1) DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata),
kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera.
Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai
badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut
iridosiklitis atau uveitis anterior.
Gambar 1. Iridosiklitis
2) KLASIFIKASI
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis yang
berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis anterior
kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan
kasus penyebabnya tidak diketahui.
3) ETIOLOGI
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar.
Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen
lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis
dibagi dalam :
Berdasarkan spesifitas penyebab :
a. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun parasit
yang spesifik.
b. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang masuk
kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi pada traktus uvea.
Berdasarkan asalnya:
a. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,
ataupun iatrogenik.
b. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen lain
dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.
4) PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau
merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli,
walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang
diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen).
Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal
ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya
mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood
Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor
akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu
partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa
pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal
dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel
radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua
jenis keratic precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis
non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan
menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan
perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior,
ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan
pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel
radang, disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang,
akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga
akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang
tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin
meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa
menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat
timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya
dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat
pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini
sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang
mengenai badan silier.
5) MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia, penglihatan
turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis dapat
terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Dari pemeriksaan mata dapat
ditemukan tanda antara lain : Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar
sekitar limbus, dan keratic precipitate. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik
mata depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris edema
dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula dijumpai sinekia
posterior ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter pupil dan
terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi katarak komplikata. Tekanan
intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder. Pada proses akut dapat terjadi
miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada uveitis non-granulomatosa
dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis granulomatosa
dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil)
atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).
6) PENATALAKSANAAN
Pada pengobatan dapat diberikan secara :
a. Lokal
Midriatika
Midriatika yang sering digunakan adalah atropine sulfas, digunakan karena bekerjanya cepat
dan DOA nya lama. +/- 2 minggu. Efeknya adalah :
o Mengurangi kongesti pada tempat peradangan
o Menyebabkan midriasis, sehingga mencegah sinekia posterior
o Menyebabkan relaksasi otot sfingter pupil dan otot siliar, sehingga
mengistirahatkan mata
Steroid
Antibiotic
Mata ditutup
b. Sistemik
Istirahat
ULKUS KORNEA
1) DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea,
yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
2) KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1.
Gambar
Bakterialis
1.a
Ulkus
Kornea
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan
infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus
sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya
sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.
b.
Gambar
3.b
Ulkus
Kornea
Herpetik
d.
Ulkus marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit
atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
3) ETIOLOGI
a.
Infeksi
b.
Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan
epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan
oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
c.
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
4) PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama
bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari
sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batasbatas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea
dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang
dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea
merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah
yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan
lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.
5) MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
a. Gejala Subjektif
Antibiotik, bila dalam bentuk tetes mata, berikan 2 tetes/jam atau dalam bentuk salep
mata 3-5 kali/hari. Bila ada gunakan antibiotik yang efektif untuk pseudomonas
seperti terramycin dengan polymixin B sulfate, garamycin. Berikan juga secara
sistemik antibiotik yang berspektrum luas dengan dosis tinggi.
Bila keadaan tidak membaik atau memberat, mungkin penyebabnya adalah jamur. Maka
dilakukan :
1
Debridement sampai bersih, lalu bilas dengan larutan garam faal steril.
Setelah itu diberi salep antijamur tiap jam misalnya: preparat amfoterisin B, preparat
nistatin.