Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

UVEITIS
Disusun Oleh:
Karina Utari 1102014140
Muhamad Ezar Beunghar 1102014161
Hielmy Auliya Hasyim 1102015091
 
Pembimbing:
dr. Tri Agus Sp.M
 

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN MATA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN ARJAWINANGUN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


PERIODE 20 MARET – 29 APRIL 2023
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Uveitis merupakan salah satu penyebab utama kebutaan di
dunia. Uveitis secara luas diklasifikasikan menjadi anterior,
intermediate, posterior dan panuveitis berdasarkan anatomi
mata (Agrawal et al, 2010).
TINJAUAN
PUSTAKA
5

ANATOMI MATA
DEFINISI
• Istilah " uveitis " menunjukkan peradangan pada iris (iritis, iridocyclitis), corpus
ciliar (uveitis intermediate, cyclitis, uveitis perifer, atau planitis pars), atau
koroid (choroiditis). Uveitis dapat juga digunakan pada inflamasi retina
(retinitis), pembuluh darah retina (vaskulitis retina), dan saraf optik intraokular
(papillitis). Uveitis juga dapat terjadi sekunder pada peradangan kornea
(keratitis), sclera (scleritis), atau keduanya (Eva , Whitcher, 2007).
EPIDEMIOLOGI

•Uveitis biasanya terjadi pada umur 20-50 tahun dan


menyumbang 10-20% kasus kebutaan. Uveitis umumnya
terjadi di negara berkembang daripada di negara-negara
maju, hal ini terjadi karena sebagian besar prevalensi yang
lebih besar dari infeksi yang dapat mempengaruhi mata,
seperti toksoplasmosis dan TBC (Eva, Whitcher, 2007).
•Sebagian besar pasien uveitis menunjukkan variasi
dalam hal prevalensi relatif berbagai bentuk uveitis. Uveitis
anterior sebanyak 28-66 % kasus, uveitis intermediate 5-15
%, uveitis posterior 19-51 %, dan panuveitis 7-18 %.
(Yanoff, 2009).
ETIOLOGI
Uveitis dapat disebabkan oleh trauma, diare kronis, penyakit
Reiter, herpes simpleks, sindrom Behcet, sindrom Posner
Schlosman, pasca operasi, adenovirus, parotitis, influenza, infeksi
klamidia, arthritis rheumathoid dan lain-lain (Ilyas S, 2007).
Uveitis trauma sering terjadi pada cedera yang disengaja atau
operasi pada jaringan uveal. Mekanisme yang berbeda yang dapat
menghasilkan uveitis trauma berikut meliputi (Khurana, 2007)
a. Efek mekanis langsung pada trauma.
b. Efek iritasi dari produk darah setelah perdarahan intraokular
c. Invasi mikroba
d. Efek kimia benda asing intraokular
e. Oftalmia simpatis pada mata lainnya.
KLASIFIKASI 9

Dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis dan patologisnya

a. Klasifikasi bedasarkan anatomisnya

Tipe Fokus Inflamasi Meliputi


Uveitis Anterior Camera Oculi Anterior (COA) Iritis, merupakan bentuk uveitis paling umum. Mempengaruhi
kinerja iris seringkali dihubungkan dengan kelainan autoimun.
Berkembang tiba-tiba berlangsung sampai 8 mgg.
Iridoksiklitis, inflamasi pada iris dan pars plicata
Uveitis Intermedia Vitreus Siklitis posterior, hialitis
Koroiditis, peradangan pada lapisan dibawah retina.
Kemungkinan disebebkan oleh suatu infeksi sprit tuberkulosis
Korioretinitis, Pars Planitis
Uveitis Posterior Retina dan Koroid Koroiditis fokal, multifokl atau difus
Korioretinitis, Retinokoroiditis
Retinitis, mempengaruhi belakang mata
Neuroretinitis
KLASIFIKASI 10

b. Klasifikasi bedasarkan klinisnya

Tipe Keterangan
Akut Karakteristik episodenya onset simptomatik tiba-tiba durasi < 3 bulan
Rekuren Episodenya berulang dengan periode inaktivasi tanpa terapi > 3 bulan
Kronis Berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun, onset tidak jelas asimptomatik
dengan relaps < 3 bulan setelah terapi dihentikan

c. Klasifikasi menurut etiologi, uveitis dibagi menjadi infeksi (bakteri, virus, jamur, dan parasit), non-
infeksi, dan idiopatik.

d. Klasifikasi berdasarkan patologisnya, uveitis non granulomatosa dan uveitis granulomatosa


MANIFESTASI KLINIS

• Manifestasi klinis uveitis bervariasi tergantung pada beberapa faktor


utama dari keterlibatan dalam mata, jalannya proses inflamasi
(misalnya, akut atau kronis), dan adanya komplikasi sekunder yang
timbul dari uveitis sendiri (Yanoff, 2009).
• Gejala-gejala uveitis anterior akut (misalnya, antigen leukosit entitas
HLA- B27 terkait manusia, seperti ankylosing spondylitis) umumnya
meliputi nyeri, kemerahan, fotofobia, dan penglihatan kabur, yang
biasanya berkembang selama jam atau hari. Di sisi lain, pasien yang
memiliki uveitis anterior kronis, seperti yang terlihat dengan JIA atau
Fuchs' iridocyclitis heterochromic, dapat terjadi penurunan visus atau
kemerahan ringan, dengan sedikit rasa sakit atau fotofobia. Pasien yang
memiliki uveitis intermediate atau uveitis posterior biasanya dengan
floaters atau gangguan penglihatan sekunder untuk edema makula
cystoid atau keterlibatan chorioretinal. (Yanoff , 2009).
12

TATALAKSANA
Prinsip penatalaksanaan uveitis untuk menekan reaksi inflamasi, mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur,
memperbaiki fungsi penglihatan serta menghilangkan nyeri dan fotofobia.

Kortikosteroid topical untuk mengurangi


inflamasi: prednisone 0,5%, prednisone
asetat 1%, betametason 1%, deksametason • Uveitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
0.1% dan flurometolon 0,1%. antibiotik diberikan selama 2-3 hari, setelah itu
*Penggunaan kortikosteroid harus dipantau ditambahkan kortikosteroid untuk menekan
karena meningkatkan TIO, katarak, inflamasi
glaucoma dalam jangka panjang • Uveitis yang disebabkan oleh jamur diobati
dengan tetes mata antijamur (natamisin 5% tiap
jam dan flukonazol 0,3% tiap jam, Tetes mata
amfoterisin B 0,155 diberikan setiap jam)
NSAID untuk mengurangi nyeri dan • Pada infeksi berat diberikan antijamur sistemik
inflamasi sedangkan siklopegik untuk
mencegah sinekia posterior
Siklopentolat 0,5-2% dan homatropin
13

TATALAKSANA
• Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan. Operasi dilakukan pada
kasus uveitis yang telah tenang (teratasi) tetapi mengalami perubahan permanen akibat
komplikasi seperti katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina. Kortikosteroid
diberikan 1-2 hari sebelum operasi dan steroid intraokular atau periokular dapat
diberikanpasca-operasi.
• Kekeruhan vitreus sering terjadi pada uveitis intermediet dan posterior sedangkan
neovaskularisasi diskus optik dan retina sering menimbulkan perdarahan vitreus.
• Vitrektomi ditujukan untuk memperbaiki tajam penglihatan bila kekeruhan menetap
setelah pengobatan
KOMPLIKASI
Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan
tekanan intraokuler (TIO) akut yang terjadi sekunder
akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau
penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO
dapat menyebabkan atrofi nervus optikus dan kehilangan
penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi corneal
band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan
makula, edema diskus optikus dan makula, edema
kornea, dan retinal detachment.
PROGNOSIS
Prognosis uveitis tergantung pada banyak hal diantaranya derajat
keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. Secara umum,
peradangan yang berat perlu waktu lebih lama untuk sembuh serta
lebih sering menyebabkan kerusakan intraokular dan kehilangan
penglihatan dibandingkan dengan peradangan ringan atau sedang.
Selain itu uveitis anterior cenderung lebih cepat merespon
pengobatan dibandingkan dengan uveitis intermediet, posterior
atau difus. Umumnya kasus uveitis anterior prognosisnya baik bila
di diagnosis lebih awal dan diberi pengobatan yang tepat.
Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih dengan baik tanpa
adanya katarak, glaukoma dan uveitis posterior. Keterlibatan
retina, koroid atau nervus optikus cenderung memberi prognosis
yang lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, 2010, Current approach in diagnosis and management of anterior uveitis. indian journal opftalmology

Babu, Rathinam, 2010, Intermediate Uveitis. Indian Journal of Opthalmology. 58(1) 21-27.
Emmett T. 2007. Cunningham. Uveal tract In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. General

Eva, P.R., and Whitcher, J.P. 2007. Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology 17th Edition. USA: McGrawHill
Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kanski, Jack J; Bowling B. 2011. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach, 7th edition. UK: Elveiser.

Khurana A. 2007. Comprehensive Ophtalmology 4th Edition. India: New Age International Limited Publisher.

Lang, GK., 2000. Ophthalmology: A Short Textbook. New York: Thieme. Ophthalmology 17th Ed. London: McGrawHill, 2007
Yanoff, M. and Duker, JS., 2009. Yanoff and Duker’s Ophthalmology. 3rd Edition. UK: Mosby Elsevier.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai