untuk mycibacterium
tuberkulosis positif) dan dimasukkan dalam penelitian untuk dianalisis, dari 198
pasien 69 pasien (34.8%) adalah BTA positif/ Smear-Positive Pulmonary
Tuberculosis (SPPT) dan 129 pasien (65.2%) adalah pasien TB dengan BTA
negatif (SNPT). Pada analisis univariat, batuk, dispnea, dan hemoptisis adalah
gejala yang jarang terjadi pada pasien dengan BTA NEGATIF dibandingkan
pasien dengan SPPT. Pada analisis mulivariat tidak adanya gejala batuk dan
gambaran radiologi yang tidak khas meupakan karakteristik independen terkait
dengan diagnosis BTA NEGATIF.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini didapatkan prevalensi BTA Negatif, tinggi diantara
pasien TB didaerah dengan angka pevalensi infeksi TB dan HIV yang tinggi.
Tidak adanya batuk dan gambaran radiologi yang tidak khas dapat dijadikan salah
satu pediktor untuk BTA NEGATIF.

Pendahuluan
Tuberkulosis Paru (TB) masih menjadi salah satu penyakit menular yang paling
umum terjadi di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kedua kematian
terbanyak dibidang infeksi setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Brazil
berada diperingkat 16 diantara 22 negara dengan beban infeksi yang tinggi yang
secara kolektif menjadi penyebab 80% dari kasus Tb secara global, dengan
kejadian 33,5 kasus /100.000 penduduk/tahun pada tahun 2014. Kota Porto Alegre
memiliki insiden tertinggi TB di Negara tersebut yaitu sekitar 99,3 kasus/ 100.000
penduduk/tahun pada tahun 2014, dan terdapat sekitar 28,0% dari pasien TB
tersebut koinfeksi dengan HIV [2].
Untuk mendiagnosis TB, World Health Organization (WHO) telah
merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mendeteksi
basil tahan asam (BTA), namun pemeriksaan ini tidak sensitif dan hanya sekiar
57% dari kasus baru TB paru yang dilaporkan adalah BTA positif [1]. Kultur
sputum untuk M.tb memiliki hasil diagnostik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pemeriksaan mikroskopis namun ia lebih memakan waktu yang lama yaitu
sekitar 2-8 minggu sehingga ia kurang efisien untuk mendiagnosis TB secara dini.
Oleh karena itu, pengobatan TB sering diberikan secara empiris berdasarkan
kriteria gajala klinis sehingga dapat mengurangi biaya yang tidak diperlukan dan
toksisitas obat.
Kejadian Tuberkulosis paru dengan BTA negatif (SNPT) sekitar 30-60%
dari semua kasus TB paru [4]. Di Brazil, 24-30% dari kasus TB paru pada orang
dewasa adalah kasus BTA NEGATIF dengan angka mortalitas dapat mencapai
25% pada populasi dengan angka kejadian infeksi TB dan HIV yang tinggi yang
mana sebagian besar terkait dengan keterlambatan diagnosis TB [5,6,7].
Selanjutnya, meskipun BTA-positif memiliki tingkat penularan yang tinggi,
namun 10-20% dari penularan TB disebabkan oleh kasus BTA NEGATIF.
Sebanyak mungkin pasien harus didiagnosis dengan benar dan cepat agar
dapat memulai pengobatan BTA NEGATIF sedini mungkin. Namun demikian,
pengobatan yang diberikan tanpa adanya penyakit TB haruslah dihindari. Dengan
2

tidak adanya alat diagnostik TB yang cepat, sederhana, dan akurat untuk BTA
NEGATIF sehingga gambaran klinis yang signifikan yang mendukung
pendiagnosisan BTA NEGATIF haruslah diperhatikan khususnya pada daerah
dengan angka kejadian TB dan HIV yang tinggi. Tujuan utama penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi kejadian dan karakteristik epidemiologi, gambaran
klinis, dan penemuan radiologis dari pasien BTA NEGATIF atau TB paru BTA
negatif dan membandingkan dengan pasien dengan BTA positif atau SPPT.
Metode Penelitian
Desain dan lokasi penelitian
Kami melakukan penelitian retrospektif untuk mengevaluasi epidemiologi,
gambaran klinis, dan gambaran radiologi pasien dengan BTA NEGATIF dan
membandingkannya dengan pasien yang didiagnosis SPPT. Penelitian ini
dilakukan di Rumah Sakit de Clinicas de Porto Alegre (HCPA), sebuah rumah
sakit umum, rumah sakit tersier, dan rumah sakit pendidikan yang memiliki 750
tempat tidur dan dapat mencapai 29.000 pasien rawat inap setiap tahunnya.
Rumah sakit ini merupakan pusat rujuan untuk penyakit HIV di Brazil bagian
Selatan. Komite etik Rumah Sakit de Clinicas de Porto Alegre telah mengizinkn
untuk mengakses data pasien pada tanggal 22 Januari 2013. Kerahsiaan pasien
tetap dijaga.
Subjek penelitian dan Pengumpulan Data
Semua pasien TB Paru dewasa (> 18 tahun) dengan kultur Mycobacterium
tuberkulosis positif selama periode penelitian yaitu bulan Januari 2013-Juni 2015.
Pasien yang diinklusikan ke penelitian hanya pasien yang telah didiagnosis Tb
paru berdasarkan pedoman tuberkulosis untuk brazil, dan hasil kultur positif baik
dengan menggunakan sputum spontan, sputum yang diinduksi, maupun sekret
bonkoalveolar. Pasien dengan TB ekstrapulmonal dieksklusikan dalam penelitian
ini. Pasien dengan kultur positif dan hasil mikroskopis BTA negatif
diklasifikasikan dalam BTA NEGATIF, sedangkan pasien dengan kultur positif
dan BTA positif diklasifikasikan dalam SPPT [4].
Data berikut ini dikumpulkan dari rekam medis pasien dengan
menggunakan alat standar pengumpulan data yaitu data demografi yang terdiri
3

dari jenis kelamin, umur, etnis, tahun sekolah; data kebiasaan yang terdii dari
status merokok, penyalahgunaan alkohol, dan penggunaan narkoba; riwayat medis
yang terdiri dari gambaran klinis TB, metode diagnostik, adanya komorbid,
pengobatan TB, regimen obat, interval waktu untuk pendiagnosisan, lama rawat
inap, unit rawat intensif (ICU), durasi penggunaan alat ventilasi, dan hasil rawat
inap (meninggal atau keluar). Dikatakan perokok saat ini adalah apabila seorang
pasien merokok sekurang-kurangnya 100 batang rokok selama hidupnya dan pada
waktu penelitian dilakukan pasien merokok sekurang-kurangnya sehari dalam
seminggu. Sedangkan dikatakan bekas perokok apabila apabila seorang pasien
merokok sekurang-kurangnya 100 batang rokok selama hidupnya dan pada waktu
penelitian dilakukan pasien tidak merokok, sementara bukan perokok adalah
pasien TB yang tidak pernah merokok atau merokok dengan <100 batang rokok
selama

hidupnya.

Penyalahgunaan

alkohol

didefinisikan

apabila

pasien

mengonsumsi alkohol sekurang-kurangnya 30 gram (ekuivalen dengan 0.568 liter


atau setengah gelas bir 4%) setiap harinya untuk laki-laki sedangkan untuk
perempuan adalah 24 gram yang ekuivalen dengan175 ml wine. Sedangkan untuk
gambaran radiologi dan diklasifikasikansebagai gambaran TB yang khas apabila
ditemukan infiltrat nodular, alveolar maupun interstisial yang dominan terdapat
pada bagian apex paru atau setingkat diatas klavikula, gambaran kavitas yang
terdapat pada apex paru atau lobus bawah paru atau sesuai dengan gambaran TB
yaitu pembesaran hiler, lesi pneumonik, atelektasis, lesi mialiar yang sesuai
dengan deskripsi gambaran tTB sesuai pedoman TB.
Analisis Statistik
Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 18.0 (Statistical
Package for Social Sciences, Chi- cago, Illinois). Data disajikan dalam jumlah
kasus, rata-rata standar deviasi (SD), atau median dengan kisaran interkuartil
(IQR). Perbandingan kategori dilakukan oleh uji chi-square dengan menggunakan
koreksi Yates atau menggunakan uji Fisher. Variabel kontinu dibandingkan
dengan menggunakan uji t-test atau Wilcoxon. Analisis regresi logistik multivariat
digunakan untuk mengevaluasi faktor yang terkait dengan diagnosis BTA
NEGATIF, menggunakan pemilihan faktor yang terkait (P< 0,20) dengan dimana
4

dalam analisis univariat faktor tersebut memiliki gambaran klinis yang signifikan.
Prediktor yang dipilih dalam model akhir didasarkan pada kedua statistik dan
gambaran klinis signifikansi. Hasil dari model regresi logistik ganda dinilai
menggunakan tes Hosmer-Lemeshow. Odds ratio (OR) dan angka kepercayaan
95% confidence interval (CI). Nilai p dua sisi <0,05 dianggap signifikan pada data
yang dianalisis. Perhitungan ukuran sampel didasarkan pada prevalensi BTA
NEGATIF di Brasil (24-30%) [5]. Mengingat interval kepercayaan 0,15 dan
tingkat kepercayaan 95%, kami perkirakan ukuran sampel adalah sebanyak 128
pasien.

Hasil
Selama masa penelitian, 198 pasien yang memenuhi kriteria inklusi [kultur
positif untuk Mycobacterium TBC dalam dahak spontan (n = 49), diinduksi
sputum (n = 54), atau sekret bronko-alveolar (n = 95)] dimasukkan dalam analisis.
Dari pasien-pasien ini, sebanyak 69 pasien (34,8%) adalah BTA positif (SPPT)
dan 129 (65,2%) adalah BTA negatif. Karakteristik dari populasi penelitian
ditunjukkan pada Tabel 1. Subjek penelitian memiliki usia rata-rata 46,6 17,1
tahun pada kelompok BTA NEGATIF dan 46,0 16,9 tahun dalam kelompok
SPPT (p = 0,833). Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara
studi kelompok menurut jenis kelamin, etnis, merokok, penyalahgunaan alkohol,
dan penggunaan narkoba. Di antara BTA NEGATIF terdapat 53 pasien (41,1%)
HIV positif, dan di antara SPPT terdapat sekitar 25 pasien (36,2%) yang positif
HIV (p = 0,608).

Tabel 1. Karakteristik pasien BTA NEGATIF dan SPPT

Batuk adalah gejala yang paling umum pada kedua kelompok, meskipun
demikian ia lebih sering pada kelompok SPPT (54 [78,3%]) dibanding BTA
NEGATIF (71 [55,0%]) (p = 0,002). Dyspnea dan hemoptisis juga lebih sering
pada pasien dengan SPPT (32 [46,4%] dan 9 [13,0%], masing-masing
dibandingkan pada pasien dengan BTA negatif (35 [27,1%] dan 4 [3,1%], (p =
0.010 dan p = 0,013. Pada pola radiografi khas TB adalah yang paling umum di
kedua kelompok, pasien dengan BTA NEGATIF menunjukkan pola yang tidak
khas (75 [58,1%]) dibandingkan dengan pasien dengan SPPT (50 [72,5%]).
Namun, perbedaan ini tidak signifikan secara statistik pada univariat analisis (p =
0,066). Seperti yang diharapkan, lama rata-rata tinggal di rumah sakit lebih tinggi
pada BTA NEGATIF pasien (20 hari [10-49 hari]) dibandingkan pada pasien
SPPT (14,5 hari [26/07 hari]) (p = 0.010).
Tabel 2. Model Regresi Multivariat sebagai Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan BTA Negatif

Analisis regresi logistik memperkirakan Odds ratio ( OR) dari faktor yang
terkait dengan diagnosis BTA negatif, usia, jenis kelamin laki-laki, mantan
perokok, batuk, penurunan berat badan, dyspnea, hemoptisis, Pola radiografi khas
TB dan kompatibel dengan TB yang variabel termasuk dalam model multivariat.
Tes Hosmer-Lemeshow menunjukkan bahwa model multivariat bertingkat sesuai
(p = 0,684), dan tidak ada bukti untuk collinearity antara indipenden variabel.
Variabel-variabel berikut tetap signifikan dalam model multivariat : tidak ada
batuk (OR 3.10, 95% CI 1,55-6,19, p = 0,001) dan tidak ada pola radiografi khas
TB (OR 1,95, 95% CI 1,02-3,76, p = 0,045) (Tabel 2).
Pembahasan
Pada penelitian retrospektif ini menunjukkan prevalensi TB paru dengan
BTA negatif tinggi (65,2%) di antara pasien dengan TB di rumah sakit pelayanan
7

tersier di daerah dengan angka kejadianTB dan HIV yang tinggi. Berdasarkan
analisis univariat, batuk, dyspnea, dan hemoptisis jarang terjadi pada pasien BTA
negatif dibandingkan dengan pasien BTA positif. Selain itu, lama rata-rata rawat
inap lebih tinggi pada pasien BTA negatif dibandingkan pada pasien SPPT. Dalam
model multivariat, tidak memiliki gejala batuk dan tidak ada gambaran radiologi
yang khas TB adalah karakteristik yang terkait dengan diagnosis BTA negatif.
BTA negatif adalah masalah klinis dan kesehatan masyarakat yang relevan
[6,13,14], terutama pada negara dengan angka kejadian HIV yang tinggi, di mana
jumlah pasien dengan BTA negatif meningkat dengan cepat [15]. Penelitian ini
menunjukkan prevalensi BTA negatif sangat tinggi dalam penelitian ini.
Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah

kasus BTA

negatif berkisar antara 10% sampai 61% dari semua kasus TB paru [8,16-19].
Banyak rumah sakit rujukan dihadapkan dengan kasus BTA negatif relatif lebih
dari kesehatan tingkat yang lebih rendah [20], dan ini merupakan masalah penting
dalam praktek medis sehari-hari di rumah sakit. Mengobati pasien tidak tepat
dapat menyebabkan efek samping seperti drug-induced hepatitis [21]. Pada sisi
lain, pengobatan sedini mungkin adalah penting mengingat pasien BTA negatif
memiliki prognosis yang lebih buruk dan kematian dini dibandingkan dengan
pasien SPPT [22-26]. Oleh karena itu, untuk menghindari keterlambatan
diagnosis, sebagian besar kasus BTA negatif yang diagnosis dapat berdasarkan
presentasi klinis dan temuan radiologis [21]. Mengenai tanda-tanda dan gejala,
batuk, dyspnea, dan hemoptisis yang jarang terjadi pada pasien BTA negatif
dibandingkan dengan pasien BTA positif dalam penelitian ini. Pasien BTA negatif
terutama cenderung tidak menunjukkan adanya gejala atau gejala ringan pada
pernapasan dan manifestasi sistemik [27]. Dalam sebuah penelitian retrospektif
[28] yang berbasis di review grafik 146 pasien yang terinfeksi HIV, pasien BTA
NEGATIF secara signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki gejala
dyspnea, mirip dengan penelitian kami. Hemoptisis juga kurang umum pada
pasien ini dan beberapa studi telah melaporkan proporsi penurunan pasien dengan
batuk antara pasien BTA negatif [29,30] seperti yang kita telah ditunjukkan.
Dalam sebuah penelitian yang dikembangkan untuk memvalidasi skor klinis8

radiologi untuk menilai probabilitas TB paru pada pasien yang diduga BTA
negatif, batuk produktif adalah jarang terjadi pada pasien BTA negatif [31]. Dalam
penelitian lain yang dilakukan di Brasil, 551 pasien dengan kecurigaan klinisradiologi dari BTA negatif yang terdaftar, dan kehadiran spu- spontan tum
berhubungan negatif dengan BTA negatif
Sehubungan dengan tanda-tanda radiologi, kami menemukan dalam
model multivariat BTA negatif tidak memiliki gambaran radiologi yang khas TB
yang mana secara statistic ini berhubungan dengan diagnosis BTA negatif.
Gambaran radiologi yang atipokal atau bahkan temuan normal lebih sering pada
kasus BTA negatif sebagaimana yang didapatkan pada penelitian sebelumnya
[32,33]. Dalam sebuah studi [33] yang termasuk semua pemeriksaan kultur kasus
TB paru dilaporkan di National Surveillance System TB US 1993-2008, kasus
BTA negatif lebih mungkin menunjukkan temuan radiografi

yang atipikal.

Gambaran radiologi yang khas pada pola reaktivasi TB paru lebih jarang diamati
pada pasien BTA negatif karena beban yang lebih kecil dari mikobakteri [27],
terutama di daerah dengan prevalensi tinggi infeksi HIV. Dalam hal ini, dokter
cenderung untuk mencari tanda-tanda radiologis khas TB paru, dan diagnosis TB
karena itu lebih menantang [34].
Meskipun sekitar 40% dari sampel penelitian kami adalah positif HIV,
tidak signifikan secara statistik hubungan antara BTA negatif dan infeksi HIV. Di
negara-negara dengan prevalensi tinggi HIV, peningkatan BTA negatif diduga
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keterlambatan diagnosis TB dan
pengobatannta [34-36]. Selain itu, BTA negatif awalnya diduga prognosis yang
lebih baik dibandingkan dengan SPPT, namun epidemi HIV telah menyebabkan
perubahan dalam presentasi penyakit BTA negatif dari penyakit progresif lambat
satu dengan tingkat kematian yang tinggi [37,38]. penelitian sebelumnya
memperlihatkan bahwa pasien HIV positif lebih mungkin untuk memiliki BTA
negatif daripada yang HIV negatif [6,17,23,39], dan probabilitas ini meningkat
akibat imunosupresi meningkat [34]. Penulis lain [14,31] juga tidak menemukan
hubungan yang signifikan antara infeksi HIV dan BTA negatif. Salah satu
keterbatasan penelitian ini adalah dengan mengambil sampel hanya di satu rumah
9

sakit dan hasilnya mungkin tidak berlaku untuk tempat lainnya. Selain itu,
informasi yang diperoleh secara retrospektif dari review grafik mungkin kurang
lengkap dari data yang dikumpulkan secara prospektif. Selain itu, akan menarik
untuk membangun model prediktif dan mengevaluasi kegunaan diidentifikasi
klinis fitur. Selain itu, kita tidak bisa menunjukkan kematian dini pada BTA
negatif dibanding BTA positif karena ukuran sampel kami tidak dihitung untuk
mengidentifikasi perbedaan ini. Mungkin sampel yang lebih besar akan
diperlukan untuk menunjukkan hal itu. Namun, penelitian ini tidak dirancang
dengan tujuan ini. Terlepas dari masalah ini, pengetahuan tentang karakteristik
epidemiologi, presentasi klinis tion, dan temuan radiologi pasien dengan BTA
negatif penting untuk menentukan karakteristik yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi individu dengan dikonfirmasi BTA negatif.
Kesimpulannya, kami menemukan prevalensi BTA negatif yang sangat
tinggi antara pasien dengan TB paru didaerah dengan prevalensi TB dan HIV
yang tinggi. TB paru dengan BTA negatif memiliki kriteria jarang batuk dan idak
adanya gambaran radiologi yang khas. Studi prospektif

diharapkan dapat

dilakukan untuk dapat membantu mendiagnosis BTA negatif dan membantu


algoritma pengobatan TB paru dengan BTA negatif.
Ucapan Terima Kasih
Kami ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dari International Clinical
Operational Health Sevice, Research Training Award (ICOHRTA/ Fogarty
International Center/National Institutes for Health -NIH) and Johns Hopkins University
(Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health).

10

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global tuberculosis control:WHO report 2014.


Available: www.who.int.
2. Secretaria de Vigilncia em SadeMinistrio da Sade. Boletim
Epidemiolgico 2015. Available:www.saude.gov.br
3. Conde MB, Melo FA, Marques AM, Cardoso NC, Pinheiro VG, Dalcin PT, et
al. III Brazilian Thoracic Association Guidelines on tuberculosis. J Bras
Pneumol 2009, 35: 10181048. PMID: 19918635
4. World Health Organization. Improving the diagnosis and treatment of smearnegative pulmonary and extrapulmonary tuberculosis among adults and
adolescents. Recommendations for HIV prevalent and resource-constrained
settings. 2007. Available: www.who.int
5. Ministrio da Sade. Programa Nacional de Controle da Tuberculose 2011.
2011.

Available:

http://portal.saude.gov.br/portal/arquivos/pdf/2site_31_05_2011.pdf.
6. Getahun H, Harrington M, O'Brien R, Nunn P. Diagnosis of smear-negative
pulmonary tuberculosis in people with HIV infection or AIDS in resourceconstrained settings: informing urgent policy changes. Lancet 2007, 369:
20422049. PMID: 17574096
7. Macpherson P, Dimairo M, Bandason T, Zezai A, Munyati SS, Butterworth
AE, et al. Risk factors for mortality in smear-negative tuberculosis suspects: a
cohort study in Harare, Zimbabwe. Int J Tuberc Lung Dis 2011, 15: 1390
1396. doi: 10.5588/ijtld.11.0056 PMID: 22283900
8. Behr MA,Warren SA, Salamon H, Hopewell PC, Ponce de LA, Daley CL, et
al. Transmission of Myco-bacterium tuberculosis from patients smearnegative for acid-fast bacilli. Lancet 1999, 353: 444449.PMID: 9989714
9. Hernandez-Garduno E, Cook V, Kunimoto D, Elwood RK, BlackWA,
FitzGerald JM. Transmission of tuberculosis from smear negative patients: a
molecular epidemiology study. Thorax 2004, 59: 286290. PMID: 15047946
11

10. Tostmann A, Kik SV, Kalisvaart NA, Sebek MM, Verver S, Boeree MJ, et al.
Tuberculosis transmission by patients with smear-negative pulmonary
tuberculosis in a large cohort in the Netherlands. Clin Infect Dis 2008, 47:
11351142. doi: 10.1086/591974 PMID: 18823268
11. World Health Organization. Guidelines for controlling and monitoring the
tobacco epidemic:World Health Organization; 1998. Available: www.who.int.
12. Diagnostic Standards and Classification of Tuberculosis in Adults and
Children. This official statement of the American Thoracic Society and the
Centers for Disease Control and Prevention was adopted by the ATS Board of
Directors, July 1999. This statement was endorsed by the Council of the
Infectious Disease Society of America, September 1999. Am J Respir Crit
Care Med 2000, 161: 13761395.PMID: 10764337
13. Harries AD, Maher D, Nunn P. An approach to the problems of diagnosing
and treating adult smear-negative pulmonary tuberculosis in high-HIVprevalence settings in sub-Saharan Africa. BullWorld Health Organ 1998, 76:
651662. PMID: 10191561
14. Mello FC, Bastos LG, Soares SL, Rezende VM, Conde MB, Chaisson RE, et
al. Predicting smear negative pulmonary tuberculosis with classification trees
and logistic regression: a cross-sectional study. BMC Public Health 2006, 6:
43. PMID: 16504086
15. Foulds J, O'Brien R. New tools for the diagnosis of tuberculosis: the
perspective of developing coun-tries. Int J Tuberc Lung Dis 1998, 2: 778
783. PMID: 9783521
16. Affolabi D, Akpona R, Odoun M, Alidjinou K,Wachinou P, Anagonou S, et
al. Smear-negative, culture-positive pulmonary tuberculosis among patients
with chronic cough in Cotonou, Benin. Int J TubercLung Dis 2011, 15: 67
70. PMID: 21276299
17. Elliott AM, Namaambo K, Allen BW, Luo N, Hayes RJ, Pobee JO, et al.
Negative sputum smear results in HIV-positive patients with pulmonary
tuberculosis in Lusaka, Zambia. Tuber Lung Dis 1993, 74:191194. PMID:
8369514
18. Harries AD, Nyangulu DS, Kangombe C, Ndalama D,Wirima JJ, Salaniponi
FM, et al. The scourge of HIV-related tuberculosis: a cohort study in a district

12

general hospital in Malawi. Ann Trop Med Parasitol 1997, 91: 771776.
PMID: 9625933
19. Long R, Scalcini M, Manfreda J, Jean-Baptiste M, Hershfield E. The impact
of HIV on the usefulness of sputum smears for the diagnosis of tuberculosis.
Am J Public Health 1991, 81: 13261328. PMID:1928536
20. Basinga P, Moreira J, Bisoffi Z, Bisig B, Van den Ende J.Why are clinicians
reluctant to treat smear-negative tuberculosis? An inquiry about treatment
thresholds in Rwanda. Med Decis Making 2007, 27:5360. PMID: 17237453
21. Loh LC, Abdul Samah SZ, Zainudin A,Wong GL, GanWH, YusufWS, et al.
Pulmonary disease empiri-cally treated as tuberculosis-a retrospective study
of 107 cases. Med J Malaysia 2005, 60: 6270.PMID: 16250282
22. Hargreaves NJ, Kadzakumanja O, Phiri S, Nyangulu DS, Salaniponi FM,
Harries AD, et al.What causes smear-negative pulmonary tuberculosis in
Malawi, an area of high HIV seroprevalence? Int J Tuberc Lung Dis 2001, 5:
113122. PMID: 11258504
23. Harries AD, Nyirenda TE, Banerjee A, Boeree MJ, Salaniponi FM. Treatment
outcome of patients with smear-negative and smear-positive pulmonary
tuberculosis in the National Tuberculosis Control Pro-gramme, Malawi. Trans
R Soc Trop Med Hyg 1999, 93: 443446. PMID: 10674100
24. Harries AD, Dye C. Tuberculosis. Ann Trop Med Parasitol 2006, 100: 415
431. PMID: 16899146
25. Henegar C, Behets F, Vanden Driessche K, Tabala M, Bahati E, Bola V, et al.
Mortality among tubercu-losis patients in the Democratic Republic of Congo.
Int J Tuberc Lung Dis 2012, 16: 11991204. doi:10.5588/ijtld.11.0613 PMID:
22871326
26. Raviglione MC, Harries AD, Msiska R,Wilkinson D, Nunn P. Tuberculosis
and HIV: current status in Africa. AIDS 1997, 11 Suppl B: S115S123.
PMID: 9416373
27. Tozkoparan E, Deniz O, Ciftci F, Bozkanat E, Bicak M, Mutlu H, et al. The
roles of HRCT and clinical parameters in assessing activity of suspected
smear negative pulmonary tuberculosis. Arch Med Res 2005, 36: 166170.
PMID: 15847951
28. Palmieri F, Girardi E, Pellicelli AM, Rianda A, Bordi E, Rizzi EB, et al.
Pulmonary tuberculosis in HIV-infected patients presenting with normal chest

13

radiograph and negative sputum smear. Infection 2002, 30: 6874. PMID:
12018472
29. Kassu A, Mengistu G, Ayele B, Diro E, Mekonnen F, Ketema D, et al.
Coinfection and clinical manifes-tations of tuberculosis in human
immunodeficiency virus-infected and -uninfected adults at a teaching
hospital, northwest Ethiopia. J Microbiol Immunol Infect 2007, 40: 116122.
PMID: 17446959
30. Selwyn PA, Pumerantz AS, Durante A, Alcabes PG, Gourevitch MN, Boiselle
PM, et al. Clinical predic-tors of Pneumocystis carinii pneumonia, bacterial
pneumonia and tuberculosis in HIV-infected patients. AIDS 1998, 12: 885
893. PMID: 9631142
31. Soto A, Solari L, Diaz J, Mantilla A, Matthys F, van der Stuyft P. Validation
of a clinical-radiographic score to assess the probability of pulmonary
tuberculosis in suspect patients with negative sputum smears. PLoS One
2011, 6: e18486. doi: 10.1371/journal.pone.0018486 PMID: 21483690
32. Kanaya AM, Glidden DV, Chambers HF. Identifying pulmonary tuberculosis
in patients with negative sputum smear results. Chest 2001, 120: 349355.
PMID: 11502628
33. Shah NS, Cavanaugh JS, Pratt R, Cain KP,Wells C, Laserson K, et al.
Epidemiology of smear-negative pulmonary tuberculosis in the United States,
19932008. Int J Tuberc Lung Dis 2012, 16: 12341240. doi:
10.5588/ijtld.11.0794 PMID: 22748057
34. Colebunders R, Bastian I. A review of the diagnosis and treatment of smearnegative pulmonary tuber-culosis. Int J Tuberc Lung Dis 2000, 4: 97107.
PMID: 10694086
35. Dimairo M, Macpherson P, Bandason T, Zezai A, Munyati SS, Butterworth
AE, et al. The risk and timing of tuberculosis diagnosed in smear-negative TB
suspects: a 12 month cohort study in Harare, Zimba-bwe. PLoS One 2010, 5:
e11849. doi: 10.1371/journal.pone.0011849 PMID: 20676374
36. Martinson NA, Karstaedt A, VenterWD, Omar T, King P, Mbengo T, et al.
Causes of death in hospital-ized adults with a premortem diagnosis of
tuberculosis: an autopsy study. AIDS 2007, 21: 20432050.PMID: 17885294
37. Hargreaves NJ, Kadzakumanja O,Whitty CJ, Salaniponi FM, Harries AD,
Squire SB. 'Smear-negative' pulmonary tuberculosis in a DOTS programme:
poor outcomes in an area of high HIV seroprevalence. Int J Tuberc Lung Dis
14

2001, 5: 847854. PMID: 11573897 38. Mukadi YD, Maher D, Harries A.


Tuberculosis case fatality rates in high HIV prevalence populations in subSaharan Africa. AIDS 2001, 15: 143152. PMID: 11216921
38. Apers L,Wijarajah C, Mutsvangwa J, Chigara N, Mason P, van der Stuyft P.
Accuracy of routine diag-nosis of pulmonary tuberculosis in an area of high
HIV prevalence. Int J Tuberc Lung Dis 2004, 8: 945951. PMID: 15305475

15

Anda mungkin juga menyukai